Implementasi Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Dari komponen langkah-langkah pembelajaran juga ditemukan bahwa desain pembelajaran yang tercantum dalam RPP masih berupa kegiatan-kegiatan yang hanya mengarahkan siswa pada kemampuan berpikir tingkat rendah. Hal ini terlihat dari kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas hanya meminta siswa untuk mengidentifikasi materi- materi yng terdapat dalam buku paket kemudian mendiskusikannya didalam kelompok. Tidak jauh berbeda dengan desain LKS yang dibuat oleh guru, LKS yang dibuat oleh guru dinilai belum mampu membentuk dan mengarahkan siswa pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini terlihat dari soal-soal yang dicantumkan dalam LKS adalah soal-soal latihan yang terdapat dalam buku paket, selain itu proses pengerjaannyapun tercantum dalam buku paket. Dengan demikian pengerjaan soal yang terdapat dalam LKS dapat dilakukan dengan melihat cara pengerjaan yang tercantum dalam buku paket, sehingga tidak membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk menyelesaikan soal-soal yang terdapat dalam LKS.

2. Implementasi Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Untuk mengetahui bahwa guru mata pelajaran ekonomi sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kriteria keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka peneliti melakukan observasi di kelas X- MIPA dan XI-IIS. Observasi dilakukan menggunakan 11 pernyataan dengan mengacu pada kegiatan pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Ada tiga kriteria yang digunakan untuk menilai implementasi pembelajaran yang mengarahkan siswa pada keterampilan berpikir tingkat tinggi pada mata pelajaran ekonomi, yaitu kegiatan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta yang tercermin pada strategi, model, dan metode dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran ekonomi di kelas. Berdasarkan observasi yang dilakukan, ditemukan bahwa kedua guru mata pelajaran ekonomi belum melaksanakan kegiatan pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kegiatan pembelajaran masih bersifat mengarahkan siswa pada keterampilan berpikir tingkat rendah terutama pada kemampuan mengingat dan memahami materi pelajaran. Hal ini terlihat dari strategi, model dan metode yang digunakan guru di kelas. Berdasarkan observasi yang dilakukan, terlihat bahwa kedua guru telah menggunakan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Salah satu metode yang dinilai dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa adalah dengan menerapkan metode pembelajaran seperti diskusi dan tanya jawab. Akan tetapi, penggunaan metode diskusi dan tanya jawab tidak secara langsng mengindikasikan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran guru menerapkan metode diskusi dan tanya jawab dengan membahas dan mengerjakan soal yang tercantum dalam LKS. Soal-soal yang tercantum dalam LKS bukan merupakan jenis soal yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Hal ini dikarenakan bahan diskusi yang terdapat dalam LKS jawabannya terdapat dalam buku paket. Dengan demikian siswa dapat dengan mudah mengerjakannya cukup hanya dengan berpedoman pada cara pengerjaan yang tercantum dalam buku paket. Tentunya kegiatan diskusi semacam ini tidak dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Kegiatan diskusi dan tanya jawab yang baik adalah dengan membahas dan mengerjakan soal-soal yang sifat pengerjaannya mewajibkan siswa untuk mencari jawaban secara mandiri berdasarkan pendapatnya masing-masing kemudian didiskusikan dalam kelompok. Berdasarkan analisis yang dilakukan juga terlihat bahwa kedua guru belum memahami arti dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini terlihat dari hasil kegiatan wawancara pendahuluan dan observasi yang telah dilakukan. Pada saat melakukan wawancara, salah satu pertanyaan yang dikemukakan oleh peneliti adalah sudahkah guru menerapkan pembelajaran yang bersifat mengarahkan siswa pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Ketika diajukan pertanyaan demikian guru terlihat bingung dan kembali mempertanyakan arti konkrit dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Ketidakpahaman guru akan arti dari keterampilan berpikir PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tingkat tinggi ini juga diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan di kelas. Di kelas guru tidak menerapkan kegiatan pembelajaran yang dapat membentuk keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini dikarenakan guru secara penuh melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berpedoman pada RPP, sedangkan berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap desain RPP ditemukan bahwa desain RPP yang dibuat oleh guru tidak memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu bagaimana mungkin guru dapat menerapkan pembelajaran yang bersifat mengarahkan siswa pada keterampilan berpikir tingkat tinggi ketika guru tersebut tidak paham makna dari keterampilan berpikir tingkat tinggi dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kegiatan pembelajaran. Untuk melihat apakah guru sudah sungguh-sungguh melaksanakan pembelajaran sebagaimana yang diamati oleh peneliti selama kegiatan observasi di kelas, maka peneliti juga mencari informasi dari siswa melalui pengisian kuesioner. Dengan melihat persepsi siswa terhadap kinerja guru selama mengajar, maka diharapkan data yang terkumpul dapat menunjukkan keadaan yang sesungguhnya. Untuk mengetahuai persepsi siswa terhadap guru dalam menerapkan kegiatan pembelajaran yang mengarahkan siswa pada keterampilan berpikir tingkat tinggi, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui pengisian kuesioner yang dibagikan pada siswa kelas X-MIPA dan kelas XII-IIS yang secara keseluruhan berjumlah 80 siswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pada kuesioner persepsi siswa terhadap guru dalam implementasi pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi yang melibatkan 3 indikator keterampilan berpikir, yaitu kegiatan menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Indikator kegiatan menganalisis memiliki 7 butir pernyataan yang terdapat pada nomor 1, 3, 8, 9, 11, 12, dan 15; kegiatan mengevaluasi memiliki 6 butir pernyataan yang terdapat pada nomor 2, 5, 6, 7, 13, dan 16; kegiatan mencipta memiliki 9 butir pernyataan yang terdapat pada nomor 4, 10, 14, 17, 18, 19, 20, 21, dan 22; sehingga total soal untuk seluruh indikator adalah 22 pernyataan. Data hasil kuesioner dianalisis dengan menghitung total skor setiap siswa dari 22 pernyataan. Berikut ini hasil dari analisis total skor dan kualifikasi dari persepsi siswa kepada guru pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Analisis Kuesioner Persepsi Siswa Skor Kriteria Kelas X dan X- MIA Persentase Kelas XI-IS Persentase 66-88 Sangat Baik - 40 100 43-65 Baik 25 62,5 - - 22-42 Tidak Baik 15 37,5 - - Sumber: data primer diolah, 2016 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa persepsi siswa pada guru dalam menerapkan kegiatan pembelajaran yang meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi pada siswa melalui perhitungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI hasil kuesioner adalah untuk kelas X dan XI-MIPA dengan kriteria baik sebanyak 25 siswa dan kriteria tidak baik sebanyak 15 siswa. Untuk kelas XI-IIS skor untuk keseluruhan kriteria adalah sangat baik yakni diperoleh skor total dari 40 siswa.

3. Pelaksanaan Penilaian Kelas Assesment