Analisis pembelajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi pada mata pelajaran ekonomi di SMA N 8 Yogyakarta 2016.

(1)

ANALISIS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI SAMA N 8 YOGYAKARTA 2016

Hilaria Mitri

Universitas Sanata Dharma 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah guru sudah menyusun desain RPP mata pelajaran Ekonomi yang memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi; (2) apakah guru sudah menerapkan kegiatan pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi; dan (3) apakah pelaksanaan penilaian kelas (assesment) telah mengarah pada pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan model deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 80 siswa kelas X, XI MIPA dan IS serta guru Ekonomi kelas X, XI, dan XII. Data dikumpulkan menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) desain RPP yang disusun oleh kedua guru mata pelajaran Ekonomi tidak memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi; (2) kedua guru mata pelajaran Ekonomi dalam mengimplementasikan pembelajaran belum mengarah pada keterampilan berpikir tinggi; dan (3) pelaksanaan penilaian kelas (assesment) yang disusun oleh guru dinyatakan belum mengarah pada pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Kata kunci: rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), keterampilan berpikir tingkat tinggi, pelaksanaan penilaian kelas (assesment).


(2)

THE ANALYSIS OF HIGHER ORDER THINKING SKILLS ON ECONOMIC SUBJECTS IN 8 PUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL OF YOGYAKARTA 2016

Hilaria Mitri Sanata Dharma University

2016

The objectives of this study are: (1) to examine whether the teachers have already arranged the lesson plans the subjects of economics which indicates high level thinking skills; (2) whether the teachers have already implemented learning activities that lead the students to high level thinking skills; and (3) whether the implementation of assessments has led to the measurement of high level thinking skills.

This research is a qualitative descriptive model. Subjects of the study were eighty students of the tenth and eleventh class and all teachers of Economics. Data were collected by using observations, interviews, documentation and questionnaires.

The results of the study indicate that: (1) the Learning Plans arranged by the teacher in subject of Economics do not contain indicators of high level thinking skills; (2) The performance of learning done by the teachers in subject of economics do not lead the students to high level thinking skills; and (3) the implementation of assessments were prepared by teachers has not lead to the measurement of high level thinking skills.


(3)

i

ANALISIS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERPIKIR

TINGKAT TINGGI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI

SMA N 8 YOGYAKARTA

2016

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi

Oleh: Hilaria Mitri

121324011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya yang senantiasa

menyertai setiap waktu

Untuk kedua orang tuaku bapak Heriyanto dan ibu Milka yang

selalu memotivasi, mencurahkan kasih sayang, dan dukungan

serta kesbaran dalam membimbingku.

Kakakku Devi Naomi Wulandari dan adikku Resi Meri Anjani

yang selalu memberikan semangat, doa, dan dukungan.

Kekasihku Nandhika Ridwan Firdaus yang selalu memberikan

semangat, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayang.


(7)

v

MOTTO

Jika orang lain bisa kenapa saya tidak

TIADA KESUKSESAN TANPA DIBARENGI USAHA DAN DOA,


(8)

(9)

(10)

viii ABSTRAK

ANALISIS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI DI SAMA N 8

YOGYAKARTA 2016 Hilaria Mitri

Universitas Sanata Dharma 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah guru sudah menyusun desain RPP mata pelajaran Ekonomi yang memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi; (2) apakah guru sudah menerapkan kegiatan pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi; dan (3) apakah pelaksanaan penilaian kelas (assesment) telah mengarah pada pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan model deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 80 siswa kelas X, XI MIPA dan IS serta guru Ekonomi kelas X, XI, dan XII. Data dikumpulkan menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) desain RPP yang disusun oleh kedua guru mata pelajaran Ekonomi tidak memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi; (2) kedua guru mata pelajaran Ekonomi dalam mengimplementasikan pembelajaran belum mengarah pada keterampilan berpikir tinggi; dan (3) pelaksanaan penilaian kelas (assesment) yang disusun oleh guru dinyatakan belum mengarah pada pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Kata kunci: rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), keterampilan berpikir tingkat tinggi, pelaksanaan penilaian kelas (assesment).


(11)

ix ABSTRACT

THE ANALYSIS OF HIGHER ORDER THINKING SKILLS ON ECONOMIC SUBJECTS IN 8 PUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL OF

YOGYAKARTA 2016 Hilaria Mitri Sanata Dharma University

2016

The objectives of this study are: (1) to exame whether the teachers have arranged the learning plans in the subjects of economics includes indicators of higher order thinking skills; (2) whether the teachers already implementing learning activities that lead the students to higher order thinking skills; and (3) whether the implementation of assessments has lead to the measurement of higher order thinking skills.

This research is a qualitative descriptive model. Subjects of the study were eighty students of the tenth and eleven class and all the teachers of Economics. Data were collected by using observation, interviews, documentation and questionnaires.

The results of the study indicate that: (1) the Learning Plans arranged by the teacher in subjects of Economics are not contains with indicators of higher order thinking skills; (2) The performance of learning done by the teachers in subject of economics are not lead the students to higher order thinking skills; and (3) the implementation of assessments were prepared by teachers declared not lead to the measurement of higher order thinking skills.

Keywords: lesson plan (RPP), a higher order thinking skills, the implementation of assessments.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi yang berjudul “Analisis Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMA N 8 Yogyakarta 2016”.

Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Selama proses penulisan skripsi ini penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Dra. Catharina Wigati Retno Astuti, M.Si., M.Ed. Selaku ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen yang banyak memberikan masukan demi kelancaran penulisan skripsi.

3. Bapak Dr. Constantinus Teguh Dalyono, M.S. Selaku Dosen Pembimbing atas segala kebaikan yang penuh kasih dan kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Kurnia Martikasari, S.Pd.,M.Sc. Selaku dosen Pendidikan Ekonomi yang dengan penuh kasih dan kesabaran memeberikan ilmu selama perkuliahan. 5. Segenap Dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma.


(13)

xi

6. Ibu Christina Kristiani selaku bagian sekretariat yang telah membantu segala administrasi yang telah dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Munjid Nur Alamsyah, MM. selaku Kepala Sekolah SMA N 8 Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Ibu Swinarni selaku Wakil Kepala Sekolah bagian Humas yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Ibu Dra. Sri Nurmeilani selaku guru mata pelajaran Ekonomi kelas XI dan XII- MIPA SMA N 8 Yogyakarta atas kerjasama , bantuan, dan informasi yang baik selama penulis melakukan penelitian.

10. Ibu Retno Handayani selaku guru mata pelajaran Ekonomi kelas X dan XI- IIS SMA N 8 Yogyakarta atas kerjasama , bantuan, dan informasi yang baik selama penulis melakukan penelitian.

11. Siswa kelas X dan kelas XI tahun ajaran 2016/2017 yang telah bersedia membantu dalam proses observasi dan pengisian kuesioner.

12. Kedua orang tuaku Papa Heriyanto dan Mama Milka yang selalu mendukung dalam doa, yang terus memberikan semangat, dorongan yang pnuh dngan kasih dan kesabaran selama kuliah hingga penyelesaian penulisan skripsi ini. 13. Kakakku Devi Naomi Wulandari dan adikku Resi Meri Anjani yang selalu

memberikan semangat, motivasi dan doa yang tulus selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini.

14. Kakak iparku Gregorius Pedi yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.


(14)

xii

15. Keponakanku Petrus Christian Aprilo yang selalu memberi semangat dan keceriaan.

16. Kekasihku Nandhika Ridwan Firdaus yang selalu memberikan doa, semangat, kasih sayang, cinta dan dukungan serta motivasi selama perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

17. Orang tua keduaku ibu Titin Suprihatin dan Bapak Delyuzar Gafar yang selalu mendoakan, memotivasi, dan memberikan kasih sayang kepada penulis.

18. Sahabatku Sarniati Dapaole, Olivia, dan Harini Triana Silalahi yang selalu memberikan dukungan, motivasi, keceriaan, semangat dan menemani penulis dalam mengurus kelengkapan penulisan skripsi ini.

19. Temanku Albertus Bima Sulistya, Vidia Natalia Kusuma Ningtyas dan Yosep Henri Wibisono yang turut membantu penulis.

20. Sahabat selama perkuliahan Sarniati Dapaole, Olivia, Harini Triana Silalahi, Hesti Ratnaningrum, dan Riwan Sigalingging serta Robertus Andronikus. 21. Seluruh teman-teman Pendidikan Ekonomi angkatan 2012, atas kerjasama,

canda tawa, dan keceriaan selama proses perkuliahan.

22. Teman-temanku di asrama, Natalia Lun, Nani Julita, dan Oliyfie Bintang yang menjadi tempat curhat dan berkeluh kesah penulis.


(15)

(16)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK………... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR………... x

DAFTAR ISI………... xiv

BAB I PENDAHULUAN………...... 1

A. Latar Belakang……….... 1

B. Batasan Masalah………..... 7

C. Rumusan Masalah………....... 7

D. Tujuan Penelitian ………. 8

E. Manfaat Penelitian ……….. 8

F. Variabel, Definisi Operasional dan Indikator ……….. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10

A. Berpikir Tingkat Tinggi………... 10

B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………... 19

C. Kegiatan Pembelajaran………... 24

D. Pelaksanaan Penilaian Kelas (Assesment)……….. 45

E. Kerangka Berpikir... 52

BAB III METODE PENELITIAN………... 55


(17)

xv

B. Tempat dan Waktu Penelitian………... 55

C. Subjek dan Objek Penelitian………... 56

D. Sasaran Penelitian………... 57

E. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel………... 57

F. Variabel dan Indikator Penelitian………... 59

G. Data Yang Dicari………... 61

H. Teknik Pengumpulan Data……….... 62

I. Tekniik Pengujian Instrumen………... 67

J. Teknik Analisis Data………... 72

BAB IV GAMBARAN UMUM SEKOLAH……….... 76

A. Deskripsi Lokasi……….... 76

B. Deskripsi Responden………... 79

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN………..... 83

A. Analisis Data………... 83

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………... 83

2. Implementasi Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi…….. 87

3. Pelaksanaan Penilaian Kelas (Assesment)……….. 91

B. Pembahasan Hasil Penelitian………... 93

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………... 93

2. Implementasi Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi…….. 98

3. Pelaksanaan Penilaian Kelas (Assesment)……….. 102

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………... 105

A. Kesimpulan………... 105

B. Keterbatasan Penelitian………... 108

C. Saran………... 109

DAFTAR PUSTAKA……….... 112


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Persepsi Siswa………. 64

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Indikator Kegiatan Menganalisis... 69

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Indikator Kegiatan Mengevaluasi... 70

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Indikator Kegiatan Mencipta... 70

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen... 71

Tabel 3.6 Hasil Penilaian Persepsi Siswa... 74

Tabel 4.1 Daftar Rekapitulasi Siswa... 82


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Konsep dan Kebijakan Perdagangan Internasional………... 114

Lampiran 2 RPP Pasar dalam Perekonomian………... 120

Lampiran 3 Lembar Kuesioner Persepsi Siswa……… 123

Lampiran 4 Instrumen Observasi Aktivitas Guru di Kelas………. 126

Lampiran 5 Instrumen Analisis RPP...……… 127

Lampiran 6 Instrumen Analisis Kesesuian RPP dengan Permendikbud no. 103 tahun 2014... 128 Lampiran 7 Instrumen Analisis Kegiatan Penilaian Kelas (Assesment)……... 130

Lampiran 8 Lembar Pertanyaan Wawancara....……… 132

Lampiran 9 Lembar Soal UTS kelas XI MIPA……….... 138

Lampiran 10 Lembar Soal UTS kelas XI IIS …………...………. 144

Lampiran 11 Hasil Analisis RPP 1... 150

Lampiran 12 Hasil Analisis RPP 2...……….. 151

Lampiran 13 Hasil Observasi kelas X MIPA………... 152

Lampiran 14 Hasil Observasi kelas XI IIS... 153

Lampiran 15 Hasil Analisis Kegiatan Assesment kelas XI MIPA…... 154

Lampiran 16 Hasil Analisis Kegiatan Assesment kelas XI IIS... 157

Lampiran 17 Output Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 160

Lampiran 18 Lembar Kerja Siswa……… 168

Lampiran 19 Surat Ijin Penelitian... 174

Lampiran 20 RPP Satu Semester……….. 175 Lampiran 21 Kelompok Kata Kerja Operasional Indikator Untuk Aspek

Kognitif Pada Desain RPP... 215


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan. Pendapat ini menunjukkan ketika seseorang memutuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka orang tersebut melakukan aktivitas berpikir (Heong dkk, 2011).

Kegiatan berpikir dibedakan menjadi dua jenjang, yaitu berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking (HOT) dan berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking (LOT). Menurut (Heong, dkk 2011) kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi yang baru. Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi dari pada sekedar menghafal fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu disampaikan.

Berbicara mengenai tahapan berpikir, maka taksonomi Bloom dianggap sebagai dasar bagi berpikir tingkat tinggi, pemikiran ini didasarkan bahwa


(21)

beberapa jenis pembelajaran memerlukan proses kognisi yang lebih dari pada yang lain, tetapi memiliki manfaat-manfaat lebih umum (Heong, dkk 2011). Berlandaskan pada taksonomi Bloom tersebut, maka terdapat tiga aspek dalam ranah kognitif yang menjadi bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher-order thinking. Ketiga aspek itu adalah aspek menganalisa (C4), aspek mengevaluasi (C5) dan aspek mencipta (C6). Sedangkan tiga aspek lain dalam ranah yang sama, yaitu aspek mengingat (C1), aspek memahami (C2), dan aspek menerapkan (C3), masuk dalam bagian intelektual berpikir tingkat rendah atau lower-order thinking.

Anderson dan Krathwohl merevisi taksonomi Bloom dari satu dimensi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge). Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom. Anderson mengklasifikasikan proses kognitif menjadi enam kategori, yaitu mengingat (remember), memahami (understand), mengaplikasi (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create). (Krathwohl & Andrerson, 2015).

Tema umum dalam pergerakan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir yang melibatkan kemampuan mengambil keputusan yang bernalar dalam situasi yang kompleks. Pergerakan ini menekankan pada

knowing how” daripada ”knowing what”. Oleh karena itu, usaha membantu individu memperoleh kemampuan tersebut membutuhkan kesadaran diri sebagai bagian usaha dari pendidik untuk menggali kemampuan berpikir


(22)

tingkat tinggi dengan memanfaatkan metode dari pada peran sederhana memorisasi dan pengajaran diktatik.

Dengan melihat kenyataan yang ada saat ini, begitu banyak lembaga pendidikan dengan tenaga pendidik yang menerapkan model pembelajaran hanya menitikberatkan pada kemampuan menghafal. Kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat penting diterapkan dalam berbagai aspek pengetahuan, lembaga pendidikan yang hanya menanamkan model pembelajaran pada kemampuan menghafal akan menjadikan siswa terbiasa tidak kritis dan hanya menerima materi tanpa mengkritisi materi yang diberikan. Sebagai akibatnya kebiasaan siswa yang hanya menghafal materi tanpa tahu bagaimana mengkritisinya akan terus berlajut hingga perguruan tinggi bahkan sampai saat dimana siswa tersebut memasuki dunia kerja yang sesungguhnya.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat penting ditanamkan pada siswa mengingat tantangan peningkatan mutu dalam berbagai aspek kehidupan tidak dapat ditawar lagi. Pesatnya perkembangan iptek dan tekanan globalisasi yang menghapuskan batas antarnegara, mempersyaratkan setiap individu untuk mengerahkan pikiran dan seluruh potensi yang dimilikinya untuk bisa tetap bertahan dan dapat memenangkan persaingan dalam perebutan pemanfaatan kesempatan dalam berbagai sisi kehidupan.

Mengingat kebutuhan manusia yang terus meningkat sedangkan alat pemuas kebutuhan semakin terbatas, maka perlu adanya peningkatan sikap kompetitif secara sistematik dan berkelanjutan terhadap sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan dewasa ini harus


(23)

diarahkan pada peningkatan kemampuan berpikir agar mampu berkompetisi dalam persaingan global. Hal ini bisa tercapai jika pendidikan di sekolah diarahkan tidak semata-mata pada kemampuan menghafal dan pemahaman konsep-konsep ilmiah, tetapi juga pada peningkatan kemampuan dan keterampilan beripikir siswa itu sendiri, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi. Artinya, guru perlu mengajarkan siswanya keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Dalam proses pembentukan kemampuan berpikir tingkat tinggi, sebagai pihak yang memiliki peran penting, maka sekolah harus mampu mengembangkan komponen pembelajaran yang tidak hanya berorientasi pada kemampuan menghafal guna mencapai nilai yang tinggi. Peran sekolah dalam menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilakukan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan hingga tahap evaluasi yang berupa desain rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), kegiatan pembelajaran dan pelaksanaan penilaian kelas (assesment).

Banyaknya lembaga pendidikan yang hanya berorientasi pada pencapaian nilai, sebagai akibatnya mulai dari perencanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran hingga pelaksanaan penilaian kelas (assesment) hanya mengacu pada kemampuan menghafal guna memperoleh nilai yang tinggi, sehingga kemampuan berpikir tingkat tinggi dari siswa itu sendiri tidak diasah dan dikembangkan.

Sistem pendidikan yang demikian akan membuat siswa memiliki pandangan bahwa apa yang ia kerjakan dan ia kejar di bangku sekolah


(24)

semata-mata hanyalah nilai. Akibatnya banyak siswa yang melakukan kecurangan hanya untuk mendapat hasil yang lebih baik dibandingkan teman-temannya. Contoh kasus yang paling terlihat adalah pada saat Ujian Nasional (UN). Selain banyak kecurangan yang dilakukan siswa dan pihak sekolah, angka ketidaklulusanpun masih relatif tinggi. Bahkan pihak sekolah termasuk guru, hampir sebagian besar hanya memikirkan bagaimana sekolahnya bisa menjadi yang terbaik dalam hal prestasi nilai-nilai akademis saja, sehingga melupakan pentingnya penanaman kemampuan berpikir tingkat tinggi, agar kelak siswa dapat bersaing di dunia kerja yang kompleks. Saat ini tidak begitu banyak sekolah yang mengedepankan proses dan kemampuan berpikir, sehingga siswa yang dihasilkan adalah siswa yang memiliki prestasi tinggi dengan kemampuan berpikir yang rendah.

SMA N 8 Yogyakarta, sebagai sekolah yang meraih predikat nilai lulusan tertinggi pada mata pelajaran ekonomi tahun 2015, maka penting bagi peneliti untuk memastikan bahwa nilai yang diperoleh siswa tidak hanya berdasarkan kemampuan berpikir tingkat rendah yaitu berupa kemampuan mengingat, memahami, dan mengaplikasikan yang mana hal ini mengindikasikan bahwa sekolah hanya berorientasi pada pencapaian nilai. Akan tetapi predikat yang diperoleh sungguh-sungguh telah mencerminkan kemampuan berpikir tingkat tinggi setiap siswanya.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan seluruh guru ekonomi dan baik siswa kelas X maupun kelas XI sebagai subyek penelitian. Selain itu penelitian akan dilakukan pada aspek desain RPP, pelaksanaan pembelajaran,


(25)

dan pelaksanaan penilaian kelas atau assesment. Hal ini dilakukan guna mengetahui implementasi pembelajaran seperti apa yang diterapkan oleh guru di sekolah dan bagaimana persepsi siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Dengan menganalisis ketiga aspek tersebut, akan terlihat pembelajaran seperti apa yang diterapkan oleh guru di sekolah. Ketika ketiga aspek pembelajaran tersebut memuat dan bersifat mengarahkan siswa pada keterampilan berpikir tingkat tinggi maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa nilai UN tertinggi yang diperoleh siswa juga disertai dengan kemampuan berpikir yang tinggi, demikian pula sebaliknya.

Oleh karena itu, dengan melakukan penelitian mengenai keterampilan berpikir tingkat tinggi diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru bagi dunia pendidikan terutama bagi para pendidik agar tidak hanya berorientasi pada strategi, model, dan metode pembelajaran yang hanya menanamkan kemampuan menghafal. Kebiasaan tenaga pendidik yang hanya menerapkan strategi, model, dan metode pembelajaran pada keterampilan menghafal harus diubah dan diarahkan agar mampu menerapkan pembelajaran yang mengarah pada proses kognitif yang mendorong dan meningkatkan kemampuan berpikir setiap siswanya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMA N 8 Yogyakarta 2016”.


(26)

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti perlu memberikan batasan masalah. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas permasalahan yang ingin diteliti serta agar lebih terfokus dan mendalam mengingat banyak masalah yang ada. Peneliti memfokuskan variabel yang ingin diteliti yaitu: kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang tercermin dalam perumusan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kegiatan Pembelajaran dan Pelaksanaan Penilaian Kelas (assesment). Selain itu fokus kegiatan penelitian juga dibatasi pada tahap kemampuan guru dalam menciptakan pembelajaran yang mengarah pada berpikir tingkat tinggi melalui desain RPP, pelaksanaan ktivitas pembelajaran, dan pelaksanaan penilaian kelas (assesment).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah desain rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) SMA N 8 Yogyakarta memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi?

2. Apakah kegiatan pembelajaran di SMA N 8 Yogyakarta mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi?

3. Apakah pelaksanaan penilaian kelas (assesment) di SMA N 8 Yogyakarta telah mengarah pada indikator pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi?


(27)

D. Tujuan Penelitian

Dengan melihat rumusan masalah diatas maka peneliti melakukan penelitian dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis sejauh mana desain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) SMA N 8 Yogyakarta memuat indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi.

2. Untuk menganalisis sejauh mana kegiatan pembelajaran di SMA N 8 Yogyakarta mengarah pada keterampilan berpikir tingkat tinggi.

3. Untuk menganalisis sejauh mana pelaksanaan penilaian kelas (assesment) di SMA N 8 Yogyakarta telah menunjukkan indikator pengukuran keterampilan berpikir tingkat tinggi.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi SMA N 8 Yogyakarta

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan menambah informasi bagi guru, terutama guru mata pelajaran ekonomi agar dapat merumuskan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), melakukan kegiatan pembelajaran dan proses penilaian yang tidak hanya menanamkan keterampilan menghafal, melainkan dapat membentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi pada setiap siswa.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan bacaan ilmiah bagi mahasiswa Universitas Sanata Dharma dan dapat memberikan masukan atau refrensi bagi penelitian selanjutnya.


(28)

3. Bagi Penulis

Dengan melakukan penelitian ini penulis berharap dapat memperluas cakupan wawasan yang ada dan menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.

F. Variabel, Definisi Operasional, dan Indikator 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

merupakan rencana pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran berupa keterampilan berpikir tingkat tinggi yang mencakup kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. 2. Kegiatan Pembelajaran

merupakan kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh guru dan siswa dengan menjalin komunikasi edukatif dengan menggunakan metode model dan teknik tertentu dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran berupa keterampilan berpikir tingkat tinggi yang mencakup kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta secara efektif dan efisien. 3. Pelaksanaan Penilaian Kelas (assesment)

merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidik dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa yang meliputi kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta.


(29)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Berpikir Tingkat Tinggi 1. Pengertian

Kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru (Heong, dkk, 2011). Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu disampaikan kepada kita. Wardana mengemukakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yamg kompleks, reflektif dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan evaluatif.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skill – HOTS) merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang diketahui. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi,


(30)

dan mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru.

Secara umum, terdapat beberapa aspek yang menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dimiliki oleh seseorang yaitu kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, serta memecahkan masalah. Arifin (2010:185) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pemikiran orang lain. Kemampuan berpikir kreatif yang disarikan dari Thomas, Thorne and Small dari Center for Development and Learning menyatakan bahwa berpikir kreatif meliputi mengkreasikan, menemukan, berimajinasi, menduga, mendesain, mengajukan alternatif, menciptakan dan menghasilkan sesuatu. Membentuk ide yang kreatif berarti muncul dengan sesuatu yang tidak biasa, baru, atau memunculkan solusi atas suatu masalah. Kemampuan seseorang untuk berpikir kreatif dapat ditunjukkan melalui beberapa indikator, misalnya mampu mengusulkan ide baru, mengajukan pertanyaan, berani bereksperimen dan merencanakan strategi.

Berpikir kritis dan kreatif digunakan dalam upaya memecahkan masalah (problem solving). Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dimiliki seseorang dapat ditunjukkan melalui beberapa indikator, misalnya mampu mengidentifikasi masalah, memiliki rasa ingin tahu, bekerja secara teliti dan mampu mengevaluasi keputusan. Kemampuan berpikir tingkat


(31)

tinggi baik itu kemampuan berpikir kritis, kreatif serta kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh seseorang tidak dapat dimiliki secara langsung melainkan diperoleh melalui latihan.

Secara lebih lanjut, (Arikunto:2014) juga menyatakan bahwa ada delapan aspek yang berasosiasi dengan berpikir tingkat tinggi, yaitu:

a. Tidak ada seorangpun yang dapat berpikir sempurna atau tidak dapat berpikir sepanjang waktu;

b. Mengingat sesuatu tidak sama dengan berpikir tentang sesuatu itu; c. Mengingat sesuatu dapat dilakukan tanpa memahaminya;

d. Berpikir dapat diwujudkan dalam kata dan gambar;

e. Terdapat tiga tipe intelegensi dan berpikir yaitu analitis, kreatif dan praktis;

f. Ketiga intelegensi dan cara berpikir tersebut berguna dalam kehidupan sehari-hari;

g. Keterampilan berpikir dapat ditingkatkan dengan memahami proses yang terlibat dalam berpikir;

h. Metakognisi adalah bagian berpikir tingkat tinggi.

Berpikir Tingkat Tinggi terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru dan informasi yang tersimpan dalam memori dan saling terhubungkan atau menata kembali dan memperluas informasi ini untuk mencapai tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin dalam situasi membingungkan.


(32)

2. Landasan Berpikir Tingkat Tinggi

Berbicara mengenai kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka taksonomi Bloom dapat digunakan sebagai landasan utama. Kemampuan berpikir tingkat tinggi pertama kali dimunculkan pada tahun 1990 lalu kemudian direvisi oleh Anderson dan Krathwohl agar lebih relevan digunakan oleh dunia pendidikan abad ke-21. Kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dikemukakan oleh Bloom menggunakan kata benda yaitu: Pengetahuan, Pemahaman, Terapan, Analisis, Sintesis, Evaluasi. Sedangkan dimensi kognitif setelah direvisi diubah menjadi kata kerja yakni: Mengingat, Memahami, Menerapkan, Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta.

Dalam taksonomi Bloom yang kemudian direvisi oleh Anderson dan Krathwohl, terdapat tiga aspek dalam ranah kognitif yang menjadi bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking. Ketiga aspek itu adalah aspek analisa, aspek evaluasi dan aspek mencipta. Sedangkan tiga aspek lain dalam ranah yang sama, yaitu aspek mengingat, aspek memahami, dan aspek aplikasi, masuk dalam bagian intelektual berpikir tingkat rendah atau lower-order thinking.

Fenomena pendidikan dewasa ini yang lebih sering menekankan

tujuan pendidikan pada proses kognitif „Mengingat‟ dan kurang

memperhatikan proses-proses kognitif yang lebih kompleks (Anderson dan Krathwohl, 2015:98). Ada begitu banyak tujuan pendidikan, dua dari sekian banyak tujuan pendidikan yang paling penting adalah meretensi dan


(33)

mentransfer (Anderson dan Krathwohl, 2015: 94). Meretensi adalah kemampuan untuk mengingat materi pelajaran sampai jangka waktu tertentu sama seperti materi yang diajarkan. Sedangngkan mentransfer adalah kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajari guna menyelesaikan masalah-masalah baru atau memudahkan proses mempelajari materi pelajaran baru yang kemudian dapat dikatakan sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Tujuan-tujuan pendidikan yang menumbuhkan kemampan untuk mengingat cukup mudah dirumuskan, akan tetapi tujuan pendidikan yang menanaman kemampuan mentransfer lebih sulit dirumuskan, diajarkan, dan diakses (Anderson, 2015:96). Tujuan pendidikan yang paling penting dirumuskan adalah menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa, sehingga siswa tidak hanya mampu menghafal dan mengingat materi pembelajaran melainkan mampu memecahkan masalah dengan berpedoman pada materi pembelajaran yang telah didapatkan.

3. Kategori-Kategori dalam Dimensi Proses Kognitif Berpikir Tingkat Tinggi Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa terdapat tiga dimensi kognitif pada taksonomi Bloom yang direvisi oleh Anderson dan Krathwohl yang masuk sebagai indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi yakni: Menganalisis, Mengevaluasi dan Mencipta. Sedangkan ketiga proses kognitif dalam ranah yang sama yakni kemampuan mengingat, memahami, dan mengaplikasikan merupakan kemampuan berpikir yang


(34)

berada pada tingkat rendah. Masing-masing indikator akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut:

a. Mengingat

Proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Tujuan dari pembelajaran dengan menanamkan kemampuan mengingat adalah untuk menumbuhkan kemampuan meretensi materi pelajaran sama seperti materi diajarkan. Kategori proses meningat ini meliputi proses-proses kognitif yang mencakup:

1) Mengenali merupakan proses menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut. 2) Mengingat Kembali merupakan proses mengambil pengetahuan

yang relevan dari memori jangka panjang. b. Memahami

Merupakan proses mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. Kategori proses memahami ini meliputi proses-proses kognitif yang mencakup:

1) Menafsirkan merupakan proses mengubah suatu bentuk gambaran. 2) Mencontohkan merupakan proses menemukan contoh atau ilustrasi

tentang konsep atau prinsip.

3) Mengklafikasikan merupakan proses menentuan sesuatu dalam satu kategori.


(35)

4) Merangkum merupakan proses mengabstraksikan tema umum atau poin pokok.

5) Menyimpulkan merupakan proses membuat ksimpulan yang logis dari informasi yang diterima.

6) Membandingkan merupakan proses menentukan hubungan antara dua ide, dua objek dan semacamnya.

7) Menjelaskan merupakan proses membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem.

c. Mengaplikasikan

Merupakan kegiatan menerapkan atau mengguakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu. Kategori proses mengaplikasi ini meliputi proses-proses kognitif yang mencakup:

1) Mengeksekusi merupakan kegiatan menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familier.

2) Mengimplementasikan merupakan kegiatan menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familier.

d. Menganalisis

Menganalisis melibatkan proses memecah-mecahkan materi jadi bagian-bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antar bagian-bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori proses menganalisis ini meliputi proses-proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. Tujuan-tujuan pendidikan yang diklafikasikan dalam menganalisis mencakup:


(36)

1) Membedakan

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting.

2) Mengorganisasikan

Menentukan cara untuk menata atau merangkai potongan-potongan informasi penting yang telah didapatkan. Proses mengorganisasikan terjadi ketika siswa membangun hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren antar potongan informasi. 3) Mengatribusikan

Menentukan tujuan dibalik informasi yang telah didapatkan. Proses mengatribusikan terjadi ketika siswa dapat menentukan sudut pandang, pendapat, nilai, atau tujuan dibalik komunikasi.

e. Mengevaluasi

Didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasar kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi. Masing-masing dari kriteria tersebut ditentukan oleh siswa. Standar yang digunakan bisa bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Kategori mengevaluasi mencakup proses-proses kognitif memeriksa keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan kriteria internal dan mengkritik keputusan-keputsan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal.


(37)

1) Memeriksa

Melibatkan proses menguji inkonsistensi atau kesalahan internal dalam suatu operasi atau produk. Proses memeriksa terjadi ketika siswa menguji apakah suatu kesimpulan sesuai dengan premis-premisnya atau tidak, apakah data-data yang diperoleh mendukung atau menolak hipoteis atau apakah masing-masing materi pelajaran berisikan bagian-bagian yang saling bertentangan.

2) Mengkritik

Mengkritik melibatkan proses penilaian suatu produk atau proses berdasarkan kriteria eksternal. Dalam mengkritik, siswa mencari ciri-ciri positif atau negatif dari suatu produk dan membuat keputusan berdasarkan ciri-ciri yang telah ditemukan. Kegiatan mengkritik adalah inti dari yang kita kenal sebagai berpikir kritis. f. Mencipta

Merupakan suatu kegiatan yang melibatkan proses menyususn beberapa elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Tujuan yang diklasifikasikan dalam proses mencipta menuntut siswa untuk membuat suatu produk baru dengan mereorganisasikan elemen atau atau bagian jadi suatu pola atau struktur yang belum pernah ada sebelumnya. Untuk mencapai tujuan ini, banyak siswa yang menciptakan dalam artian menyintesiskan informasi atau materi untuk membuat sesuatu yang baru. Proses


(38)

mencipta (kreatif) dapat dibagi ke dalam tiga proses kognitif sebagai berikut:

1) Merumuskan

Merupakan tahap divergen dimana siswa memikirkan berbagai solusi ketika siswa berusaha memahami tugas.

2) Merencanakan

Merupakan tahap dimana siswa berpikir konvergen, siswa merencanakan berbagai metode dan solusi lalu kemudian mengubahnya menjadi suatu rencana aksi.

3) Memproduksi

Ketika siswa mulai melaksanakan rencana dengan mengkonstuksikan solusi.

B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1. Hakikat RPP

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah. RPP dikembangkan secara rinci mengacu pada silabus, buku teks pelajaran dan buku panduan guru. RPP mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi; (4) materi pelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar. (Permendikbud No 103, 2014).


(39)

Menurut Anderson dan Krathwohl, hal utama yang perlu diperhatikan ketika merumuskan Rencana Kegiatan Pembelajaran (RPP) adalah bagaimana rencana dan pelaksanaan pembelajaran yang dapat menghasilkan level belajar yang tinggi bagi setiap siswa dan apa yang perlu dipelajari siswa di sekolah dalam waktu yang terbatas (Anderson dan Krathwohl, 2015:350:66).

RPP merupakan gambaran pelaksanaan pembelajaran yang utuh, di dalam RPP memuat keseluruhan perencanaan pembelajaran yang akan dilakukan di kelas. Didalamnya memuat alokasi waktu, materi pembelajaran, langkah pembelajaran hingga metode pembelajaran yang digunakan pada setiap pertemuan. Merumuskan RPP secara benar sedikit banyak menggambarkan pelaksanaan pembelajaran yang nantinya diharapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Dalam praktek pendidikan, memang rumusan RPP yang baik dan benar belum tentu menjamin keberhasilan pencapaian tujuan secara utuh. Untuk mencapai tujuan diperlukan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan proses pelaksanaan penilaian kelas (assesment) yang sunguh-sungguh mencerminkan tujuan pembelajaran itu sendiri. Karakteristik Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Sebagaimana yang dirumuskan dalam permendikbud (Permendikbud No 103, 2014) pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan berbasis aktivitas dengan karakteristik sebagai berikut:


(40)

a. Interaktif dan inspiratif;

b. Menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif;

c. Kontekstual dan kolaboratif;

d. Memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik;

e. Sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Merumuskan RPP yang baik cukup sulit, komponen-komponen pembelajaran yang disusun sebisa mungkin dapat mencapai tujuan yang diharapkan. RPP yang baik tidak hanya mendorong kemampuan berpikir siswa pada level rendah, melainkan harus mengarahkan siswa pada kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Perumusan RPP yang mengarah pada kemampuan berpikir tingkat tinggi atau tidak akan terlihat pada perumusan tujuan. Dengan berlandaskan pada taksonomi Bloom, sebagaimana yang menjadi indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah ranah kognitif yang berada pada tingkatan kemampuan menganalisis, mengevalusi dan mencipta maka rumusan tujuan harus memuat proses kognitif berupa:

a. Menganalisis

Memuat proses kognitif sebagai berikut: membedakan, mengorganisasi, mengatribusikan.


(41)

Memuat proses kognitif sebagai berikut: memeriksa dan mengkritik. c. Mencipta

Memuat proses kognitif sebagai berikut: merumuskan, merencanakan, dan memproduksi (Anderson dan Krathwohl, 2015:101-102)

Dengan merumuskan tujuan pembelajaran sebagaimana yang dipaparkan tersebut, maka kegiatan pembelajaran yang dilakukan akan membentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagaimana yang menjadi tujuan dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

2. Desain Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan (Permendikbud No 103 tahun 2014). Komponen dan sistematika RPP berdasarkan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014

Komponen RPP secara operasional diwujudkan dalam bentuk format berikut ini:


(42)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Sekolah : Mata pelajaran : Kelas/Semester : Alokasi Waktu : A. Kompetensi Inti (KI) B. Kompetensi Dasar

1. KD pada KI-1 2. KD pada KI-2 3. KD pada KI-3 4. KD pada KI-4

C. Indikator Pencapaian Kompetensi*) 1. Indikator KD pada KI-1

2. Indikator KD pada KI-2 3. Indikator KD pada KI-3 4. Indikator KD pada KI-4

D. Materi Pembelajaran (dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks pembelajaran dari lingkungan sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial)

E. Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Pertama: (...JP)

a. Kegiatan Pendahuluan b. Kegiatan Inti **)

Mengamati

Menanya

Mengumpulkan informasi/mencoba

Menalar/mengasosiasi

Mengomunikasikan c. Kegiatan Penutup 2. Pertemuan Kedua: (...JP)

a. Kegiatan Pendahuluan b. Kegiatan Inti **)

Mengamati

Menanya

Mengumpulkan informasi/mencoba

Menalar/mengasosiasi

Mengomunikasikan c. Kegiatan Penutup


(43)

3. Pertemuan seterusnya.

F. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan 1. Teknik penilaian

2. Instrumen penilaian a. Pertemuan Pertama b. Pertemuan Kedua c. Pertemuan seterusnya

3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan Pembelajaran remedial dilakukan segera setelah kegiatan penilaian.

G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar 1. Media/alat

2. Bahan

3. Sumber Belajar

C. Kegiatan Pembelajaran

Selain pengembangan RPP, adapun faktor lain yang perlu diperhatikan oleh pihak sekolah dalam upaya menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah komeptensi mengajar yang dimiliki oleh guru. Kompetensi mengajar guru akan tercermin melalui kegiatan pembelajaran yang terlaksana. Untuk menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka sebagai

“ujung tombak” guru harus mampu menerapkan baik pendekatan, strategi,

model, maupun metode pembelajaran yang mengacu pada proses kognitif dari masing-masing indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi itu sendiri.

Selain itu, guru harus melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa serta mampu menggali potensi dan mengarahkan siswa kepada kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang artinya pendidik tidak hanya menanamkan kemampuan menghafal pada siswa guna memperoleh nilai yang tinggi.


(44)

1. Pengertian

Kegiatan Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung serangkaian kegiatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Arikunto (2014:113) pembelajaran adalah proses berlangsungnya kegiatan belajar dan membelajarkan siswa di kelas. Pelaksanaan pembelajaran adalah interaksi guru dan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dari definisi tersebut diketahui bahwa dalam proses pembelajaran terdapat beberapa unsur diantaranya adalah pembelajaran sebagai sebuah proses yang bertujuan untuk membelajarkan siswa di dalam kelas. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi yang bersifat edukatif antara guru dengan siswa. Kegiatan yang dilaksanakan tersebut bermuara pada satu tujuan yaitu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pandangan lain yang sejalan dengan hal tersebut adalah yang dikemukakan oleh Arifin (2010:210) bahwa pelaksanaan pembelajaran adalah pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi, pendekatan, prinsip-prinsip dari metode pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Berdasarkan kedua batasan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa proses pembelajaran merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilaksanakan


(45)

oleh guru dengan siswa dengan menjalin komunikasi edukatif dengan menggunakan strategi-strategi, pendekatan, prinsip dan metode tertentu dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik dan optimal sehingga tujuan-tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik dan optimal pula.

Efektivitas pembelajaran dapat tercapai sangat tergantung dari kemampuan guru untuk mencapai keberhasilan proses pembelajaran tersebut. Dalam pembelajaran di sekolah, terdapat proses belajar, yaitu proses terjadinya perubahan pengetahuan, sikap, informasi, kemampuan dan keterampilan yang sifatnya permanen melalui pengalaman.

Selain unsur interaksi, transfer pengetahuan dan sikap, secara umum kegiatan pembelajaran terdiri atas kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Jika ditinjau dari segi etimologisnya, ”belajar” berasal dari kata “ajar” yang berarti memberi pelajaran. Jadi, belajar adalah upaya untuk mendapatkan suatu perubahan. Secara khusus pengertian belajar dikemukakan oleh Slameto (2003:231) yaitu: Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi tersebut mengandung pemahaman bahwa belajar berarti bukan hanya sekedar pengetahaun tentang fakta-fakta, melainkan


(46)

sekaligus terjadi suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar tersebut. Selain pandangan Slameto, pandangan lain dikemukakan oleh Arikunto (2014:142), bahwa belajar adalah „berubah yang berarti bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dan lebih khusus adalah berubah terhadap tingkah laku.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas individu yang berkelanjutan melalui kegiatan dan pengalaman sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang menyebabkan terjadinya perubahan pada individu, baik sikap maupun prilakunya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan pengetahuan, kemahiran, keterampilan, kepribadian, sikap, kebiasaan yang akhirnya mampu untuk melaksanakan tugas atau kerja tertentu dengan baik.

Menurut Arifin (2010:211) belajar jika ditinjau dari aspek hukum

pertautan adalah “hubungan antara perangsang dan reaksi tingkah laku.

Dengan demikian, maka proses belajar adalah merupakan suatu proses dimana terjadi suatu rangsangan dari seseorang yang akan ditanggapi berupa reaksi terhadap rangsangan tersebut berupa tingkah laku yang akan berubah sedemikian rupa sesuai dengan perubahan rangsangan yang diperolehnya. Jadi, proses belajar merupakan proses asosiasi atau hubungan dan pertautan antara ransangan dan respon dari seseorang kepada orang lain yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan. Dengan demikian, maka hasil dari belajar itu adalah perubahan yang terjadi dari seseorang yang telah mengikuti proses belajar.


(47)

2. Konsep

Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Keluarga merupakan tempat pertama bersemainya bibit sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Oleh karena itu, peran keluarga tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh sekolah.

Sekolah merupakan tempat kedua pendidikan peserta didik yang dilakukan melalui program intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler dilaksanakan melalui mata pelajaran. Kegiatan kokurikuler dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan di luar sekolah yang terkait langsung dengan mata pelajaran, misalnya tugas individu, tugas kelompok, dan pekerjaan rumah berbentuk proyek atau bentuk lainnya. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung dengan mata pelajaran, misalnya kepramukaan, palang merah remaja, festival seni, bazar, dan olahraga. Masyarakat merupakan tempat


(48)

pendidikan yang jenisnya beragam dan pada umumnya sulit diselaraskan antara satu sama lain, misalnya media massa, bisnis dan industri, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga keagamaan. Untuk itu para tokoh masyarakat tersebut semestinya saling koordinasi dan sinkronisasi dalam memainkan perannya untuk mendukung proses pembelajaran. Singkatnya, keterjalinan, keterpaduan, dan konsistensi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat harus diupayakan dan diperjuangkan secara terus menerus karena tripusat pendidikan tersebut sekaligus menjadi sumber belajar yang saling menunjang. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana di mana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar. Peserta didik mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi, di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Proses tersebut berlangsung melalui kegiatan tatap muka di kelas, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri. Terkait dengan hal tersebut, maka pembelajaran ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan


(49)

dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya (Permendikbud No.103 tahun 2014).

3. Prinsip

Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip sebagai berikut (Permendigbud No.103 tahun 2014):

1. Peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu; 2. Peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar; 3. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah; 4. Pembelajaran berbasis kompetensi;

5. Pembelajaran terpadu;

6. Pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi dimensi;

7. Pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif;

8. Peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard skills dan soft-skills;

9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;


(50)

(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);

11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;

12. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran;

13. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik; dan

14. Suasana belajar menyenangkan dan menantang. 4. Lingkup

Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan. Pendekatan saintifik dapat mengguna kan beberapa strategi seperti pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning, project-based learning, problem-based learning, inquiry learning. Kurikulum 2013 menggunakan modus pembelajaran langsung (direct instructional) dan tidak langsung (indirect instructional). Pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan menggunakan pengetahuan peserta didik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP. Dalam pembelajaran langsung peserta didik


(51)

melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung, yang disebut dengan dampak pembelajaran (instructional effect). Pembelajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang terjadi selama proses pembelajaran langsung yang dikondisikan menghasilkan dampak pengiring atau nurturant effect. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap yang terkandung dalam KI-1 dan KI-2. Hal ini berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pengembangan nilai dan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku, dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler baik yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat (luar sekolah) dalam rangka mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan nilai dan sikap (Permendigbud No.103 tahun 2014).

5. Masalah dalam Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran

Banyaknya tenaga pendidik yang menerapkan kegiatan pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan menghafal. Metode pembelajaran yang demikian tentu tidak dapat membentuk keterampilan


(52)

berpikir setiap siswa. Banyaknya guru yang lebih menekankan pada kemampuan mencapai nilai yang tinggi, menjadikan penanaman keterampilan berpikir tidak terlalu diperhatikan.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali inforamsi yang diketahui. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan menstransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi yang baru dan itu semua tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari.

Dengan melihat pemamparan diatas, maka jelas perolehan nilai tinggi yang dicapai oleh seorang siswa tidak serta merta mengindikasikan bahwa siswa tersebut memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, yakni penelitian pada bidang studi matematika memang telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan hasil belajar kognitif (Deh-ghani, 2011; Surachman, 2010), akan tetapi hal ini tidak dapat disetarakan dengan hasil pembelajaran pada bidang studi ekonomi yang pada dasarnya banyak mengadung teori yang notabene tidak terlalu sulit dalam proses penghafalannya. Sedangkan apabila berkaca pada pencapaian hasil belajar seorang siswa pada bidang studi matematika


(53)

jelas hal tersebut sedikit banyak menunjukan sejauh mana kemampuan berpikirnya.

Waktu pelaksanaan seringkali menjadi kesulitan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekolah. Materi yang perlu dipelajari siswa di sekolah dalam waktu yang terbatas dan bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang dapat mendorong level belajar yang tinggi bagi setiap siswa.

Dengan melihat masalah diatas, maka disadari benar bahwa waktu yang dimiliki oleh seorang pendidik untuk mentransfer materi pembelajaran kepada siswa tidaklah banyak, selain itu tingkat pemahaman dan daya tangkap masing-masing siswa yang berbeda-beda semakin menyulitkan pencapaian tujuan pembelajaran secara merata bagi setiap siswa.

Menurut Anderson dan Krathwohl (2015:351) hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik agar dapat menyelesaikan masalah tersebut adalah menyadari benar bahwa transfer dan retensi merupakan tujuan pembelajaran yang penting. Proses-proses kognitif yang lebih kompleks ditransfer dari dimana konteks itu dipelajari ke konteks lainnya. Ketika siswa telah mengembangkan proses-proses kognitif tersebut, proses-proses kognitif yang telah diterima akan disimpan dalam memori jangka panjang. Proses-proses kognitif tersebut juga dapat digunakan sebagai aktivitas untuk memudahkan pencapaian tujuan pendidikan berupa proses kognitif yang kurang kompleks.


(54)

Sebagaimana halnya proses kognitif yang berbeda-beda, demikian pula halnya dengan pengetahuan yang juga berbeda-beda. Pengetahuan dan proses konitif menentukan apa yang dipelajari oleh siswa. Pemilihan proses kognitif biasanya menentukan jenis pengetahuan yang akan diajarkan demikian pula sebaliknya.

Selain itu, dengan memahami masing jenis-jenis pengetahuan dan berbagai pasangan proses kognitifnya, maka guru akan dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara lebih efektif.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi perlu diajarkan oleh guru melalui pendekatan, strategi, dan model pembelajaran yang dapat merangsang cara berpikir siswa.

a. Pendekatan

Merupakan suatu rangkaian tindakan terpola atau terorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu (Arikunto:2014). Yang terarah secara sistematis dengan maksut agar pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai, yang dalam hal ini adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dengan demikian, pola tindakan tersebut dibangun diatas prinsip-prinsip yang telah dibuktikan kebenarannya, sehingga tindakan-tindakan yang diorganisisr tersebut dapat berjalan secara konsisten kearah ketercapaian tujuan yang diinginkan.

b. Strategi

Strategi dapat diartikan sebagai perpaduan secara keseluruhan dan pengorganisasian secara kronologis dari metode-metode dan


(55)

bahan-bahan yang dipilih untuk mencapai tujuan. strategi merupakan pola umum perbuatan guru dan siswa di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Hal itu dapat diartikan bahwa interaksi belajar mengajar berlangsung dalam suatu pola yang digunakan bersama oleh guru dan siswa (Arikunto:2014).

Hasil deskripsi di atas dapat dirumuskan sebagai suatu pola umum pembelajaran dimana subjeknya adalah siswa yang belajar berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan, psikologi, didaktik, dan komunikasi dengan mengintegrasikan struktur/urutan-urutan/langkah-langkah pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengelolaan kelas, evaluasi, dan waktu yang diperlukan agar siswa sebagai pembelajar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Dalam dunia pendidikan, dikenal beberapa strategi pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran guna meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi pada siswa, ini artinya bahwa tidak semua strategi pembelajaran dapat diterapkan pada kegiatan pembelajaran dengan tujuan menumbuhkan keterampilan berpikir tingkat tingi pada siswa. Secara lebih lanjut (Arikunto:2014) mengemukakan jenis-jenis strategi pembelajaran adalah sebagai berikut:


(56)

1) Strategi Ekspositori

Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajran yang berorientasi kepada guru, dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat penting atau dominan.

Dalam sistem ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur. Metode pembelajaran yang tepat menggambarkan strategi ini adalah:

a) Metode Ceramah

Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Jadi ini sesuai dengan pengertian dan maksud dari Strategi Ekspositori tersebut, dimana strategi ini merupakan strategi ceramah atau satu arah.


(57)

b) Metode demonstrasi

Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan dengan lisan. Jadi guru memperagakan apa yang sedang dipelajari kepada siswanya. c) Metode sosiodrama

Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasi tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Jadi dalam pembelajaran guru memberikan penjelasan dengan mendramatisasikan tingkah laku untuk memberikan contoh kepada siswa.

2) Strategi Inkuiri

Strategi Pembelajaran Inquiry (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawabannya dari suatu masalah yang ditanyakan. Adapun model yang digunakan pada strategi inkuiri adalah:

a) metode diskusi

Disini siswa dituntut untuk dapat menemukan pemecahan masalah dari masalah yang dihadapi dengan cara berdiskusi.


(58)

b) pemberian tugas

Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa untuk melakukan suatu pekerjaan. Disini guru memberikan suatu tugas kepada siswa untuk diselesaikan oleh siswa, sehingga siswa menjadi aktif.

c) Eksperimen

Metode eksperimen adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Jadi metode ini dalam strategi pembelajaran merangsang siswa untuk melakukan suatu aktivitas aktif yang berdasarkan pengalaman yang ia alami.

d) metode tanya jawab.

Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Disini guru memberikan waktu untuk siswa bertanya kepada gurunya tentang materi pembelajaran.

3) Contextual Teaching Learning

Contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat


(59)

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Adapun metode yang diterapkan pada strategi CTL adalah metode:

a) Demonstrasi

Guru memperagakan materi apa sedang dipelajari kepada siswa dengan menyangkutkan kegiatan sehari-hari, sehingga siswa lebih memahami.

b) Sosiodrama

Dalam pembelajaran guru memberikan penjelasan dengan mendramatisasikan tingkah laku yang berhubungan dengan masalah sosial disekitar siswa untuk memberikan contoh kepada siswa, sehingga siswa lebih paham.

4) Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Metode pembelajaran yang dapat menggambarkan strategi ini adalah:

a) Metode Problem Solving

Metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berfikir sebab dalam metode problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.


(60)

b) Metode Diskusi

Di sini siswa dituntut untuk dapat menemukan pemecahan masalah dari masalah yang dihadapi dengan cara berdiskusi. 5) Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir

Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran ini materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa, akan tetapi siswa dibimbing untuk proses menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa.

Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajarkan. Beberapa metode pembelajaran yang relevan dengan strategi ini adalah:

a) Metode diskusi

Disini siswa dituntut untuk dapat menemukan pemecahan masalah dari masalah yang dihadapi dengan cara berdiskusi. b) Metode tanya jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru


(61)

kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Disini guru memberikan waktu untuk siswa bertanya kepada gurunya tentang materi pembelajaran.

c) Metode eksperimen

Metode ini dalam strategi pembelajaran merangsang siswa untuk melakukan suatu aktivitas aktif yang berdasarkan pengalaman yang ia alami.

c. Model pembelajaran

Merupakan suatu pola atau struktur pembelajaran yang tersusun dan didesain, ditetapkan, dan dievaluasi secara sistemik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan guru. Istilah model sendiri dapat diartikan sebagai suatu bentuk tiruan dari benda yang sebenarnya.

Model juga dapat diartikan sebagai suatu contoh konseptual atau prosedural dari suatu program, sistem, atau proses yang dapat dijadikan acuan atau pedoman kreatif dalam pemenuhan akan kebutuhan siswa di sekolah dasar, telah banyak mengembangkannya. hal itu tidak lain agar kualitas pendidikan di sekolah-sekolah seluruh negeri ini selalu dalam rangka memecahkan suatu masalah agar tujuan dapat tercapai.

Banyak model-model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli pendidikan, akan tetapi dalam upaya menanamkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, tidak semua model pembelajaran


(62)

yang ada dapat diterapkan. Hanya beberapa model pembelajaran tertentu yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk menanamkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Adapun model pembelajaran yang memenuhi kriteria dalam upaya menanamkan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah:

1) Model Pembelajaran Terpadu

Model Pembelajaran Terpadu menurut Sugianto (2009:124) pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan. Melalui pembelajaran terpadu siswa dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya.

Oleh sebab itu, model pembelajaran terpadu cukup sesuai diterapkan dalam kegiatan pembelajaran guna menanamkan keterampilan berpikir tingkat tinggi pada siswa.

Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam menerapkan model pembelajaran terpadu adalah:

a) Menentukan sebuah tema yang sesuai

b) Libatkan semua siswa di kelas agar mendiskusikan kemungkinan tema yang akan diangkat dalam pembelajaran c) Menentukan fokus pembelajaran


(63)

d) Memberikan aktivitas-aktivitas pembelajaran yang beraneka macam yang berkaitan dengan tema yang akan jadi fokus pembelajaran

e) Mengembangkan strategi-strategi untuk menggunakan sumber daya yang tersedia.

f) Membentuk suasana belajar yang rileks tapi tetap serius. g) Membagi informasi-informasi yang dimiliki pada tema yang

akan dipelajari

h) Mengajak siswa mencermati dan menentukan tujuan-tujuan pembelajaran personal (afektif)

i) Mendorong demokrasi dalam belajar, kreatif, penemuan, dan kooperatif.

j) Mendorong siswa untuk berbagi pengalaman dan informasi k) Melibatkan berbagai narasumber yang mungkin dapat

membantu seperti pustakawan, para profesional, orang tua siswa, hingga relawan

l) Membantu dan mengajak siswa menyajikan hasil kerja dan hasil belajar mereka

m) Memberi penekanan pada teknik-teknik reflektif dan tanggung jawab untuk evaluasi mandiri.

2) Model Pembelajaran PBL ( Problem Based Learning)

Model Pembelajaran Berbasis masalah (PBL) menurut Sugianto (2009:151) dirancang untuk membantu mencapai tujuan-tujuan


(64)

seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan investigative, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri.

Dengan menerapkan model pembelajaran PBL, maka guru dapat mengarahkan siswa untuk berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi. Kemandirian siswa dalam belajar dapat membentu guru dalam menanamkam keterampilan berpikir tingkat tinggi. Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran PBL adalah:

a) Orientasi siswa kepada masalah otentik b) Mengorganisasi siswa untuk belajar

c) Membimbing penyelidikan individual/kelompok d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

e) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. D. Pelaksanaan Penilaian Kelas (Assesment)

Merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan (Masidjo, 1995:69). Berdasarkan pasal 3 Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 dan permendikbud Nomor 53 Tahun 2015, penilaian kelas memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi perbaikan hasil belajar peserta secara berkesinambungan


(65)

2. Memenhi fungsi formatif dan sumatif dalam penilaian 3. Penilaian hasil belajar memiliki tujuan untuk:

a. Mengetahui tingkat penguasan komptensi; b. Menetapkan ketuntasan penguasan komptensi;

c. Menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan komptensi;

d. Memperbaiki proses pembelajaran.

Dalam melakukan penilaian kelas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik. Mengingat melakukan penilaian terhadap hasil belajar cukup sulit dilakukan. Proses penilaian yang dilakukan harus sungguh-sungguh mencerminkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Penilaian kelas atau assesment merupakan bagian penting dalam pembelajaran. Dengan melakukan penilaian atau assesment, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampan yang dimiliki peserta didik dalam menerima materi pembelajaran, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih komptensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian atau assesment, pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian atau assesment juga dapat memberikan motivasi kepadapeserta didik untuk berprestasi lebih baik. Berbagai macam teknik penilaian atau


(66)

assesment dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai.

Satuan pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan keterampilan berpikir tingkat tinggi kepada siswa, tentu pelaksanaan penilaian kelas (assesment) menjadi salah satu komponen yang sangat penting. Penilaian kelas yang baik akan tertuang pada perumusan instrument evaluasi yang digunakan. Adapun hal penting yang perlu diperhatikan dalam perumusan instrument evaluasi, masing-masing butir instrument evaluasi harus mampu mengarahkan kemampuan berpikir tingkat tinggi masing-masing siswa, rumusan soal yang dibuat harus sungguh-sungguh mencerminkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang memuat pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan proses kognitif kemampuan berpikir tingkat tinggi itu sendiri.

Menurut (Anderson dan Krathwohl, 2015:352) ada beberapa masalah yang sering muncul dalam proses penilaian kelas masing-masing masalah tersebut adalah bagaimana guru dapat memilih dan merancang instrumen dan prosedur-prosedur penilaian yang menghasilkan informasi akurat tentang seberapa bagus hasil belajar siswa yang sungguh-sungguh mencerminkan tingkat berpikirnya. Selain itu masalah lain yang sering muncul adalah bagaimana guru dapat memastikan bahwa tujuan, aktivitas pembelajaran hingga proses penilaiannya saling bersesuaian.

Dengan adanya masalah tersebut, maka seorang guru harus menyadari sungguh bahwa proses penilaian hasil belajar mempunyai beragam tujuan, dua tujuan pokok diantaranya adalah meningkatkan pembelajaran siswa atau


(67)

yang biasa dikenal dengan penilaian formatif dan menentukan nilai siswa yang mencerminkan tingkat pembelajarannya atau penilaian sumatif. Kedua hal ini penting untuk dipahami agar dapat meningkatkan istruksi dan pembelajaran. Selain itu, dengan adanya proses penilaian yang berasal dari luar sekolah yakni berupa pelaksanaan Ujian Nasional yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap aktivitas pembelajaran di kelas, maka guru harus mampu mencari cara positif dan konstruktif untuk menyesuaikan pembelajaran yang sesuai dengan soal-soal pada Ujian Nasional.

Adapun hal lain yang perlu diperhatikan oleh guru ketika akan melakukan penilaian hasil belajar adalah guru harus membuat penilaian hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Jika proses penilaian tidak sesuai dengan tujuan, maka penilaian yang dilakukan tidak dapat memberikan bukti yang jelas tentang pembelajaran siswa yang diinginkan. Oleh karena itu guru harus memastikan bahwa penilaian hasil belajar yang dilakukan sungguh-sungguh sesuai dengan tujuan.

Aktivitas-aktivitas pembelajaran yang tidak sesuai dengan penilaian, hasil dari penilaian itu sendiri akan menunjukan bahwa pembelajaran yang dilakukan tidak efektif. Guru mungkin saja mengajar dengan sangat baik ataupun sebaliknya siswa belajar dengan sangat baik pula, akan tetapi apabila penilaian kelas yang dilakukan tidak sesuai dengan pembelajarannya, maka penilaian yang dilakukan tidak akan dapat menunjukan efektivitas pembelajaran itu sendiri. Ketidaksesuaian antara penilaian dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan memungkinkan siswa tidak mempelajari


(68)

materi-materi yang akan diuji sehingga menunjukan hasil belajar yang buruk begitupun sebaliknya siswa mungkin saja mempelajari materi-materi yang akan diujikan, bukan yang seharusnya dipelajari sehingga kegiatan pembelajaran menjadi tidak efektif.

Aktivitas pembelajaran sedapat mungkin harus bersesuaian dengan tujuan, karena melalui aktivitas pembelajaran yang berlangsung di kelas tujuan pembelajaran dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan yang mengacu pada kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka format penilaian yang dilakukan harus sesuai dengan proses kognitif dari masing-masing indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi itu sendiri, yakni kemampuan menganalisisi, mengevaluasi dan mencipta.

Dewasa ini, yang seringkali menjadi kendala dalam proses penilaian kelas (assesment) adalah banyaknya pendidik yang cenderung mencampuradukkan antara alat dan tujuan (Krathwohl dan Andeson, 2015). Tujuan menentukan hasil serta akibat-akibatperubahan yang diharapkan. Secara singkat daat dikatakan bahwa aktivitas-aktivitas pembelajaran, bila direncanakan dengan tepat dan dilaksanakan dengan baik, maka akan dapat mencapai tujuan yang dirumuskan.

Untuk membedakan dengan tegas antara alat dengan tujuan yakni antara aktivitas pembelajaran dan tujuan pendidikan maka dirumuskan “siswa

belajar” atau “siswa dapat” dalam rumusan-rumusan tujuan pendidikan. Ketika tujuan pembelajaran tidak disebutkan secara eksplisit, maka


(69)

seharusnya tujuan yang dirumuskan haruslah tersirat secara implisit dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

Untuk merumuskan tujuan dari suatu kegiatan pembelajaran, maka seorang pendidik harus mampu merumuskan hal-hal apa saja yang hendak dicapai ketika siswa mempelajari suatu materi pelajaran. Aktivitas pembelajaran bukan merupakan tujuan, begitupun dengan tes atau penilaian lainnya bukan sebuah tujuan. Banyaknya pendidik yang menganggap Ujian Nasional sebagai tujuan pembelajaran, menjadikan aktivitas pembelajaran yang dilakukan hanya sekedar menerapkan kemampuan menghafal pada siswa, sebagai akibatnya penanaman keterampilan berpikir menadi terabaikan. Pentingnya perubahan pola pikir pendidik, bahwa Ujian Nasional bukan merupakan tujuan akhir dari aktivitas pembelajaran selama tiga tahun. Ujian Nasional hanyalah salah satu dari instrumen tes eksternal untuk itu para pendidik harus mencari tahu pengetahuan dan proses kognitif yang seharusnya dipelajari atau dimiliki oleh siswa guna mereka dapat lulus Ujian Nasional.

Adapun hal lain yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penilaian kelas (assesment) berdasarkan pasal 4 Permendikbud No 104 Tahun 2014 dan Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 adalah:

1. Penilaian hasil belajar diterapkan berdasarkan prinsip umum dan prinsip kusus. Yang dimaksut dengan prinsip umum meliputi, sahih, objektif, adil, teradu, terbuka, holistik dan berkesinambungan, sistematis, akuntabel, serta edukatif. Sedangkan yang dimaksut dengan prinsip kusus adalah


(1)

209 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

210 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

211 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

212 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

213 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

214

KELOMPOK KATA KERJA OPERASIONAL INDIKATOR UNTUK ASPEK KOGNITIF PADA DESAIN RPP

NO Rumusan Indikator

Aspek Kognitif

Tingkatan Taksonomi Bloom

C1 C2 C3 C4 C5 C6

1 Kompetensi Dasar 0 1 1 7 1 0

Sub Total & Persentase (%)

0% 10% 10% 70% 10% 0%

2 Indikator 5 9 1 2 0 0

Sub Total & Persentase (%)

29,41% 52,94% 5,88% 11,76 %

0% 0%

Total & Persentase (%)

5 10 2 9 1 0