35
juga dapat terjadi pada komposit dengan jenis serat acak dan lemah dalam arah transversal. dengan demikian, kerusakan akibat beban tarik transversal terjadi
karena: a. Kegagalan tarik matrik
b.
Debounding
pada
interface
antara serat dan matrik
Gambar 2.14 Kerusakan Pada Komposit Akibat Beban Tarik Transversal Sumber: Bambang Kismono Hadi, 2000:41
2.20.3 Kerusakan Internal Mikroskopik
Definisi kerusakan suatu bahan disesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa struktur dapat dianggap rusak apabila terjadi kerusakan total. Namun untuk struktur
tertentu, deformasi yang sangat kecil sudah dapat dianggap sebagai kerusakan. Hal ini sangat dapat terjadi pada komposit. Pada bahan ini, kerusakan internal
mikroskopik dapat jauh terjadi sebelum kerusakan yang sebernarnya terjadi. Kerusakan mikroskopik yang terjadi pada komposit dapat berupa:
a. Patah pada serat
fiber breaking
b. Retak mikro pada matrik
matrix micro crack
c. Terkelupasnya serat dari matrik
debounding
d. Terlepasnya lamina satu dengan yang lainnya
delamination
Untuk melihat kerusakan ini maka harus menggunakan mikroskop, dan foto mikro akan menunjukkan jenis-jenis kerusakannya. Karena kerusakan ini tidak
dapat dilihat oleh mata secara langsung, maka akan sulit menentukan kapan dan dimana suatu komposit akan rusak. Oleh karena itu, suatu komposit dikatakan
mengalami kerusakan apabila kurva tegangan-regangan didapat dari pengujian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
tarik tidak lagi linear, atau ketika bahan tersebut telah rusak total. Hal ini berlakubaik pada komposit satu lapis lamina maupun laminat.
2.21 Tinjauan Pustaka
Pada penelitian yang sudah dilakukan G. Estu Nugroho 2017 yang berjudul “
Karakteristik Komposit Berpenguat Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan NaOH Dengan
Fraksi Volume Serat 4, 6 dan 8” yang bertujuan untuk mengetahui fraksi volume serat terbaik terhadap kekuatan tarik dan
regangan pada komposit. Penelitian ini menggunakan variasi fraksi volume serat 4, 6 dan 8 tanpa menggunakan proses
Curing
. Kesimpulan yang dapat diambil keseluruhan dari penelitian ini adalah semakin besar fraksi volume serat
yang digunakan semakin menurun kekuatan tarik dan regangan nya. Kekuatan tarik dan regangan pada fraksi volume 8 yaitu sebesar 24,4 MPa dan nilai regangan
nya adalah 1,95, sedangkan pada fraksi volume 6 sebesar 30,5 MPa, regangan nya adalah 1,76, pada fraksi volume 4 sebesar 36,3 MPa, regangan nya adalah
1,45. Terjadi penurunan kekuatan tarik dan regangan pada setiap penambahan fraksi volume serat.
Sementara itu, Budha Maryanti, dkk 2011 telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Alkalisasi Komposit Serat Kelapa-
poliester
Terhadap Kekuatan Tarik” yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik dan regangan
dari serat yang melalui perlakuan alkalisasi dengan yang tidak melalui perlakuan alkalisasi. Penelitian ini menggunakan variasi presentase konsentrasi NaOH 0,
2, 5 dan 8. Kesimpulan yang dapat diambil secara keseluruhan dari hasil penelitian tersebut adalah kekuatan tarik komposit untuk perakuan alkalisasi
dengan presentase 5 dengan proses alkalisasi selama 1 jam menghasilkan kekuatan tarik 97,356 Nmm
2
, sedangkan tanpa alkalisasi atau alkalisasi 0 menghasilkan kekuatan tarik sebesar 90,144 Nmm
2
. Hasil penelitian yang sudah dilakukakan Vinna Marcelia Tamaela 2016
tentang “ Karakteristi
Curing
80 C dan 100
C Komposit Serat E- glass” yang
bertujuan untuk mengetahui nilai kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas dari komposit yang diberi perlakuan
curing
dengan variasi suhu 80 C dan 100
C PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI