31
tersebut diantaranya adalah sebagai pemimpin pujian, pemain musik, pemuji, pembawa kantong persembahan, penari, pendoa, petugas untuk mengunjungi
orang sakit, konselor, penyambut jemaat dan lain-lain.
C. Latar Belakang Peneliti
Peneliti adalah seorang Kristiani. Dalam kehidupan sehari-hari juga sering berhubungan dengan situasi yang membuat marah. Sebelum menekuni
ajaran Kristiani peneliti sering harus berhadapan dengan emosi marah, baik dari intensitas dan frekuensi yang tinggi juga pengungkapan emosi marah yang
cenderung verbal agresif. Setelah menekuni ajaran Kristiani peneliti mengalami perubahan dalam menghadapi situasi yang biasanya memicu
kemarahan. Peneliti merasakan bagaimana kemarahan yang agresif adalah hal yang tidak berguna. Walaupun demikian, dalam beberapa kasus tertentu
peneliti tetap ingin melampiaskan emosi namun kembali teringat untuk mengampuni dan mengasihi. Maka peneliti terus berusaha untuk menjalankan
ajaran tersebut, walau pada beberapa hal masih perlu berlatih untuk mengungkapkan marah dengan cara yang positif dan membangun.
Pengalaman ini menarik perhatian peneliti, dengan berbagai macam perasaan yang muncul dihubungkan dengan ajaran Kristiani untuk
mengendalikan rasa marah dan tidak cepat untuk mengungkapkannya. Kedekatan dengan ajaran Kristiani diharapkan dapat mempermudah
pemahaman peneliti akan pengalaman marah yang dialami oleh partisipan.
32
Selain itu juga mempermudah peneliti untuk mendapatkan partisipan yang sesuai dengan penelitian ini.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah wanita Kristiani yang sudah
dibabtis secara Kristiani dan melayani di gereja Tuhan. Partisipan merupakan teman dari peneliti. Empat orang partisipan ini dipilih karena
partisipan sering terlibat dalam kegiatan gereja bersama peneliti dan cukup mengenal mereka secara pribadi lewat cerita ataupun kesaksian hidup
mereka. Kegiatan gereja ini bisa berupa melayani bersama dalam ibadah hari minggu, persekutuan doa, dan rapat sesama pelayan Tuhan. Oleh
karena itu peneliti sudah cukup mengenal mereka dan mengetahui bagaimana mereka mempraktekan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan
mereka. Menurut penelitian sebelumnya, usia seseorang tidak begitu
mempengaruhi ekspresi, frekuensi dan intensitas kemarahan seseorang. Schieman 1999 menemukan bahwa hal yang mempengaruhi marah adalah
keadaan psikososial dan lingkungan struktural yang dialami secara berbeda pada umur yang berbeda. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
dilakukan Thomas 2002 yang menyatakan bahwa wanita lebih sering marah di rumah daripada pria. Selain itu ia juga menemukan bahwa wanita
berumur 20an-30an lebih sering marah di tempat kerja.
33
Selain itu, pemilihan wanita sebagai partisipan penelitian dalam penelitian ini didasari oleh kelebihan wanita dalam menjelaskan
pengalaman mereka dibandingkan pria. Perbedaan ini diperoleh oleh peneliti lewat percobaan wawancara terhadap pria. Pemilihan wanita
sebagai subjek penelitian dianggap tidak mempengaruhi kualitas pengalaman marah yang dialami. Hal ini didukung oleh penelitian
Deffenbacher 1996 bahwa pria dan wanita marah kepada hal-hal yang mirip dengan tingkat kemarahan yang mirip, mengekspresikan kemarahan
dengan cara yang hampir sama, dan menerima konsekuensi yang juga hampir sama.
2. Pertanyaan penelitian a. Ceritakan pengalaman yang paling membuatmu marah.
b. Apa yang ingin kamu lakukan pada sumber kemarahanmu? c. Sebenarnya apa yang kamu harapkan dari sumber kemarahanmu?
d. Kenapa saat itu kamu memutuskan untuk marah? e. Apakah ada perasaan lain selain dari perasaan marah pada saat itu?
f. Apa yang kamu pikirkan saat itu? g. Kira-kira apa pendapat orang lain di sekitarmu jika ada?
h. Kira-kira apa pendapat objek kemarahanmu? i. Apa perasaan dan pikiranmu setelah kamu marah?
34
3. Setting penelitian Peneliti melakukan pengambilan data di tempat yang berbeda-beda
sesuai kesepakatan dengan partisipan. Pengambilan data pada partisipan tertentu dilakukan lebih dari satu kali karena adanya kekurangan pada
wawancara pertama. Perbedaan tempat pengambilan data dinilai tidak mempengaruhi data yang dihasilkan karena proses wawancara tidak
diganggu oleh keberadaan orang lain, sehingga partisipan dan peneliti berkonsentrasi hanya kepada wawancara tersebut.
Pengambilan data dari partisipan pertama dilakukan di ruang tunggu gereja dan ruang make-up gereja. Pada awalnya partisipan pertama sedikit
bingung untuk memulai bercerita karena menurutnya ia orang yang jarang marah sampai akhirnya ia ingat pengalaman marahnya kepada ayahnya.
Saat bercerita ia terlihat sedih karena tidak bisa mengendalikan kemarahan kepada ayahnya, terlihat dari matanya yang berkaca-kaca.
Partisipan kedua menjalani satu kali pengambilan data yang dilakukan di rumah partisipan. Partisipan kedua bercerita dengan cukup lancar dan
dapat dengan mudah menjawab serta menjelaskan pengalaman marahnya atas setiap pertanyaan peneliti.
Wawancara partisipan ketiga dilakukan di kost partisipan dan salah satu ruangan di gereja. Partisipan ketiga adalah orang yang cukup pendiam.
Ia bercerita dengan suara yang pelan dan lirih. Terkadang ia juga bingung dalam menjawab pertanyaan peneliti, sehingga peneliti perlu mengulang
pertanyaan. Partisipan juga tampak tertegun dengan jawaban-jawaban yang
35
ia berikan, ia tampak sedikit merenungkan jawabannya sebelum melanjutkan ceritanya.
Sedangkan partisipan keempat menjalani pengambilan data di ruang make-up gereja. Partisipan keempat sangat antusias dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti. Ia bercerita tentang pengalamannya secara tegas dan sama sekali tidak meragukan jawabannya. Saat ia bercerita tentang
bagaimana ia mencubit anaknya karena marah, ia terlihat sedih dan sangat menyesal.
4. Jenis data Data diambil dengan menggunakan proses wawancara semi terstuktur.
Data awal wawancara berupa rekaman dalam bentuk mp3 yang kemudian diubah ke dalam bentuk verbatim.
E. Prosedur Analisis Data