Interaksi antar Para Guru

membuat keributan. Salah satu dari mereka meminjam penggaris lalu memukulkan penggaris itu ke kepala teman sebangkunya. Kemudian si guru langsung mengingatkan mereka agar tidak ribut, tetapi dua orang temannya yang berada dibelakang bangku mereka tertawa cekikkan. Saat si guru tidak lagi melihat, mereka keempat anak itu malah mempraktikkan gaya si guru saat beliau marah tadi. Mereka menganggap teguran itu sebagai candaan. Si guru sepertinya tidak ambil pusing dengan tindakan yang dilakukan beberapa anak itu. Beliau lebih fokus untuk mengajar anak-anak yang memang mau belajar dan bisa ―dikontrol‖. Tetapi saya juga pernah mendengar bahwa ada guru yang menasihatin beberapa murid yang berbuat ulah saat pelajaran berlangsung hingga jam pelajaran tersebut usai, sehingga siswa-siswa lain yang ingin belajar jadi terabaikan.

3.2. Interaksi antar Para Guru

Hubungan yang terjalin antar sesama guru juga mengkonstruk pengajaran. Pada umumnya, para guru saling membantu dalam berbagai hal. Saat saya sedang berada di dalam ruang guru dan bercakap-cakap dengan beberapa guru yang jam mengajarnya sedang kosong free-les, ada salah seorang guru yang meminta tolong pada guru lain untuk menggantikan jam masuknya di kelas VIII-C, sembari beliau memberikan pesan kepada rekannya itu: ―Nanti suruh saja anak-anak meringkas bab III ya, kalo sudah siap meringkas, suruh kerjakan latihan soalnya. Aku mau ke Universitas Sumatera Utara puskesmas dulu ini cabut gigi, sakit kali dari semalam. Pening kepala dibuatnya.” Hal ini sebenarnya tidak sering terjadi, dan kalau pun ada guru yang akan izin keluar mendadak baik karena sakit, atau karena keperluan lain yang mendesak, tidak lantas selalu diterima oleh wakil kepala sekolah. Wakil kepala sekolah akan menanyai apa alasan si guru meminta izin dan berapa les mengajarnya lagi yang tersisa, jika hanya satu atau dua les biasanya wakil kepala sekolah akan mengizinkan namun dengan catatan harus ada guru yang menggantikan di kelas. Disaat ada guru yang sama sekali tidak bisa hadir ke sekolah pun akan melakukan hal serupa, yakni meminta pertolongan rekan guru yang lain untuk masuk di jam pelajarannya dalam kelas tertentu. Hal ini tidak menjadi masalah jika si guru pengganti memang free-les tetapi yang akan merepotkan jika guru yang diminta-tolongi harus masuk di jam pelajarannya di kelas tertentu dan harus tetap mengawasi murid di kelas yang lain. Jika sudah begitu, biasanya si guru pengganti akan menyuruh salah satu siswa yang dipercaya —biasanya juga ketua kelas — untuk mencatat siapa-siapa saja murid yang ribut atau membuat kegaduhan di kelas. Lalu catatan tersebut akan disampaikan kepada si guru yang tidak datang itu. Namun yang saya lihat, si pencatat hanya akan menuliskan nama siswa-siswa lain yang tidak dekattidak akrab dengannya dan selalu saja, nama si pencatat sendiri tidak pernah ada dalam catatan keributan itu, sekalipun di kelas dia juga membuat keributan —misalnya saja, ngobrol- ngobrol dengan teman sebangkunya. Universitas Sumatera Utara Tidak hanya tindakan saling tolong-menolong, ada juga tindakan- tindakan lain yang dilakukan para guru. Tidak semua siswa akan melakukan hal yang diharapkan oleh tiap-tiap guru. Umumnya siswa hanya akan benar-benar mengikuti perintah dari guru yang mereka suka, percaya, membuat mereka merasa aman. Hal itu yang membuat siswa tidak enggan dan sungkan untuk ceritacurhat tentang berbagai hal. Sebut saja salah satunya, pendapat pribadi mereka kepada guru tertentu. Tidak jarang siswa-siswa itu cerita pada salah seorang guru tentang bagaimana mereka tidak sukanya dengan guru tertentu. Hal baik jika si guru yang mendengarkan curhatan itu lebih bijak untuk menenangkan para siswa agar berfikir lebih positif, lebih tenang dan tidak langsung menghakimi si guru dengan pendapatnya. Namun yang terjadi, ada- ada saja guru yang malah memprovokasi murid untuk semakin benci, marah, kesal kepada guru yang dimaksud —ditambah lagi jika si guru yang mendengarkan cerita itu memang juga tidak menyukai si guru yang dimaksud. Namun hanya segelintir guru saja yang seperti itu, kenyataannya masih lebih banyak lagi guru yang arif dan bijak dalam bersikap. Saat saya berada di ruang guru sewaktu jam istirahat, saya tak jarang mendengar guru-guru saling memperingatkan satu sama lain dalam bertindak khususnya terhadap anak. Salah satu guru pernah berbisik-bisik dengan guru lain, kira-kira perkataannya sebagai berikut: ―Tadi ada murid yang cerita sama saya bu, katanya ibu marah karena beberapa siswa cerita-cerita pas ibu ngajar. Terus ibu langsung ninggalkan kelas. Memang ibu nggak salah karena marah, tapi sebaiknya jangan langsung ninggalkan kelas. Nggak semuanya juga siswa itu salah. Ya, yang bandel itu aja ibu Universitas Sumatera Utara marahin. Suruh ke ruang BP biar di proseskan bisa. Ngapain susah-susah mikirinnya. Yang mau belajar itu ajalah yang diajari, kalau enggak yaudah. Asal yang nggak mau belajar, jangan ganggu kawannya yang mau belajarlah. Itu ajanya.” 3.3. Interaksi antara Guru dan Kepala Sekolah Hubungan kerjasama dalam kehidupan sekolah dapat dibedakan sebagai hubungan kekuasaan dan hubungan yang bersifat koordinasi, dimana terjalin hubungan kerja antar kepala sekolah dengan guru, tenaga administrasi, dsb. Kepala sekolah dan guru adalah personil yang sangat berperan dalam menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah. Hubungan antara guru dan kepala sekolah di SMPN 10 Medan sudah terjalin sudah cukup baik. Beberapa kali saat saya berada di kantor guru dan mendengarkan perbincangan para guru disana, mereka mengungkapkan hal-hal yang umumnya positif tentang kepala sekolah. Seperti yang dikatakan ibu H. Sinaga saat kami berbincang-bincang: ―Ibu rasa kepala sekolah yang kali ini lebih bagus dari yang kepala sekolah yang lalu-lalu. Ibu bukan bilang yang kemarin tidak bagus ya dek. Tapi bapak ini lebih peduli dengan sekolah. Beliau mau mendengarkan aspirasi para guru, mau memberikan solusi-solusi jika ada masalah yang berhubungan dengan pembelajaran pada saat kami melaksanakan rapat. Beliau juga aktif menyampaikan kepada pihak komite sekolah agar beberapa fasilitas dibenahi lagi, walaupun belum semua harapan itu terealisasi. ‖ Guru dan kepala sekolah bersama-sama membentuk pembelajaran yang akan diterapkan pada murid. Guru memang memiliki keleluasaan dalam membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran RPP per tahunnya, namun pada akhirnya kepala sekolah yang berhak untuk menyetujui atau tidak RPP tersebut. Biasanya, RPP akan disampaikan oleh tiap-tiap guru pada kepala sekolah pada Universitas Sumatera Utara saat rapat besar. RPP disampaikan baik secara lisan dan tulisan kepada kepala sekolah. Biasanya juga, kepala sekolah menyetujui saja RPP yang disampaikan guru. Saat saya mewawancarai beliau di ruangannya, bapak R. Batubara mengatakan: ―Saya memang lebih sering menyetujui saja apa RPP yang dibuat para guru. Saya percaya bahwa para guru itu akan memberikan yang terbaik dalam perencanaannya. Lagi pula, para guru disinikan bukan yang baru mengajar setahun dua tahun, hampir seluruh guru disini telah mengabdi belasan tahun. Pasti mereka sudah berpengalaman. Saya sih umumnya cuma sedikit menambahkan apa-apa saja yang perlu, misalnya saja dari segi metode mengajarnya. Tapi saya tidak bermaksud untuk mengubah konsep dasar pemikiran si guru. Selain itu, kan guru yang mengajar, dia pasti lebih tahu apa yang akan diajarkannya. ‖ Bukan itu saja yang membentuk bagaimana pola mengajar para guru di SMPN 10 Medan, ada juga berbagai hal lainnya. Salah satunya lagi, MGMP. Musyarawah Guru Mata Pelajaran MGMP merupakan suatu forum atau wadah profesional guru mata pelajaran yang berada pada suatu wilayah kabupatenkotakecamatansanggargugus sekolah. Prinsip kerjanya adalah cerminan kegia tan ―dari, oleh, dan untuk guru‖ dari semua sekolah yang telah ditentukan. Dengan demikian, sebenarnya MGMP merupakan organisasi yang bersifat mandiri dan berasaskan kekeluargaan. Tujuan dari MGMP adalah untuk memotivasi guru guna meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam merencanakan, melaksanakan, dan membuat evaluasi program pembelajaran dalam rangka meningkatkan keyakinan diri sebagai guru profesional. MGMP diadakan sekali sebulan. Waktu dan tempatnya ditentukan Universitas Sumatera Utara oleh hasil musyawarah antar kepala sekolah, namun diadakan secara serentak. SMPN 10, 5, 11, 20, 21, 22, 25, 28, dll, merupakan sekolah yang satu gugusan. Tiap guru misalnya, guru IPS dan guru MM akan diperintahkan oleh kepala sekolah untuk mengikuti MGMP di sekolah lain yang sudah ditentukan, sementara guru mata pelajaran lainnya juga akan mengikuti MGMP di sekolah lainnya pula. Dengan kata lain, para guru ini saling diroker. Sementara kepala sekolah tetap berada di sekolah, untuk mengawasi proses berjalannya MGMP di sekolahnya. Prosesi MGMP dipimpin oleh trainer —para guru menyebutnya tutor — yang biasanya merupakan dosen S2 dari Unimed atau pihak dari PLPG Pendidikan dan Latihan Profesi Guru. Hal-hal yang dibahas adalah mengenai bagaimana metode pedagogik yang cepat dan tepat yang sebaiknya digunakan para guru, bagaimana mengembangkan silabus dan melakukan Analisis Materi Pelajaran AMP, Program Tahunan Prota, Program Semester Prosem, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP dan Kriteria Ketuntasan Minimal KKM, mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh para guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari serta mencari solusinya, dan untuk saling berbagi informasi dan pengalaman dari hasil lokakarya, seminar atau apa saja kegiatan profesional keguruan lainnya yang pernah diikuti oleh para guru. Paling penting lagi yang dilakukan dalam MGMP adalah guru secara bersama- sama melakukan pengembangan bahan ajar dan langsung dipraktikkan di hadapan para rekan guru lainnya. Pengembangan bahan ajar dilakukan dengan cara mengumpulkan beber apa buku kemudian ditentukan ―buku kunci‖. Sementara buku-buku lainnya menjadi bahan rujukan sebagai pengayaan. Saat Universitas Sumatera Utara salah seorang guru mempraktikkan cara mengajar, maka guru yang lain dapat memberikan kritik dan saran bila ada suatu kejanggalan sehingga penampilan pengajaran melalui ujicoba yang ditampilkan lebih sempurna. Selain mendapat tambahan ilmu, para guru juga mendapatkan pergantian uang transport sebesar Rp.50.000tiap hadir. Uang tersebut akan diberikan oleh kepala sekolah masing-masing. Para guru mengakui bahwa MGMP ini sangat membantu sekali dalam pelaksanaan tugas mereka sehari-hari, karena mereka bisa saling mengetahui dan saling merasakan apa yang dialami satu sama lain, ditambah lagi bisa mencari jawaban atas permasalahan guru terkait perannya sebagai pengajar. Bukan saja berusaha memberdayakan para guru dalam hal pengetahuan, kepala sekolah juga berupaya membantu pensejahteraan para guru —tentu dengan cara-cara yang benar — secara finasial. Dari pengakuan para guru, kepala sekolah tidak pernah mempersulit mereka untuk mengurus banyak hal, misalnya kenaikan golongan, mengurus sertifikasi, dsb. Seperti yang disampaikan ibu Duha yakni: ―Banyak nak yang mau diurus ini, kadang ngurus gaji ke pusat, ini lagi mau naikkan golongan. Untunglah bapak itu orangnya lumayan mengerti, nggak mempersulit guru kalo mau ngurus apa-apa. Cuma jangan disitu perlu, disitu kita datang, bapak itu kayaknya kurang suka. Maunya jauh hari biar bisa cepat dibantu. ‖ Kepala sekolah juga sangat membantu dalam mengurus sertifikasi para guru. Sewaktu lagi musimnya para guru negeri berlomba sertifikasi, kepala sekolah mempermudah pengurusan administrasi bahkan sampai mencarikan sekolah- Universitas Sumatera Utara sekolah mana saja yang masih kekurangan guru mata pelajaran tertentu. Hal ini dimaksudkan agar para guru yang jam mengajarnya kurang dari 24 jamminggu bisa mengabdi di sekolah lain, agar bisa memenuhi salah satu syaratkeharusan dalam menerima sertifikasi. Intervensi kepala sekolah atas pembentukkan pola mengajar para guru juga tampak dalam hal lain, salah satunya dalam penentuan lulusnaik kelas atau tidaknya siswa di sekolah. Biasanya menjelang masa pembagian rapot, kepala sekolah dan para guru akan mengadakan rapat pleno kenaikan kelas. Rapat ini merupakan laporan perkembangan hasil belajar siswa selama semester genap yang disampaikan oleh wali kelas dilengkapi data nilai dari guru mata pelajaran, presentasi kehadiran, serta akhlak dan kepribadian siswa. Data yang disampaikan akan menjadi dasar apakah siswa yang bersangkutan naik ke jenjang selanjutnya atau tidak. Rapat tersebut sering hanya menjadi ajang perang argumentasi antar guru mata pelajaran dengan wali kelas. Hampir semua wali kelas berharap agar anak didiknya itu lulus dan naik kelas, namun terkadang ada segelintir guru yang kurang setuju dan tidak sepakat dengan hal tersebut. Umumnya, para guru yang tidak setuju itu memberi alasan karena si anak dianggap tidak lulus melewati standar nilai danatau memiliki tingkah laku yang buruk selama bersekolah. Sebenarnya sudah ada ketentuan mengenai kenaikan kelas yang diatur dalam kurikulum sekolah KTSP tapi tampaknya kurikulum itu tidak menjadi standar mutlak atas permasalahan naik – tidaknya siswa. Kembali lagi, pemegang kekuasaan tertinggi adalah kepala sekolah. Jika sudah mulai terjadi perdebatan, kepala sekolah akan mengambil inisiatif untuk Universitas Sumatera Utara melakukan voting dan mendengarkan suara terbanyak. Tetapi, kepala sekolah tetap berhak memiliki jawabannya sendiri atas permasalahan tersebut. Setelah mendapat keputusan siapa saja siswa yang akan gagal naik kelas, para wali kelas bertugas untuk menyampaikan hal tersebut kepada orangtua dari si anak. Setelah hal tersebut disampaikan, wali kelas mewakili sekolah akan memberikan penawaran kepada orangtua apakah anaknya mau tetap dinaik- kelaskan tetapi dengan syarat harus pindah sekolah, atau sebaiknya gagal naik kelas dan tetap berada di SMPN 10. Para orangtua biasanya kembali meminta kesempatan agar anaknya bisa dinaik-kelaskan tanpa syarat, tetapi wali kelas mewakili sekolah tidak akan lagi memberikan kesempatan, sebab sebelumnya tentu sudah ada peringatan-peringatan yang disampaikan wali kelas baik secara langsung perbincangan melalui handphone ataupun tidak langsung Surat Pemanggilan Orangtua. Kepala sekolah juga membuat aturan-aturan yang lebih mendekatkan para guru dengan murid, salah satunya yakni kegiatan asri sekolah. Kegiatan asri sekolah ini adalah kegiatan yang mana beberapa guru akan ditunjuk oleh kepala sekolah untuk menanam, merawat dan menjaga berbagai jenis tanaman di sekolah. Para guru yang ditunjuk itu akan memilih sendiri murid-murid yang akan menjadi tim kerjanya. Jikalau si guru adalah wali kelas maka biasanya beliau akan memilih anak didik di kelasnya, tetapi jika hanya sebatas guru bidang studi maka tim kerjanya terdiri dari murid-murid dari berbagai kelas. Tiap- tiap tim telah memiliki area tertentu yang menjadi ―lahannya‖. Lahan tersebut ditentukan oleh kepala sekolah. Tiap tim akan membawa bibit Universitas Sumatera Utara tanaman, biasanya tanaman jenis bunga. Lalu jadwal pemupukan, penyiraman dan pembersihan akan ditentukan sesuai dengan kesepakatan tim. Umumnya tiap tim mengerjakan hal tersebut sebelum jam sekolah dimulai —mereka datang lebih awal — atau pun sesudah jam sekolah berakhir. Selain membuat guru dan murid lebih dekat dan kompak lagi, menurut kepsek hasil dari kegiatan tersebut juga menciptakan lingkungan sekolah menjadi lebih asri dan sejuk. Ditambah lagi, sekolah SMPN 10 memang jauh dari jalan raya utama JL. Jamin Ginting sehingga suasananya lebih tenang. Kedua hal tersebut tentu memberikan dampak positif dalam mendukung kenyamanan siswa dan para guru saat proses belajar-mengajar. Foto 10 Lahan Tanaman Dari Salah Satu Tim Sumber: Dokumentasi Pribadi Universitas Sumatera Utara Foto 11 Area Depan Kelas Turut Dijadikan Lahan Tanaman Sumber: Dokumentasi Pribadi Aturan lainnya yang dibuat oleh kepala sekolah untuk lebih mendekatkan para guru dengan murid adalah membuat kegiatan ekstrakurikuler. Kepala sekolah mewajibkan kegiatan ini diikuti oleh setiap siswa. Bahkan kegiatan ekstrakurikuler juga mempunyai kolom penilaian dalam rapot. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan penunjang pembelajaran yang dilaksanakan di luar jam tatap muka di luar jam intrakurikuler. Pada hakikatnya kegiatan ini bertujuan untuk membantu perkembangan siswa sesuai bakat dan minat siswa. Siswa boleh memilih kegiatan apa yang cocok dengan dirinya. Namun demikian, sekolah telah melakukan penelusuran dan penjaringan terhadap Universitas Sumatera Utara kebutuhan siswa tersebut sehingga sekolah bisa menentukan bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan di sekolah. Bentuk penelusuran yang dilakukan yakni dengan menyebar selembaran kepada para siswa yang dijadikan sampel untuk memberitahukan apa yang menjadi hobi atau kegemarannya. Lalu hal itu menjadi pertimbangan kepala sekolah untuk membuka jenis kegiatan ekstrakurikuler. Kelemahannya adalah jika siswa menginginkan dan menyukai jenis kegiatan ekstrakurikuler tertentu yang fasilitasnya tidak bisa disediakan oleh sekolah, maka si siswa harus mengikuti jenis kegiatan ekstrakurikuler lain yang lebih dominan dipilih murid lainnya. Selain itu, jenis ekstrakurikuler yang peminatnya sedikit juga akan ditutupditiadakan. Kegiatan ekstrakurikuler ini juga dilakukan dengan izin orangtua, yakni dengan mengirim surat persetujuan yang akan disampaikan melalui murid. Tiap jenis kegiatan ekstrakurikuler akan dibina oleh para guru yang ditunjuk oleh kepala sekolah, namun untuk jenis kegiatan ekstrakurikuler tertentu, guru harus dibantu oleh pelatih yang didatangkan dari luar sekolah, misalnya renang, pramuka, paskibra. Adapun jenis kegiatan ekstrakurikuler lainnya adalah sepakbola, atletik, paduan suara. Menurut Pak Rajo Kepsek manfaat lain yang diperoleh —selain mendekatkan guru dan siswa tentunya— dari kegiatan ekstrakurikuler ini yakni mampu mengeksplorasi diri siswa dalam menyadari ketertarikan mereka pada suatu bidang sesuai dengan talentanya dan untuk kegiatan yang berkenaan dengan olahraga tentu dapat membuat siswa lebih sehat serta mengurangi stres para siswa karena tuntutan belajar di kelas. Universitas Sumatera Utara Foto 12 Ekstrakurikuler Paskibra Sumber: Dokumentasi Pribadi Dengan kegiatan ekstrakurikuler turut pula memberikan keuntungan lain bagi beberapa siswa. Hal itu memberikan alternatif untuk mendapatkan reward. Dalam hal ini, para siswa yang tidak pintar secara prestasi akademik, tentu dapat menarik simpatik para guru atau bahkan kepala sekolah melalui sumbangannya mengharumkan nama sekolah melalui kejuaran. Hal itu akan menjadi pertimbangan juga bagi sekolah untuk mempertahankan si anak meskipun si anak tersebut tidak pintar. 3.4. Interaksi antara Guru dan Orangtua Guru dan orangtua adalah dua pihak yang secara intensif terlibat dalam pembinaan anak. Namun orangtua terlebih dahulu melakukannya di lingkungan keluarga. Guru dan orangtua murid akan mengetahui tentang apa yang harus Universitas Sumatera Utara mereka lakukan terhadap anak. Tentu yang diharapkan bahwa masing-masing mengetahui secara pasti tentang apa yang akan dilakukan terhadap anak, namun juga bisa saja yang terjadi malah masing-masing mempunyai harapan yang berbeda dan sulit terjadinya komunikasi yang lancar antar keduanya. Pihak sekolah SMPN 10 Medan berusaha untuk mencegah terjadinya miss communication antara guru dan orangtua murid dengan cara memberikan uang pulsa kepada para Wali Kelas, yakni sebesar Rp.15.000bulan. Kebijakan uang pulsa ini dibuat oleh Kepsek dan hal ini bertujuan agar Wali Kelas bisa mengontak para orangtua murid terkait tindak-tanduk anaknya di sekolah. Tidak hanya guru, sebaliknya orangtua juga bisa menghubungi si guru. Walaupun dilakukan berbagai upaya untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman antara orangtua dengan guru terutama dengan Wali Kelas, tetap saja konflik kecil tidak dapat dihindari. Orangtua berusaha untuk menggencarkan intervensinya dalam kegiatan bersekolah, yang berdampak dalam pembentukan pola mengajar para guru di SMPN 10 Medan. Sewaktu saya sedang duduk-duduk di ruang guru, salah seorang guru menceritakan peristiwa yang hampir tiap tahunnya terjadi. Ibu itu curhat pada saya dan mengatakan: ―Kadang ada juga orangtua murid ini agak payah dek. Dulu pernah ada orangtua murid yang datang ke sekolah, terus marah-marah sama sekolah karena anaknya dimasukkan ke kelas VII- i, terus dibilangnya sama kami gini “bu, anak saya ini dulu waktu SD juara, juara 2 lagi. Waktu SD pun dia ikut pelatihan olimpiade dari sekolah. Pintar anak saya ini Terus kenapa dimasukkan ke kelas i? kelas paling akhir?” lalu kami jelaskanlah baik- baik. “Bu, anak ibu mungkin memang pintar waktu SD, tapikan bu disinikan masuknya berdasarkan NUN Universitas Sumatera Utara Nilai Ujian Nasional tertinggi. Lalu yang diterima tadikan, dites lagi untuk penempatan kelasnya. Berdasarkan hasil itulah, anak ibu dimasukkan ke kelas i”, gitu kami bilang dek. Eh, ibu itu tetap bersikeras kalo anaknya harus masuk di kelas pintar. Yasudahlah, akhirnya si anak dipindah.” Bukan hanya itu, peristiwa orangtua minta anaknya dipindah-kelaskan pun terjadi dalam versi lain. Ibu itu melanjutkan ceritanya: ―Ada lagi dek, orangtua yang minta anaknya dipindahkan dari kelas pintar ke kelas lain. Sampai ada 2 wali kelas yang berdebat tentang masalah ini. Si wali kelas anak merasa penting untuk mempertahankan muridnya tadi di kelasnya, tapi satu sisi, si orangtua meminta tolong sama wali kelas lain agar anaknya bisa dibantu pindah. Si anak bilang kalau dia nggak merasa nyaman di kelas itu, sehingga minta sama orangtuanya biar ngomong ke guru supaya dia dipindah. Kalo saya pikir, dia pindah karena kawan-kawan kompaknya waktu kelas VII ada di kelas lain, jadi dia mau sekelas sama kawan- kawan csnya itu.” Memang orangtua bermaksud memberikan yang baik dan yang diinginkan anaknya, sekalipun itu harus ikut campur terhadap sistem yang dibuat oleh sekolah. Tetapi, ada beberapa dampak yang terjadi karena hal-hal seperti itu. masih berdasarkan penuturan beliau Sering sekali terjadi ketika si orangtua meminta agar anaknya dimasukkan ke kelas pintar sementara diperkirakan anaknya kurang bisa bersaing di kelas itu, akibatnya pada akhir semester si anak malah menjadi pemegang rangking akhir di kelas pintar itu tadi. Saat menjadi rangking akhir, si anak malah merasa jatuh, tidak semangat dan merasa dirinya bodoh, apalagi jika ia membandingkan dirinya saat juara dulu dan dirinya sebagai ranking akhir sekarang. Dan ada orangtua yang kembali datang ke sekolah untuk komplain tentang hal itu, karena membandingkan anaknya waktu juara dulu dengan yang sekarang. Padahal sebelumnya sudah Universitas Sumatera Utara diingatkan oleh pihak sekolah bahwa kelas pintar tadi itu bukan tempatnya. Kalau sudah begitu, pihak sekolah terutama guru hanya menerima saja pelampiasan kemarahan orangtua. Para orangtua biasanya juga datang ke sekolah kalau menerima laporan dari si anak bahwa ia dihukum ―misalnya dengan dijewer, dicubit atau dipukul― oleh gurunya. Orangtua biasanya akan langsung datang marah-marah dan dengan bernada keras membentak-bentak guru sambil berkat a, ―Aku saja bapaknya, nggak pernah ku pukul dia. Kenapa pulak kau pukul dia. Kalau anakmu digitukan orang, gimana?”. Kira-kira begitulah yang diungkapkan seorang bapak guru kepada saya, saat menceritakan pengalamannya dulu. Kalau sudah ada orangtua yang komplain datang ke sekolah, baik itu karena anaknya sekedar dimarahin atau yang lainnya, maka guru-guru mulai enggan untuk ―memperingatkan‖ si anak dengan cara yang sama atau bahkan tidak ―diperingatkan‖ lagi. Tetapi tidak semua orangtua murid berlaku demikian. Masih lebih banyak orangtua murid yang mempercayakan anaknya untuk dididik versi si guru maupun versi sekolah. Sewaktu saya dan sebagian murid kelas VIII-J sedang duduk-duduk di depan ruangan, kami sempat membicarakan hal dengan topik ini. Salah seorang siswi mengatakan pada saya: ―Kalo aku enggak gitu sih kak. Kalo dimarahin guru atau apalah, ya diam ajalah. Memang aku ceritakan kak kalo aku dimarahin di sekolah, tapi kalo ku anggap si gurunya yang salah. Tapi sebatas curhat gitu aja kak, buat ngilangin- ngilangin gondok. Paling ku bilang kek gini kak, “iss mak, palak kali aku liat ibu apa itulah, cak la mamak pikir..masa aku tadi….”, kek gitulah misalnya kak. Cuma kalo aku yang salah, Universitas Sumatera Utara ya enggak ku ceritainlah. Kena marah pulak aku nanti sama mamak ku. Tapi biarpun ku ceritain kek gitu ke mamak ku, ya enggak lantaslah mamak ku langsung datang-datang ke sekolah kak. Aku pun malu kalo mamak ku gitu.” Kemudian saya menanyakan pendapat dari temannya yang lain. Salah satu siswa kembali memberikan tanggapannya. Siswa itu berkata: ―Aku sama juga kak, ku ceritain sama ibuku kalo ada yang enggak ku suka atau apalah yang terjadi sama ku di sekolah. Tapi sebatas disitu aja kak, gausah dipanjangin sampe datang- datang pulak ke sekolahlah. Malu jugalah kak, semua nanti satu sekolah ini tahu, “orangtua siapa itu, orangtua siapa itu”, dibilang orang. Lagian nanti nggak enak sama gurunya kan kak. Jadi kalo uda dimarahi atau gimana gitu, terus curhat sama orangtua, sudah habis disitu aja.” Saat saya pulang bersama beberapa siswa lain, saya juga menanyakan hal demikian. Jawaban mereka juga kurang lebih sama dengan siswa-siswa yang saya tanyai sebelumnya. Siswa bernama Cindy mengatakan: ―Ngapainlah kak ngadu-ngadu sama orangtua. Aku kalo enggak suka sama guru ku, ya ku tahankan ajalah. Nggak usah pala dimasukkan hati. Kalo mau cerita, sama kawan-kawan aja. Kalo ku ceritain pun “mak, aku tadi kena marahin sama guru ku, karena gini gini gini..”, eh, bukan dibela awak, malah makin dimarahin. Apalagi kalo uda bagi rapotlah kak. Biasanya yang disuruh ambil rapot itu orangtua, berartikan Wali Kelas bakal ngomong- ngomong sama orangtua, misalnya kek gini kak, “Bu, anak ibu ini di kelas suka cerita-cerita, kadang main-main hp.. blablabla..”, langsung dibilang mamak awak kak, “Oh, gitu bu. Sama. Di rumah pun gitu dia ini, asik pegang hp aja, nggak bisa lepas. Kalo disuruh nyapu rumah, “nantilah mak, nantilah mak”. Kan malu kalo digituin kak. Makanya kalo ngelapor- ngelapor sama orangtua, bukan malah dibela eh, makin kena awak jadinya.” Saya juga menanyai beberapa orangtua dari murid SMPN 10 Medan yang kebetulan adalah tetangga-tetangga saya. Ibu Br. Barasa menceritakan pada saya bagaimana tanggapannya tentang hal tersebut. Beliau mengatakan: Universitas Sumatera Utara ―Baiknya guru-gurunya disana dek. Kadang kalo si derson ini dimarahin kan tujuannya bagus. Langsungnya dikasih tau sama nantulamg kalo misalnya si Anderson ini ada masalah di sekolah, entah misalnya enggak ngerjain PR, terus dikasih tahu gurunya juga kalo dia dihukum. Kadang kalo nantulang jalan, terus ketemu gurunya, ya nantulang tanya juga kekmana si derson ini di sekolah bu? Bandal nggak? Nanti diceritakan gurunyalah kekmana si derson ini. Kalo udah tau nantulang ada masalahnya di sekolah, di rumah nantulang marahin juga dia, cuma enggaklah pulak d i depan gurunya. Nanti malu dia.” Pada umumnya, orangtua mengetahui bagaimana anaknya di sekolah, baik itu dari pengakuan anak sendiri atau pun cerita dari si guru. Masih banyak orangtua yang bersikap lebih bijak dan adil dalam menanggapi cerita dari anaknya. Tidak selalu cerita dari sisi si anak diakui benar oleh orangtua, tetapi orangtua mempertimbangkan apa yang dikatakan si guru tentang si anak. Umumnya orangtua percaya pada gurunya, jika memang pendapat si guru tentang si anak sesuai dengan apa yang dipikirkan orangtua tentang si anak. Misalnya, kalau orangtua memang menyadari bahwa benar anaknya nakal, bandel, susah dikontrol di rumah, mereka akan sepakat bahwa tidak heran jika di sekolah pun si anak berlaku demikian. Ada orangtua yang setuju anaknya dihukum versi sekolah atau pun versi si guru. Bagi orangtua —yang mendukung penghukuman itu versi si guru dan versi sekolah — tujuan guru menghukum itu sebenarnya baik, yakni untuk merubah perilaku yang dianggap buruk oleh si guru dan orangtua. Karena rasa percaya pada guru itu, bahkan ada orangtua yang semakin marah pada anaknya, jika mereka mengetahui bahwa anaknya sampai kena hukuman, bukan malah memarahi si guru yang menghukum anaknya. Universitas Sumatera Utara

3.5. Guru dan Kurikulum