Guru dan Sarana-Prasarana Pola Mengajar Guru (Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan)

Tidak berhenti sampai disitu, saat jam pulang sekolah dan di dalam ruang guru pun saya kembali menanyakan kepada guru lainnya tentang permasalahan yang mungkin mereka alami seputar kurikulum. Ibu R. Tarigan memaparkan pada saya: ―Dalam standar pendidikan nasional ada berisi standar isi dan proses, dek. RPP yang kami buat itu salah satu bagiannya. Dalam RPP itu ada kategori pengelolaan waktu. Berarti dalam satu semester harus habis sekian bab atau dalam setahun itu harus habis seluruh bab. Persoalannya, terkadang untuk membahas satu bab saja belum tentu dalam sebulan selesai dek, apalagi jika murid-murid masih belum paham. Nah, karena harus berpacu dengan waktu tadi walaupun belum seluruh murid paham, alhasil tetap harus lompat ke bab selanjutnya. Kalau pelajaran non eksak, masih lebih enak dek, bab yang kurang dimengerti masih bisa dipelajarin sendiri oleh murid, sementara untuk eksak kan harus dikasih contoh lagi, ditunjukkan jalannya, itu pun belum tentu murid itu paham. Ada memang beberapa mata pelajaran yang dileskan, nah itu masih mending masih ada kesempatan untuk membahas bab-bab yang kurang dipahami ditambah dengan referensi dari sumber lain, dek.”

3.6. Guru dan Sarana-Prasarana

Salah faktor yang mendukung keberhasilan program pendidikan dalam proses pembelajaran yaitu sarana dan prasarana. Sarana merupakan semua perangkat peralatan pendidikan, media pendidikan serta perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, seperti: buku, perpustakaan, labolatarium dan sebagainya. Sedangkan prasarana merupakan semua kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah, seperti: lahan, ruang kelas, ruang kepala sekolah, Universitas Sumatera Utara ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, kantin, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, dan ruangtempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Pada Bab II sudah dijelaskan apa-apa saja sarana prasarana yang dimiliki SMPN 10 Medan. Salah satu dari seluruh sarana itu adalah laboratorium. Terdapat 3 laboratorium di SMPN 10 Medan yakni lab.IPA, lab.bahasa dan lab.komputer. Di dalam lab.IPA terdapat beberapa meja panjang, penggaris kayu panjang, busur kayu, gelas beaker, corong gelas, labu dan gelas ukur, pipet tetes, erlenmeyer, tabung reaksi, kaki tiga, pemanas spritus. Foto 13 Laboratorium IPA Sumber: Dokumentasi Pribadi Universitas Sumatera Utara Sarana laboratorium IPA berfungsi sebagai alat bantu mendukung kegiatan dalam bentuk percobaan. Saat saya bercerita-cerita dengan siswa-siswa kelas IX, rata-rata setiap kelas itu hanya pernah masuk ke laboratorium IPA sebanyak 2 kali sejak mereka bersekolah di SMPN 10 Medan. Ini cukup membuat saya bertanya- tanya mengapa hal itu bisa terjadi. Kemudian saya menemui ibu J.Siagian untuk menanyakan alasannya. Beliau mengatakan: ―Kalo ibu nggak pernah bawa murid ke laboratorium ipa, dek. Biasanya yang bawa pak MS. Memang ibu guru IPA, tetapi kalau di lab. itukan peralatannya lebih dikhususkan untuk fisika dan kimia, sementara fokus ibu itu biologi. Mungkin yang lebih dibutuhkan seperti mikroskop atau apalah gitu, tapikan tidak ada.” Kemudian saya menemuin pak M. Simanjuntak untuk menanyakan hal yang sama. Beliau mengungkapkan pada saya: ―Memang cuma saya saja yang sering membawa murid-murid ini masuk lab., dek. Tapi, kalau di lab. pun, yang kami kerjakan masih hal-hal sederhana. Kayak pengenalan alat-alat lab. dan kegunaannya. Lagi pula, dalam lab. itukan banyak peralatan dari kaca, terus perlengkapan pengaman pun belum ada untuk dimiliki murid. Misalnya, kacamata pelindung, baju lab, sarung tangan. Jadi, masih kurang aman kalo bawa murid-murid ini ke lab., dek. Belum lagi kalo ada murid yang susah dibilangin, nanti disuruh pegang tabung, eh yang lain yang dikerjain. Kadang murid ini juga, dianggapnya peralatan lab. ini kayak main-mainan padahal kan berbahaya. Makanya itu saya pun jadi was- was kalo bawa murid ini ke lab., dek.” Bukan hanya laboratorium IPA, SMPN 10 Medan juga memiliki laboratorium bahasa dan komputer. Untuk laboratorium bahasa, terdapat 31 bangku-meja, 17 headphone, 1 komputer dan 1 proyektor. Ibu Murniati dan ibu Peristiwa Wati Universitas Sumatera Utara mengungkapkan bahwa, ada 4 kategori dalam penilaian mata pelajaran B.Inggris, salah satunya adalah listening mendengarkan. Listening dilakukan dengan cara, si guru memutar kaset atau CD baik berisi percakapan, lagu, film, dsb. Lalu si murid dengan menggunakan headphone akan mendengarkan apa isi perkataan yang mereka tangkap, kemudian menuliskannya di dalam buku. Pada akhir sesi listening, guru akan mengevaluasi pelajaran dengan menyebutkan apa kalimat-kalimat yang benar, apa artinya dan bagaimana pelafalannya. Pada UN, sesi ujian listening ini juga ada dalam ujian bahasa Inggris. Menurut kedua guru tersebut, sebenarnya laboratorium bahasa ini telah lama menjadi masalah mereka dan juga guru-guru yang lain. Mereka mengungkapkan bahwa jumlah headphone tidak sesuai dengan jumlah murid. Dalam suatu kelas, jumlah murid paling banyak ada 30 orang, dengan kata lain harusnya ada 30 headphone. Alhasil, jika akan memasuki lab.bahasa, mereka membagi murid-murid dalam satu kelas menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama akan masuk pada les pertama dan kelompok kedua akan masuk pada les kedua. Menurut pak Tomu Sitorus disamping jumlah headphone, kualitas headphone juga menjadi masalah. Setiap bulannya pasti ada saja headphone yang rusak misalnya saja karena ulah murid. Namun, headphone yang rusak itu kembali diperbaiki lagi, padahal menurut beliau ada beberapa headphone memang sudah waktunya untuk diganti. Hal serupa juga terjadi pada lab. komputer. Di dalam lab. hanya ada 25 komputer dan itu sudah termasuk komputer yang digunakan guru untuk mengajar. Selain komputer Universitas Sumatera Utara berikut meja dan kursi lipatnya, terdapat juga 2 buah kipas angin dan sebuah white board. Saya mewawancarai ibu Wande Pardede di dalam ruang lab., beliau mengungkapkan pada saya: ―Hampir samanya kayak lab. bahasa, tengoklah inikan. Murid banyak, komputer terbatas. Jadi saya buat per kelompok juga yang masuk les 1 dan les 2. Tapi tidak setiap hari masuk ke lab., terkadang juga hanya belajar teori di kelas. Kira-kira 2 kali pertemuan di kelas mempelajari teori barulah minggu depannya masuk ke lab. Ibu Maria juga demikian, cuma ibu itu mengajar seluruh kelas VII hingga kelas VIII tapi sampai kelas VIII-F saja, selebihnya saya yang masuk, nak.” Selain permasalahan laboratorium, hampir seluruh guru dan murid yang pernah saya ajak berbicang-bincang juga komplain tentang toilet sekolah, baik itu toilet guru maupun toilet siswa. Walaupun tidak berkaitan secara langsung dan tidak berdampak terhadap kendala guru dalam mengajar, namun menurut para guru dan murid toilet sekolah sudah perlu dibenahi karena cukup mengganggu kenyaman. Murid-murid terutama murid kelas IX mengatakan bahwa mereka enggan ke toilet kalau tidak terdesak sekali ingin buang air kecil atau besar, sebab hanya 2 toilet murid yang penerangannya masih berfungsi sehingga agak gelap, ditambah lagi itu lantai yang licin, terkadang air tidak ada, beberapa gayung sudah rusak dan pintu kamar mandi sukar ditutup dari dalam. Menurut para guru, keadaan toilet guru memang tidak sememprihatinkan seperti toilet siswa hanya saja toilet guru lantainya sedikit licin. Ini dirasa cukup berbahaya terutama bagi guru-guru yang umurnya tidak lagi muda. Tetapi untungnya toilet guru dan toilet siswa itu cukup jauh dari ruang-ruang kelas, sehingga aroma Universitas Sumatera Utara dari toilet tidak sampai mengganggu proses belajar-mengajar di dalam kelas, begitu ungkap para murid dan guru. Satu lagi prasarana yang dimiliki SMPN 10 Medan, yakni perpustakaan. Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik dan guru memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka dengan membaca, mendengar, dan sekaligus tempat petugas mengelola perpustakaan. Luas ruang perpustakaan SMPN 10 hampir sama dengan luas satu ruang kelas dan terletak di lantai 2. Di dalam ruang perpustakaan terdapat 5 rak buku yang berbaris, terdapat 7 meja-kursi kayu yang cukup panjang, 3 kipas angin dan 1 ruang kecil untuk tempat petugas pengelola perpustakaan. Awalnya saya sedikit bingung, mengapa jarang sekali ada murid yang belajar di perpustakaan dan bahkan selama saya melakukan penelitian disana tidak pernah ada guru yang masuk untuk sekedar membaca buku. Kemudian saya lagi-lagi menanyakan hal tersebut kepada guru-guru. Saat jam istirahat saya bertanya kepada ibu Muriati selaku guru IPS. Ibu itu mengatakan: ―Ya ngapain la kami kesitu, dek. Kan lebih tepat memang jika murid yang ke perpus. Perpus itu seharusnya menjadi media tambahan materi pelajaran, jadi kalau sudah dikasih guru, murid harus mencari referensi tambahan, misalnya ke perpus. Dalam sistem sekarangkan memang murid yang harusnya lebih aktif mencari, tidak melulu menunggu guru. Tapi coba adek liat buku-buku di perpus itu, kurang lengkapkan dek. Lebih banyak buku komik atau novel. Itu pulak yang lebih diminati murid. Nah, kami bukan nggak pernah ke perpus itu dek, cuma referensi buku disana kurang menunjang bahan ajaran. Lebih baik cari di internet atau toko buku kayak Gramedia. ‖ Universitas Sumatera Utara Kemudian ditambahkan pula oleh ibu Maurita Silalahi selaku guru PPKN. Beliau mengatakan: ―Iya memang kayak gitulah nak. Tapikan buku-buku kita ini semua dari Disdik. Makanya perpus kita ini nggak lengkap ya mau bagaimana lagi. Kalau lengkap kian kan enak, bisa kami suruh murid-murid itu cari tambahan di perpus. Kalo mau mengharapkan murid itu cari referensi diluar, belum tentu semua ngelakuin. Jadi lebih banyaknya murid ini nunggu- nunggu dari guru. Hanya sebagian yang benar-benar inisiatif sendiri. Misalnya, entah dia ikut les atau bimbingan diluar, ada yang suka ke toko buku rame-rame sama kawannya, ada yang cari dari internet sekalian main diakan, ada juga yang minta buku-buku abang kakaknya yang agak mirip pembahasannya. Itu langsung nampak memang nak, mana yang rajin sama yang malas gitu di kelas.” Universitas Sumatera Utara BAB IV KONSEKUENSI POLA MENGAJAR

4.1. Hubungan Sebab-Akibat Dalam Persekolahan