Pola Mengajar Guru (Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan)

(1)

POLA MENGAJAR GURU

(Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Dalam Bidang Antropologi Sosial

Oleh:

PRICILIA HARIANJA 100905020

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Pricilia Harianja

Nim : 100905020

Judul : Pola Mengajar Guru

(Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan)

Pembimbing Skripsi Ketua Departemen

(Drs. Agustrisno, M.SP) (Dr. Fikarwin Zuska) NIP. 196008231987021001 NIP. 196212201989031005

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si ) NIP. 196805251992031002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS LIMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS Pola Mengajara Guru

(Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Juni 2014 Penulis


(4)

ABSTRAK

Pricilia Harianja, 2014. Judul Skripsi: Pola Mengajar Guru (Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 95 halaman, 5 tabel, 13 daftar foto, 2 daftar gambar dan 17 daftar pustaka.

Skripsi ini mendeskripsikan: ―Pola Mengajar Para Guru SMPN 10 Medan‖. Kajian ini menjelaskan tentang bagaimana pola mengajar yang diterapkan para guru SMPN 10 Medan. Pola mengajar para guru tidak tercipta begitu saja, melainkan dibentuk juga oleh peranan berbagai pihak dalam

persekolahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian yang berbentuk etnografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui observasi, wawancara kepada berbagai pihak yang terkait dengan masalah penelitian dan didukung oleh konsep dan teori dari berbagai sumber bacaan/pustaka.

Permasalahan yang dibahas adalah hal-hal apa saja yang menjadi masalah para guru dalam mengajar serta bagaimana pula solusinya.

Hasil dan kesimpulannya adalah dalam hubungan guru dengan pihak lain (misalnya anak didik, kepala sekolah, orangtua, dengan sesama guru bahkan dengan dinas pendidikan) tidak selalu berjalan mulus. Konflik peran (terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak) dapat menghasilkan permasalahan. Beberapa contoh dari permasalahan itu adalah, hubungan antara guru dan murid, yang mana secara tidak langsung guru dan sekolah telah mendiskriminasikan murid sehingga menimbulkan kecemburuan di kelompok murid tertentu. Akibatnya mereka tidak lagi simpati dan berminat pada guru dan pelajarannya, bahkan beberapa murid sudah sampai ke tahap menyepelekan guru. Hubungan guru dengan kepala sekolah, yang mana guru memang ―diharuskan‖ harus mengikuti perintah. Begitu juga dengan permasalahan guru dan orangtua, yang mana orangtua selalu menginginkan anaknya masuk ke

kelas pintar dan hubungan guru dan Disdik, yang mana guru hanya bisa

menerima saja segala bentukan kurikulum dan penyediaan fasilitas sarana-prasarana yang kurang memadai. Dalam berbagai permasalahan itu, guru membuat bermacam solusi yang dijadikan alat untuk bertahan atau ―menyesuaikan diri‖ dengan situasi dan kondisi yang ada.


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas izin dan kasih sayangnya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Pola Mengajar Guru. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai Sarjana S1 Antropologi Sosial di Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada keluarga saya yang senantiasa mengasihi, mendidik, dan menyemangati saya dalam keadaan apa pun. Terutama kepada anugerah terbesar Tuhan dalam hidup saya yakni kedua orang tua tercinta yang telah banyak memberikan curahan perhatian, kasih sayang dan mendukung saya dalam keadaan apapun, yaitu Paulus Harianja dan Marsaulina Silaban. Tak lupa saya juga berterimakasih kepada abang dan adik saya, Indra P Harianja dan Triatmaja Harianja.

Saya juga menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Agustrisno, M.SP, selaku dosen pembimbing skripsi untuk kesediaan beliau menyempatkan waktunya, keikhlasan beliau berbagai ilmu serta kesabaran beliau dalam membimbing saya. Pada kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam meyelesaikan skripsi ini, antara lain kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


(6)

Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, sekaligus perwakilan/pengganti sementara dosen Penasihat Akademik saya.

Saya juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Irfan Simatupang, MSi. selaku dosen Penasihat Akademik saya. Terimakasih telah membimbing saya beberapa semester. Terimakasih kepada seluruh staf pengajar Departemen Antropologi FISIP USU yang telah memberikan begitu banyak ilmu, wawasan serta pengetahuan baru bagi saya selama masa perkuliahan. Demikian juga kepada staf administrasi Departemen Antropologi Kak Nurhayati dan Ibu Sofiana yang banyak sekali membantu saya.

Terimakasih untuk kepada teman-teman mahasiswa/i Antropologi FISIP USU angkatan 2010 atas pengalaman-pengalaman indah selama masa perkuliahan. Terima kasih untuk Laura Priskila, Selly Andriani dan Elisa Noviyanti yang selalu ada buat saya kapan pun saya ingin curhat dan selalu tabah menjadi korban candaan saya. Terakhir, terimakasih kepada seluruh pihak SMPN 10 Medan, Bapak H. Rajo Batubara, Ibu Rotua Elfrida Siburian dan masih banyak lagi yang tak bisa dituliskan satu per satu.

Dalam menulis skripsi ini telah dicurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran dan juga waktu untuk menyelesaikannya. Namun demikian, disadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.


(7)

Untuk itu, dengan segala kerendahan hati saya mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca. Besar harapan tulisan ini bermanfaat bagi semua pembacanya.

Medan, Juni 2014 Penulis


(8)

RIWAYAT HIDUP

Pricilia Harianja lahir di Medan, 4 September 1992. Anak kedua dari tiga orang bersaudara, anak dari pasangan suami-istri Paulus Harianja dan Marsaulina Silaban. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Harapan Baru Medan pada tahun 2004, kemudian menyelesaikan pendidikan menengah di SMP Putri Cahaya Medan pada tahun 2007 dan SMA Cahaya Medan pada tahun 2010. Kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi dengan jurusan Antropologi Sosial di Universitas Sumatera Utara. Email aktif priciliaharianja@gmail.com. Selama masa perkuliahan pernah mengikuti Training of Fasilitator (TOF), mendapatkan beasiswa PPA, menjadi peserta dalam kegiatan Debat Budaya Antar Mahasiswa 2012 yang diadakan oleh Kemendikbud Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh dan pernah melaksanakan magang di PT. Pegadaian (Persero) Kantor Wilayah I Medan.


(9)

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera…

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan izin dan berkatnya jugalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini meski masih memuat berbagai kekurangan. Adapun judul dari skripsi ini adalah: ―Pola Mengajar Guru (Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan)‖. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berisi kajian yang berdasarkan observasi dan hasil wawancara dengan berbagai pihak terkait dengan pembelajaran di SMPN 10 Medan, khususnya para guru. Skrispsi ini mencoba memaparkan bagaimana bentuk pola mengajar yang digunakan para guru khususnya di sekolah negeri. Pola mengajar itu terlihat dari rangkaian peran dari berbagai pihak serta masalah-masalah yang timbul karena adanya konflik peran. Dalam berbagai permasalahan tersebut, guru menciptakan sendiri solusinya untuk bertahan dan ―menyesuaikan diri‖ dengan situasi dan kondisi yang ada.

Dalam penyelesaian skripsi ini, banyak hal yang menjadi pengalaman baru bagi penulis, baik itu hal yang menyenangkan dan yang tidak. Namun berkat pertolongan dari Tuhan semuanya bisa dilalui.


(10)

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, dukungan, kritikan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu.

Medan, Juni 2014 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan………. Halaman Pengesahan……….

Pernyataan Originalitas………. i

Abstrak……… ii

Ucapan Terima Kasih………... iii

Riwayat Hidup………... vi

Kata Pengantar………... vii

Daftar Isi……….. ix

Daftar Tabel………... xi Daftar Gambar……… xii

Daftar Foto………... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Tinjauan Pustaka………... 6

1.3 Rumusan Masalah………... 12

1.4 Lokasi Penelitian………..……… 13

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 15

1.6 Metode Penelitian………..…….. 16

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Sejarah Pendidikan di Indonesia……….. 20

2.1.1 Awal Terbentuknya Sekolah………... 20

2.2 Sejarah Singkat SMPN 10 Medan………... 20

2.2.1 Awal Berdirinya……….. 26

2.2.2 Visi dan Misi SMPN 10 Medan……..……… 27

2.3 Sarana dan Prasarana SMPN 10 Medan……….. 38

2.4 Prestasi Yang Diraih SMPN 10 Medan……..……... 41

BAB III. KENDALA DAN SOLUSI PARA GURU DALAM MENGAJAR 3.1 Interaksi Antara Guru dan Murid……… 43

3.2 Interaksi Antar Para Guru………... 53

3.3 Interaksi Antara Guru dan Kepala Sekolah..………... 55

3.4 Interaksi Antara Guru dan Orangtua………….... …….. 65

3.5 Guru dan Kurikulum ……….………... 70

3.6 Guru dan Sarana-Prasarana……….... 72

BAB IV. KONSEKUENSI POLA MENGAJAR 4.1 Hubungan Sebab-Akibat Dalam Persekolahan……….. 79


(12)

BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan………. 91 5.2 Saran………... 94 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Hasil Penilaian Badan Akreditasi Sekolah Atas SMPN 10

Medan………... 15

Tabel 2 : Identitas SMPN 10 Medan………...…....……….. 26

Tabel 3 : Nama Guru dan Mata Pelajaran Yang Diajarkannya...…. 37

Tabel 4 : Jumlah Sarana dan Prasana SMPN 10 Medan………….. 38

Tabel 5 : Daftar Inventaris Per Kelas……..………. 39

Tabel 5.1 : Daftar Inventaris Kelas VII………..………. 39

Tabel 5.2 : Daftar Inventaris Kelas VIII………. 40


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Denah Lokasi Alamat SMPN 10 Medan..………….... 29 Gambar 2 : Struktur Kepemimpinan SMPN 10 Medan.………….. 33


(15)

DAFTAR FOTO

Foto 1 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Medan.…….... 28 Foto 2 : Pintu Masuk/Keluar SMPN 10 Medan…....………….. 33

Foto 3 : Himbauan Sekolah………. 30

Foto 4 : Quote Pendidikan……….………. 31

Foto 5 : Aktivitas Siswa Saat Istirahat dan Kantin Sekolah…… 32 Foto 6 : Para Murid Menerima Pengarahan Sebelum Memulai

Olahraga………. 44

Foto 7 : Panggilan-Panggilan Yang Dibuat Murid Untuk Para

Gurunya……… 47

Foto 8 : Suasana Belajar Dalam Ruang Kelas IX-A…………. 48

Foto 9 : Jadwal Piket Siswa……….. 49

Foto 10 : Lahan Tanaman Dari Salah Satu Tim……….. 62 Foto 11 : Area Depan Kelas Turut Dijadikan Lahan Tanaman... 62 Foto 12 : Ekstrakurikuler Paskibra……….. 64


(16)

ABSTRAK

Pricilia Harianja, 2014. Judul Skripsi: Pola Mengajar Guru (Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 95 halaman, 5 tabel, 13 daftar foto, 2 daftar gambar dan 17 daftar pustaka.

Skripsi ini mendeskripsikan: ―Pola Mengajar Para Guru SMPN 10 Medan‖. Kajian ini menjelaskan tentang bagaimana pola mengajar yang diterapkan para guru SMPN 10 Medan. Pola mengajar para guru tidak tercipta begitu saja, melainkan dibentuk juga oleh peranan berbagai pihak dalam

persekolahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian yang berbentuk etnografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui observasi, wawancara kepada berbagai pihak yang terkait dengan masalah penelitian dan didukung oleh konsep dan teori dari berbagai sumber bacaan/pustaka.

Permasalahan yang dibahas adalah hal-hal apa saja yang menjadi masalah para guru dalam mengajar serta bagaimana pula solusinya.

Hasil dan kesimpulannya adalah dalam hubungan guru dengan pihak lain (misalnya anak didik, kepala sekolah, orangtua, dengan sesama guru bahkan dengan dinas pendidikan) tidak selalu berjalan mulus. Konflik peran (terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak) dapat menghasilkan permasalahan. Beberapa contoh dari permasalahan itu adalah, hubungan antara guru dan murid, yang mana secara tidak langsung guru dan sekolah telah mendiskriminasikan murid sehingga menimbulkan kecemburuan di kelompok murid tertentu. Akibatnya mereka tidak lagi simpati dan berminat pada guru dan pelajarannya, bahkan beberapa murid sudah sampai ke tahap menyepelekan guru. Hubungan guru dengan kepala sekolah, yang mana guru memang ―diharuskan‖ harus mengikuti perintah. Begitu juga dengan permasalahan guru dan orangtua, yang mana orangtua selalu menginginkan anaknya masuk ke

kelas pintar dan hubungan guru dan Disdik, yang mana guru hanya bisa

menerima saja segala bentukan kurikulum dan penyediaan fasilitas sarana-prasarana yang kurang memadai. Dalam berbagai permasalahan itu, guru membuat bermacam solusi yang dijadikan alat untuk bertahan atau ―menyesuaikan diri‖ dengan situasi dan kondisi yang ada.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kebudayaan. Pada prinsipnya, kebudayaan dan pendidikan mempunyai nilai-nilai yang perlu dipahami dan diwariskan1. Pendidikan menjadi sebuah rangkaian proses

menyemai benih-benih budaya di masyarakat. Pendidikan mempunyai begitu banyak manfaat bagi manusia, diantaranya adalah untuk menjadikan manusia cerdas dan terampil, menjadikan manusia memiliki budi pekerti yang luhur dan berakhlak mulia, meningkatkan kualitas dan tingkatan hidup manusia. Hal serupa juga tertulis dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Merujuk pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa proses pendidikan berupaya mengamalkan keseluruhan budaya bangsa —walaupun praktiknya di lapangan belum tentu seperti itu— sehingga dengan bersekolah

1

Theodore Brameld dalam Supriyoko (Sistem Pendidikan Nasional dan Peran Budaya Dalam Pembangunan Berkelanjutan). Makalah seminar pembangunan nasional VIII.


(18)

maka generasi muda bukan hanya dibentuk menjadi manusia berpendidikan tetapi juga manusia berbudaya.

Sekolah adalah pranata sosial yang menjadi wujud pendidikan. Banyak pihak yang berperan dan menjadi bagian dari sekolah namun, guru dan murid adalah aktor utamanya. Pendidikan menuntut guru untuk menguasai pengetahuan mengenai bidang studi yang diajarkannya secara menyeluruh dan mendalam. Namun pada kenyataanya masih banyak guru yang kurang kompeten dalam bidangnya. Ada banyak alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pertama, sewaktu masa perkuliahan mereka tidak benar-benar menyukai dan menekuni bidang keguruannya —keguruan dan pendidikan hanya menjadi pilihan kedua, ketiga untuk memasuki perguruan tinggi tertentu. Kedua, beberapa guru mengajarkan bidang studi yang bukan menjadi bidangnya semasa perkuliahan. Contohnya, guru Matematika mengajar bidang studi Fisika. Dengan demikian, muncullah guru-guru penceramah yang membacakan ulang materi pelajaran di depan murid dan kegiatan utama murid hanya mencatat atau mendengarkan saja. Bahkan terkadang menjadi pelaku yang karena ketidak-tahuan atau ketidak-mampuannya menjawab pertanyaan yang ada —terutama yang datang dari murid— maka, akan menjadikan persoalan tersebut sebagai PR (pekerjaan rumah/tugas) bagi murid.

Dewasa ini, banyak murid yang tidak lagi suka bersekolah dan belajar dianggap sebagai hal yang memusingkan, membebani dan sangat membatasi. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang menghalalkan dan menyuburkan


(19)

praktik main uang2 di lingkungan sekolah. Fenomena itu tidak tercipta spontan begitu saja, permasalahannya muncul dari minimnya minat —bahkan mungkin tidak berminat sama sekali— murid untuk belajar. Hal itu yang sebenarnya menjadi tugas awal dan utama guru yakni memancing serta menumbuhkan minat belajar. Namun, yang sering terjadi guru langsung menyodorkan dan

menyuapkan materi pelajaran tanpa murid tahu kenapa mereka perlu belajar itu. Padahal dirasa sangat penting membeberkan alasan-alasan mengapa guru meminta mereka melakukan ini atau itu setiap hari, seperti belajar atau mengerjakan PR contohnya3.

Merosotnya minat belajar murid disebabkan oleh ketidak-mengertian dan ketidak-pahaman murid bahwa pelajaran-pelajaran tersebut adalah bagian dari dirinya —atau yang akan menjadi bagian dirinya— yang disebut pengalaman. Guru melalui pengetahuannya, harus bisa menunjukan korelasi itu. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, guru kurang menguasai bidang studi yang diajarkannya sendiri sehingga guru belum benar-benar siap untuk mengajar apalagi untuk menunjukkan bahwa pelajaran itu penting buat muridnya. Hal tersebutlah yang memunculkan budaya menghapal (bukan memahami) pelajaran. Murid disuruh untuk menghapal saja terus-menerus supaya pelajaran itu terpatri dalam ingatannya, terlepas apakah si murid berminat atau tidak atas pelajaran itu. Lebih mencengangkan lagi apabila si murid tidak berminat tetapi ―dipaksa‖ berminat terhadap bidang studi tersebut. Contohnya, jika tidak

2

Sogokkan, suap, persekongkolan. 3

Rafferty dalam Paul Freire, et.al, Menggugat Pendidikan, alih bahasa Omi Intan Naomi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 67.


(20)

menghapal akan kena rotan pak guru, jika tidak mengerjakan PR akan mendapat Surat Panggilan Orangtua (SPO) atau jika tidak ikut les bidang studi tertentu maka tidak naik kelas. Untuk memicu ―minat‖ tadi, digunakan rasa takut, memanfaatkan ketidaksenangan terhadap apapun yang melemahkan baik yang secara fisik maupun mental.

Merosotnya minat belajar murid sangat berdampak terhadap reformasi pendidikan. Padahal telah banyak upaya yang dilakukan untuk memperbaruhi kualitas guru sekarang ini, tapi pada kenyataannya banyak guru yang tidak suka perubahan. Inginnya kurikulum dan cara mengajarnya tetap seperti yang sudah-sudah. Apabila pendidikan di Indonesia sungguh ingin direformasi, maka harus dimulai dari guru. Pendidikan Indonesia membutuhkan guru yang menghayati pekerjaannya sebagai sebuah panggilan hidup (bakat). Seseorang bisa mengatakan bahwa profesi tertentu merupakan panggilan hidupnya, jika ia merasakan profesi itu merupakan bagian dirinya, ia menikmati perannya dan memberi faedah bagi orang lain. Guru yang menjalankan tugasnya sebagai panggilan hidup secara otomatis akan rela menyediakan banyak waktu, tenaga, dan fikiran bagi perkembangan dan keberhasilan anak didik. Namun, masih banyak guru yang menghayati pekerjaannya sebagai profesi yang sebatas untuk mencari uang. Masih banyak guru yang mengerjakan proyek di mana-mana untuk mencari uang tambahan. Padahal perlu diketahui, kalau seseorang ingin


(21)

menjadi kaya dengan menjadi guru, hal itu jelas keliru. Mereka seharusnya menjadi pembisnis saja dan meninggalkan profesi keguruannya4.

Bukan hanya permasalahan-permasalahan tersebut. Dewasa ini, antara murid guru telah terjadi krisis kepercayaan. Yang dibutuhkan dalam persekolahan

adalah peneladanan. Peneladanan ini disebut pula sebagai pembelajaran sosial

(social learning). Bentuk krisis kepercayaan yang terjadi adalah murid tidak lagi menganggap guru sebagai sosok yang disegani, digugu dan ditiru. Banyak guru yang mengajarkan tentang pentingnya kejujuran padahal kenyataannya, beliau merupakan pelaku yang turut melanggengkan praktik main uang tadi. Hal tersebut menyebabkan murid menjadi sepele dengan guru dan tidak mempercayai lagi apa yang dikatakan guru adalah hal baik dan benar untuk dilakukan.

Permasalahan pendidikan bukan hanya terjadi dalam hubungan antar murid dan guru, lebih luas dari itu yakni dalam hubungan antar guru dan kurikulum. Sebagus apa pun kurikulumnya jika guru tak mampu memahaminya, maka akan menjadi beban bagi guru. Sebaliknya, sesederhana apa pun kurikulumnya jika benar-benar dipahami guru, maka akan menjadi

kompas baginya. Persoalannya, tidak semua guru memahami dan menangkap makna kurikulum secara keseluruhan. Ada guru yang dengan mudah dapat memahami makna seluruh ketentuan yang termuat dalam kurikulum, dan dengan mudah dapat merefleksikannya dalam pengajaran yang menarik.

4

Paul Suparno dalam Widiastono Pendidikan Manusia Indonesia (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2004), hal. 126.


(22)

Namun, ada juga guru-guru yang kemampuan teoritis dan praktiknya terbatas sehingga sulit memahami maksud dan tujuan dalam kurikulum. Bukan sebatas di pihak guru, dari kurikulum sendiri terkadang turut menimbulkan persoalan. Kurikulum seharusnya disusun dengan memberikan ―ruang gerak‖ yang sedikit

longgar kepada para guru. Guru tidak perlu terlalu terikat terhadap pakem-pakem pengajaran yang ditawarkan kurikulum sehingga guru mampu berimprovisasi dalam proses belajar-mengajar. Kurikulum yang diperbarui hendaknya memungkinkan guru mengajarkan suatu materi pada berbagai taraf kecanggihan dan melalui berbagai jenis penyampaian (modes of delivery). Dengan demikian, guru merasa lebih nyaman, percaya diri dan menikmati proses pengajaran.

Mengetahui begitu banyaknya permasalahan-permasalahan pendidikan yang tidak terlepas dari peran guru, maka membuat penulis tertatik untuk mengkaji bagaimana pola mengajar para guru di sekolah khususnya di SMPN 10 Medan.

1.2. Tinjauan Pustaka

Ralph Linton (1962:29) mendefenisikan kebudayaan adalah seluruh pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu kelompok tertentu. Dalam pengertian tersebut ada kata ―diwariskan‖, diwariskan berarti memiliki muatan diteruskan. Dalam prosesnya, pewarisan itu akan dilakukan melalui sosialiasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, disadari maupun tidak disadari.


(23)

Pendidikan merupakan kebudayaan manusia yang ada di setiap kelompok (masyarakat). Pendidikan adalah proses sosial yang dijadikan alat dan sarana mempertahankan keberlangsungan kelompok (masyarakat) tersebut. Pendidikan itu sebagai suatu proses (verb) dan sekaligus suatu hasil (noun)5. Tolstoy (dalam Freire, 2004:491) menyebutkan pada dasarnya pendidikan tidak mempunyai sasaran puncak di luar pendidikan itu sendiri. Tujuannya semata-mata hanya berasal dari prosesnya dan istilah terbaik untuk menyebutnya adalah pemahaman. Namun seiring perkembangan zaman masa kini, pendidikan tidak lagi dipandang sebatas untuk memahami, tetapi ada pencapaian lain yang diharapkan dari itu atau bahkan mungkin bukan

memahami itu yang menjadi tujuan. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Aristoteles (dalam Freire, 2004:491) yang beranggapan bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk membantu mencapai kehidupan yang baik, kebahagiaan dan keadaan yang final. Pola fikir seperti inilah yang terbentuk di tengah masyarakat Indonesia kini.

Persepsi terhadap pendidikan (bersekolah) telah berubah. Hakikatnya bersekolah itu untuk memperoleh ilmu dengan cara memahami berbagai macam pengetahuan yang diberikan. Namun kini, bersekolah itu bukan sekedar untuk

belajar tapi ada nilai-nilai utilitarian lain yang menjadi fokusnya, misalnya untuk mencapai profesi tertentu. Keluarga (khususnya orangtua) turut berperan dalam pembentukan realitas ini. Keluarga merupakan lingkungan belajar

5

H.A.R Tilaar, Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), hal. 28.


(24)

informal yang pertama dan yang paling utama dalam proses sosialisasi anak. Di dalam keluarga, anak akan diajarkan pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan untuk pertama kalinya. Orangtua akan mulai memberikan motivasi kepada anaknya agar mau mempelajari pola fikir, perilaku atau apa saja yang mereka anggap benar (transmisi kebudayaan). Orangtua ―mengontrol‖ anak harus seperti apa dan bagaimana, sehingga dalam prosesnya diupayakan tidak

melenceng dari apa yang diharapkan. Bagi orangtua, ada keinginan yang tidak bisa mereka capai secara langsung. Misalnya, agar si anak menjadi dokter — apabila si anak turut berkeinginan menjadi dokter pula—, orangtua tidak bisa langsung menjadikan anak tersebut menjadi dokter, sebab ada proses yang harus dilalui dan ditamatkan oleh lembaga pendidikan formal yang sah yang disebut sekolah. Dengan kata lain, orangtua memberikan kepercayaan kepada sekolah untuk membentuk anaknya —dan dianggap akan sesuai harapan. Namun, mungkin/bisa saja sekolah merupakan media yang dijadikan orangtua sebagai alat penegasan dan pengukuhan atas apa yang mereka inginkan terhadap anaknya itu adalah benar dan tepat, terutama di hadapan anak itu sendiri —jika seandainya si anak tadi tidak ingin jadi dokter. Sekolah adalah lembaga yang menjadi tempat didikan bagi anak —selain keluarga tentunya. Sekolah merancang pembelajaran anak (murid) di bawah pengawasan guru. Guru merupakan salah satu komponen primer di dunia pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan Keputusan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara, guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk


(25)

melaksanakan pendidikan di sekolah. Tugas-tugas pokok guru adalah mencari cara menjadikan bahan pelajaran bermakna bagi murid, memberi motivasi belajar dan menyediakan kepuasan belajar sehingga persekolahan murid akan menyenangkan baginya6.

Namun, tugas guru tidak hanya sekedar mengajarkan mata pelajaran (bersifat formal) tetapi guru juga berperan dalam mengajarkan akhlak, moral dan budi pekerti (bersifat informal). Menurut Thomas Lickona (dalam Tilaar, 2002:76), guru haruslah menjadi seorang model dan sekaligus menjadi mentor murid dalam mewujudkan nilai-nilai moral di dalam kehidupan di sekolah. Dengan demikian, seharusnya proses pendidikan di sekolah bukan semata hanya proses belajar-mengajar mata pelajaran dalam kurikulum tetapi lebih merefleksikan segala aspek yang menjadi visi suatu masyarakat yang akan diwujudkan oleh generasi penerusnya7―khususnya dalam hal akhlak, moral dan budi pekerti tadi.

Mengingat pentingnya peranan guru terhadap perkembangan peserta didik, terkadang guru mengintervensi terlalu jauh terhadap pembelajaran murid. Proses pendidikan masih berupa proses pembentukan anak menurut konsepsi tentang ―manusia ideal‖ di benak guru maupun orangtua. Apa yang dipelajari di sekolah seharusnya menyiapkan murid untuk menghadapi realitas di dunia. Dirasa terlalu berlebihan jika anak hanya diajarkan dan dipersiapkan untuk

6

Tolstoy dalam Paul Freire, et.al, Menggugat Pendidikan, alih bahasa Omi Intan Naomi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 492.

7


(26)

memasuki peran atau profesi tertentu untuknya —lagi-lagi berdasarkan keinginan orangtua dan guru. Dengan memahami hal tersebut, seharusnya juga tidak ada lagi bidang-bidang studi yang disakralkan atau tidak ada stigma bidang studi tertentu dianggap lebih penting dibanding yang lain. Bahkan tidak perlu ada persepsi seperti, guru mata pelajaran bahasa Jerman jauh lebih

bergengsi daripada guru mata pelajaran bahasa Indonesia, karena pada dasarnya setiap apa pun bidang studinya (basic) memiliki nilai-nilai penting dan keunggulannya masing-masing serta tidak bisa disubstitusi..

Guru sebagai pengajar membantu perkembangan intelektual, afektif dan psikomotorik, melalui cara menyampaikan pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan afektif dan keterampilan. Pada waktu guru menyampaikan pengetahuan, memberi nasihat dan motivasi, tidak mungkin terlepas dari upaya mendewasakan muridnya, dan upaya tersebut diwujudkan salah satunya melalui proses mengajar di ruangan kelas8. Upaya pendewasaan itu dilakukan untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Hasil Penelitian Pusat Informatika Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa guru yang berkualitas seharusnya mampu menghasilkan peserta didik yang berkualitas9. Kualitas kerja para guru juga merupakan indikasi dari adanya komitmen guru yang tinggi atas nilai keprofesionalannya sebagai pendidik. Dalam UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 1) disebutkan bahwa guru adalah

8

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2005), hal. 252.

9

Sumber elektronik: ―pendidikan dan kebudayaan‖


(27)

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru yang profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugasnya, yang ditandai dengan keahliannya dalam mengajar dan mendidik. Keahlian tersebut juga turut terlihat dari berbagai bentuk apresiasi misalnya, sertifikasi, lisensi atau penghargaan dari pihak lain yang juga berkutat dalam dunia pendidikan. Hal tersebut juga jelas dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2008 tentang guru. Di dalamnya disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademi, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Dalam tugasnya untuk mengajar, guru berarti harus berupaya menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh murid. Mengajar bukan aktivitas yang dilakukan sekali saja, melainkan berulang-ulang dan membentuk pola-pola tertentu. Bukan hanya guru dengan aktivitas mengajarnya saja, sejumlah orang atau pelaku yang berbeda-beda juga melakukan praktik sosialnya di sekolah dari hari ke hari —baik yang secara langsung maupun tidak langsung— dan turut mempengaruhi pengajaran10. Dengan kata lain, guru bukan satu-satunya pihak

10

Fikarwin Zuska, Membangun Kultur Akademis Di Sekolah Dengan Menimbang Relasi Kuasa Antar Murid, Pendidik dan Masyarakat Di Kota Medan (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2009), hal.24.


(28)

yang membentuk pola pengajaran itu seperti apa dan bagaimana, tetapi ada intervensi berbagai pihak dengan kepentingannya masing-masing. Baik itu dari pemerintah yang diwakilkan oleh Dinas Pendidikan melalui kurikulum dan kebijakan lainnya, kepala sekolah, orangtua murid, masyarakat di sekitar sekolah bahkan pihak-pihak lain yang terkait dengan persekolahan. Dengan demikian, pola pengajaran itu dikonstruksikan oleh mereka-mereka yang berpartisipasi di dalamnya. Konstruk atau cara individu mempersepsikan, memaknai dan mendefenisikan kehidupan sehari-hari itulah yang akan menentukan format kehidupan nyata di dalam persekolahan. Bagaimana individu yang bergerak dalam dunia pendidikan itu memahami, mengkonstruk, memaknai dan mengkonsepsi realitas di sekitarnya itulah yang akan dikaji. Namun konstruk yang ada tidak terbentuk begitu saja, ada ―struktur‖ yang turut ikut menciptakan. Struktur merupakan seperangkat hubungan yang menjalin keterkaitan individu-individu dalam kelompok11. Keterkaitan itu dihasilkan oleh adanya peranan-peranan yang dimainkan oleh tiap individu dalam hubungan mereka satu sama lain. Struktur itulah yang menjadi acuan sekaligus batasan bagi setiap pelakon. Struktur itu tidak bersifat statis melainkan dinamis, sesuai dengan perubahan-perubahan kepentingan (kekuasan) dari para pelakon

dan intervensinya dalam persekolahan tersebut.

11

Radcliffe-Brown dalam Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis MengenaiParadigma (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005), hal. 170.


(29)

1.3. Rumusan Masalah

Perumusan masalah memerlukan adanya pembatasan masalah. Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan di bab sebelumnya, secara spesifik permasalahan dari penelitian ini adalah pola mengajar yang diterapkan para guru SMPN 10 Medan.

Penulis merumuskan masalah ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: Hal-hal apa saja yang menjadi kendala para guru SMPN 10 Medan dalam mengajar dan apa pula solusi yang mereka gunakan.

1.4. Lokasi Penelitian

Pada awalnya saya (penulis) memilih SMPN 3 Medan sebagai lokasi penelitian karena menurut data dari Dinas Badan Akreditasi Sekolah Provinsi Sumut menunjukkan bahwa SMPN 3 Medan merupakan SMP dengan nilai tertinggi berdasarkan tenaga pendidik dan kependidikannya, yakni dengan skor 93,06. Namun pada akhirnya saya harus mengganti lokasi penelitian ke SMPN 10 Medan. Ada pun alasan yang melatarbelakangi saya untuk mengalihkan lokasi penelitian yakni, saya tidak diberikan kepastian tanggal berapa dan kapan waktunya dapat memulai penelitian. Dua minggu sebelum melaksanakan Seminar Proposal, saya datang ke sekolah tersebut bersama beberapa alumnus dari SMPN 3 Medan yang merupakan teman baik saya. Sesampainya disana, saya mengutarakan maksud kedatangan saya untuk meminta izin melaksanakan penelitian di SMPN 3 Medan. Mereka menyetujui dan memberikan izin,


(30)

dengan syarat harus menunjukkan surat izin resmi penelitian dari Fakultas (FISIP). Saya menerima surat izin penelitian sekitar 2 minggu setelah saya Seminar Proposal. Kemudian saya datang kembali ke SMPN 3 Medan untuk memberikan surat tersebut, tetapi mereka mengatakan bahwa saya belum dapat memulai penelitian dikarenakan siswa kelas IX (9) masih melaksanakan UAS dan mereka takut hal itu bisa mengganggu dan menyuruh saya agar datang kembali setelah UAS selesai. Tiga minggu kemudian, saya datang kembali ke SMPN 3 untuk menanyakan kapan saya dapat memulai penelitian saya. Mereka memberikan pernyataan bahwa saya belum dapat memulai penelitian karena siswa kelas IX sedang sibuk persiapan UAN dan saya bisa memulai penelitian setelah UAN selesai. Saya mulai ragu menerima alasan-alasan yang dilontarkan oleh pihak sekolah. Apalagi surat izin penelitian tersebut, urung mereka terima dengan mengatakan, ―kamu pegang saja dulu, nanti diberikan kalau kamu sudah mulai penelitian‖. Jika saya menunggu sampai siswa IX selesai UAN,

saya berfikir bahwa itu menyia-nyiakan waktu yang panjang, ditambah lagi jika selesai UAN maka anak kelas IX tidak lagi masuk sekolah. Disamping itu, setelah UAN maka anak kelas VII (7) dan VIII (8) akan mulai ujian semester. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, saya memilih untuk mengalihkan lokasi penelitian saya ke SMPN 10 Medan. Saya memilih SMPN 10 Medan sebagai lokasi penelitian sebab interval (jarak selisih) skornya yang tidak terlampau jauh dari skor SMPN 3 Medan —tentunya berdasarkan kategori Standar Tenaga Pendidik dan Kependidikan. Selain itu, saya memilih SMPN 10


(31)

Medan juga karena saya merasa lebih mampu dan sudah dekat dengan banyak pihak dari sekolah tersebut.

Berdasarkan data dari Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah Provinsi Sumatera Utara (website resminya) menunjukkan bahwa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 10 Medan menjadi salah satu sekolah negeri dengan nilai terbaik dalam kualitas standar tenaga pendidik dan kependidikannya yakni dengan skor 89.

Tabel 1

Hasil Penilaian oleh Badan Akreditasi Sekolah atas SMPN 10 Medan

Sumber: http://www.bansm.or.id/provinsi/sumaterautara/akreditasi/ view/18635 (diakses 25 Maret 2014)

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengungkap dan mengetahui pola mengajar para guru di SMPN 10 Medan.


(32)

Adapun manfaat akademis yang hendak diberikan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menambah wawasan keilmuwan mengenai bagaimana terbentuknya pola-pola mengajar para guru di sekolah terutama di sekolah negeri. Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pembaca sebagai informasi dalam bidang pendidikan, selain itu hasil penelitian ini dapat menjadi kritik dan saran bagi Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Medan agar selanjutnya dapat berkembang ke arah yang lebih baik lagi.

1.6. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian yang berbentuk etnografi. Bogdan dan Taylor (1992:21) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif diharapkan mampu menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif. Menurut Spradley (1997:10) metode etnografi adalah sebuah metode khusus atau kumpulan metode-metode yang di dalamnya meliputi, melihat, mendengar dan ikut berpartisipasinya etnografer dengan masyarakat/kelompok yang diteliti. Hal ini dimaksudkan agar dapat memahami sudut pandang mereka. Tidak hanya mempelajari masyarakat/kelompok, lebih dari itu etnografer dituntut untuk belajar dari masyarakat. Dengan demikian, maka saya


(33)

berinteraksi langsung dengan informan untuk mendapatkan segala informasi untuk penelitian ini.

Saya datang dan meminta izin untuk melaksanakan penelitian di SMPN 10 Medan pada tanggal 27 Maret 2014 sekitar jam 09.00 Wib. Pada saat itu Wakil Kepala Sekolah sedang tidak berada di tempat sehingga saya disuruh oleh pegawai administrasi untuk langsung saja datang menemui Kepala Sekolah di dalam ruangan. Saat saya masuk dan mengutarakan maksud kedatangan saya, Bapak Rajo (Kepsek) menanyai saya beberapa hal yaitu, seperti apa pola pengajaran yang saya ingin tahu, apa manfaat penelitian saya untuk sekolah, siapa saja yang akan saya tanyai sampai bagaimana cara saya mendapatkan informasi. Ketika saya mengatakan bahwa saya menggunakan teknik wawancara, beliau memberikan saran agar saya membuat angket saja. Menurut beliau, jikalau saya membuat angket maka jangkauan informan saya lebih banyak dan lebih mudah menggeneralisirnya. Awalnya saya menolak, karena penelitian saya kualitatif sehinggga penting bagi saya mengetahui jawaban lebih lanjut atas apapun yang disampaikan informan, melihat langsung bagaimana ekspresi informan ketika menjawab dan saya khawatir kalau informan salah menafsirkan pertanyaan yang saya buat jika menggunakan angket. Namun, bapak itu tetap menyarankan demikian dan menunjukkan beberapa lembar kertas, yang mana ada beberapa kategori seperti penguasaan materi, pengelolaan kelas, pengelolaan waktu, teknik bertanya, pengelolaan papan tulis, dsb. Kemudian beliau mengatakan bahwa saya bisa membuat pertanyaan untuk angket berdasarkan kategori-kategori tersebut dan jikalau


(34)

nanti saya tidak menggunakan angket tersebut, itu bukan masalah, ―hanya

sekedar saran dari bapak saja”, kata bapak itu sambil tersenyum. Akhirnya saya pun menerima saran bapak itu. Namun saya tidak menjadikan angket tersebut sebagai patokan, tetapi saya mengakui bahwa itu cukup membantu saya dalam mengetahui gambaran awal seperti apa pemikiran mereka dan dengan itu menolong saya dalam membuat pertanyaan-pertanyaan wawancara yang lebih mendalam untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci dan akurat. Saat saya hendak pulang, salah seorang guru bernama Ibu Rotua (guru olahraga) yang merupakan teman dari orangtua saya menanyakan apa tujuan saya datang ke sekolah dan saya pun menceritakan padanya. Kemudian ibu itu menawarkan agar saya menyebar angket di kelas-kelas pada saat jam pelajarannya saja, sambil saya menyebar angket, saya juga bisa sambil mewawancarai murid-murid tiap kelas. Saya pun menerima tawaran ibu itu dengan senang hati. Dua hari kemudian, saya membawa 75 lembar angket untuk disebar ke beberapa kelas. Saya memilih kelas-kelas yang dianggap unggulan secara akademik, yang dianggap murid-muridnya berkelakuan baik —tentunya berdasarkan versi guru— dan kelas-kelas yang berbanding terbalik dengan itu.

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dan berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Pengumpulan data yakni dilakukan dengan cara:


(35)

 Observasi

Observasi (pengamatan) merupakan salah satu metode yang digunakan dalam penelitian ini. Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipan. Teknik ini saya lakukan dengan cara mengamati semua aktivitas yang dilakukan di sekolah. Saya ikut melibatkan diri secara langsung dalam beberapa kegiatan yang dilakukan, terutama saat proses belajar-mengajar di ruangan kelas. Hal ini dilakukan untuk mendapakan gambaran tentang pola mengajar para guru di SMPN 10 Medan.

 Wawancara

Saya menggunakan teknik wawancara terbuka dan wawancara mendalam (indepth interview) untuk mendapatkan data dari informan. Observasi serta wawancara terbuka dan indepth interview terhadap informan bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lengkap dan valid terhadap permasalahan yang diteliti. Subjek atau pun orang yang akan dijadikan informan diantaranya adalah murid, guru, orangtua dan pihak-pihak lain yang dianggap terkait dengan proses belajar-mengajar di SMPN 10 Medan. Saya juga menggunakan alat bantu dalam wawancara, diantaranya adalah alat rekam suara dan camera.

2. Data Sekunder

Data-data sekunder yang saya gunakan bersumber dari buku, majalah, jurnal, artikel (baik di media cetak maupun elektronik), internet dan hasil-hasil


(36)

penelitian sebelumnya yang dapat dianggap sinkron dan relevan dengan pembahasan dalam penelitian ini.

BAB II

GAMBARAN UMUM SMPN 10 MEDAN

2.1. Sejarah Pendidikan di Indonesia 2.1.1. Awal Terbentuknya Sekolah

Sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda

Dahulu, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi penduduk Hindia Belanda —cikal bakal Indonesia— meskipun tentu saja terbatas bagi kalangan tertentu saja. Masyarakat Hindia Belanda dibagi menjadi beberapa golongan, sehingga sekolahnya juga dipisahkan. Secara umum sistem pendidikan khususnya sistem persekolahan didasarkan pada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) sosial yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu12. Terdapat sekolah untuk orang kulit putih (European), orang Timur asing (Vreemde Oosterlingen, termasuk Cina, Arab dan India) dan orang-orang Bumi Putera (Inheemschen).

12


(37)

penelitian sebelumnya yang dapat dianggap sinkron dan relevan dengan pembahasan dalam penelitian ini.

BAB II

GAMBARAN UMUM SMPN 10 MEDAN

2.1. Sejarah Pendidikan di Indonesia 2.1.1. Awal Terbentuknya Sekolah

Sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda

Dahulu, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi penduduk Hindia Belanda —cikal bakal Indonesia— meskipun tentu saja terbatas bagi kalangan tertentu saja. Masyarakat Hindia Belanda dibagi menjadi beberapa golongan, sehingga sekolahnya juga dipisahkan. Secara umum sistem pendidikan khususnya sistem persekolahan didasarkan pada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan (kelas) sosial yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu12. Terdapat sekolah untuk orang kulit putih (European), orang Timur asing (Vreemde Oosterlingen, termasuk Cina, Arab dan India) dan orang-orang Bumi Putera (Inheemschen).

12


(38)

1) Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs) pada hakikatnya merupakan tingkatan sekolah dasar —sekarang disebut Sekolah Dasar (SD)— dengan mempergunakan sistem pokok yaitu:

 Sekolah rendah dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.

a) Sekolah rendah Eropa - ELS (Europese Lagere School), yaitu sekolah rendah untuk anak-anak keturunan Eropa atau anak-anak turunan Timur asing atau Bumi putra dari tokoh-tokoh terkemuka. Didirikan pada tahun 1818 dan masa sekolah selama tujuh tahun.

b) Sekolah Cina Belanda - HCS (Hollands Chinese School), yaitu suatu sekolah rendah untuk anak-anak keturunan Timur asing, khususnya keturunan Cina. Didirikan pada tahun 1908 dan masa sekolah selama tujuh tahun.

c) Sekolah Bumi Putra Belanda - HIS (Hollands Inlandse School), yaitu sekolah rendah untuk golongan penduduk Indonesia asli. Pada umumnya disediakan untuk anak-anak golongan bangsawan atau pegawai negeri. Didirikan pada tahun 1914 dan masa sekolah selama tujuh tahun.

 Sekolah rendah dengan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar.

a) Sekolah Bumi Putra kelas II (Tweede Klasee). Sekolah ini disediakan untuk golongan bumi putra. Dengan masa sekolah selama tujuh tahun.


(39)

b) Sekolah Desa (Volks School). Disediakan bagi anak-anak golongan bumi putra. Didirikan pada tahun 1907 dan masa sekolah selama tiga tahun.

c) Sekolah Lanjutan (Vorvolg School). Lamanya dua tahun merupakan kelanjutan dari sekolah desa, juga diperuntukan bagi anak-anak golongan bumi putra. Didirikan pada tahun 1914.

Disamping sekolah dasar tersebut, masih terdapat sekolah khusus untuk orang Ambon seperti Ambonsche Burgerschool. Ada juga sekolah dasar khusus lain yang diperuntukkan bagi anak-anak dari golongan bangsawan yang disebut Sekolah Raja (Hoofdens School). Sekolah ini mula-mula didirikan di Tondano pada tahun 1865 dan 1872 dan kemudian diintegrasi ke ELS atau HIS.

2) Pendidikan Lanjutan/Pendidikan Menengah

Sekolah kelanjutan dari sekolah rendah disebut MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) —sekarang disebut SMP—. Sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah rendah yang berbahasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat tahun. Didirikan pada tahun 1914 dan diperuntukan bagi golongan bumi putra dan timur asing.

AMS (Algemene Middelbare School) adalah sekolah menengah umum kelanjutan dari MULO, berbahasa Belanda dan diperuntukan golongan bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan didirikan tahun 1915. AMS ini terdiri dari dua jurusan (afdeling = bagian). Bagian A (pengetahuan


(40)

kebudayaan) dan Bagian B (pengetahuan alam). Pada zaman jepang disebut sekolah menengah tinggi, dan sejak kemerdekaan disebut SMA.

Sistem Pendidikan Awal Kemerdekaan dan Orde Lama

Segera setelah kemerdekaan, para pemimpin Indonesia menjadikan pendidikan sebagai hak setiap warga negara, mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tujuan nasional. Tidak berbeda dengan pada masa kolonialisme Belanda, pemerintah masih tetap juga membagi tingkatan pendidikan menjadi Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Perguruan Tinggi. Pada awal kemerdekaan, pembelajaran di sekolah-sekolah lebih ditekankan pada semangat nasionalisme dan membela tanah air.

Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Orde Baru --- Sekarang

Tidak jauh berbeda, pada masa Orde Baru hingga sekarang tidak ada perbedaan dalam pembagian tingkatan pendidikan.

Pendidikan anak usia dini

Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk


(41)

membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Dari usia 3 sampai 4 atau 5 tahun, anak-anak Indonesia umumnya memasuki taman kanak-kanak. Pendidikan ini sebenarnya tidak wajib bagi warga negara Indonesia, tujuan pokoknya adalah untuk mempersiapkan anak didik memasuki sekolah dasar. Dari 49.000 taman kanak-kanak yang ada di Indonesia, 99,35% diselenggarakan oleh pihak swasta13. Periode taman kanak-kanak biasanya dibagi ke dalam "Kelas A" (atau Nol Kecil) dan "Kelas B" (atau Nol Besar), masing-masing untuk periode satu tahun.

Pendidikan dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) yaitu Sekolah Dasar (SD) selama 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama 3 tahun. Pendidikan dasar merupakan Program Wajib Belajar. Anak-anak berusia 6–11 tahun memasuki Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI). Tingkatan pendidikan ini adalah wajib bagi seluruh warga negara Indonesia berdasarkan konstitusi nasional. Tidak seperti taman kanak-kanak yang sebagian besar di antaranya diselenggarakan pihak swasta, justru sebagian besar sekolah dasar diselenggarakan oleh sekolah-sekolah umum yang disediakan oleh negara —disebut "sekolah dasar negeri" atau "madrasah ibtidaiyah negeri"—. Setelah menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) maka

13

Sumber elektronik: ―Statistik Pendidikan RI 2004-2005‖


(42)

dilanjutkan dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs). Sekolah menengah pertama merupakan suatu tahap peralihan dari sekolah dasar, dan disisi lain merupakan peralihan untuk memasuki tahap pendidikan yang lebih tinggi. Pada tahap ini akan terjadi apa yang dinamakan tahap penelusuran bakat dan oleh karena itu pada tahap ini sangat diperlukan adanya bimbingan dan penyuluhan. Para siswa dapat memilih untuk memasuki SMP atau MTs selama tiga tahun dan biasanya kisaran usia 12-14. Setelah tiga tahun dan tamat, para siswa dapat meneruskan pendidikan mereka ke sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), atau Madrasah Aliyah (MA).

Pendidikan menengah

Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) selama 3 tahun waktu tempuh pendidikan. Di Indonesia, pada tingkatan ini terdapat tiga jenis sekolah, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan

Madrasah Aliyah (MA). Siswa SMA dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi, sedangkan siswa SMK dipersiapkan untuk dapat langsung memasuki dunia kerja nyata. Madrasah Aliyah pada dasarnya sama dengan sekolah menengah atas, tetapi porsi kurikulum keagamaannya (dalam hal ini Islam) lebih besar dibandingkan dengan sekolah menengah atas.


(43)

Pendidikan tinggi/perguruan tinggi

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi di Indonesia dibagi ke dalam dua kategori: yakni negeri dan swasta. Keduanya dipandu oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan tinggi: misalnya universitas, sekolah tinggi, institut, akademi, dan politeknik.

2.2. Sejarah singkat SMPN 10 Medan

2.2.1. Awal berdirinya

SMPN 10 Medan dibangun pada tanggal 21 Maret 1963, pada saat itu masih bernama SMPN 8 Medan. Peresmiaan pergantian SMPN 8 menjadi SMPN 10 terjadi pada tahun 1998, pada saat itu sekolah masih dikepalai oleh bapak RM Sinulingga dan wakilnya bapak Pawing Tarigan. Adanya pergantian tersebut disebabkan oleh kebijakan otonomi daerah serta proyek pemekaran kabupaten dan kota di Indonesia pada akhir masa pemerintahan Orde Baru, termasuk di Sumut.


(44)

Adapun identitas sekolah dari SMPN 10 Medan, yakni: Tabel 2

Identitas SMPN 10 Medan 1 Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) 10210959

2 Penyelenggara Sekolah Negara

3 Status Milik Negara/Sekolah Negeri

4

Alamat Sekolah Kecamatan Kode Pos Nomor Telepon

Jamin Ginting KM. 4,5 Padang Bulan, Medan Medan Baru

20156 061-8211989

5 Kurikulum yang digunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

6

Jumlah Rombongan Belajar (Rombel) Kelas VII (VII-A, VII-B … , VII-O) Kelas VIII (VIII-A, VIII-B … , VIII-M) Kelas IX (IX-A, IX-B … , IX-J)

38 Rombel 15

13 10

Sumber: Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Medan tahun 2013/2014

2.2.2. VISI dan Misi SMPN 10 Medan

Visi : Unggul dalam presatasi dan berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berbudaya, merupakan kebanggaan berdasarkan Iman dan Taqwa.

Misi :

A. Melaksanakan pembelajaran secara efektif, sehingga dapat berkembang secara optimal dengan potensi yang dimilikinya.

B. Meningkatkan kinerja Guru dan Pegawai sehingga proses belajar-mengajar dapat dioptimalkan.


(45)

D. Menumbuh-kembangkan seluruh warga sekolah mampu melaksanakan Reduce, Reuse, Recycle dan Pengomposan.

E. Menjadikan sekolah yang asri.

F. Melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaannya.

G. Menumbuh-kembangkan seluruh warga sekolah, dalam potensi kegiatan Ekstra Kurikuler.

Foto 1

Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Medan


(46)

Foto 2

Pintu Masuk/Keluar SMPN 10 Medan

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 1

Denah Lokasi Alamat SMPN 10 Medan


(47)

Sebagai sekolah yang berada di tengah kota, SMPN 10 Medan mampu menciptakan suasana lingkungan sekolah yang asri dan sejuk. Dapat dilihat melalui foto bahwa cukup banyak pepohonan besar yang berada di sisi-sisi lapangan sekolah. Pihak sekolah menyampaikan bahwa banyaknya tanaman di SMPN 10 Medan merupakan realisasi dari 2 misi sekolah yakni, ― menumbuh-kembangkan seluruh warga sekolah mampu melaksanakan Reduce, Reuse,

Recycle dan Pengomposan” dan ―mewujudkan sekolah asri‖. Letak/lokasi dari

SMPN 10 Medan juga tidak terlalu dekat dengan jalan raya utama (JL. Jamin Ginting) sehingga untuk sampai ke lokasi harus menghabiskan waktu sekitar 10 menit jika berjalan kaki. Sekalipun jalan untuk mencapai sekolahnya tergolong jalan sempit namun masih bisa dilewati oleh kendaraan seperti sepeda motor dan mobil, akan tetapi jika ada 2 mobil yang datang dari berlawanan arah maka salah satunya harus mengalah dengan cara mundur (atrack off) atau masuk ke halaman rumah warga untuk sementara. Gerbang sekolah SMPN 10 medan juga sedikit menjorok ke dalam dan anak-anak yang diantar oleh orangtuanya akan menurunkan anaknya di ujung gang kecil sebelum gerbang. Di depan gerbang itulah setiap paginya akan ada guru yang menyambut para murid yang datang ke sekolah. Mereka menyebut aksi itu ―salam-salam‖.


(48)

Foto 3 Himbauan Sekolah

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Hampir di tiap sisi dari dinding sekolah pasti terdapat himbauan-himbauan, beberapa diantaranya seperti yang di foto. Himbauan-himbauan tersebut ditujukan oleh seluruh warga sekolah, namun terutama untuk para siswa.


(49)

Foto 4 Quote Pendidikan

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Di setiap koridor tepatnya di langit-langit sekolah terdapat quote-quote yang bersifat mendidik. Bahkan jarak tiap quote hanya sekitar 3 langkah. Pihak sekolah mengungkapkan bahwa ini merupakan salah satu upaya sekolah untuk mengsugesti tiap warga sekolah khususnya para murid selain itu hal-hal serupa seperti ini juga merupakan wujud dari misi sekolah yakni ―memotivasi siswa

berkarakter”. Bukan hanya berguna untuk mengsugesti para murid, quote ini dijadikan sebagai penghias langit-langit koridor sekolah supaya tidak polos dan kosong begitu saja.


(50)

Foto 5

Aktivitas Siswa Saat Jam Istirahat dan Kantin Sekolah

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Saat bel tanda istirahat berbunyi, kebanyakan siswa akan berhamburan keluar kelas. Ada yang duduk-duduk di bawah pohon sambil saling bertukar cerita, ada yang ke perpustakaan, ada yang pergi ke toilet, ada juga yang tetap berada di kelas dan lain sebagainya. Namun, lebih banyak yang langsung bergegas menuju kantin sekolah. SMPN 10 Medan memiliki 5 kantin yang dikelola oleh penjaga sekolah dan orang luar namun tetap dengan izin sekolah. Dari ke-5 kantin yang ada, kantin Popeye (yang ada di foto) selalu menjadi kantin paling ramai didatangi ketika jam istirahat. Bukan hanya siswa, terkadang ada juga beberapa guru yang ikut berjajan ria ke kantin, namun biasanya guru lebih banyak meminta tolong menitip dibelikan jajanan pada anak murid.


(51)

Gambar 2

Struktur kepemimpinan SMPN 10 Medan

Tugas dan Kewajiban: 1. Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah penanggung jawab atas pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Adapun beberapa tugas dari Kepsek yakni:

 Merumuskan, menetapkan dan mengembangkan visi dan misi sekolah.

 Merumuskan, menetapkan dan mengembangkan tujuan sekolah.  Membuat Rencana Kerja Sekolah (RKS) dan Rencana Kegiatan


(52)

 Memutuskan dan mengawasi jadwal pelaksanaan kegiatan sekolah per semester dan Tahunan.

 Mengevaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan, dengan kata lain memantau kinerja guru.

 Menyusun Laporan Hasil Penilaian Kinerja untuk disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan.

2. Wakil Kepala Sekolah

Wakil Kepala Sekolah adalah untuk membantu Kepala Sekolah. Adapun beberapa tugas dan Wakil Kepala Sekolah yakni:

 Membantu tugas Kepala Sekolah sesuai dengan tugas bidangnya.

 Mewakili Kepala Sekolah bila berhalangan.

Dalam praktiknya, Wakil Kepala Sekolah akan dibantu oleh Pembantu Kepala Sekolah I bidang kurikulum, Pembantu Kepala Sekolah II bidang administrasi peralatan, Pembantu Kepala Sekolah III bidang kesiswaan dan Pembantu Kepala Sekolah IV bidang Humas.

3. Pembantu Kepala Sekolah (PKS) I Bidang Kurikulum Tugas dari PKS I bidang kurikulum adalah:

 Menyususn program pengajaran (Program Tahunan dan Semester)


(53)

 Menyusun SK pembagian tugas mengajar guru dan tugas tambahan lainnya

 Menyusun jadwal pelajaran.

 Menyusun program dan jadwal pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah (UAS).

 Menyusun jadwal penerimaan buku laporan pendidikan (raport) dan penerimaan STTB/Ijazah dan STK.

 Menyediakan silabus seluruh mata pelajaran dan contoh format RPP.

 Menyediakan agenda kelas, agenda piket, surat izin masuk/keluar, agenda guru (yang berisi: jadwal pelajaran, kontrak belajar dengan siswa, absensi siswa, form catatan pertemuan dan materi guru dan daftar nilai).

4. Pembantu Kepala Sekolah (PKS) II Bidang Administrasi Peralatan Tugas dari PKS II bidang administrasi peralatan adalah:

 Menginventarisasi peralatan sekolah.

 Mengelola alat-alat penunjang pembelajaran.

 Mengontrol dan mengawasi pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan.


(54)

5. Pembantu Kepala Sekolah (PKS) III Bidang Kesiswaan Tugas dari PKS III bidang kesiswaan adalah:

 Menyusun program pembinaan kesiswaan/OSIS.

 Melaksanakan bimbingan, pengarahan dan pengendalian kegiatan siswa/OSIS.

 Mengontrol dan mengawasi pelaksaan Tata Tertib Sekolah.  Berkoordinasi dengan guru BP/BK dan wali kelas untuk

menangani siswa karena sesuatu hal (misalnya, pelanggaran yang dilakukan siswa.

 Membina dan melaksanakan koordinasi kepada siswa tentang 5K (Kebersihan, Kerindangan, Keindahan, Kesehatan, Kekeluargaan).

 Melaksanakan Masa Orientasi Siswa (MOS).

 Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan kesiswaan secara berkala.

6. Pembantu Kepala Sekolah (PKS) IV Bidang Humas

 Mengatur dan menyelenggarakan hubungan sekolah dengan orangtua/wali siswa.

 Membina pengembangan hubungan antar sekolah dengan lembaga pemerintahan ataupun lembaga sosial lainnya.


(55)

Tabel 3

Nama Guru dan Mata Pelajaran Yang Diajarkannya Tahun Ajaran 2013/2014

No Nama Guru Mata Pelajaran

1 Zahara Makmur Agama Islam

2 Daniar Agama Islam

3 M. Ritonga Agama Islam

4 Hj. Berutu Agama Islam

5 Bulemin Tarigan Agama Kristen

6 Sedar Sinuraya Agama Kristen

7 Pelitawati Ginting Bahasa Indonesia

8 Usaha Bukit Bahasa Indonesia

9 Sumarti Bahasa Indonesia

10 Nurdelima Duha Bahasa Indonesia

11 Umar Simamora Bahasa Indonesia

12 Nurhaida Siregar Bahasa Indonesia

13 R. Sinurat Bahasa Indonesia

14 Nensi Sembiring Bahasa Indonesia

15 Mastia Bahasa Indonesia

16 Asmina Pendidikan Kewarganegaraan

17 Surtamulih Pendidikan Kewarganegaraan

18 Salome Tarigan Pendidikan Kewarganegaraan 19 Maurita Silalahi Pendidikan Kewarganegaraan 20 Rumintan Simbolon Pendidikan Kewarganegaraan

21 D. Saragih Pendidikan Kewarganegaraan

22 S. T. Sembiring Pendidikan Kewarganegaraan 23 Juniar Banuarea Pendidikan Kewarganegaraan

24 Murniati Bahasa Inggris

25 Peristiwa Wati Bahasa Inggris

26 Tomu Sitorus Bahasa Inggris

27 H. Ginting Bahasa Inggris

28 Oges Bahasa Inggris

29 Daten Karo-Karo Ilmu Pengetahuan Sosial

30 Suburati Ilmu Pengetahuan Sosial

31 Muriati Perangin-angin Ilmu Pengetahuan Sosial 32 Marsaulina Silaban Ilmu Pengetahuan Sosial 33 Rumondang Sinambela Ilmu Pengetahuan Sosial

34 Merijah Ilmu Pengetahuan Sosial

35 L. Juana Sembiring Ilmu Pengetahuan Sosial 36 Lasmina Simbolon Ilmu Pengetahuan Sosial 37 Kompi Hotman Simarmata Matematika


(56)

39 Barita Matematika

40 K. Simorangkir Matematika

41 Iwan Pinem Matematika

42 Antoni N Matematika

43 L. Karo-Karo Matematika

44 Ana Sinaga Matematika

45 Intan Bukit Ilmu Pengetahuan Alam

46 Rensi Tarigan Ilmu Pengetahuan Alam

47 Erni Ilmu Pengetahuan Alam

48 Melin Limbong Ilmu Pengetahuan Alam

49 L. Hutapea Ilmu Pengetahuan Alam

50 Jublena Siagian Ilmu Pengetahuan Alam

51 H. Habeahan Ilmu Pengetahuan Alam

52 M. Simanjuntak Ilmu Pengetahuan Alam

53 Hotna Sinaga Ilmu Pengetahuan Alam

54 Arita Pardede Seni Budaya

55 Dermina Naibaho Seni Budaya

56 F. Lase Seni Budaya

57 Rotua Elfrida Siburian Pend. Jasmani Kesehatan

58 Wande Pardede T.I. Komputer

59 Maria Simarmata T.I. Komputer

60 Taruli Gajah Muatan Lokal ― Elektronika

61 Daniel Barus Muatan Lokal ― Elektronika

62 N. Ginting Muatan Lokal ― Elektronika

2.3. Sarana dan Prasarana SMPN 10 Medan

Sekolah juga memerlukan fasilitas-fasilitas penunjang. Keberadaan dari fasilitas ini bertujuan untuk mendukung seluruh kegiatan pembelajaran yang diadakan di sekolah. Disdik Kota Medan telah menyediakan beberapa sarana/fasilitas yang dapat digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(57)

Tabel 4

Jumlah Sarana Prasarana SMPN 10 Medan No

Fasilitas Jumlah Keadaan

1

Ruang Belajar untuk siswa kelas VII 15 Baik Ruang Belajar untuk siswa kelas VIII 13 Baik Ruang Belajar untuk siswa kelas IX 10 Baik

2

Ruang Kepsek 1 Baik

Ruang Wakepsek 1 Baik

Ruang Pembantu Kepala Sekolah 1 Baik Ruang Administrasi/Tata Usaha 1 Baik

Ruang Piket 1 Baik

Ruang BP/BK 1 Baik

Ruang Guru 1 Baik

3 Toilet untuk guru 1 Baik

Toilet untuk siswa 4 Baik

4 Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) 1 Baik

5

Laboratorium IPA (Biologi dan Fisika) 1 Baik

Laboratorium Bahasa 1 Baik

Laboratorium Komputer 1 Baik

6 Perpustakaan 1 Baik

7 Sanggar Pramuka 1 Baik

8 Tempat Parkir 1 Baik

9 Mushola 1 Baik

10 Kantin 5 Baik

11 Penjaga Sekolah (berikut rumahnya) 2 Baik 12 Mading (Majalah Dinding) Sekolah 3 Baik 13 Bak TPA (Tempat Pembuangan Akhir) 1 Baik

Tabel 5

Daftar Inventaris Per Kelas Tabel 5.1. Daftar Inventaris Kelas VII

No Nama Barang

Kondisi

Jumlah Keterangan Baik Rusak

1 Meja Guru 15 —— 15 Kebanyakan

meja-murid dipenuhi oleh coretan-coretan.

2 Kursi Guru 15 —— 15

3 Meja Murid 225 —— 225

4 Kursi Murid 450 —— 450


(58)

6 Tong Sampah 30 —— 30

7 Jam Dinding 15 —— 15

8 Sapu 47 —— 47

9 Kain Pel 10 —— 10

10 Taplak Meja 15 —— 15

11 Lemari 17 —— 17

12 Papan Absensi 15 —— 15

13 Meja Kecil 2 —— 2

14 Gambaran dari kertas 147 —— 147

15 Hiasan dinding dari kayu 43 —— 43

16 Kalender 15 —— 15

17 Gambar Peta Indonesia 10 —— 10

18 Gambar Foto Presiden dan Wakil 15 —— 15

Tabel 5.2.Daftar Inventaris Kelas VIII

No Nama Barang

Kondisi

Jumlah Keterangan Baik Rusak

1 Meja Guru 13 —— 13

Kebanyakan meja-murid dipenuhi oleh coretan-coretan.

2 Kursi Guru 13 —— 13

3 Meja Murid 227 —— 227

4 Kursi Murid 454 —— 454

5 Papan Tulis 13 —— 13

6 Tong Sampah 26 —— 26

7 Jam Dinding 13 —— 13

8 Sapu 42 —— 42

9 Kain Pel 9 —— 9

10 Taplak Meja 13 —— 13

11 Ember 5 —— 5

12 Lemari 2 —— 2

13 Papan Absensi 13 —— 13

14 Meja Kecil 2 —— 2

15 Gambaran dari kertas 151 —— 151

16 Hiasan dinding dari kayu 24 —— 24

17 Gambar Foto Presiden dan Wakil 13 —— 13


(59)

Tabel 5.3. Daftar Inventaris Kelas IX

No Nama Barang

Kondisi

Jumlah Keterangan Baik Rusak

1 Meja Guru 10 —— 10

Pintu ruangan kelas IX-C mengalami rusak berat.

2 Kursi Guru 10 —— 10

3 Meja Murid 300 —— 300

4 Kursi Murid 150 —— 150

5 Papan Tulis 10 —— 10

6 Tong Sampah 18 —— 18

7 Jam Dinding 10 —— 10

8 Sapu 22 —— 22

9 Kain Pel 7 —— 7

10 Ember 9 —— 9

11 Taplak Meja 25 —— 25

12 Lemari 4 —— 4

13 Rak Sepatu 1 —— 1

14 Gordin 80 —— 80

15 Papan Absensi 10 —— 10

16 Meja Kecil 5 —— 5

17 Gambaran dari kertas 51 —— 51

18 Hiasan dinding dari kayu 34 —— 34

19 Kalender 10 —— 10

20 Gambar Foto Pahlawan 17 —— 17

21 Pot Bunga Kecil 15 —— 15

22 Denah Kelas 3 —— 3

23 Kipas Angin 5 —— 5

23 Gambar Foto Presiden dan Wakil 8 —— 8

25 Gambaran Burung Garuda 4 —— 4


(60)

2.4. Beberapa Prestasi Yang Diraih SMPN 10 Medan:

1. Juara III Renang Gaya Dada/Bebas pada kejuaraan Porkot Setingkat SMP Sekota Madya Medan, yang diadakan di Kolam Renang Selayang pada tanggal 23 November 2012.

2. Juara LPI (Liga Priemer Indonesia) Sepakbola pada tanggal 4 November 2012.

3. Juara 2 pada OZSN Renang Semua Gaya Setingkat SMPN Sekota Madya Medan, yang diadakan di Kolam Renang Unimed pada bulan November 2012.

4. Juara 1 OZSN Atletik Setingkat SMP Sekota Madya Medan, yang diadakan di Stadion Unimed.

5. Juara 2 Futsal Sekota Madya Medan Setingkat SMP, yang diadakan di Sekolah Mulia Pratama.

6. Juara 2 Paskibra Sekota Madya Medan, yang diadakan di SMK I Percut Sei Tuan pada tanggal 9 Januari 2012.

7. Juara Madya 2 Variasi Formasi Tingkat SMP pada Kompetisi Akbar Paskibra Satuan (KAPAS) Goes To Campus UMA Open Cup 2014 pada tanggal 28 Febuari s/d 2 Maret 2014.


(61)

8. Juara Madya 3 LKBB Tingkat SMP pada Kompetisi Akbar Paskibra Satuan (KAPAS) Goes To Campus UMA Open Cup 2014 pada tanggal 28 Febuari s/d 2 Maret 2014.

9. SMPN 10 merupakan salah satu sekolah (menempati urutan ke-3 dari 19 SMPN di Sumut) yang menjadi sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional.


(62)

BAB III

KENDALA DAN SOLUSI PARA GURU DALAM MENGAJAR

3.1. Interaksi antara Guru dan Murid

Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia masa kini, sebab semua individu butuh belajar dan dengan belajar maka manusia akan memiliki pengetahuan yang semakin berkembang. Ada berbagai macam media untuk memperoleh pendidikan, salah satunya adalah sekolah. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal sebagai pusat kegiatan belajar-mengajar yang menjadi tumpuan harapan orang tua, masyarakat dan pemerintah. Di dalam sebuah sekolah terjadi penyaluran nilai-nilai dan proses sosialisasi yang paling efektif dan paling efisien. Penyaluran nilai-nilai ini salah satunya dihantarkan melalui setiap kegiatan yang dilakukan di sekolah terutama proses belajar-mengajar setiap harinya antara murid dan guru.

Setiap hari (kecuali Minggu tentunya) di SMPN 10 Medan kegiatan belajar-mengajar dimulai pada pukul 7.30 Wib dan berakhir pada pukul 12.40 Wib. Setiap paginya, ada-ada saja siswa yang datang terlambat. Siswa-siswa yang terlambat biasanya diberikan hukuman yang bersifat edukatif dan bermanfaat untuk sekolah, misalnya menyabut rumput, menyiram tanaman, membersihkan toilet sekolah, namun jika sudah lebih dari 3 kali maka akan dilakukan pemanggilan wali/orangtua murid melalui SPO (Surat Panggilan


(63)

Orangtua) untuk menimbulkan efek jera pada siswa. Sedikit berbeda dengan para guru, tiap harinya cukup jarang ada guru yang datang terlambat datang ke sekolah. Jikalau pun ada, maka akan langsung diberi pengarahan oleh Wakil Kepala Sekolah.

Kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas dibagi per les untuk tiap mata pelajarannya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Terkadang satu pelajaran bisa berlangsung hanya satu les (40 menit) atau paling lama dua les. Proses kegiatan belajar-mengajar biasanya dibagi menjadi dua, yakni belajar teori yang diadakan dalam ruang kelas dan praktik yang dilaksanakan di lapangan sekolah maupun laboratorium. Pelajaran yang dilaksanakan di luar kelas biasanya, praktik olahraga, praktik IPA dan praktik komputer. Kebanyakan siswa lebih menyukai pelajaran saat praktik, dibandingkan dengan belajar teori di dalam kelas.

Foto 6

Para Murid Menerima Pengarahan Sebelum Memulai Olahraga


(64)

Seperti yang dipaparkan salah satu siswi bernama Mutia (kelas IX-A) yang mengatakan:

“Kalo belajar teori terus bosan juga kak. asik dengarin aja.

Kalo praktik kan enak. Lagian kadang ada guru kak kalo ngajar ngebosanin, bikin ngantuk kak. Biar nggak ngantuk, ya cerita-cerita la kak ma kawan. Kadang ya main hp, tapi kalo ketauan bisa kena tangkap kak. Jadi harus hati-hatilah. Kalo kira-kira kayaknya gurunya uda curiga kita main hp, ya harus kita sembunyiin langsung kak. Biar jangan ketahuan gitu.

Hahahahaa..”

Bukan hanya mengaku bosan, sebagian siswa juga mengakui bahwa ada beberapa guru yang sama sekali tidak menarik minat belajar mereka bahkan ada yang cenderung memupuskan semangat siswa. Siswi bernama Evangelia (kelas IX-A) sangat antusias sekali menceritakan hal demikian pada saya:

“Ada guru yang ngajar malas-malasan kak, datang, ngasih soal, diam, datang, nyuruh prenstasi, diam, ya gitu-gitu sajalah kak.

Kami pun jadi ikutan malas, kak.”

Hal senada juga diiyakan oleh teman sekelasnya yang bernama Henita yang mengatakan:

“Betul kak. Apalagi, ada juga guru yang melihat murid dari

kecantikannya, kepintarannya atau liat marga murid itu apa, sama nggak sama dia, ada nggak hubungannya. Kalo sama ya, asik dia aja la yang dipuji-puji. Inikan nyulitkan yang kalo nggak ada marganya kak. Dulu pun waktu kami kelas 8, ada juga kak guru yang lebih bangga-banggain murid yang les

samanya, terakhir karena kek gitu ya jadi ikut les juga la kami.”

Saya diberikan waktu oleh salah seorang guru yang biasa dipanggil ibu RES (guru olahraga) untuk masuk di jam pengajarannya, namun sepertinya lebih tepat jika disebut mengambil alih jam pengajarannya. Hal ini disebabkan murid kelas IX sudah selesai UAS maka pelajaran yang lebih dimaksimalkan


(65)

adalah mata pelajaran yang di-UN-kan, sementara pada saat jam mata pelajaran lain, suasana belajar tidak sefokus dan seserius biasanya, murid hanya disuruh menjawab soal-soal atau meringkas bab tertentu. Saya masuk ke dalam ruang kelas IX-A dan memperkenalkan diri, lalu saya pun mewawancarai mereka, tetapi saya lebih suka menyebutnya bercakap-cakap. Kelas IX-A menjadi salah satu kelas favorit guru, karena merupakan kelas unggulan dan perilaku muridnya yang dianggap sangat baik serta ―terkontrol‖. Hal ini disampaikan salah seorang guru:

“Lebih enak memang ngajar di kelas-kelas unggul ini, muridnya mudah diatur, nggak ribut, nggak bandal, kalo masuk ke kelas

yang lain, susah diatur, asik ribut aja.”

Dan langsung ditanggapi dari guru lain yang sedang duduk di sebelah bapak tersebut. Beliau mengatakan:

Iya dek, lebih enaklah. Kayak kelas IX-A, IX-B, VII-A, VIII-A, masih enak-enak itu. Kalo uda masuk ke kelas yang agak apa inikan, agak susah kita. Makan hati dibuatnya. Ada-ada aja tingkah murid itu. Nggak bisa dibilangin. Tapi memang satu kelas itu nggak semuanya bandal, ada juganya yang baik, cuma karena ada beberapa anak tadi, jadi tersisipilah yang

baik-baiknya itu tadi”

Singkat cerita, saat saya bercakap-cakap dengan adik-adik (murid-murid kelas IX-A) itu, mereka sangat bersemangat, terbuka dan tidak berupaya menutupi seperti apa yang mereka ketahui dan rasakan kepada para guru. Bagi mereka, guru adalah pengganti orangtua di sekolah sehingga apa pun yang dikatakan para guru ada baiknya diikuti. Meskipun begitu bukan berarti mereka menyukai seluruh guru.


(66)

Semua murid dari tiap kelas memiliki panggilan-panggilan tertentu yang ditujukan pada para guru. Salah satunya juga di kelas IX-A. Ketika diminta untuk menyebutkan apa-apa saja gelar-gelar itu, mereka bersorak-sorak mengatakannya sambil tertawa keras. Saya meminta salah seorang siswa untuk menuliskannya di white board, sambil dibantu oleh beberapa temannya yang ikut menambahkan.

Foto 7

Panggilan-panggilan Yang Dibuat Murid Untuk Para Gurunya

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Ada salah satu hal menarik lainnya yang saya lihat dari kelas IX-A dan tidak dilakukan di kelas lain, yakni penggunaan taplak meja pada meja murid dan adanya rak sepatu yang diletakkan di depan pintu kelas. Seluruh meja murid menggunakan taplak meja hijau sementara meja guru dengan taplak meja


(67)

merah. Setiap siswa kelas IX-A wajib melepas sepatu saat memasuki ruang kelasnya tetapi hal itu tidak diwajibkan kepada guru atau pihak lainnya.

Foto 8

Suasana Belajar Dalam Ruang Kelas IX-A

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Ide itu awalnya ditawarkan oleh wali kelas dan mereka menyetujuinya sehingga menjadi aturan internal yang disepakati bersama.

Kesepakatan yang lebih umum dan dilakukan tiap kelas (antara wali kelas dan murid kelasnya) adalah tentang jadwal piket. Jadwal piket adalah jadwal yang dibuat untuk menentukan siapa-siapa saja siswa yang bertugas untuk membersihkan kelas pada hari itu. Setiap harinya perangkat kelas (seperti ketua kelas, wakil ketua kelas, dll) akan bergantian mengawasi pelaksanaan piket tiap harinya. Bagi murid yang melarikan diri untuk menghindari piket akan dicatat namanya lalu diberikan kepada wali kelas. Hukuman yang diberikan tiap wali kelas sangat beragam. Misalnya, jika tidak piket akan


(68)

didenda lima ribu rupiah dan uang tersebut akan masuk ke kas kelas atau wali kelas akan menghukum dengan cara menyuruh si murid menyapu seluruh koridor sekolah.

Foto 9 Jadwal Piket Siswa

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Terjalinnya kedekatan antara murid dengan wali kelas juga tampak dari hal lain. Ada beberapa murid yang tidak enggan menceritakan masalah yang tengah dihadapinya kepada wali kelas, bisa masalah keluarga ataupun yang lainnya. wali kelas akan menanggapinya dengan cara memberikan semangat, saran, maupun nasihat kepada siswa tersebut sebagai solusi.

Namun, ada juga hubungan antara murid dan wali kelas yang tidak berjalan harmonis. Salah satunya murid-murid dari kelas VIII-J dengan wali kelasnya. Saat saya bercakap-cakap dengan adik-adik itu, mereka serempak


(1)

Supriyoko

2003 Sistem Pendidikan Nasional dan Peran Budaya Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Makalah seminar pembangunan nasional VIII. Denpasar.

Tilaar, H.A.R.

2002 Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Widiastono, D Tonny

2004 Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Zuska, Fikarwin, et.al.

2009 Membangun Kultur Akademis Di Sekolah Dengan Menimbang Relasi Kuasa Antar Murid, Pendidik dan Masyarakat Di Kota Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sumber-sumber lain (internet):

 ―Badan Akreditasi Nasional-Sekolah Menengah‖

http://www.ban-sm.or.id/provinsi/sumatera-utara/akreditasi/view/158635 (diakses 25 Maret 2014)

 ―Pendidikan dan Kebudayaan‖

http://www.kemendiknas.go.id/kemendikbud/sites/files (diakses 1 Febuari 2014)

 ―Statistik Pendidikan RI 2004-2005‖

http://www.depdiknas.go.id/statistik/thn04-05/TK_0405.html (diakses 20 April 2014)


(2)

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA ―Pola Mengajar Guru‖

(Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan)

NO Isu Utama Variabel Aspek/Parameter Metode Sumber Data/Informan

1 Gambaran Umum SMPN 10 Medan

1. Sejarah

terbentuknya sekolah - Indonesia - SMPN 10

Medan

1. Bagaimana sejarah berdirinya sekolah?

2. Bagaimana sejarah berdirinya SMPN 10 Medan?

3. Alasan bergantinya nama sekolah? 4. Siapa kepala sekolahnya?

Studi kepustakaan, wawancara dan data sekunder sekolah Buku-buku dan para staff pegawai SMPN 10 Medan

2. Profil sekolah 1. Identitas sekolah? 2. Apa visi misi sekolah? 3. Bagaimana struktur

kepemimpinan SMPN 10 Medan beserta tugasnya masing-masing? 4. Siapa nama guru-guru SMPN 10 dan apa pelajaran yang

diajarkannya?

5. Apa saja sarana dan prasarana sekolah?

6. Apa saja prestasi sekolah?

Wawancara dan data sekunder sekolah

Para staff pegawai SMPN 10 Medan

3. Letak geografis dan area sekolah

Denah lokasi penelitian? Area sekolah?

Observasi dan wawancara

Murid-murid SMPN 10 Medan


(3)

- Lokasi favorit siswa saat diluar

jam belajar (jam istirahat)? 2 Proses belajar

mengajar di SMPN 10 Medan

Pola Interaksi

- Interaksi guru dan murid - Interaksi antar

para guru - Interaksi guru

dan kepsek - Interaksi guru

dan orangtua

1. Bagaimana wujud dan proses interaksi yang terjadi di SMPN 10 Medan?

2. Bagaimana gambaran interaksi guru dan murid?

3. Bagaimana gambaran interaksi antar sesama guru?

4. Bagaimana gambaran interaksi antar guru dan kepsek?

5. Bagaimana gambaran interaksi guru dan orangtua?

Observasi dan wawancara

Hasil wawancara

dengan guru, murid, kepala sekolah dan orangtua

Kendala-kendala guru dalam mengajar dan solusi yang digunakan

1. Apa saja yang menjadi kendala/ hambatan yang dialami para guru di SMPN 10 Medan?

2. Bagaimana solusi para guru untuk menanggulangi kendala-

kendala tersebut?

Observasi dan wawancara

Hasil wawancara dengan para guru


(4)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Mutia Umur : 14 tahun

Pekerjaan : Siswi SMPN 10 Medan

2. Nama : Evangelia Umur : 14 tahun

Pekerjaan : Siswi SMPN 10 Medan

3. Nama : Claudia Umur : 13 tahun

Pekerjaan : Siswi SMPN 10 Medan

4. Nama : Julia R.E Umur : 13 tahun

Status : Siswi SMPN 10 Medan

5. Nama : Cindy Umur : 12 tahun

Pekerjaan : Siswi SMPN 10 Medan

6. Nama : Hanna Panjaitan Umur : 14 tahun

Pekerjaan : Siswi SMPN 10 Medan

7. Nama : Fransiskus Umur : 14 tahun

Pekerjaan : Siswa SMPN 10 Medan


(5)

8. Nama : H. Rajo Batubara Umur : 51 tahun

Pekerjaan : Kepala Sekolah

9. Nama : Rotua Elfrida Siburian Umur : 50 tahun

Pekerjaan : Guru

10.Nama : H. Habeahan Umur : 51 tahun Pekerjaan : Guru

11.Nama : Hotna Sinaga Umur : 32 tahun Pekerjaan : Guru

12.Nama : Nurdelima Duha Umur : 50 tahun

Pekerjaan : Guru

13.Nama : I. Pinem Umur : 53 tahun Pekerjaan : Guru

14.Nama : K. Hotman Sinaga Umur : 51 tahun

Pekerjaan : Guru

15.Nama : R. Tarigan Umur : 50 tahun Pekerjaan : Guru


(6)

16.Nama : J. Siagian Umur : 55 tahun Pekerjaan : Guru

17.Nama : M. Simanjuntak Umur : 53 tahun

Pekerjaan : Guru

18.Nama : Wande Pardede Umur : 50 tahun Pekerjaan : Guru

19.Nama : Muriati Umur : 48 tahun Pekerjaan : Guru

20.Nama : Maurita Silalahi Umur : 50 tahun

Pekerjaan : Guru

21.Nama : M. Barasa Umur : 42 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga