Beberapa Prestasi Yang Diraih SMPN 10 Medan: Interaksi antara Guru dan Murid

2.4. Beberapa Prestasi Yang Diraih SMPN 10 Medan:

1. Juara III Renang Gaya DadaBebas pada kejuaraan Porkot Setingkat SMP Sekota Madya Medan, yang diadakan di Kolam Renang Selayang pada tanggal 23 November 2012. 2. Juara LPI Liga Priemer Indonesia Sepakbola pada tanggal 4 November 2012. 3. Juara 2 pada OZSN Renang Semua Gaya Setingkat SMPN Sekota Madya Medan, yang diadakan di Kolam Renang Unimed pada bulan November 2012. 4. Juara 1 OZSN Atletik Setingkat SMP Sekota Madya Medan, yang diadakan di Stadion Unimed. 5. Juara 2 Futsal Sekota Madya Medan Setingkat SMP, yang diadakan di Sekolah Mulia Pratama. 6. Juara 2 Paskibra Sekota Madya Medan, yang diadakan di SMK I Percut Sei Tuan pada tanggal 9 Januari 2012. 7. Juara Madya 2 Variasi Formasi Tingkat SMP pada Kompetisi Akbar Paskibra Satuan KAPAS Goes To Campus UMA Open Cup 2014 pada tanggal 28 Febuari sd 2 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 8. Juara Madya 3 LKBB Tingkat SMP pada Kompetisi Akbar Paskibra Satuan KAPAS Goes To Campus UMA Open Cup 2014 pada tanggal 28 Febuari sd 2 Maret 2014. 9. SMPN 10 merupakan salah satu sekolah menempati urutan ke-3 dari 19 SMPN di Sumut yang menjadi sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional. Universitas Sumatera Utara BAB III KENDALA DAN SOLUSI PARA GURU DALAM MENGAJAR

3.1. Interaksi antara Guru dan Murid

Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia masa kini, sebab semua individu butuh belajar dan dengan belajar maka manusia akan memiliki pengetahuan yang semakin berkembang. Ada berbagai macam media untuk memperoleh pendidikan, salah satunya adalah sekolah. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal sebagai pusat kegiatan belajar-mengajar yang menjadi tumpuan harapan orang tua, masyarakat dan pemerintah. Di dalam sebuah sekolah terjadi penyaluran nilai-nilai dan proses sosialisasi yang paling efektif dan paling efisien. Penyaluran nilai-nilai ini salah satunya dihantarkan melalui setiap kegiatan yang dilakukan di sekolah terutama proses belajar- mengajar setiap harinya antara murid dan guru. Setiap hari kecuali Minggu tentunya di SMPN 10 Medan kegiatan belajar-mengajar dimulai pada pukul 7.30 Wib dan berakhir pada pukul 12.40 Wib. Setiap paginya, ada-ada saja siswa yang datang terlambat. Siswa-siswa yang terlambat biasanya diberikan hukuman yang bersifat edukatif dan bermanfaat untuk sekolah, misalnya menyabut rumput, menyiram tanaman, membersihkan toilet sekolah, namun jika sudah lebih dari 3 kali maka akan dilakukan pemanggilan waliorangtua murid melalui SPO Surat Panggilan Universitas Sumatera Utara Orangtua untuk menimbulkan efek jera pada siswa. Sedikit berbeda dengan para guru, tiap harinya cukup jarang ada guru yang datang terlambat datang ke sekolah. Jikalau pun ada, maka akan langsung diberi pengarahan oleh Wakil Kepala Sekolah. Kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas dibagi per les untuk tiap mata pelajarannya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Terkadang satu pelajaran bisa berlangsung hanya satu les 40 menit atau paling lama dua les. Proses kegiatan belajar-mengajar biasanya dibagi menjadi dua, yakni belajar teori yang diadakan dalam ruang kelas dan praktik yang dilaksanakan di lapangan sekolah maupun laboratorium. Pelajaran yang dilaksanakan di luar kelas biasanya, praktik olahraga, praktik IPA dan praktik komputer. Kebanyakan siswa lebih menyukai pelajaran saat praktik, dibandingkan dengan belajar teori di dalam kelas. Foto 6 Para Murid Menerima Pengarahan Sebelum Memulai Olahraga Sumber: Dokumentasi Pribadi Universitas Sumatera Utara Seperti yang dipaparkan salah satu siswi bernama Mutia kelas IX-A yang mengatakan: “Kalo belajar teori terus bosan juga kak. asik dengarin aja. Kalo praktik kan enak. Lagian kadang ada guru kak kalo ngajar ngebosanin, bikin ngantuk kak. Biar nggak ngantuk, ya cerita- cerita la kak ma kawan. Kadang ya main hp, tapi kalo ketauan bisa kena tangkap kak. Jadi harus hati-hatilah. Kalo kira-kira kayaknya gurunya uda curiga kita main hp, ya harus kita sembunyiin langsung kak. Biar jangan ketahuan gitu. Hahahahaa..” Bukan hanya mengaku bosan, sebagian siswa juga mengakui bahwa ada beberapa guru yang sama sekali tidak menarik minat belajar mereka bahkan ada yang cenderung memupuskan semangat siswa. Siswi bernama Evangelia kelas IX-A sangat antusias sekali menceritakan hal demikian pada saya: “Ada guru yang ngajar malas-malasan kak, datang, ngasih soal, diam, datang, nyuruh prenstasi, diam, ya gitu-gitu sajalah kak. Kami pun jadi ikutan malas, kak.” Hal senada juga diiyakan oleh teman sekelasnya yang bernama Henita yang mengatakan: “Betul kak. Apalagi, ada juga guru yang melihat murid dari kecantikannya, kepintarannya atau liat marga murid itu apa, sama nggak sama dia, ada nggak hubungannya. Kalo sama ya, asik dia aja la yang dipuji-puji. Inikan nyulitkan yang kalo nggak ada marganya kak. Dulu pun waktu kami kelas 8, ada juga kak guru yang lebih bangga-banggain murid yang les samanya, terakhir karena kek gitu ya jadi ikut les juga la kami.” Saya diberikan waktu oleh salah seorang guru yang biasa dipanggil ibu RES guru olahraga untuk masuk di jam pengajarannya, namun sepertinya lebih tepat jika disebut mengambil alih jam pengajarannya. Hal ini disebabkan murid kelas IX sudah selesai UAS maka pelajaran yang lebih dimaksimalkan Universitas Sumatera Utara adalah mata pelajaran yang di-UN-kan, sementara pada saat jam mata pelajaran lain, suasana belajar tidak sefokus dan seserius biasanya, murid hanya disuruh menjawab soal-soal atau meringkas bab tertentu. Saya masuk ke dalam ruang kelas IX-A dan memperkenalkan diri, lalu saya pun mewawancarai mereka, tetapi saya lebih suka menyebutnya bercakap-cakap. Kelas IX-A menjadi salah satu kelas favorit guru, karena merupakan kelas unggulan dan perilaku muridnya yang dianggap sangat baik serta ―terkontrol‖. Hal ini disampaikan salah seorang guru: “Lebih enak memang ngajar di kelas-kelas unggul ini, muridnya mudah diatur, nggak ribut, nggak bandal, kalo masuk ke kelas yang lain, susah diatur, asik ribut aja.” Dan langsung ditanggapi dari guru lain yang sedang duduk di sebelah bapak tersebut. Beliau mengatakan: ―Iya dek, lebih enaklah. Kayak kelas IX-A, IX-B, VII-A, VIII-A, masih enak-enak itu. Kalo uda masuk ke kelas yang agak apa inikan, agak susah kita. Makan hati dibuatnya. Ada-ada aja tingkah murid itu. Nggak bisa dibilangin. Tapi memang satu kelas itu nggak semuanya bandal, ada juganya yang baik, cuma karena ada beberapa anak tadi, jadi tersisipilah yang baik- baiknya itu tadi” Singkat cerita, saat saya bercakap-cakap dengan adik-adik murid-murid kelas IX-A itu, mereka sangat bersemangat, terbuka dan tidak berupaya menutupi seperti apa yang mereka ketahui dan rasakan kepada para guru. Bagi mereka, guru adalah pengganti orangtua di sekolah sehingga apa pun yang dikatakan para guru ada baiknya diikuti. Meskipun begitu bukan berarti mereka menyukai seluruh guru. Universitas Sumatera Utara Semua murid dari tiap kelas memiliki panggilan-panggilan tertentu yang ditujukan pada para guru. Salah satunya juga di kelas IX-A. Ketika diminta untuk menyebutkan apa-apa saja gelar-gelar itu, mereka bersorak-sorak mengatakannya sambil tertawa keras. Saya meminta salah seorang siswa untuk menuliskannya di white board, sambil dibantu oleh beberapa temannya yang ikut menambahkan. Foto 7 Panggilan-panggilan Yang Dibuat Murid Untuk Para Gurunya Sumber: Dokumentasi Pribadi Ada salah satu hal menarik lainnya yang saya lihat dari kelas IX-A dan tidak dilakukan di kelas lain, yakni penggunaan taplak meja pada meja murid dan adanya rak sepatu yang diletakkan di depan pintu kelas. Seluruh meja murid menggunakan taplak meja hijau sementara meja guru dengan taplak meja Universitas Sumatera Utara merah. Setiap siswa kelas IX-A wajib melepas sepatu saat memasuki ruang kelasnya tetapi hal itu tidak diwajibkan kepada guru atau pihak lainnya. Foto 8 Suasana Belajar Dalam Ruang Kelas IX-A Sumber: Dokumentasi Pribadi Ide itu awalnya ditawarkan oleh wali kelas dan mereka menyetujuinya sehingga menjadi aturan internal yang disepakati bersama. Kesepakatan yang lebih umum dan dilakukan tiap kelas antara wali kelas dan murid kelasnya adalah tentang jadwal piket. Jadwal piket adalah jadwal yang dibuat untuk menentukan siapa-siapa saja siswa yang bertugas untuk membersihkan kelas pada hari itu. Setiap harinya perangkat kelas seperti ketua kelas, wakil ketua kelas, dll akan bergantian mengawasi pelaksanaan piket tiap harinya. Bagi murid yang melarikan diri untuk menghindari piket akan dicatat namanya lalu diberikan kepada wali kelas. Hukuman yang diberikan tiap wali kelas sangat beragam. Misalnya, jika tidak piket akan Universitas Sumatera Utara didenda lima ribu rupiah dan uang tersebut akan masuk ke kas kelas atau wali kelas akan menghukum dengan cara menyuruh si murid menyapu seluruh koridor sekolah. Foto 9 Jadwal Piket Siswa Sumber: Dokumentasi Pribadi Terjalinnya kedekatan antara murid dengan wali kelas juga tampak dari hal lain. Ada beberapa murid yang tidak enggan menceritakan masalah yang tengah dihadapinya kepada wali kelas, bisa masalah keluarga ataupun yang lainnya. wali kelas akan menanggapinya dengan cara memberikan semangat, saran, maupun nasihat kepada siswa tersebut sebagai solusi. Namun, ada juga hubungan antara murid dan wali kelas yang tidak berjalan harmonis. Salah satunya murid-murid dari kelas VIII-J dengan wali kelasnya. Saat saya bercakap-cakap dengan adik-adik itu, mereka serempak Universitas Sumatera Utara mengungkapkan bahwa mereka merasa wali kelasnya tidak begitu peduli atas apa yang terjadi di kelas. Bahkan salah satu siswi bernama Claudia VIII-J mengatakan: ―Kami nggak dekat kak sama Wali Kelas. Wali kelas kami itu entah macam apa. Nggak mau tahu kali apa yang terjadi sama kami, taunya duit aja. Matrek kali kak, iss. Dulu pernah kak kami disuruh ngumpulin duitkan kak, mau beli pel, taplak meja, semua-semualah kak keperluan kelas. Terus ibu itu la katanya yang belikan, eh apa, tengoklah taplak meja kami kak, jelek kali. Ku rasa pun punyanya dari rumah itu. Uda itu kak, uang kas kami masih ada sama ibu itu. Ada ku rasa 3 jutaan kalo nggak salah kak, cuma itulah nggak berani kami mintanya. Ibu itu suka kali ngancam- ngacam kak. Apa sikit, “nilai kamu E ya” jadinya kami takutlah kak. Di rapot kami kan ada penilaian kedisiplinan, kehadiran, kerapian, gitu-gitu kak. Kami takut juga kak kalo nilai kami dikurang-kurangi. ‖ Ketidak-simpatikan murid VIII-J terhadap wali kelasnya bukan terjadi juga dalam hal lainnya. Salah seorang siswi bernama Julia R.E VIII-J turut juga mengungkapkan: ―Dulu pernah kami kak disuruh bawa tanaman, bunga-bunga hidup gitulah buat ngehias kelas. Nah, kami bawalah kan kak, eh ibu itu dipilih-pilihnya mana yang cantik. Yang menurut dia nggak cantik itu dibuangnya ke tong sampah, di depan mata kami pulak itu kak. Tanpa ditanya, rela nggak dibuang, atau disuruhnya aja bawa pulang balik gitu. Terakhir, kalau disuruh lagi kami bawa apa-apa lagi, mana mau kami. Pernah setelah kejadian itu kami disuruh bawa bambu kak, semua kami nggak bawa. Biarin saja gurunya merepet. ‖ Namun masih banyak guru-guru yang meskipun tidak mengemban tugas sebagai wali kelas yang menurut saya masih mengajarkan nilai-nilai moral yang baik. Saat saya sedang makan bersama lima orang siswa di kantin, saya ditawari beberapa telur rebus yang dihias warna-warni oleh salah seorang dari mereka dan mengatakan: Universitas Sumatera Utara ―Ini nah kak telor paskah. Ambil aja kak. Tadi kami yang Kristen disuruh bawa telor paskah sama ibu itu, satu orang bawa tiga bijik. Terus dibagi-bagi sama murid yang Islam, sama guru-guru juga kak. Besok-besok bisulanlah kami semua ini kak, makan telor banyak- banyak. Hahaha..” Teman-teman mereka yang Muslim juga tidak enggan ataupun sungkan untuk memakan telur pemberian dari temannya yang Kristen, bahkan ada yang meminta telur itu lagi. Berdasarkan apa yang saya amati dari hampir tiap kelas, ada perbedaan cara mengajar antara guru bidang eksak dan guru bidang ilmu lain. Biasanya para guru bidang ilmu lain akan mengajar dengan model ceramah. Namun, untuk guru bidang ilmu eksak sedikit berbeda. Para guru itu akan menerangkan di depan kelas, lalu memberikan soal latihan kepada murid, tetapi guru-guru itu tidak membiarkan soal itu dikerjakan sendiri sepenuhnya oleh siswa. Guru akan berjalan dari meja ke meja untuk membantu murid menyelesaikan soal latihan. Saya menanyakan mengapa hal tersebut dilakukan pada bapak H. Habeahan sebab dari semua guru eksak, beliau yang paling sering melakukan teknik seperti itu. Beliau mengungkapkan pada saya: ―Anak murid ini dek kalo nggak diawasi belajar, mana ada yang belajar ini, paling beberapalah. Setelah saya siap ngajar di depan, ya saya kasih soal latihan sama mereka. Saya datangi satu-satu ke mejanya, kalo nggak gitu, adalah nanti yang bagus ngerjakan, ada yang ribut aja, ada yang tinggal nyotek. Banyaklah macamnya. Kalo didatangi satu-satu ke meja, yah nggak mau, si murid itu belajar. Sambil saya tanyalah, “kamu uda tahu? Nggak paham dimananya?” jadikan yang bandel- bandel ini ikutan juga belajar”. Permasalahan yang lebih umum terjadi saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung di dalam kelas adalah saat para murid ditanyai kepahamannya oleh Universitas Sumatera Utara si guru. Jika ditanya oleh guru, ―ada yang tidak dimengerti?‖, murid-murid hanya diam, terkadang memang menjawab tetapi kalimat yang selalu keluar a dalah ―tidak ada, bu”. Bahkan ada salah satu guru yang mengungkapkan kekesalannya karena tak ada siswa yang bertanya. Beliau mengatakan hal ini di ruang kelas saat jam pelajaran sedang berlangsung: ―Hmhm.. selalu begitu. Tiap ditanya “ada pertanyaan?”, “Enggak ada, bu”. Kalo ditanya lagi, “ada yang uda paham?”, “Enggak ada, bu”. Semua-semua enggak ada. Yang tahu pun nggak ada, yang nggak tahu pun enggak ada. Lain kali siap ibu nerangkan, tiap satu orang wajib punya satu pertanyaan, kalo enggak, ibu suruh nerangkan ulang pelajaran di depan kelas. Paham?”. Dengan seringnya saya mendengar ungkapan serupa yang dilontarkan para guru seusai menerangkan pelajaran, saya berasumsi bahwa guru memang kesulitan untuk mengetahui sebenarnya siswa sudah paham atau tidak. Saya pun menjadi ingin tahu mengapa para siswa sering sekali berlaku demikian. Saya mendapat berbagai jawaban dari para murid. Tapi jawaban yang paling banyak, yakni; sebab memang sudah benar-benar paham, tidak berani bertanya karena takut dikira bodoh oleh teman sekelas, takut salah bertanya —mempertanyakan sesuatu hal yang sepatutnya sudah dipahami. Karena hal-hal demikianlah biasanya murid tidak berani bertanya pada gurunya. Hal lain yang pasti terjadi disetiap kelas dan guru menganggap itu cukup mengganggu keamanan dan kenyamanan berlangsungnya proses belajar- mengajar adalah masalah keributan yang dibuat oleh siswa di dalam kelas. Saat saya berada dalam suatu kelas dan mengikuti kegiatan belajar di dalamnya, saya melihat bagaimana seorang guru menegur beberapa siswa yang memang Universitas Sumatera Utara membuat keributan. Salah satu dari mereka meminjam penggaris lalu memukulkan penggaris itu ke kepala teman sebangkunya. Kemudian si guru langsung mengingatkan mereka agar tidak ribut, tetapi dua orang temannya yang berada dibelakang bangku mereka tertawa cekikkan. Saat si guru tidak lagi melihat, mereka keempat anak itu malah mempraktikkan gaya si guru saat beliau marah tadi. Mereka menganggap teguran itu sebagai candaan. Si guru sepertinya tidak ambil pusing dengan tindakan yang dilakukan beberapa anak itu. Beliau lebih fokus untuk mengajar anak-anak yang memang mau belajar dan bisa ―dikontrol‖. Tetapi saya juga pernah mendengar bahwa ada guru yang menasihatin beberapa murid yang berbuat ulah saat pelajaran berlangsung hingga jam pelajaran tersebut usai, sehingga siswa-siswa lain yang ingin belajar jadi terabaikan.

3.2. Interaksi antar Para Guru