Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan)

(1)

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP POLA MENGAJAR GURU (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru

Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh: TOMMY PAHLEVY

060904101

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan Rahmat, Hidayah, nikmat kesehatan serta petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Sholawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang telah mengajarkan dan membawa penulis serta seluruh ummat muslim dunia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang bendenrang, yaitu Ad-Dinul Islam.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak menghadapi kesulitan karena keterbatasan dan kemampuan, namun penulis bersyukur dan berterima kasih karena telah mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibunda penulis, Hj. Erniaty, yang selalu memberikan doa dan dukungan, baik dukunagn materi maupun moril, serta semangat kepada penulis selama penulis hidup di dunia ini. Tak lupa kepada ayahanda (Alm) H. M. Syahran Zeiny yang selama hidupnya selalu mengajarkan banyak hal kapada penulis. 2. Yudit Krislin Dwi Putrie, orang yang selalu mendampingi, memberikan

semangat, mendukung dan banyak membantu penulis selama penulisan skripsi ini.


(3)

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A selaku Dekan FISIP USU.

4. Bapak Drs. Amir Purba, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

5. Ibu Dra. Dewi Kurniawati M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktu, membagi ilmu yang sangat berharga dan dengan sangat sabar membimbing penulis.

6. Haris Wijaya S.Sos, M.Comm selaku dosen wali penulis yang selalu rela meluangkan waktu untuk penulis setiap kali penulis ingin melakukan konsultasi.

7. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bekal pengetahuan selama masa perkuliahan.

8. Kak Cut, Kak Maya dan Kak Ros yang telah banyak membantu urusan administrasi penulis.

9. Kak Farida Hanim S.Sos yang telah rela meluangkan waktunya untuk mengajarkan program SPSS kepada penulis.

10. Kepala Sekolah SMA YPSA yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di kelas internasional SMA YPSA Medan.

11. Mbak Elli Ova Sofia selaku guru SMA YPSA yang telah membantu dan bekerjasama dengan penulis selama melakukan penelitian di kelas internasional SMA YPSA.

12. Ketiga kakanda penulis yang selama ini selalu memberikan masukan serta dukungan kepada penulis.


(4)

13. Teman-teman penulis seperti Efron, Christina, Flora, Widya, Pina, Hendra, Arif, dan seluruh teman-teman stambuk 2006 yang tidak bisa disebutkan satu per satu oleh penulis. Senang rasanya bisa menjadi keluarga besar komunikasi 2006.

14. Teman-teman PEMA FISIP USU, Ananta, Rani Indah Komala, Kumari Dewi Puri, Lintang, Aldino dan teman-taman lainnya yang tidak dapat disebutkan semuanya oleh penulis, yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. 15. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini belum mencapai kesempurnaan, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya dengan baik. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga Allah Swt memberikan berkah kepada kita semua. Terima kasih.

Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Pembatasan Maalah ... 7

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Kerangka Teori ... 9

1.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Kelompok ... 9

1.5.2 Komunikasi dan Pendidikan ... 13

1.5.3 Komunikasi Antarpribadi ... 13

1.5.4 Metode Pengajaran ... 15

1.5.5 Persepsi ... 16

1.5.6 Model S-O-R ... 17

1.6 Kerangka Konsep ... 20

1.7 Model Teoritis ... 20

1.8 Operasional Konsep ... 21

1.9 Definisi Operasional ... 22


(6)

2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi ... 28

2.1.3 Fungsi dan Tujuan Komunikasi ... 31

2.1.4 Konteks-Konteks Komunikasi ... 38

2.2 Komunikasi Kelompok ... 42

2.2.1 Pengertian Komunikasi Kelompok ... 42

2.2.2 Klasifikasi Kelompok ... 45

2.2.3 Karakteristik Komunikasi Kelompok ... 49

2.2.4 Fungsi Komunikasi Kelompok ... 51

2.3 Komunikasi dan Pendidikan ... 53

2.3.1 Hubungan Komunikasi Dengan Pendidikan ... 53

2.3.2 Proses Komunikasi Dalam Pendidikan ... 55

2.4 Komunikasi Antarpribadi ... 57

2.4.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 57

2.4.2 Sifat-Sifat Komunikasi Antarpribadi ... 59

2.4.3 Komponen Komunikasi Antarpribadi dan Proses Komunikasi Antarpribadi ... 60

2.5 Metode Pengajaran ... 60

2.5.1 Makna Mengajar ... 60

2.5.2 Pengertian Metode Pengajaran ... 63

2.5.3 Macam-Macam Metode Pengajaran ... 65

2.6 Persepsi ... 74

2.6.1 Definisi Persepsi ... 74

2.6.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 76

2.6.3 Proses Persepsi ... 77

2.7 Model S-O-R ... 80

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 83

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 83

3.1.1 Latar Belakang Pendirian Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan ... 83


(7)

3.1.3 Logo dan Makna Logo YPSA ... 85

3.1.4 Jenjang Pendidikan ... 86

3.1.5 Struktur Organisasi ... 91

3.2 Metodologi Penelitian ... 93

3.2.1 Metode Penelitian ... 93

3.2.2 Lokasi Penelitian ... 94

3.3 Populasi dan sampel ... 94

3.3.1 Populasi ... 94

3.3.2 Sampel ... 95

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 96

3.5 Teknik Analisis Data ... 97

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 98

4.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 98

4.1.1 Tahap Awal ... 98

4.1.2 Pengumpulan Data ... 98

4.2 Teknik Pengolahan Data ... 100

4.3 Analisis Tabel Tunggal ... 101

4.3.1 Karakteristik Responden ... 101

4.3.2 Pola Mengajar Guru ... 103

4.3.3 Komunikasi Antarpribadi ... 111

4.3.4 Persepsi Siswa ... 117

4.4 Pembahasan ... 126

BAB V PENUTUP ... 130

5.1 Kesimpulan ... 130

5.2 Saran ... 131


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Operasional Konsep Tabel 2 Populasi

Tabel 3 Jenis Kelamin Responden Tabel 4 Kelas Responden

Tabel 5 Usia Responden

Tabel 6 Kepribadian yang menyenangkan

Tabel 7 Mampu menciptakan suasana belajar yangmenyenangkan

Tabel 8 Mampu mendesain pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris dengan baik

Tabel 9 Mampu mengorganisir pelajaran dengan baik Tabel 10 Cermat dalam melihat persoalan pribadi siswa

Tabel 11 Memiliki ketertarikan terhadap mata pelajaran yang diajarkan Tabel 12 Fleksibel menerima perkembangan teknologi dalam pembelajaran Tabel 13 Memiliki pemahaman yang baik terhadap mata pelajaran

Tabel 14 Terbuka dalam mengungkapkan ide atau gagasan Tabel 15 Memiliki empati yang tinggi

Tabel 16 Selalu memberikan dukungan untuk meningkatkan prestasi siswa Tabel 17 Memberikan respon positif ketika diberi pendapat atau kritik

Tabel 18 Memiliki kesamaan pandangan, ide, atau pemikiran ketika berbicara dengan siswa


(9)

Tabel 19 Memiliki keterampilan yang baik dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris

Tabel 20 Perhatian terhadap pola mengajar guru

Tabel 21 Kemampuan bahasa Inggris merupakan hal yang penting dalam proses belajar mengajar di kelas internasional

Tabel 22 Dapat mengerti dengan baik materi pelajaran yang disampaikan dengan menggunakan bahasa Inggris

Tabel 23 Dapat menerima semua materi pelajaran yang disampaikan dengan menggunakan bahasa Inggris

Tabel 24 Menaruh perhatian ketika guru-guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris

Tabel 25 Dapat menafsirkan dengan baik materi pelajaran yang disampaikan dengan menggunakan bahasa Inggris

Tabel 26 Pendapat siswa mengenai kemampuan guru-guru dalam menyampaikan pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris

Tabel 27 Tanggapan siswa mengenai Pola pengajaran dengan menggunakan bahasa Inggris di kelas internasional SMA YPSA

Tabel 28 Tanggapan siswa mengenai pola mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris yang diterapkan di kelas internasional SMA YPSA


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Variabel Sikap

Gambar 2 Pembagian Kelompok Deskriptif Berdasarkan Tujuan Gambar 3 Variabel Psikologis di Antara Rangsangan dan Tanggapan Gambar 4 Model S-O-R

Gambar 5 Struktur Organisasi YPSA


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Penelitian Lampiran II Tabel Pengolahan Data

Lampiran III Surat permohonan penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU

Lampiran IV Surat balasan untuk memberikan izin penelitian dari Kepala Sekolah SMA Yayasan Pendidikan Shafiyatul Amaliyyah Lampiran V Lembar catatan bimbingan skripsi


(12)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa kelas internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan tentang pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.

Peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan penelitian yaitu: Komunikasi, Komunikasi Kelompok, Komunikasi dan Pendidikan, Komunikasi Antarpribadi, Metode Pengajaran, Persepsi dan Stimulus-Organism-Respons (SOR). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang hanya memaparkan situasi, menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI kelas internasional SMA YPSA. Peneliti tidak dapat menjadikan siswa kelas XII sebagai sampel, karena mereka sedang menjalani ujian semester. Jumlah sampel adalah 26 orang. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik total sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 27 pertanyaan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal. Proses pengolahan data menggunakan program SPSS for Windows version 14.0.

Hasil penelitian menggambarkan persepsi siswa kelas internasional SMA YPSA terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris. Berdasarkan kuesioner yang telah dibagikan oleh peneliti kepada para responden, dapat diketahui bahwa mayoritas responden menilai baik pola mengajar para guru yang diterapkan di kelas internasional SMA YPSA. Mereka berpendapat bahwa para guru dapat menyampaikan materi dalam bahasa Inggris dengan baik. Namun ada juga beberapa guru yang terkadang tidak dapat menjelaskan materi pelajaran atau beberapa istilah dengan baik kepada para siswa. Untuk hal tersebut, para siswa mengharapkan adanya perbaikan agar proses belajar mengajar dapat menjadi lebih lancar lagi.


(13)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Siswa Terhadap Pola Mengajar Guru Dengan Menggunakan Bahasa Inggris di Kelas Internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa kelas internasional SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan tentang pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.

Peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan penelitian yaitu: Komunikasi, Komunikasi Kelompok, Komunikasi dan Pendidikan, Komunikasi Antarpribadi, Metode Pengajaran, Persepsi dan Stimulus-Organism-Respons (SOR). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang hanya memaparkan situasi, menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI kelas internasional SMA YPSA. Peneliti tidak dapat menjadikan siswa kelas XII sebagai sampel, karena mereka sedang menjalani ujian semester. Jumlah sampel adalah 26 orang. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik total sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebanyak 27 pertanyaan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal. Proses pengolahan data menggunakan program SPSS for Windows version 14.0.

Hasil penelitian menggambarkan persepsi siswa kelas internasional SMA YPSA terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris. Berdasarkan kuesioner yang telah dibagikan oleh peneliti kepada para responden, dapat diketahui bahwa mayoritas responden menilai baik pola mengajar para guru yang diterapkan di kelas internasional SMA YPSA. Mereka berpendapat bahwa para guru dapat menyampaikan materi dalam bahasa Inggris dengan baik. Namun ada juga beberapa guru yang terkadang tidak dapat menjelaskan materi pelajaran atau beberapa istilah dengan baik kepada para siswa. Untuk hal tersebut, para siswa mengharapkan adanya perbaikan agar proses belajar mengajar dapat menjadi lebih lancar lagi.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari komunikasi. Setiap aktivitas yang kita lakukan selalu disertai dengan komunikasi, baik secara verbal maupun non verbal, secara sengaja maupun tidak. Ketika kita berbicara dengan orang lain, berbelanja di pasar, belajar, maupun ketika melakukan kegiatan lainnya, semuanya dengan dan melalui komunikasi. Melalui komunikasi, kita mampu untuk belajar, memahami sesuatu, bergaul, bermusuhan, dan lain sebagainya.

Ada beberapa bentuk komunikasi yang kita kenal, salah satunya adalah komunikasi antarpribadi. Sebagian besar komunikasi yang kita lakukan dalam aktivitas sehari-hari berlangsung dalam konteks komunikasi antarpribadi. Komunikasi jenis ini biasanya dapat kita temukan dalam konteks kehidupan dua orang, keluarga, kelompok, maupun organisasi.

Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan komunikasi yang dilakukan oleh seorang individu kepada individu atau kepada kelompok lain dengan menggunakan lambang-lambang tertentu, terutama lambang bahasa. Penggunaan lambang bahasa lisan yang bersifat verbal biasanya selalu disertai dengan bahasa nonverbal atau bahasa tubuh (body language) seperti tersenyum, tertawa, menganggukkan atau menggelengkan kepala, menggerakkan tangan, dan bahasa isyarat lainnya. Komunikasi antarpribadi biasanya lebih bersifat pribadi


(15)

Berkaitan dengan penggunaan lambang bahasa verbal, kita harus bisa menyesuaikan bahasa yang kita gunakan dengan bahasa yang digunakan dan dipahami oleh komunikan. Ketika kita berkomunikasi dengan orang Jawa, sebisa mungkin kita menggunakan bahasa Jawa juga. Ketika kita berkomunikasi dengan orang dari suku Batak, kita bisa menggunakan bahasa Batak, atau kita juga bisa menggunakan bahasa Indonesia saja karena itu merupakan bahasa yang dipakai dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Begitu juga ketika kita berkomunikasi dengan orang yang berasal dari negara lain. Kita harus berusaha untuk berkomunikasi dengan bahasa yang mereka gunakan atau pun bahasa yang dapat mereka pahami. Namun seiring dengan perkembangan zaman, saat ini kita bisa berkomunikasi dengan orang dari berbagai negara dengan menggunakan bahasa Inggris, karena bahasa Inggris telah menjadi bahasa internasional yang digunakan dalam berbagai bidang, baik ekonomi, politik, pariwisata, pendidikan, dan lain sebagainya.

Di dunia, bahasa Inggris merupakan bahasa kedua yang pertama dipelajari (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggris). Indonesia termasuk salah satu negara yang menjadikan bahasa Inggris penting untuk dipelajari. Hampir seluruh sekolah di Indonesia, dari mulai SD sampai dengan perguruan tinggi, menjadikan bahasa Inggris sebagai kurikulum pelajaran.

Berbagai cara dilakukan dan berbagai program ditawarkan untuk meningkatkan mutu pendidikan bahasa Inggris. Salah satu program yang ditawarkan antara lain dengan menyediakan kelas internasional di sekolah-sekolah


(16)

(SBI) yang pengajarannya dengan menggunakan bahasa Inggris dan meniru sistem pendidikan luar negeri. SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didik berbasis Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia berkualitas Internasional dan lulusannya berdaya saing Internasional (http://edu-media.org/sbi.php).

Sebagai sekolah dengan kualitas internasional, tentu saja fasilitas, sumber daya, maupun konsep pengajaran, harus sesuai dengan standar yang biasanya dipakai di negara-negara maju. Penggunaan bahasa internasional (bahasa Inggris) sebagai bahasa pengantar merupakan suatu keharusan bagi sekolah bertaraf internasional. Fasilitas yang disediakan untuk para siswa pun berbeda dengan siswa lainnya. Ruangan ber-AC, laptop, komputer, laboratorium bahasa, laboratorium praktikum IPA dan sebagainya menjadi fasilitas yang harus disediakan oleh pihak sekolah. Selain fasilitas tersebut, cara pengajaran yang diterima para siswa juga berbeda.

Munculnya Sekolah Bertaraf International (SBI) di Indonesia dianggap sebagai langkah maju tumbuhnya perkembangan pendidikan setara luar negeri atau Internasional. Pengembangan SBI sendiri didasarkan pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat 3 yang secara garis besar ketentuan ini berisi bahwa pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan bertaraf internasional. Visi SBI sendiri yakni mewujudkan insane Indonesia cerdas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berjati diri Indonesia, dan kompetitif secara global (http://www.kabarindonesia.com/


(17)

berita.php?pil=13&jd=Sekolah+Bertaraf+Internasional%2C+untuk+Apa+dan+Sia pa%3F&dn=20090325120218)

Pembentukan SBI sendiri harus mengacu pada standar perumusan SBI yakni SBI = SNP + X. SNP adalah Standar Nasional Pendidikan dan X adalah penguatan untuk berdirinya SBI seperti sebagai penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman, adopsi terhadap standar pendidikan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional umpamanya Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, UNESCO. SNP sendiri memiliki 8 kompetensi yakni lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarpras, dana, pengelolaan dan penilaian.

Secara konsep, memang siswa SBI dirintis untuk menyamai kurikulum internasional seperti pada Cambridge atau International Baccalaureate (IB), dari sisi ini fungsional ketika siswa SBI sedikit menyamai Cambridge atau IB masih tanda tanya. Output SBI yang sudah ada akan diarahkan kemana nantinya, terutama ketika mereka akan menginjakkan pendidikan di Universitas. Konsep SBI secara tujuan dan visi memang sangat bagus, dimana siswa sudah terlatih untuk berkomunikasi secara global dengan bahasa Inggris. Siswa SBI juga memiliki pengalaman belajar yang sama dengan IB atau Cambridge. Menjamurnya SBI di Indonesia dapat ditakutkan akan menjadi lahan bisnis dalam dunia pendidikan dan kembali lagi masyarakat akan jadi korban.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan pelajaran merupakan


(18)

Dengan demikian, kemampuan untuk menyampaikan pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris harus dimiliki oleh para guru. Berbagai mata pelajaran seperti Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, dan lain sebagainya harus dapat disampaikan dengan bahasa Inggris. Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa mata pelajaran yang telah disebutkan masih sulit dipahami ketika disampaikan dalam bahasa Indonesia, apalagi jika disampaikan dalam bahasa Inggris. Dalam hal ini, para guru diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris dalam melakukan proses belajar mengajar, tentunya pendidik untuk SBI harus memiliki kompetensi tinggi dalam menerapkan bahasa Inggris secara pasif maupun aktif.

Walaupun kemampuan bahasa Inggris harus dimiliki oleh para pengajar, namun ternyata masih banyak kekurangan dan masalah yang terjadi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Direktur Tenaga Kependidikan Depdiknas, dari 260 kepala sekolah SBI yang diberikan tes kemampuan bahasa Inggris, TOEIC, hanya 10% yang memiliki kemampuan memadai, sedangkan sisanya, 90%, kemampuannya hanya mencapai skor 245, artinya masih di bawah tingkat dasar (elementary). Data lain, hasil ujian IELTS guru yang akan diproyeksikan dapat mengajar pada kelas rintisan internasional menunjukkan keadaan yang serupa. Dari sekitar 40 peserta, kurang dari 20% yang mampu memperoleh skor IELTS antara 4,0-4,5, sedangkan sisanya hanya memperoleh skor antara 2,5-3,7. Padahal seorang guru yang diizinkan mengajar program internasional harus memiliki skor minimal 6,5 pada IELTS atau skor 550 pada TOEFL (http://indonesianschool. org/modules/newbb/viewtopic.php?topic_id= 192&forum=19).


(19)

Permasalahan yang terjadi tersebut membuat pengajaran di SBI dan sekolah yang memiliki kelas internasional menjadi terhambat. Mata pelajaran yang seharusnya dapat dimengerti oleh para siswa justru menjadi sangat sulit dipahami akibat kemampuan para guru yang minim untuk mengkomunikasikan pelajaran dalam bahasa Inggris sehingga menimbulkan missunderstanding. Selain itu, pendekatan secara personal yang dilakukan oleh para guru juga terhambat karena guru yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang minim juga kesulitan untuk bisa berkomunikasi dengan para siswa.

Dapat kita bayangkan gambaran kekecewaan ketika siswa SBI memiliki output sama dengan siswa regular atau normal. Proses KBM yang menggunakan bilingual konsep akan cenderung memiliki balance yang kurang jika salah satu substansi lemah, seperti siswa kurang bisa mencerna proses dalam bahasa inggris atau terbalik guru yang kurang bisa menerapkan bahasa inggris saat mengajar. Satu hal lagi yang menjadi kekhawatiran adalah bahwa menjamurnya SBI di Indonesia dapat ditakutkan akan menjadi lahan bisnis dalam dunia pendidikan dan kembali lagi masyarakat akan jadi korban (http://www.kabarindonesia.com/ berita.php?pil=13&jd=Sekolah+Bertaraf+Internasional%2C+untuk+Apa+dan+Sia pa%3F&dn=20090325120218)

Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian di SMA Shafiyyatul Amaliyyah dengan alasan bahwa sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah di kota Medan yang memiliki kelas internasional untuk para siswanya. Selain itu, sekolah tersebut memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk memajukan


(20)

fasilitas yang dimiliki oleh sekolah tersebut yaitu dengan menyediakan sarana prasarana seperti laboratorium komputer, laboratorium bahasa, perpustakaan, masjid, klinik, dan lain sebagainya yang memadai yang akan membuat siswa merasa nyaman dan dapat meningkatkan semangat belajar serta dengan menyediakan tenaga pengajar yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing (http://www.shafiyyatul.com/sarana.php).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti persepsi siswa terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris di kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah persepsi siswa kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris?

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini difokuskan pada pola mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris yang dilakukan oleh para guru kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan.


(21)

2. Penelitian ini difokuskan pada persepsi para siswa kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.

3. Responden dari penelitian ini adalah siswa kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

4. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Mei 2010.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris di kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mendukung efektivitas pola mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris di kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris

1.4.2 Manfaat Penelitian


(22)

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai ilmu komunikasi.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah atau memperluas khasanah penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pemikiran kepada SMA Shafiyyatul Amaliyyah dan pihak lainnya.

1.5 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995: 39).

Menurut Kerlinger (Rakhmat, 2009: 6), teori merupakan suatu himpunan konstruk (konsep), definisi, dan komposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Kelompok

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication, dan berasal dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi komunikasi akan terjadi atau


(23)

berlagsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang disampaikan (Effendy, 2005: 9).

Komunikasi merupakan proses pengiriman lambang yang mengandung arti dari individu yang satu ke individu yang lain, atau dari kelompok satu ke kelompok lain. Pengiriman lambang ini dapat juga terjadi antara individu dengan kelompok. Lambang-lambang yang dipergunakan harus dipahami oleh komunikator maupun komunikan, atau sekurang-kurangnya dianggap dipahami untuk memungkinkan kelanjutan dari kegiatan komunikasi antara pihak yang berkepentingan. Komunikasi akan mudah berlangsung lebih lanjut antara orang-orang maupun kelompok-kelompok yang sependapat atau sekurang-kurangnya sudah mempunyai pendapat yang sama tentang suatu masalah (Anoraga, 1995: 230).

Menurut Harold D. Lasswell (Effendy, 2005: 10) cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:

Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?. Paradigma

Lasswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan tersebut, yaitu:

- Komunikator (communicator, source, sender) - Pesan (message)

- Media (channel, media)

- Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) - Efek (effect, impact, influence)


(24)

Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut (small group communication). Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan komunikasi antarpersona (Mulyana, 2005: 74).

Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap muka yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan mengatur sirkulasi makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan sentiment-sentimen kelompok serta kerinduan di antar mereka (Bungin, 2006: 264-265). Komunikasi kelompok (group communication) termasuk komunikasi tatap muka karena komunikator dan komunikan berada dalam situasi tatap muka dan saling melihat.

Menurut Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson (1985: 6), komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak menitiberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok tatap muka yang kecil. Kita dapat


(25)

mengajukan bemacam-macam pertanyaan yang berhubungan dengan komunikasi kelompok dan jawabannya akan membantu kita memahami lebih baik batas-batas dan atribut-atribut komunikasi kelompok.

Komunikasi kelompok dapat dibedakan menjadi komunikasi kelompok kecil (small group communication) dan komunikasi kelompok besar (large group

communication). Suatu situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok

kecil apabila situasi komunikasi seperti itu dapat diubah menjadi komunikasi antarpersona dengan setiap komunikan. Dengan kata lain, antara komunikator dengan setiap komunikan dapat terjadi dialog atau tanya jawab. Sedangkan untuk situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok besar, jika antara komunikator dan komunikan sukar terjadi komunikasi antarpersona. Kecil kemungkinan untuk terjadi dialog seperti halnya pada komunikasi kelompok kecil (Effendy, 2002: 8-9).

Salah satu jenis komunikasi kelompk kecil adalah kelompok belajar atau kelompok pendidikan. Sebagai anggota kelompok belajar atau kelompok pendidikan, kita berusaha untuk mengajarkan dan mempelajari subjek tertentu. Kelompok insan film berkumpul untuk berbagi penafsiran mereka mengenai bioskop. Seminar-seminar dan kursus-kursus, yang melibatkan interaksi kelompok, juga terdiri dari kelompok-kelompok belajar. Brilhart dan Galones (1992) menyebut kelompom seperti ini sebagai ”kelompok pencerahan”, setiap anggota kelompok berusaha untuk memecahkan masalah, tetapi tidak memiliki otoritas untuk melaksanakan keputusan mereka (Tubbs, 2005: 67).


(26)

1.5.2 Komunikasi Dan Pendidikan

Ditinjau dari prosesnya, pendidikan merupakan komunikasi, dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yaitu pengajar sebagai komunikator dan siswa sebagai komunikan (Effendy. 2005: 101). Menurut Sadiman (1996: 11) proses komunikasi dalam pendidikan terjadi ketika seorang pengajar manyampaikan pesan berupa ilmu pengetahuan kepada para pelajar melalui media tertentu, baik buku pelajaran ataupun media lainnya, dengan harapan para pelajar dapat memahami apa yang disampaikan sebagai efeknya.

Perbedaan antara komunikasi dengan pendidikan terletak pada tujuannya atau efek yang diharapkan. Ditinjau dari efek yang diharapkan itu, tujuan dari pendidikan bersifat khusus, yaitu meningkatkan pengetahuan seseorang tentang suatu hal sehingga dia dapat menguasainya. Tujuan pendidikan itu akan tercapai jika prosesnya berlangsung secara komunikatif, jika tidak, maka tujuan pendidikan itu tidak mungkin dapat tercapai.

1.5.3 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh De Vito (1986), bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung (Liliweri, 1991: 12).


(27)

Menurut De Vito (Liliweri, 1991: 13), suatu komunikasi antarpribadi mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

1. Ketebukaan (Openness) 2. Empati (Empathy)

3. Dukungan (Supportiveness) 4. Rasa Positif (Positiveness) 5. Kesamaan (Equality)

Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau prilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan (komunikan) memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan, maka ia akan merasa bahwa komunikasinya telah berhasil.

Menurut Johnson (Supratiknya, 1995: 11), seorang komunikator harus memiliki beberapa kemampuan untuk dapat mengembangkan dan menjaga kelangsungan komunikasi yaitu mampu untuk saling memahami, mampu mengkomunikasikan pikiran secara tepat dan jelas, mampu saling menerima dan memberi dorongan, serta mampu untuk memecahkan masalah. Selain itu, seorang komunikator juga harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik, agar pesan yang disampaikannya dapat diterima dengan baik oleh komunikan.


(28)

1.5.4 Metode Pengajaran

Mengajar adalah kegiatan yang dilakukan guru dan anak didik secara bersama-sama untuk memperoleh pengetahuan melalui proses pembelajaran yang akhirnya membentuk perilaku atau kepribadian anak. Pakar pendidikan, Sikun Pribadi, berpendapat bahwa mengajar adalah kegiatan pembinaan yang terkait dengan ranah kognitif dan psikomotorik. Ranah kognitif dengan tujuan agar siswa lebih cerdas, banyak pengalaman, berpikir kritis, sistematis, dan obyektif. Untuk ranah psikomotorik dengan tujuan terampil melaksanakan sesuatu, seperti: membaca, menulis, menyanyi, berhitung, lari cepat, berenang, dan lain-lain (Thoifuri, 2008: 37).

Untuk membuat suatu proses pengajaran menjadi berhasil, maka seorang guru harus dapat memilih sebuah metode pengajaran yang paling cocok. Dari beberapa metode pengajaran yang ada, metode parsitipoatori merupakan salah satu metode yang baik digunakan oleh para guru untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif.

Metode parsitipatori lebih menekankan ketelibatan siswa secara penuh. Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa didudukkan sebagai subjek, belajar. Dengan berpartisipasi aktif, siswa dapat menemukan hasil belajar. Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau fasilitator bagi para siswa (Suyatno, 2009: 44).

Menurut Freire (Suyatno, 2009: 44) guru yang menggunakan metode ini memiliki watak sebagai berikut:


(29)

2. Memiliki kecakapan sosial 3. Mampu mendesain pengajaran 4. Kemampuan mengorganisasi 5. Cermat

6. Memiliki ketertarikan pada subjek belajar 7. Fleksibel

8. Memiliki pemahaman yang baik

1.5.5 Persepsi

Menurut Desiderato (Rakhmat, 2005: 51), persepsi adalah pengamatan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi (perhatian), ekspektasi (harapan), motivasi dan memori.

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus (Rakhmat 1998: 51).

Jalaluddin Rakhmat, dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2005) juga mengungkapkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor struktural yang berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf


(30)

individu dan faktor fungsional yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal.

Menurut Mulyana (2005: 167-168) persepsi adalah juga inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. Persepsi meliputi penginderaan (sensasi), atensi (perhatian) dan interpretasi.

1.5.6 Model S-O-R

Model S-O-R ini diperkenalkan pada tahun 1930-an. Model S-O-R adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Teori ini semula berasal dari psikologi, kalau kemudian menjadi teori komunikasi juga, tidak mengherankan, karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen: sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi (Effendy, 2003: 253).

Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi, unsur-unsur dalam model ini adalah:

a. Pesan (Stimulus, S)


(31)

c. Efek (Response, R)

Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek: ”how”, bukan ”why” dan ”what”. Jelasnya, how to communicate, dalam hal ini,

how to change the attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan. Dalam proses

perubahan sikap, tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula.

Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003: 253) dalam bukunya ”Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovlan, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menela’ah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu:

a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan

Gambar 1 Variabel Sikap

Sumber: Effendy, 2003: 253

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima Stimulus

Response (Perubahan Sikap) Organisme:

• Perhatian

• Pengertian


(32)

komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.

Model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif, misalnya jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum, ini merupakan reaksi positif, namun jika tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif.

Secara substansi pola mengajar guru memiliki kontribusi dalam memformulasikan pesan-pesan berupa ilmu pengetahuan kepada para siswa. Akibatnya secara tidak langsung para siswa telah melakukan proses belajar dalam mencerna serta mengingat pesan yang telah diterimanya. Kondisi ini tentunya tanpa disadari sebagai upaya mengubah sikap para siswa.

Ada tiga variabel penting dalam menelaah sikap yang dirumuskan dalam model S-O-R. Secara interpretatif pola mengajar guru merupakan stimulus yang akan ditangkap oleh organisme yaitu siswa. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap. Dalam hal ini, respon siswa tersebut memberikan persepsi terhadap pola mengajar guru.


(33)

1.6 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil dari pemikiran yang rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi, 1991: 40). Kerangka konsep memuat komponen-komponen yang akan diteliti beserta indikatornya untuk memperjelas penelitian yang akan dicapai.

Berdasarkan kerangka teori yang telah ada, dapat ditentukan pernyataan-pernyataan yang bersifat konseptual. Kerangka konsep merupakan definisi yang dipakai untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena atau pun fenomena alam.

Komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Komponen pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.

2. Komponen persepsi siswa terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris.

1.7 Model Teoritis

Berdasarkan komponen yang telah ditetapkan, maka terbentuklah suatu skema model teoritis penelitian sebagai berikut:

Stimulus: Pola Mengajar Guru

Response Persepsi Organisme:


(34)

1.8 Operasional Konsep

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka dibuat operasional konsep yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian penelitian ini, yaitu:

Tabel 1 Operasional Konsep

Komponen Indikator

Persepsi siswa terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris

a. Kepribadian yang menyenangkan b. Memiliki kecakapan sosial c. Mampu mendesain pengajaran d. Kemampuan mengorganisasi e. Cermat

f. Memiliki ketertarikan pada subjek belajar

g. Fleksibel

h. Memiliki pemahaman yang baik i. Keterbukaan

j. Empati k. Dukungan l. Rasa positif m. Kesamaan n. Keterampilan o. Perhatian

Komponen

Pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris

Komponen


(35)

p. Pengertian q. Penerimaan r. Response:

s. Penginderaan (sensasi) t. Atensi atau perhatian u. Interpretasi

1.9 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu penelitian lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995: 46).

Definisi operasional dari konsep-konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kepribadian yang menyenangkan

Kepribadian yang menyenangkan merupakan faktor yang mendukung keinginan dan keseriusan siswa untuk belajar.

b. Memiliki kecakapan sosial

Kemampuan untuk menciptakan dinamika kelompok secara bersama-sama dan mengontrolnya tanpa merugikan partisipan.

c. Mampu mendesain pengajaran

Kemampuan untuk mendesain pengajaran akan membuat partisipan atau siswa menjadi lebih semangat untuk belajar.


(36)

Kemampuan untuk melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan urutan yang telah direncanakan dari awal hingga berakhirnya proses belajar mengajar.

e. Cermat

Kecermatan seorang guru dalam melihat persoalan pribadi yang dialami oleh para siswa dan selalu berusaha untuk memberikan jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi oleh siswa.

f. Memiliki ketertarikan pada subjek belajar

Ketertarikan terhadap subjek yang diajarkan akan membuat seseorang menguasai subjek tersebut.

g. Fleksibel

Kemampuan dalam merespon perubahan kebutuhan belajar partisipan. h. Memiliki pemahaman yang baik

Pemahaman yang baik terhadap suatu materi akan membuat seorang guru mampu untuk menyampaikan materi secara jelas dan terperinci.

i. Keterbukaan

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan permasalahan secara bebas dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.

j. Empati


(37)

k. Dukungan

Setiap pendapat, ide, atau gagasan yang disampaikan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi dengan demikian keinginan atau hasrat yang ada dimotivasi untuk mencapainya.

l. Rasa Positif

Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat tanggapan positif. Rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau berprasangka yang mengganggu jalinan interaksi.

m. Kesamaan

Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadi akan menjadi kuat apabila memiliki kesamaan pandangan, sikap, usia, ideologi, pendidikan, dan lain sebagainya.

n. Keterampilan

Suatu pesan yang disampaikan oleh seorang komunikan akan menjadi lebih mudah diterima jika komunikator memiliki keterampilan bekomunikasi yang baik. Keterampilan tersebut dapat berupa penggunaan bahasa yang tepat, komunikatif, serta interaktif.

o. Perhatian

Suatu proses penyeleksian input yang akan diproses dalam kaitannya dengan pengalaman. Perhatian dipengaruhi oleh adanya motif dan kebutuhan, minat, intensitas dan ukuran, kontras dan hal-hal baru, pengulangan dan gerakan.


(38)

p. Pengertian

Proses dimana seorang komunikan dapat mengerti apa yang disampaikan oleh komunikator.

q. Penerimaan

Proses dimana seorang komunikan menerima pesan yang disampikan oleh komunikator.

r. Response

Reaksi seorang komunikan terhadap rangsangan (stimulus) yang diberikan komunikator. Rensponse ini bisa baik dan bisa juga buruk.

s. Penginderaan ( sensasi )

Penginderaan dilakukan melalui alat-alat indra kita (indra perasa, indra peraba, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar). Makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari.

t. Atensi (perhatian)

Atensi (perhatian) adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan, dan proses kognitif lainnya.

u. Interpretasi

Interpretasi merupakan tahap yang paling penting dalam persepsi. Kita tidak dapat menginterpretasikan makna setiap objek secara langsung, melainkan menginterpretasikan makna informasi yang anda percayai mewakili objek tersebut.


(39)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Komunikasi

2.1.1 Definisi Komunikasi

Salah satu persoalan dalam memberi pengertian atau definisi tentang komunikasi, yakni banyaknya definisi yang dibuat oleh para pakar menurut bidang ilmunya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya disiplin ilmu yang memberi masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi, misalnya psikologi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu manajemen, linguistik, dan lain sebagainya. Jadi pengertian komunikasi tidak sesederhana yang kita lihat sebab para pakar memberikan definisi menurut pemahaman dan perspektif masing-masing (Cangara, 2007: 17).

Kata atau istilah “komunikasi” (Bahasa Inggris “communication”) berasal dari bahasa Latin “communicates” atau “communication” atau “cummunicare” yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan (Riswandi, 2009: 1).

Joseph A.Devito (1978) dalam bukunya “Communicologi: An Introduction

to The Study of Communication” menjelaskan komunikasi adalah kegiatan yang

dilakukan seseorang atau lebih dari kegiatan menyampaikan dan menerima pesan komunikasi yang terganggu keributan, dalam suatu konteks, bersama dengan


(40)

Howard Stephenson (1971) dalam bukunya “Handbook of Public Relations” menjelaskan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan komunikasi dan efek komunikasi dari seseorang atau kelompok, kepada orang atau kelompok lainnya (Lubis, 2005:10).

Carl I Hovland, Janis, dan Kelley mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak). Menurut Bernard Berelson dan Gary A. Steiner komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan lainnya. Sedangkan menurut Weaver Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya (Riswandi, 2009: 2).

Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi ilmu komunikasi antarmanusia (human

communication) bahwa komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang

menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antarsesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2006: 18-19).

Menurut Rogers bersama D Lawrence Kincaid, komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran


(41)

informasi dengan satu sama lainnya, yang pada giliranya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2006: 19).

Definisi-definisi yang dikemukakan di atas tentunya belum mewakili semua definisi komunikasi yang telah dibuat oleh banyak pakar, namun sedikit banyaknya kita telah memperoleh gambaran seperti apa yang diungkapkan Shannon dan Weaver (1949) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Karena itu, jika kita berada dalam suatu situasi berkomunikasi, maka kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol–simbol yang digunakan dalam berkomunikasi (Cangara, 2007: 19-20).

2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi (Cangara, 2006: 21).

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Aristoteles, ahli filsafat Yunani Kuno


(42)

didukung oleh tiga unsur yang mendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan dan siapa yang mendengarkan (Cangara 2006:21).

Claude E. Shannon dan Warren Weaver (1949), dua orang insinyur listrik menyatakan bahwa terjadinya proses komunikasi memerlukan lima unsur yang mendukungnya yaitu pengirim, transmitter, signal, penerima dan tujuan. Awal tahun 1960-an David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana. Formula itu dikenal dengan nama “SMCR”, yakni: Source (pengirim),

Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima). Kemudian

Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin L. De Fleur menambahkan lagi unsur efek dan umpan balik (feedback). Perkembangan terakhir adalah munculnya pandangan dari Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah penting dalam proses komunikasi.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Pengirim Pesan atau Sumber

Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirim pesan. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi, atau lembaga.

2. Pesan

Pesan adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara tertulis maupun lisan. Pesan nonverbal dapat berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka, dan nada suara.


(43)

3. Saluran atau Media

Saluran atau media adalah jalan/alur yang dilalui pesan dari si pengirim dengan si penerima. Saluran yang biasa dalam komunikasi adalah gelombang cahaya dan gelombang suara yang dapat kita lihat dan dengar. Media yang dimaksud di sini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.

4. Penerima Pesan

Penerima pesan adalah pihak yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa Inggris disebut audience atau receiver.

5. Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. 6. Tanggapan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai kepada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan


(44)

tujuan. Hal-hal seperti itu menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber.

7. Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

2.1.3 Fungsi dan Tujuan Komunikasi

Adapun fungsi dari komunikasi, adalah sebagai berikut: a. Menyampaikan informasi (to inform)

b. Mendidik (to educate) c. Menghibur (to entertain) d. Mempengaruhi (to influence)

(Effendy, 2005: 8)

Widjaja (2000 : 64), menjelaskan apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta, dan ide. Maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut:

1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.


(45)

2. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif di dalam masyarakat.

3. Motivasi, menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.

4. Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau penyelesaian perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama.

5. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk ketrampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

6. Memajukan kehidupan, meyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan dengan memperluas horison seseorang, serta membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan estetiknya.

7. Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan imaji dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, olahraga, kesenangan kelompok, dan individu.


(46)

8. Intergrasi, menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar dapat saling kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang lain.

Berdasarkan kerangka yang dikemukakan oleh William I. Gorden, fungsi komunikasi terdiri dari empat bagian, yaitu komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental. (Mulyana, 2005: 5). Berikut ini adalah penjelasan tentang masing-masing fungsi komunikasi yang diungkapkan oleh William I. Gorden.

1. Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama (Mulyana, 2005: 5). a. Pembentukan konsep diri

Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak mungkin mempunyai kesadaran bahwa dirinya adalah manusia. Melalui


(47)

komunikasi dengan orang lain, kita bukan saja belajar mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita (Mulyana, 2005: 7-8). b. Pernyataan eksistensi diri

Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepatlagi pernyataan eksistensi diri. Kita dapat memodifikasi pernyataan filosof Prancis Rene Descartes (1596-1650) yang mengatakan Cogito Ergo Sum (“Saya berpikir, maka saya ada”) menjadi “Saya berbicara, maka saya ada”. Bila kita berdiam diri, orang lain akan memperlakukan kita seolah-olah kita tidak eksis. Namun ketika kita berbicara, kita menyatakan bahwa kita ada (Mulyana, 2005: 12).

c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan

Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain.

2. Komunikasi Ekspresif


(48)

tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal (Mulyana, 2005: 21-22).

Komunikasi ekspresif dapat pula dikomunikasikan melalui karya seni seperti puisi, novel, lukisan, tarian, musik, dan seni patung. Musik dapat mengekspresikan perasaan, kesadaran, bahkan pandangan hidup atau ideologi manusia seperti cinta, penderitaan orang, atau kritik terhadap penguasa. Lukisan juga sering mengekspresikan perasaan pelukisnya. Perasaan tersebut terlihat dari penggunaan warna dan bentuk-bentuk garis dalam lukisan (Riswandi, 2009: 19).

3. Komunikasi Ritual

Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara ritual. Suatu komunitas yang sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun (menyanyikan Happy Birthday dan pemotongan kue), pertunangan, pernikahan, hingga upacara kematian. Dalam acara-acara tersebut orang-orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa’a, membaca kitab suci, naik haji, upacara wisuda, perayaan lebaran atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali


(49)

komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka (Mulyana, 2005: 25).

Komunikasi ritual sering kali bersifat ekspresif, artinya menyatakan perasaan terdalam seseorang, misalnya seorang anggota Paskibraka berlinang air mata ketika mencium bendera pusaka merah putih. Kegiatan komunikasi ritual memungkinkan pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi keterpaduan mereka. Yang menjadi esensi bukanlah kegiatan ritualnya, akan tetapi adanya perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainyam artinya adanya perasaan bahwa kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar dari diri kita, dan bahwa diri kita diakui dan diterima oleh kelompok kita (Riswandi, 2009: 20).

Komunikasi ritual adakalanya bersifat mistik dan seringkali perilaku orang-orang yang ada di dalam komunitas tersebut sulit dimengerti dan dipahami oleh orang-orang yang ada di luar komunitas. Contoh yang dapat dikemukakan adalah upacara-upacara ritual di beberapa suku pedalaman di Indonesia seperti suku Asmat, suku Badui, Dayak, dan beberapa suku lainnya yang mata pencahariannya adalah bertani, menangkap ikan di sungai atau di laut, atu berburu binatang.

Komunikasi ritual ini bisa jadi akan tetap ada sepanjang zaman, karena ia merupakan kebutuhan manusia, meskipun bentuknya berubah-ubah demi pemenuhan kebutuhan dirinya sebagai makhluk individu, anggota komunitas tertentu, makhluk sosial, dan sebagai salah satu bagian dari alam semesta.


(50)

4. Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga untuk menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tujuan tersebut disebut membuajuk (bersifat persuasif). komunikasi yang berfungsi untuk memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung muatan persuasive dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak untuk diketahui. Ketika seorang dosen menyatakan bahwa ruang kuliah kotor, pernyataannya tersebut dapat membujuk mahasiswa untuk membersihkan ruang kuliah tersebut. Bahkan komunikasi yang menghibur (to

entertain) pun secara tidak langsung membujuk khalayak untuk melupakan

persoalan hidup mereka (Mulyana, 2005: 30).

Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, tetapi juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkna kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, antara lain dapat diraih lewat pengelolaan pesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti


(51)

berbicara sopan, mengobral janji, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan. Taktik itu lazim kita lihat pada orang-orang yang melakukan kampanye politik.

Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian pidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu tentu saja berkaitan dalam arti bahwa berbagai pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karir, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.

2.1.4 Konteks-Konteks Komunikasi

Menurut Mulyana (2005: 72), kategorisasi berdasarkan tingkat (level) paling lazim digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikais yang melibatkan jumlah peserta yang paling sedikit hingga komunikasi yang melibatkan jumlah peserta yang paling banyak. Terdapat empat tingkatan yang disepakati oleh para pakar, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Beberapa pakar lain menambahkan komunikasi intrapribadi, komunikasi diadik (komunikasi dua orang), dan komunikasi publik (berpidato di depan umum).

a. Komunikasi Intrapribadi


(52)

ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks-konteks lainnya, meskipun dalam disiplin komuniikasi tidak dibahas secara rinci dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi intrapribadi ini inhern dalam komunikasi dua orang, tiga orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikais dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri (mempersepsi dan memastikan makna pesan orang lain), hanya saja caranya sering tidak disadari. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri (Mulyana, 2005: 72-73)

b. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal coomunication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap raksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami-isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid, dan sebagainya. Cirri-ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2005: 73).

c. Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama


(53)

lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga, kawan-kawan terdekat, kelompok diskusi; kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut (small-group communication). Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan komunikasi antar pribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok (Mulyana, 2005: 74).

d. Komunikasi Publik

Komunikasi publik (public communication) adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak) yang tidak bisa dikenali satu per satu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah, atau kuliah umum. Beberapa pakar menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large-group communication) untuk komunikasi ini (Mulyana, 2005: 74).

Komunikasi publik biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit dari pada komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok, karena komunikasi publik menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian dan kemampuan menghadapi sejumlah besar orang. Daya tarik fisik pembicara bahkan sering merupakan faktor penting untuk menentukan efektivitas pesan, selain kehalian dan kejujuran yang dimiliki pembicara. Tidak seperti komunikasi antarpribadi yang melibatkan pihak-pihak yang sama-sama aktif, satu pihak (pendengar) dalam


(54)

komunikasi publik cenderung pasif. Umpan balik yang mereka berikan terbatas, terutama umpan balik yang bersifat verbal.

e. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi seringkali melibatkan juga komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, dan adakalanya juga komunikasi publik. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi horizontal. Sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi antarsejawat, juga termasuk gossip (Mulyana, 2005: 75).

f. Komunikasi Massa

Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi dengan menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, dan selintas (khususnya media elektronik). Komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi organisasi berlangsung juga dalam proses


(55)

untuk mempersiapkan pesan yang disampaikan oleh media massa ini (Mulyana, 2005: 75).

2.2 Komunikasi Kelompok

2.2.1 Pengertian Komunikasi Kelompok

Ada begitu banyak pengertian maupun berbagai definisi mengenai seluk beluk komunikasi kelompok. Berikut ini adalah beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli.

1. Peter L. Berger (1991)

Komunikasi kelompok merupakan hubungan antara manusia dengan masyarakat secara dialektis dalam eksternalisasi, obyektifitas, dan internalisasi. Ekternalisasi adalah pencurahan kehadiran manusia, baik dalam aktifitas maupun mentalitas. Melalui eksternalisasi, manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Obyektifitas adalah disandangnya produk-produk aktifitas suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya (manusia) dalam suatu kefaktaan yang eksternal terhadap yang lain, dari pada podusennya sendiri. Internalisasi adalah peresapan kembali realitas oleh manusia dan mentranformasikannya sekali lagi struktur-struktur dunia obyektif ke dalam struktur-struktur-struktur-struktur kesadaran subyektif. 2. Elwood Murray

Komunikasi kelompok dapat dikatakan sebagai disiplin karena komunikasi kelompok ini mempunyai ruang lingkup, menunjukkan kemajuan dalam


(56)

3. Carl E. Larson dan Alvina A. Goldberg

Komunikasi kelompok adalah salah satu dari sejumlah kecil disiplin ilmu yang mempunyai penerapan dan kritik sebelum mempunyai suatu lingkup yang jelas, teori ataupun metodologi riset.

(Lubis, 2007: 118-119)

Sendjaja (2002: 3.3) menjelaskan bahwa Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya Human Communiation, A Revisian of Approaching

Speech/Comumunication, memberi batasan komunikasi kelompok sebagai

interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagai informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota kelompok dapat menumbuhkan karateristik pribadi anggota lainnya dengan akurat (the face-to-face interaction of

three or more individuals, for a recognized purpose such as information sharing, self-maintenance, or problem solving, such that the members are able to recall personal characteristics of other members accurately).

Ada empat elemen yang tercakup dalam definisi di atas, yaitu interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud atau tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggo ta lainnya. Kita mencoba membahaas keempat elemen dari batasan tersebut dengan lebih rinci.

1. Terminologi tatap muka (face-to face) mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari


(57)

setiap anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan kumpulan individu yang sedang melihat proses pembangunan gedung/bangunan baru. Dengan demikian, makna tatap muka tersebut berkait erat dengan adanya interaksi di antara semua anggota kelompok.

2. Jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok berkisar antara 3 sampai 20 orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan melebihi 20 orang, kurang memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi di mana setiap anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan karenannya kurang tepat untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok.

3. Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga dari definisi di atas, bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahun (to impart knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan diri (self-maintenance), biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang dihasilkan adalah kepuasan kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan kolektif/kelompok bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan apabila tujuan kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok tersebut biasanya melibatkan beberapa tipe pembuatan keputusan untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. 4. Elemen terakhir adalah kemampuan anggota kelompok untuk menumbuhkan


(58)

bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan dengan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah terdefinisikan dengan jelas, di samping itu identifikasi setiap anggota dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen.

2.2.2 Klasifikasi Kelompok

Dari persepsi psikologi dan juga sosiologi, kelompok dapat diklasifikasikan ke dalam empat bagian, yaitu kelompok primer dan sekunder, in-group dan

out-group, kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan, serta kelompok deskriptif

dan preskriptif (Riswandi, 2009: 120).

a. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder

Pembagian kelompok seperti ini dikemukakan oleh Charles Horton Cooley. Kelompok primer ditandai adanya hubungan emosional, personal, dan akrab, menyentuh hati seperti hubungan dengan keluarga, teman sepermainan, tetangga sebelah rumah di pedesaan. Sedangkan kelompok sekunder adalah lawan dari kelompok primer, ditandai dengan hubungn yang tidak akrab tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita seperti organisasi massa, fakultas, serikat buruh, dan sebagainya.

Perbedaan kelompok primer dan kelimpok sekunder dari karakteristik komunikasinya adalah sebagai berikut:

1. Kualitas komunikasi pada kelompok primerr bersifat dalam dan luas, artinya dalam kelompok primer kita mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi


(59)

dengan menggunakan berbagai lambang, baik verbal maupun nonverbal. Sebaliknya pada kelompok sekunder, komunikasi bersifat dangkal (hanya menembus bagian luar dari kepribadian kita) dan terbatas (hanya berkenaan dengan hal-hal tertentu saja). Di sini lambang komunikasi umumnya verbal dan sedikit sekali nonverbal.

2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal. Dalam kelompok primer yang penting adalah siapa dia, bukan apa dia. Kita mengkomunikasikan seluruh pribadi kita. Hubungan kita dengan anggota kelompok primer bersifat unik dan tidak dapat dipindahkan

(non-transferable).

3. Pada kelompok primer, komunikasi lebih menekankan aspek hubungan dari pada aspek isi. Komunikasi dilakukan untuk memelihara hubungan baik, dan isi komunikasi bukan merupakan hal yang sangat penting.

b. In-group dan Out-group

group adalah kelompok kita dan Out-group adalah kelompok mereka.

In-group dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Keluarga kita adalah in-group kelompok primer. Fakultas adalah in-in-group kelompok sekunder. Perasaan in-group diungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerja sama.

Untuk mebedakan in-group dan out-group, kita membuat batas (boundaries) yang menentukan siapa yang masuk orang dalam dan siapa yang masuk orang luar. Batas-batas ini dapat berupa lokasi geografis (Indonesia, Thailand, dan


(60)

(Muslim, Kristen), profesi (pedagang, dosen), bahasa (Inggris, Cina), status sosial (elite, menengah, bawah) dan kekerabatan (keluarga, clans).

c. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan

Pembagian kelompok ini diungkapkan oleh Theodore Newcomb pada tahun 1930-an. Ia melahirkan istilah membership group dan reference group. Kelompom rujukan diartikan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur atau standar untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Jika Anda menggunakan kelompok itu sebagai teladan bagaimana seharusnya bersikap, maka kelompok itu menjadi kelompok rujukan positif. Jika Anda menggunakannya sebagai teladan bagaimana seharusnya tidak bersikap, maka kelompok tersebut menjadi kelompok rujukan negatif. Kelompok yang terikat dengan kita secara nominal adalah kelompok rujukan kita, sedangkan yang memberikan kepada kita identifikasi psikologis adalah kelompok rujukan.

Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2005: 120) menjelaskan bahwa menurut teori kelompok rujukan, kelompok rujukan mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi kompratif dan fungsi normatif. Tamotsu Shibutani (1967) menambahkan satu fungsi lagi, yaitu fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif). Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki – kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya., sekaligus menunjukkan apa yang seharusnya saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan


(61)

kepada saya cara memandang dunia ini – cara mendefinikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbgai objek, peristiwa, dan orang-orang yang saya temui (fungsi perspektif).

d. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (Rakhmat, 2005:147), dari Illinois University, membagi kelompok pada dua kategori: deskriptif dan preskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Kategori preskriptif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya.

Untuk kategori deskriptif, kita dapat “mengelompokkan” kelompok berdasarkan tujuannya. Barlund dan Haimann (1960) menjejerkan kelompok-kelompok itu dari tujuan yang bersifat interpersonal sampai tujuan yang berkenaan dengan tugas (task) kelompok. Mereka menyusunnya dalam rentangan kontinuum seperti berikut:

Gambar 2

Pembagian Kelompok Deskriptif Berdasarkan Tujuan

Sumber: Rakhmat, 2005: 147

kelompok sepintas

kelompok katartis

kelompok belajar

kelompok pembuat kebijaksanaan

kelompok aksi


(62)

Kelompok sepintas (casual group) dibentuk hanya semata-mata untuk “membina hubungan manusiawi yang hangat”. Kelompok katartis dimaksudkan untuk melepaskan tekanan batin atau frustrasi anggota-anggotanya. Kelompok belajar tentu dibentuk untuk menambah informasi. Kelompok pembuat kebijaksanaan dan kelompok aksi keduanya dibentuk untuk menyelesaikan tugas berupa perumusan kebijakan atau tindakan.

Kelompok preskriptif, seperti yang telah dijelaskan di muka, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Masih menurut Cragan dan Wright, ada enam format kelompok, yaitu diskusi meja bundar, simposim, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

2.2.3 Karakteristik Komunikasi Kelompok

Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan oleh dua hal, yaitu norma dan peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu dengan yang yang lainnya. Severin dan Tankard mengatakan norma-norma sosial (social

norm) terdiri dari dua jenis, yaitu deskriptif dan perintah. Norma-norma deskriptif

menentukan apa yang umumnya dilakukan dalam sebuah konteks, sedangkan norma perintah (injunctive norm) menentukan apa yang pada umunya disetujui oleh masyarakat. Keduanya mempunyai dampak pada tingkah laku manusia, namun norma-norma perintah tampaknya mempunyai dampak yang lebih besar (Bungin, 2006: 267).


(1)

II. Komponen Pola Mengajar Guru

4. Apakah guru-guru Anda memiliki kepribadian yang menyenangkan?

a. Tidak menyenangkan b. Menyenangkan

c. Sangat menyenangkan

5. Menurut Anda, apakah guru-guru Anda mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan?

a. Tidak mampu b. Mampu

c. Sangat mampu

6. Apakah guru-guru Anda mampu mendesain pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris dengan baik?

a. Tidak mampu b. Mampu

c. Sangat mampu

7. Apakah guru-guru Anda mampu mengorganisir proses pengajaran dengan baik?

a. Tidak mampu b. Mampu

c. Sangat mampu

8. Apakah menurut Anda, guru-guru Anda merupakan orang-orang yang cermat dalam melihat persoalan pribadi siswa?

a. Tidak cermat b. Cermat c. Sangat cermat

9. Apakah guru-guru Anda memiliki ketertarikan terhadap mata pelajaran yang diajarkan kepada Anda?

a. Tidak memiliki ketertarikan b. Memiliki ketertarikan

c. Sangat memiliki ketertarikan

10. Menurut Anda, apakah guru-guru Anda adalah orang yang fleksibel menerima perkembangan teknologi dalam

pembelajaran? a. Tidak fleksibel b. Fleksibel

c. Sangat tidak fleksibel

7 6

8

10

11

12 9


(2)

11. Apakah menurut Anda, guru-guru Anda memiliki pemahaman yang baik terhadap mata pelajaran yang diajar oleh mereka? a. Tidak memiliki pemahaman yang baik

b. Memiliki pemahaman yang baik

c. Sangant memiliki pemahaman yang baik

III. Komponen Komunikasi Antarpribadi

12. Apakah guru-guru Anda merupakan orang-orang yang terbuka dalam mengungkapkan ide maupun gagasan ketika berbicara dengan Anda?

a. Tidak terbuka b. Terbuka c. Sangat terbuka

13. Apakah guru-guru Anda memiliki empati yang tinggi? a. Tidak memiliki empati

b. Memiliki empati

c. Sangat memiliki empati

14. Apakah guru-guru Anda selalu memberikan dukungan untuk meningkatkan prestasi Anda?

a. Tidak memberi dukungan b. Memberi dukungan

c. Sangat memberi dukungan

15. Apakah guru-guru Anda selalu memberikan respon positif ketika Anda memberikan pendapat atau mengkritik mereka?

a. Tidak memberi respon positif b. Memberi respon positif

c. Sangat memberi respon positif

16. Menurut Anda, apakah guru-guru Anda memiliki kesamaan pandangan, ide, atau pemikiran ketika berbicara dengan Anda? a. Tidak memiliki kesamaan

b. Memiliki kesamaan

c. Sangat memiliki kesamaan

17. Apakah menurut Anda, guru-guru Anda memiliki keterampilan yang baik dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris?

a. Tidak memiliki keterampilan yang baik b. Memiliki keterampilan yang baik

c. Sangat memiliki keterampilan yang baik

18 13

14

15

16

17


(3)

IV. Komponen Persepsi

18. Apakah Anda menaruh perhatian kepada pola mengajar guru-guru Anda?

a. Tidak menaruh perhatian b. Menaruh perhatian

c. Sangat menaruh perhatian

19. Menurut Anda, apakah kemampuan berbahasa Inggris yang baik merupakan hal yang penting dalam proses belajar mengajar di kelas internasional?

a. Tidak penting b. Penting

c. Sangat penting

20. Apakah Anda dapat mengerti dengan baik materi pelajaran yang disampaikan dengan menggunakan bahasa Inggris?

a. Tidak dapat mengerti b. Dapat mengerti c. Sangat dapat mengerti

21. Apakah Anda dapat menerima dengan baik semua materi pelajaran yang disampaikan dengan menggunakan bahasa Inggris?

a. Tidak dapat menerima dengan baik b. Dapat menerima dengan baik c. Sangat dapat menerima dengan baik

22. Apakah Anda menaruh perhatian ketika guru-guru Anda menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris?

a. Tidak menaruh perhatian b. Menaruh perhatian

c. Sangat menaruh perhatian

23. Apakah Anda dapat menafsirkan dengan baik materi pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru Anda dengan menggunakan bahasa Inggris?

a. Tidak dapat menafsirkan dengan baik b. Dapat menafsirkan dengan baik c. Sangat dapat menafsirkan dengan baik

20

21

22

23

24


(4)

24. Menurut Anda, apakah guru-guru Anda telah memiliki

kemampuan yang baik dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris?

a. Tidak memiliki kemampuan yang baik b. Memiliki kemaampuan yang baik c. Tidak memiliki kemampuan yang baik

25. Menurut Anda, apakah pola pengajaran dengan menggunakan bahasa Inggris di sekolah Anda sudah efektif?

a. Tidak efektif b. Efektif c. Sangat efektif Berikan alasan Anda

……… ……… ……… ……… ……… ……

26. Menurut Anda, apakah pola mengajar dengan menggunakan bahasa Inggris yang diterapkan oleh guru-guru Anda sudah baik? a. Tidak baik

b. Baik

c. Sangat baik Berikan alasan Anda

……… ……… ……… ……… ……… 27. Apa saran Anda terhadap pola mengajar dengan menggunakan

bahasa Inggris yang telah diterapkan oleh guru-guru Anda? ……… ……… ……… ……… ………

26

27

29 28


(5)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp. (061) 8217168

NAMA : Tommy Pahlevy

LEMBARAN CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

NIM : 060904101

PEMBIMBING : Dra. Dewi Kurniawati, M.Si

No. TGL

PERTEMUAN

PEMBAHASAN PARAF

PEMBIMBING

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

13.

10 Maret 2010 27 Maret 2010 07 April 2010 09 April 2010 17 April 2010 18 April 2010 20 April 2010 22 April 2010 27 April 2010 26 Mei 2010 11 Juni 2010 24 Juni 2010

28 Juni 2010

ACC Proposal Penelitian Seminar Proposal

Penyerahan Bab 1 Revisi Bab 1

Penyerahan Revisi Bab 1 Penyerahan Kuesioner Penyerahan Revisi Kuesioner ACC Kuesioner

ACC Bab 1

Penyerahan Bab 2 dan 3 Revisi Bab 2 dan 3

Penyerahan Revisi Bab 2 dan 3 serta Bimbingan Bab 4 dan 5 Penyerahan Bab 4 dan 5 ACC Bab 4 dan 5


(6)

BIODATA

Nama : Tommy Pahlevy

NIM : 060904101

Departemen : Ilmu Komunikasi

Program Studi : Hubungan Masyarakat (HUMAS) Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 05 Januari 1987

Agama : Islam

Anak ke : 4 dari 4 bersaudara

Pendidikan : 1. SD Harapan 1 Medan, lulus tahun 1999

2. MTs. Tebuireng Jombang Jawa Timur, lulus tahun 2002

3. MA. Tebuireng Jombang Jawa Timur, lulus tahun 2005

4. Ilmu Komunikasi FISIP USU, lulus tahun 2010

Nama Orangtua

Ayah : (Alm) H. M. Syahran Zeiny Ibu : Hj. Erniaty

Alamat : Jl. Selamat No. 100 Simpang Limun Medan Sumatera Utara 20219


Dokumen yang terkait

Pola Mengajar Guru (Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan)

3 56 122

Bagaimana Persepsi Siswa Tentang Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam di SDN Rambutan 03 Pagi Jakarta

1 5 90

Pengaruh persepsi siswa mengenai keterampilan mengajar guru terhadap hasil belajar IPS siswa di SMP Muhammadiyah 1 Cileungsi

0 11 0

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KETERAMPILAN MENGAJAR GURU DAN MINAT BELAJAR TERHADAP KEAKTIFAN SISWA Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru Dan Minat Belajar Terhadap Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran Ekonomi Kelas X IPS SMA

0 2 19

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KETERAMPILAN MENGAJAR GURU DAN MINAT BELAJAR TERHADAP KEAKTIFAN SISWA Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru Dan Minat Belajar Terhadap Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran Ekonomi Kelas X IPS SMA

0 4 12

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP METODE MENGAJAR GURU DENGAN KESEJAHTERAAN SISWA DI SMP Hubungan Antara Persepsi Siswa terhadap Metode Mengajar Guru dengan Kesejahteraan Siswa di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta.

0 1 15

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG METODE MENGAJAR GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN SISWA Hubungan Antara Persepsi Siswa terhadap Metode Mengajar Guru dengan Kesejahteraan Siswa di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta.

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG CARA GURU MENGAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Cara Guru Mengajar Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas X Di SMA Batik 1 Surakarta.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG CARA GURU MENGAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Cara Guru Mengajar Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas X Di SMA Batik 1 Surakarta.

0 1 19

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG BIMBINGAN GURU BK DAN CARA GURU MENGAJAR DENGAN MOTIVASI Hubungan Persepsi Siswa Tentang Bimbingan Guru BK Dan Cara Guru Mengajar Dengan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas X Di Smk Negeri 6 Surakarta.

0 0 20