orang 47,5. Dari 53 orang yang menilai sarana dan prasarana baik sebagian besar memilih memakai metode kontrasepsi suntik, yaitu sebanyak 41 orang 77,3,
sedangkan dari 48 orang yang menilai sarana dan prasarana tidak baik sebagian besar tidak memilih memakai kontrasepsi suntik, yaitu sebanyak 33 orang 68,8.
Hasil uji statistik menunjukk an terdapat hubungan yang bermakna antara sarana dan prasarana yang baik dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik
p 0,05. Ini menunjukkan bahwa keterjangkauan pelayanan dan ketersediaan alat kontrasepsi
akan diikuti oleh pemilihan pemakaian kontrasepsi oleh akseptor KB. Hasil penelitian Purba 2009 menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan pelayanan kontrasepsi dengan pemakaian alat kontrasepsi dengan hasil uji
p 0,05. Menurut Manuaba 2010, faktor-faktor yang mempengaruhi alasan pemilihan
suatu metode kontrasepsi diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedianya pelayanan kesehatan yang terjangkau. Ketersediaan alat kontrasepsi
terwujud dalam bentuk fisik, yaitu tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan tempat pelayanan kontrasepsi.
Menurut Depkes RI 2007 dalam Purba 2009, pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan akses geografis, yaitu fasilitas pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Ini berhubungan dengan lokasi tempat pelayanan dengan lokasi klien yang dapat diukur dengan jarak, waktu tempuh, dan biaya tempuh.
5.1.4 Hubungan Peran Petugas Kesehatan dengan pemilihan metode kontrasepsi suntik
Universitas Sumatera Utara
Peran petugas kesehatan terhadap pemilihan kontrasepsi suntik berupa pendapat atau penilaian dari responden terhadap keterlibatan petugas kesehatan dalam
memberikan informasi lengkap tentang alat kontrasepsi. Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden yang menilai peran petugas kesehatan baik sebanyak
55 orang 54,4, yang menilai cukup sebanyak 21 orang 20,8, dan yang menilai kurang sebanyak 25 orang 24,8.
Dari 55 orang yang menilai peran petugas kesehatan baik yang memilih memakai metode kontrasepsi suntik sebanyak 24 orang 43,6. Dari 21 orang yang
menilai peran petugas kesehatan cukup yang memilih memakai metode kontrasepsi suntik sebanyak 15 orang 71,4, dan dari 25 orang yang menilai peran petugas
kesehatan kurang yang memilih memakai metode kontrasepsi suntik sebanyak 17 orang 68.
Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara peran petugas kesehatan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik
p 0,05. Ini menunjukkan bahwa keterlibatan petugas kesehatan dalam pemberian informasi
lengkap mengenai metode kontrasepsi mempengaruhi tindakan akseptor KB dalam memilih metode kontrasepsi tertentu.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Purba 2009 di Kecamatan Rambah Samo bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan petugas kesehatan
terhadap pemakaian alat kontrasepsi oleh PUS. Petugas Kesehatan memiliki peran penting dalam tahap akhir pemakaian alat
kontrasepsi. Calon akseptor yang masih ragu dalam pemakaian alat kontrasepsi
Universitas Sumatera Utara
akhirnya memutuskan untuk memakai alat kontrasepi setelah mendapat informasi dari petugas kesehatan.
Depkes RI 2007 dalam Purba 2009 mengatakan bahwa tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksesibilitas dan pelayanan kesehatan dari tenaga medis
yang terampil serta kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan tradisional ke norma kehidupan modern dalam bidang kesehatan merupakan faktor-faktor yang
sangat berpengaruh terhadap tingkat pemakaian alat kontrasepsi. Dalam pelayanan kontrasepsi, klien bukanlah orang sakit yang ingin
disembuhkan dengan sikap pasrah terhadap semua keputusan penyedia layanan, tetapi dalam hal ini klien adalah orang yang datang dengan sadar dan memiliki kemampuan
untuk menentukan pilihannya sendiri.
5.1.5 Hubungan Dukungan Pasangan dengan pemilihan metode kontrasepsi suntik