Struktur Kepengurusan Madrasah Diniyah 1. Pengertian Madrasah Diniyah

29 Kitab klasik sebagai kurikulum Pesantren ditempatkan pada posisi istimewa, keberadaannya menjadi unsur utama dan sekaligus menjadi ciri pembeda lembaga Pesantren dan lembaga islam lainnya. Pada Pesantren Jawa dan Madura penyebaran keilmuan, jenis kitab, dan sistem pengajaran kitab kuning memiliki kesamaan yaitu soroan dan badongan. Kesamaan itulah yang menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kulture dan praktik-praktik keagamaan di kalangan santri Dari uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa sistem pesanten dan unsur unsurnya tidak bisa terpisahkan karena setiap unsur satu dan yang lain saling berhubungan dan saling menguatkan dan unsur- unsur tersebut juga sebagai simbol berdirinya suatu Pondok Pesantren yang bersifat mutlak.

7. Madrasah Diniyah di Pondok Pesantren

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia Madrasah Diniyah sejak awal kemunculannya selalu mengalami pergeseran. Pergeseran yang dimaksud adalah bahwa dalam paradigma pendidikan nasional Indonesia, sistem Madrasah Salafiah diniyah belum mendapatkan pengakuan dari pemerintah terutama yang berkaitan dengan pengakuan kelulusan siswa. Hal ini tentunya berdampak negatif bagi para lulusan untuk melanjutkan ke pendidikan umum yang sederajat. Oleh karena itu ada upaya memecahkan persoalan ini, maka sejak tanggal 24 Maret 1975, madrasah memiliki dasar juridis yang kuat dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri SKB: Menteri 30 Agama; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; dan Menteri Dalam Negeri tahun 1975 yang memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada Madrasah dengan cara melakukan perubahan kurikulum Madrasah yang berbanding 30 ilmu agama dan 70 pengetahuan umum. Dengan demikian secara legal dan formal ada pengakuan dari pemerintah bahwa ijazah dan lulusan madrasah memiliki nilai yang sama dengan ijazah dan lulusan sekolah umum yang setingkat. Dengan diberlakukannya SKB 3 Menteri tersebut maka terjadi pula penggeseran dan perubahan dalam skala masif besar-besaran di lingkungan Madrasah Diniyah baik yang ada di dalam dan di luar pondok pesantren. Perubahan yang terjadi adalah munculnya Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Disatu sisi perubahan ini dapat bermanfaat bagi peserta didik karena ada pengakuan bagi lulusannya. Akan tetapi disisi lain sangat merugikan Pondok Pesantren maupun Madrasah Diniyah yang memang khusus pada pendalaman ilmu-ilmu keislaman. Sebab, dalam jangka panjang, karakteristik kedua lembaga pendidikan agama tersebut, seperti kajian kitab-kitab kuning yang menjadi sumber ajaran-ajaran Islam mulai tidak diminati oleh para santri, dan posisi Madrasah Diniyah menjadi pelengkap takmiliyah sekunder.

B. Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan

Kamus Besar Bahasa Indonesia “Pemimpin” sering disebut Penghulu, Pemuka, Pelopor, Pembina, Panutan, Pembimbing, Pengurus, 31 Penggerak, Ketua, Kepala, Penuntun, Raja dan sebagainya. Sebenarnya istilah Pemimpin, Kepemimpinan dan memimpin pada mulanya berasal d ari kata dasar yang sama yaitu “Pimpin”. Namun ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Sedangkan menurut Orday Tead 1935 dalam Imam Moejjiono 2002: 04 : “Kepemimpinan sebagai aktifitas mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama. Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara istilah kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang. ” Oleh sebab itu kepemimpinan dapat dimiliki oleh orang yang bukan pemimpin. Adapun pemimpin adalah suatu lakon atau peran dalam sistem tertentu oleh karena itu seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Arti pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya percakapan atau kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Hal ini didukung pendapat Robins Hadari Nawawi, 2003: 20 “kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian tujuan”. Pendapat ini memandang semua anggota kelompok sebagai suatu kesatuan sehingga kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok atau organisasi agar bersedia melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan 32 kelompok atau organisasi. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan pemimpin adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain untuk diajak bekerja sama dalam mencapai tujuan suatu organisasi atau kelompok. Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi memegang peran yang sangat penting bagi kemajuan dan keberadaan organisasi. Menurut Hadari Nawawi 1995:75 secara operasional fungsi kepemimpinan dapat dibedakan menjadi lima fungsi pokok kepemimpinan yaitu: Instruktif, Konsultatif, Parsitipatif, Delegasi dan pengendalian. Pemimpin adalah sosok yang yang penting bagi sebuah kelompok atau organisasi oleh karena itu banyak orang yang ingin menjadi pemimin oleh karena itu untuk menjadi pemimpin harus mengetahui syarat-syarat tentang kepemimpinan. Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dihubungkan dengan tiga hal penting yaitu : a. Kekuasaan adalah kekuatan, otoritas, dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu atau mencapai sesuatu. b. Kewibawaan adalah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu membawahi atau mengatur orang lain sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin dan bersedia melakukan perbuatan tertentu.