Kondisi anak autis yang tidak mau diajari

hendak dicapai yang menjiwai seluruh tindakan yang dilancarkan terhadap anak didik. Pendidikan formal yang dimaksud adalah pendidikan di sekolah formal seperti sekolah khusus untuk anak autis. Sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang dilakukan di luar sekolah formal yang dilakukan dengan membimbing anak untuk mencapai kedewasaan. Berdasarkan pengertian pendidikan tersebut, subyek tidak memberikan keduanya, baik formal maupun non formal. Hal ini terlihat dari tidak disekolahkannya anaknya di sekolah khusus autis, serta tidak diberinya terapi di rumah.

6.1.3 Kondisi anak autis yang tidak mau diajari

Menurut subyek anaknya yang autis tidak mau diajari atau dilatih oleh orang tua atau kakak-kakaknya. Remaja autis ini lebih sering menghindari kontak fisik maupun sosial, meskipun kadang meminta ayahnya untuk menemaninya saat menonton televisi. Menurut Hadis 2006; 49 anak autis klasifikasi tertentu sangat sulit meniru suatu gerakan yang bermakna. Mereka bisa bertepuk ketika tangannya dipegang, namun tidak bisa menirunya secara spontan. Mereka juga tidak bermain secara simbolik, baik sendiri maupun bersama dengan orang lain. Mereka dapat memanipulasi benda, tetapi mereka tidak tahu kenyataan benda tersebut dan imajinasi anak ini sangat terbatas. Anak ini tidak peduli dengan aktivitas lain di sekitarnya. Hadis menjelaskan bahwa anak autis dengan ciri tersebut masuk kedalam klasifikasi grup aloof. Klasifikasi tersebut dikelompokan berdasar kemampuan interaksi sosial. Wing dan Goul dalam Hadis, 2006 mengklasifikasikan anak autis menjadi tiga kelompok, yaitu grup aloof, grup pasif, dan grup aktif tetapi aneh. Subyek terkadang melatih anaknya yang autis menulis, namun ketika anaknya menangis, subyek tidak melanjutkan pelatihan tersebut dengan alasan subyek tidak mau anaknya menangis atau rewel. Subyek selalu menuruti apapun kemauan anaknya meskipun hal tersebut berdampak kurang baik untuk anaknya. Subyek lebih memilih membiarkan anaknya melakukan apa saja yang penting anaknya tidak menangis atau rewel. Sehingga subyek selalu menghentikan pemberian latihan setiap kali anaknya menangis. Seolah-olah subyek tidak mau repot menghadapi anaknya menagis, sehingga subyek memilih untuk tidak melanjutkan latihan untuk anaknya. Menurut Skiner dalam Friedman, 2006 respon-respon yang dihasilakan oleh organisme itu memiliki konsekuensi terhadap lingkungannya; jika respon tersebut mendapatkan imbalan, respon tersebut akan lebih mungkin kembali muncul. Subyek tidak menginginkan anaknya menangis, sehingga subyek akan berhenti atau menuruti semua kemauan anaknya agar anaknya tidak menangis.

6.2 Akibat Ketidakpedulian Subyek terhadap Pendidikan