Kondisi serta Penyebab Kemiskinan Keluarga Penyandang Difabel Mental,

153

3. Kondisi serta Penyebab Kemiskinan Keluarga Penyandang Difabel Mental,

Difabel Fisik dan Mental Sekaligus di Kampung Tunagrahita Dusun Tanggungrejo Desa Karangpatihan Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang banyak dirasakan oleh warga Dusun Tanggungrejo. Kemiskinan banyak dirasakan oleh setiap masyarakat dari berbagai golongan status sosial, baik laki-laki maupun perempuan yang melanda mereka untuk menjadi miskin. Banyak hal yang menyebabkan warga Kampung Tunagrahita Dusun Tanggungrejo menjadi warga miskin. Salah satunya yaitu dengan keadaan manusia itu sendiri yang menyandang disabilitas intelektual dan fisik sekaligus yang membuat warga tidak bisa berkutik dan keterbatasan dalam beraktivitas. Kecacatan tersebut menjadi tanggungan bahkan beban baik bagi keluarga terdekat maupun lingkungan sosial masyarakat sekitar Dusun Tanggungrejo dimana mereka memiliki keterbatasan bahkan tindakan yang merugikan namun mereka tetap diusahakan untuk tetap bertahan hidup. Kondisi alam juga menekan warga Kampung Tunagrahita Dusu Tanggungrejo untuk menjadi miskin. Datangnya musim kemarau menjadikan warga mengalami keterbatasan dan stagnasi dan tidak berdaya dalam melakukan praktik strategi kelangsungan hidup mereka sedangkan harapan tetap pada berjuang untuk bertahan hidup. Terlebih dengan kelemahan fisik akibat makanan yang dikonsumsinya hanya nasi tiwul dan sering tidak ada lauk pauk sehingga makan kenyang pun enggan sedangkan aktivitas hampir seluruhnya pekerjaan fisik yang membutuhkan kalori yang cukup untuk bertenaga. Terkait gambaran tersebut berdasarkan informasi yang diberikan oleh Bapak Wdi dengan penuturannya sebagai berikut: “Mboten miskin kepripun , kados kulo kedah mbiayani urip anak bojo senajan mendho nggih tanggungane wong bapak. Ketambah lek ketigo niku mpun mboten saget nopo-nopo mas, tanine paceklik, ternake yo angel madosi rumpute, meh buruh nggih pegawean angel wong tanah mawon enggal garing tanah mriki. Dereng mangke nandure nggih kenging kuret, dipangani kethek dadose nglumpuk-nglumpuk susahe tiyang mriki. Kahanan kulo kados niki omah mawon meh rubuh gek mboten disukani bantuan padahal nggih anak bojo idiot, nggih butuh bantuan, butuh papan sing pantes kados tiyang-tiyang idiot ingkang sanesipun” Sumber: Wawancara berdasarkan panduan wawancara no: 1, 9 Januari 2016. 154 Informasi tersebut yang bermaksud bahwa adanya kemiskinan yang disebabkan intensitas beban hidup seperti membiayai anak istri yang tunagrahita dan merupakan tanggungan kepala keluarga. Terlebih tiba musim kemarau menjadikan tidak berkutik apa-apa sehingga mengakibatkan paceklik, kesulitan dalam mendapatkan pakan ternak, kesulitan dalam mendapatkan lapangan kerja sebagai buruh tani karena tanah lebih mudah kering sehingga menghambat pertumbuhan. Selain itu juga adanya serangan hamakuret, serangan kera. Kondisi rumah yang hampir roboh namun tidak kebagian bantuan meskipun anak dan istri difabel, padahal tentunya membutuhkan bantuan selayaknya keluarga difabel lain yang membutuhkan papan layak. Gambar 4.11 Rumah Warga Tunagrahita Belum Terbantu Sumber: dokumentasi oleh Munggono, 2016 Sedangkan Tkh juga menambahkan terkait kemiskinan dengan penuturannya sebagai berikut: “ Mboten miskin kepripun wontene namung paceklik, mpun sepuh niki tur nggih yogo ideot niki wonten griyo mawon mboten saget nopo-nopo malah kadang rewel nguncali watu teng griyo, mboten wonten mbantu- mbantune gaene namung mangan karo dolan jogo omah. Meh buruh tenogo siji yo ora sepiro yotrone mas. Mangane paling tiwul, lek wonten wos nggih dicampuri lek mboten nggih mboten, lawuh nggih sak wontene. Sakniki kepripun malih tiyang kados niki paling nggih sakniki teng griyo mawon ngenteni mbok bilih wonten tiyang mbantu-mbantu kangge ngringanke butuan kalih njagani mbok menowo kewane ical ” Sumber: Wawancara berdasarkan panduan wawancara no: 1, 9 Januari 2016. 155 Informasi tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan saerah paceklik, terlebih penopang usaha yang lanjut usia dan anak penyandang tunagrahita yang tidak bekerja bahkan kadang merusak rumah, main dan makan serta jaga rumah. Buruh tani kalau tenaga hanya satu hasilnya tidak seberapa. Makanannya nasi tiwul, kalau ada beras dicampuri kalau tidak ada ya tidak sama sekali dan lauk seadanya. Kondisi tersebut yang semakin membuat sering dirumah menunggu bantuan untuk meringankan kebutuhan dan menjaga hewan ternak agar tidak hilang. Selanjutnya Pmn juga menambahkan terkait informasi penjelasan tersebut dengan penuturannya yaitu: “ Ketigo niku rekoso mas, ngenes tenan, mongso rendeng tumbas rabuke yo awis, ongkose nggih awis. Meh teng pundi-pundi wong plosok ngoten niki nggih angel, angkutan seng mriki mawon jarang kok nggih ubag- ubeg teng deso mawon. Adol ternak nggih mboten mesti regine mergo mboten ngertos kapan daging mongso mundhak, kapan rego daging mongso mudun paling ngertose lek ningali tv teng mbah paimin, lek griyone seg dinggo tamu nggih mboten ngerti babarpisan malah, badhe mriko nggih pakewuh bilih ngganggu” Sumber: Wawancara berdasarkan panduan wawancara no: 1, 14 Januari 2016. Maksud dari informasi tersebut adalah adanya kemarau merupakan hal yang menyulitkan, memprihatinkan, harga pupuk mahal. Daerahnya yang pelosok sehingga tidak bisa bepergian, transportasi juga jarang sehingga pergerakan hanya di desa setempat saja. Harga jual ternak yang tidak menentu karena tidak tahu kapan harga naik dan atau turun, hanya mengetahui melalui televise itupun kebetulan kalau ada kesempatan di tetangga, apabila rumah tersebut ada tamu atau pendatang baru malu berdatangan khawatir mengganggu sehingga tidak bisa mengetahui sama sekali. Hal lain ditambahkan juga oleh Ktn dengan penuturannya beliau sebagai berikut: “ Mboten miskin kepripun mas, daerahe mawon daerah paceklik lek ketigo, mongso jawah tiyang tani solet mergo regi rebuke nggih awis, sagete nanem namung jagung, kacang tanah, lek jawahe katah nggih tanem pantun, kalih nanem telo. Meh badhe nanem sayuran kwatir rugine katah mergo modale kedah katah regine nggih mboten mesti, tur nggih mboten telaten mergo disambi kalih buruh, wonone nggih tebih-tebih lek kebacut dimodali katah terus dipakani hama nopo kethek nggih mesti ngelu mas. Open-open kewan malah do mati, winginane mendo kenging gudig, nembe-nembe ayame malah podo cileren yo podo mati, meh ngopeni lele bantuan sakniki pakane awis snget hasile nggih mboten mesti” Sumber: Wawancara berdasarkan panduan wawancara no: 1, 11 Januari 2016. 156 Pernyataan tersebut yang berarti bagaimana tidak miskin, daerahnya merupakan daerah paceklik ketika tiba musim kemarau, musim hujan para petani juga kesulitan karena harga pupuknya mahal, bisanya hanya nanam jagung, kacang tanah, kalau hujannya banyak juga nanam padi dan nanam ketela. Menanam sayuran khawatir banyak kerugian selain modalnya banyak juga harganya tidak menentu, juga tidak telaten karena disambi dengan buruh, lahannya juga jauh kalau terlanjur dimodali banyak kemudian diserang hama atau kera juga pasti mengeluh. Pelihara hewan banyak yang mati, seperti kambing terkena penyakit gudig, ayam terkena flu burung, melanjutkan pelihara lele bantuan sekarang harga pakannya mahal dan hasilnya tidak pasti. Gambar 4.12 Kekeringan Lahan Musim Kemarau Sumber: dokumentasi oleh Munggono, 2015 Berdasarkan informasi tersebut juga dibenarkan adanya oleh Bapak PM dengan penuturannya beliau sebagai berikut: “ Sing diarani miskin niku panggayuhane, pangrekone golek sandang pangan papan niku susah. Tumibone ketigo niku minongko kabeh ngalami paceklik, tumibane mongso udan yo ora kok kepenak gari tandur, sing gawene wayah ngarit gari ngarit, nanging malah mongso tanduran tukul labuh dirusuhi kuret gawe rusak tanduran podo rubuh, mongso tanduran woh ugo dirusuhi kethek dados wis arepo piye-piye angel. Nopo malih sing gadah keluwargo idiot, mangane jowo nanging usahane ora jowo. Ketambah sakniki wong tani golekane rabuk angel tur yo awis, ongkose yo awis lek mboten dirabuk mboten kok lemu karepe dewe yo namung urip-uripan. Meh adol 157 panenan, adol kewan nyang peken mawon angel angkutan jarang-jarang dados regi manut-manut mawon kalih sing tumbas. Lek regi daging kadang warga ngertos, oh niki teng tv seg awis, sak niki seg murah, senajan mboten gadah tv nggih gawene nonton nglumpuk teng griyo wong hiburane tiyang- tiyang niku paling nonton tipi teng griyo, mboten ningali tipi niku paling lek griyone seg dinggo cah-cah KKN, cah-cah neliti kadang yo sok tamu mergo isin bilih ngganggu” Sumber: Wawancara berdasarkan panduan wawancara no: 2, 7 Januari 2016. Hal tersebut yang berarti bahwa miskin itu merupakan cita-cita, cara-cara mencari sandang, pangan, papan itu susah. Datangnya musim kemarau hampir keseluaruhan mengalami paceklik, datangnya musim hujan bukan berarti enak tinggal menanam, perumput tinggal merumput, namun yang adam tanaman tumbuh mulai dirusuhi hama kuret yang merusak tanaman menjadi roboh, musim tanaman berbuah dirusuhi kera sehingga apapun sulit terlebih bagi keluarga yang memiliki keluarga idiot, makannya jawa tapi usahanya tidak jawa. Selain itu juga petani susah mendapatkan pupuk dan juga mahal, ongkos juga mahal dan kalau tidak dirabuk tanaman hanya sekedar hidup-hidupan. Jual panenan, jual hewan ke pasar susah karena tranportasi terbatas jadi harga nurut saja samapembeli. Kalau harga daging terkadang warga tau kapan mahal dan kapan murah melalui televisi, walaupun tidak memiliki tv mereka juga kebiasaan nonton berkumpul bersama di rumah yang memiliki tv selain itu juga merupakan salah satu hiburan bagi warga dan itupun apabila tidak ada tamu atau warga baru seperti kegiatan KKN maupun penelitian karena malu dan takut mengganggu. Selanjutnya, selain diakibatkan oleh beberapa penjelasan di atas, berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan dapat digambarkan hal lain yang membuat warga Kampung Tunagrahita Dusun Tanggungrejo miskin yaitu keterbatasannya jumlah tenaga kerja yang normal dalam satu keluarga yang bukan berarti keterbatasan fisik dan rohani akibat kemiskinan, namun keterbatasan jumlah tenaga kerja yang berguna dalam praktik strategi kelangsungan hidup di dalam suatu arena. Ditambah dengan adanya kelemahan fisik beberapa warga pelaku strategi kelangsungan hidup akibat lanjut usia yang telah ditinggal suami atau istrinya dan memiliki anak penyandang disabilitas intelektual serta fisik sekaligus yang tentunya membutuhkan sandang, papan dan pangan untuk bertahan hidup. Dalam kaitannya dengan pertanian, adanya 158 serangan hama uret pada tanaman , sedangkan serangan kera akibat banyaknya penggundulan hutan sebagai tempat bertahan hidup namun digantikan dengan lahan warga sehingga kera kekurangan makan yang mengakibatkan pemangsaan terhadap tanaman warga. Selain itu juga dengan seringnya bantuan baik dari pemerintah maupun swasta, baik berupa uang, sembako maupun peralatan rumah tangga yang datang membuat warga pasif untuk menunggu bantuan yang berkunjung ke rumah mereka sehingga keaktifan dalam praktik strategi kelangsungan hidup dalam berbagai arena berkurang. Apalagi dengan maraknya pembangunan yang membutuhkan banyak material sehingga membuat beberapa warga bekerja menambang pasir dan batu di sungai. Dari aktivitas tersebut berakibat pada pengikisan tanah milik warga yang berada di pinggiran sungai akibat batu sebagai penangkal erosi lenyap ditambang warga dan sungai semakin dalam akibat pengerukan pasir tersebut. Selain itu, kekhawatiran warga akan perubahan, atau pembentukan habitus baru pada beberapa arena juga membuat warga mengalami stagnasi dan keterbatasan dalam melakukan praktik yang bisa memungkinkan pada arena lain atau arena baru sehingga membuat mereka tetap berada pada kemiskinan. Seperti kekhawatiran terlalu banyak modal dan kerugian apabila mencoba menanam sayuran pada arena pertanian. Kemajuan teknologi dan informasi menjadi penting adanya mengingat segala informasi banyak diketahui melalui media elektronik baik informasi ekonomi, sosial, politik, budaya, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Namun media elektronik tidak semua kalangan masyarakat bisa mendapatkannya terlebih oleh masyarakat yang tergolong miskin sehingga warga tidak mendapatkan informasi serta wawasan yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Mereka tidak mampu membeli televisi dan di kampung tersebut juga memiliki jaringan yang terbatas sehingga membutuhkan penambahan alternatif salah satu alat untuk menjangkau informasi dengan harga yang lebih mahal. Dalam kaitannya dengan hal ini, bahwa masyarakat Dusun Tanggungrejo sebagian besar tidak memiliki televisi dan pada saat ada keinginan memperoleh berita acara tertentu harus berkunjung ke rumah salah satu warga yang memiliki televisi. Sedangkan warga yang memiliki televisi merupakan warga mampu yang memiliki rumah permanen dan bisa dikatakan nyaman. Seiring dengan 159 kemajuan teknologi, tidak hentinya informasi kemiskinan dan disabilitas intelektual di Kampung Tunagrahita tersebut selalu mengundang kedatangan berbagai kalangan masyarakat baik kunjungan untuk bantuan maupun kegiatan bahkan studi untuk mahasiswa dalam mencari informasi atau penelitian. Pengunjung yang memberikan bantuan tidak hanya memberikan bantuan dan pulang begitu saja, namung ada kalanya berkeinginan untuk mengetahui lebih tentang Dusun Tanggungrejo sehingga tidak jarang apabila mereka menginap di rumah-rumah yang nyaman pada salah satu warga. Terlebih datangnya mahasiswa, baik kegiatan magang, penelitian maupun KKN yang membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga membutuhkan penginapan rumah warga yang nyaman pula. Sedangakan rumah warga yang nyaman itulah rumah milik warga yang tergolong mampu dan memiliki televisi. Warga sekitar merasa malu dan tidak enak diri untuk berkunjung pada salah satu rumah yang biasa dikunjungi untuk menonton televisi apabila rumah tersebut sedang digunakan untuk menginap pendatang terlebih yang berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan maka warga semakin tidak mendapatkan informasi sama sekali dari media elektronik, sehingga bisa dikatakan kendala tersebut juga bagian dari akibat warga Kampung Tunagrahita Dusun Tanggungrejo miskin informasi. Untuk lebih mudah pemahaman kondisi serta penyebab kemiskinan dapat disajikan dalam matriks berikut: 160 Matriks 4.7 Kondisi serta Penyebab Kemiskinan Warga Kampung Tunagrahita Dusun Tanggungrejo Desa Karangpatihan No Aspek Penyebab Bentuk Penyebab Keterangan

1. Manusia

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25