Komunikasi Antara Tutur Besan Pada Suku Simalungun

(1)

KOMUNIKASI ANTARA TUTUR BESAN PADA SUKU

SIMALUNGUN

(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Tutur Besan

Padasuku Simalungun Di Kelurahan Pematang Raya Kecamatan

Raya Kabupaten Simalungun)

SRIKPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh :

REJAKI ANDO S

110922001

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI Lembar persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : REJEKI ANDO S

NIM : 110922001

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : KOMUNIKASI ANTARA TUTUR BESAN PADA SUKU SIMALUNGUN (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Tutur Besan Padasuku Simalungun Di Kelurahan Pematang Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

Medan, 2014

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Dayana, M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis.,M.A NIP. 196007281987032002 NIP. 195102191987011001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 196805251992031002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DIPERTAHANKAN DIDEPAN MAJELIS PENGUJI DIDPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI OLEH :

Nama : REJEKI ANDO S NIM : 110922001

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : KOMUNIKASI ANTARA TUTUR BESAN PADA SUK SIMALUNGUN

(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Tutur Besan Padasuku Simalungun Di Kelurahan Pematang Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

Majelis Penguji

Ketua Penguji :... ( )

Penguji :... ( )

Penguji Utama :... ( )

Ditetapkan di : Tanggal :


(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berisi penelitian mengenai komunikasi antar tutur besan pada suku Simalungung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi antara tutur besan pada suku Simalungun dan apa hambatan yang terjadi dalam komunikasinya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatifetnografi dengan Perspektif interpretatif dimana pendekatan sistematis dan subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan yang ditemukan di lapangan (empiris). Pemilihan informan pada penelitian ini sebagai sumber data dilakukan secara purposive. Subjek penelitiannya adalah tujuh orang warga kelurahan Pematang Raya yang mengetahui dan memahami tutur tersebut. Hasil penelitian menunjukana bahwa proses komunikasi antar tutur besan itu tdak berjalan sebagai mana proses komunikasi yang baik. Dalam proses komunikasi diantara tutur besan ini memlilik hambatan.Hambatan itu merupakan hambatan yang berasal dari budaya yang telah diturunkan oleh nenek moyang suku Simalungun sejak dahulu misalnya adanya larangan adat yang mempantangkan terjadinya kontak langsung diantara mereka. Misalnya tidak bisa duduk berhadapan, tidak bisa berduaan, untuk berkomunikasi harus menggunakan perantara yang terkadang tidak sesuai. Dalam komunikasi diantara tutur besan ini terdapat istilah marmalng.Kata marmalang tersebut memiliki arti segan dan hormat. Diantara orang yang bertutur besan harus terjalin rasa marmalang atau marsimalnangan(segan, sopan dan menghormati). Untuk berkomunikai diantara tutur ini harus menggunakan kata ganti orang yaitu nai atau nassi sebagai ungkapan rasa hormat dan segan. Jadi untuk mengatakan besan harus diucapkan dengan kata nai atau nassibesan. Namun saat ini, sudah mulai ada pergeseran adat yang dipandang justru kearah yang positif. Adanya larangan yang dianggap tidak sesuai sudah tidak dilakukan lagi. Komunikasi diantara tutur besan sudah terbuka atau telah berlangsung secara spontan.Namun walaupun demikian rasa marmalang tersebut tetap menjadi acuan dalam berinteraksi. Sebagai wujud dari nilai dan norma budaya yang positif.


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi yang berjudul “komunikasi antara tutur besan pada suku simalungun” ini dimaksutkan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan penulis mendapatkan banyak pengalaman yang merupakan sebuah pelajaran berharga, Mulai dari saran, bimbingan, arahan baik secara moril dan juga materil serta dorngan semangat dari berbagai pihak yang sangat berguna bagi penulis.

Terkhusus penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua penulis, ayah St. Walmer Sitopu dan ibu Sannaria Purba yang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan dan nasehat yang bijaksana bagi penulis. Selain itu dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bantuan moril, materil. Oleh kaerna itu pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof . Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilum Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku ketua Departemen Ilmu

Komunikasi.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi

dan juga sekaligus merupakan dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, nasehat, dan saran bagi penulis selama mengerjakan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen dan staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing

mulai dari semester awal hingga penulis menyelesaikan perkuliahan di kampus.

5. Kak maya, bapak tangkas yang telah banyak membantu penulis dalam


(6)

6. Kepada teman-teman seperjuangan di departeman Ilmu Komunikasi khususnya ekstensi 2011. Marta, Theresia, Nurwelis, Eka, jusia, bang Agus, bang Yogi, Hanafi yang senantiasa menjadi teman terbaik dan memberi semangat kepada penulis.

7. Harris Yuanda sebagai sahabat penulis dan merupakan tempat konsultasi

yang selalu memberi masukan dan dukungan.

8. Kepada abang Ambah Sitopu yang selalu memberi motivasi dan wawasan

yang luas bagi penulis sehingga penulis dapat selalu termotivasi untuk melakukan segala tanggujawab sebagai mahasiswa.

9. Kepada abang Jumpa Sitopu sebagai motivator penulis selama

penyelesaian skripsi ini, pitah terimakasi dassa tarhatahon ahu hu bamu bang.

10.Kepada adik penulis yang paling kecil Dedeng Sitopu yang selalu

memberi dorongan semnagat.

11.Kepada seluruh rekan-rekan seperjuangan di IMAS-USU yang tetap loyal

sebagai anggota IMAS-USU. Tetap semangat dalam berorganisasi dan selalu ingat motto “Ulang tading kuliah halani IMAS, janah ulang lupa homa IMAS halani kuliah”.

12.Kepada seluruh informan yang bersedia memberikan informasi yang

dibutuhkan penulis untuk meyelesaikan skripsi ini serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua doa dan dukungan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, untuk itu saran dan kritikan dibutuhkan penulis demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih.

Medan, januari 2014


(7)

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

SAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah ... 1

1.2. Fokus Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Perspektif/Paradikma Kajian ... 7

2.2. Kajian Pustaka ... 8

2.2.1 Komunikasi ... 8

2.2.1.1Unsur-unsur Komunikasi dan proses komunikasi ... 10

2.2.1.2Karakterisik Komunikasi ... 13

2.2.2Komunikasi intrabudaya ... 14

2.2.3Komunikasi antarbudaya ... 15

2.2.3.1. Strategi komuniasi antar budaya ... 17

2.2.3.2. Teori Interaksi Simbolik ... 18

2.2.3.3Komunikasi Verbal dan nonverba ... 18

2.2.4Kebudayaan ... 23

2.2.4.1Unsur-Unsur Kebudayaan ... 24

2.2.5 Hambatan Komunikasi ... 25

2.2.5.1 Faktot-Faktor Penghambat Komunikasi ... 26

2.2.6 Gambaran Partuturan Dalam Kekerabatan Masyarakat Suku Simalungun ... 29

2.3 Model Teoritis ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian... 34

3.2. Objek Penelitian ... 36

3.2.1.Profil Kelurahan Pematang Raya ... 36

3.3. Subjek Penelitian ... 37

3.4. Kerangka Analisis ... 38

3.5.Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.5.1. Waktu penelitian ... 40


(8)

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 43 4.2. Hasil Pengamatan dan Wawancara. ... 44 4.3. Pembahasan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 76 5.2. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Denah kekerabatan (partuturan) dalam tolu sahundulan ... 3

Gambar 2. Proses komunikasi ... 12

Gambar 3. Model Teoritis ... 33


(10)

DAFTAR TABEL


(11)

ABSTRAK

Skripsi ini berisi penelitian mengenai komunikasi antar tutur besan pada suku Simalungung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi antara tutur besan pada suku Simalungun dan apa hambatan yang terjadi dalam komunikasinya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatifetnografi dengan Perspektif interpretatif dimana pendekatan sistematis dan subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan yang ditemukan di lapangan (empiris). Pemilihan informan pada penelitian ini sebagai sumber data dilakukan secara purposive. Subjek penelitiannya adalah tujuh orang warga kelurahan Pematang Raya yang mengetahui dan memahami tutur tersebut. Hasil penelitian menunjukana bahwa proses komunikasi antar tutur besan itu tdak berjalan sebagai mana proses komunikasi yang baik. Dalam proses komunikasi diantara tutur besan ini memlilik hambatan.Hambatan itu merupakan hambatan yang berasal dari budaya yang telah diturunkan oleh nenek moyang suku Simalungun sejak dahulu misalnya adanya larangan adat yang mempantangkan terjadinya kontak langsung diantara mereka. Misalnya tidak bisa duduk berhadapan, tidak bisa berduaan, untuk berkomunikasi harus menggunakan perantara yang terkadang tidak sesuai. Dalam komunikasi diantara tutur besan ini terdapat istilah marmalng.Kata marmalang tersebut memiliki arti segan dan hormat. Diantara orang yang bertutur besan harus terjalin rasa marmalang atau marsimalnangan(segan, sopan dan menghormati). Untuk berkomunikai diantara tutur ini harus menggunakan kata ganti orang yaitu nai atau nassi sebagai ungkapan rasa hormat dan segan. Jadi untuk mengatakan besan harus diucapkan dengan kata nai atau nassibesan. Namun saat ini, sudah mulai ada pergeseran adat yang dipandang justru kearah yang positif. Adanya larangan yang dianggap tidak sesuai sudah tidak dilakukan lagi. Komunikasi diantara tutur besan sudah terbuka atau telah berlangsung secara spontan.Namun walaupun demikian rasa marmalang tersebut tetap menjadi acuan dalam berinteraksi. Sebagai wujud dari nilai dan norma budaya yang positif.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Konteks Masalah

Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin dalam sebuah palsapah “Bhinneka tunggal Ika” yang mempersatukan. Setiap suku bangsa yang ada memiliki identitas dan ciri khas budaya masing-masing sebagai pembeda antara satu dengan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari berbagai bentuk kegiatan sehari-hari, misalnya upacara ritual, pakaian adat, bentuk rumah, kesenian, bahasa, dan tradisi lainnya.

Setiap suku yang ada di Indonesia tentunya memiliki aturan hubungan kekerabatan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perkerabatan ini juga akan turut memperlihatkan bagaimana intensitas setiap manusia dalam berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Komunikasi dibutuhkan untuk dapat berinteraksi dengan sesama baik secara langsung maupun tak laungsun.

Keseharian manusia dalam beraktivitas tentunya tidak terlepas dari komunikasi. Komunikasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, karena melalui komunikasi seorang tumbuh dan belajar, menemukan kepribadian diri maupun orang lain. Menurut Cangara (1998): komunikasi merupakan salah satu aktifitas yang sangat fundamental dalam kehidupan umat manusia. Proses komunikasi merupakan rangkaian kejadian dengan melakukan hubungan, kontak, interaksi satu dengan yang lain berupa penyampaian pesan melalui penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti dan makna. Proses komunikasi yang baik adalah apabila suatu interaksi penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikan dapat diterima dengan baik dan dipahami oleh pendengar atau komunikan dan terjadi intraksi yang timbal balik. Namun dalam prosesnya komunikasi tidak dapat belangsung secara mulus, tetapi akan ada hambatan atau gangguan yang disebabkan berbagai hal. Menurut Shannon (Cangara,1998): gangguan komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang


(13)

menggangu salah satu elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak dapat berjalan dengan efektif.

Salah satu hambatan dalam proses komunikasi adalah hambatan budaya yang dimiliki oleh setiap mannusia. Hambatan atau rintangan budaya merupakan rintangan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi (Cangara, 1998:134). Hal-hal tersebut sering dijumpai saat orang yang berbeda suku berinteraksi dan bahkan orang yang sama suku bangsanya.

Masing-masing etnis yang ada di dunia ini pastinya memiliki aturan tertentu dalam proses komunikasi antar sesama. Salah satunya etnis Simalungun yang merupakan salah satu sub-etnis Batak yang masih menjunjung tinggi nilai dan tatanan budaya dalam berinteraksi antar sesama. Cara berkomunikasi antar sesama anggota keluarga masih dapat dibedakan berdasarkan status

kekerabatannya (partuturan). Pada suku Simalungun tuturlah yang

memperlihatkan dekat atau tidaknya pardiha-dihaon (kekeluargaan) antara satu dengan yang lain.

Sistem kekrabatan suku Simalungun adalah sistem patrilineal dimana garis keturunannya ditarik berdasarkan keturunan laki-laki yaitu berdasarkan marga yang dimiliki laki. Pembawa marga hanyalah anak dengan jenis kelamin laki. Sistem kekerabatan seperti ini menganut bahwa kedudukan dari pihak laki-laki dinilai lebih tinggi serta mendapatkan hak-hak yang lebih banyak. Penetuan tutur terhadap seseorangpun, akan selalu ditentukan berdasarkan marga yang dimiliki laki-laki.

Salah satu status kekerabatan pada suku Simalungun adalah tutur besan (nasibesan). Perlu diketahu bahwa pihak-pihak yang bertutur besan maksudnya disini bukan seperti besan yang kita ketahui pada umumnya seperti tutur besan pada orang Jawa yaitu orang tua pihak laki-laki dan orang tua pihak perempuan yang terjadi karena hubungan pernikahan anak. Dalam hal ini orang yang dikatakan memiliki status tutur marnasibesan (besan), adalah orang luar yang masuk menjadi keluarga karena adanya hubungan pernikahan. Besan adalah panggilan untuk istri ipar atau lawei (Poerba, 2011:39). Sebagai contoh misalnya,


(14)

dalam sebuah keluarga yang memilki dua orang anak yaitu laki-laki dan perempuan, kemudian mereka masing-masing menikah dan pastinya anak laki-laki akan mendatangkan istri, dan anak perempuan akan mendatangkan suami dalam keluarga besar mereka. Maka yang disebut orang yang bertutur besan itu adalah orang yang dinikahi oleh kedua anak tersebut, dan dapat disimpulkan bahwa istri dari anak laki-laki akan berstatus tutur nasibesan dengan suami dari anak perempuan tersebut.

Struktur dibawah ini dapat dilihat sebagai gambarkan denah kekerabatan pada sebuah keluarga pada suku Simalungun untuk menerangkan secara lebih rinci dan jelas mengenai pihak-pihak yang berstatus besan (nasibesan).

*LL = Laki-laki, PR = Perempuan

Gambar 1

(Suber: Japiten Sumbayak, 2001: 91)

Dari contoh denah kekerabatan (partuturan) diatas maka akan jelas kita lihat bahwa tutur besan terjalin antara nomor 8,10 dengan 12, 14 atau sebaliknya.

Status marnasibesan pada suku Simalungun memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi secara langsung. Dalam kehidupan keseharian masyaraka


(15)

Simalungun apabila bertemu dengan keluarga yang merupakan besan kita, maka kita tidak dapat berkomuniksi langsung dengan orang tersebut. Dalam tradisi nilai-nilai adat suku Simalungun ada istilah marmalang yang artinya saling segan atau lebih mengarah pada penghindaran atau pembatasan. Jadi antar dua orang

suku Simalungun yang marnasibesan akan terbatas (marmalang) dalam

bekomunikasi mulai dari berbicara, duduk berhadapan, dan berjalan bersama. Ada sebuah cerita rakya Simalungun yang merupakan sebuah anekdot yang menggambarkan adanya keterbatasan komunikasi dua orang yang marnasibesan. Suatu hari ada seorang laki-laki sedang memancing di sungai, kebetulan dihulu sungai tersebut adalah pemandian khusus perempuan kampung setempat. Tiba-tiba terlihat seorang perempuan hanyut terbawa arus sungai dan meminta tolong. Laki-laki yang sedang memancing tadi melihat dan ingin menolong, ternyata permpuan tersebut adalah besannya. Mengetahui bahwa perempuan yang hanyut tersbut adalah besannya, ia pun hanya terdiam melihat

dan tak dapat berbuat apa-apa dan hanya berkata pelan “in mayup nasibesan”

(aduh hanyut besan), dan meminta tolong melalui orang lain, meskipun sebenarnya ia sendiri dapat menolong langsung.

Anekdot tersebut menggambarkan bahwa adanya keterbatasan hubungan interaksi antara orang-orang yang berstatus tutur besan, dimana dalam keadaan genting sekalipun mereka tidak dapat berhubungan secara langsung. Dalam konteks tersebut telah terjadi sebuah hambatan komunikasi antara dua orang tersebut. Ada sebuah paham yang telah diwariskan dari nenek moyang suku Simalungun secara turun-temurun. Paham yang telah ada pada kehidupan masyarakat Simalungun ini menjadi sebuah penghalang atau hambatan dalam kontek komunikasi antara dua orang yang berbesan. Paham yang telah terkontruksi tersebut diartikan sebagai pantangan atau pembatasan interaksi antara mereka.

Majunya teknologi informasi dan komunikasi adalah hal yang tidak bisa dihindari, dan hal tersebut akan semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat dunia akan semakin sempit, dimana arus informasi akan sangat terbuka dan


(16)

mudah diakses tanpa dibatasi ruang dan waktu. Hal tersebut memungkinkan masuknya budaya-budaya asing dan lambat laun akan berakulturasi dengan kebudayaan lokal. Pada dasarnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memang sangatlah di perlukan, tetapi apabila masyarakat tidak mampu memfilterisasinya, maka akan sangat fatal efek yang akan ditimbulkankhususnya pada kebudayaan lokal yang dianut oleh masyarakat sehingga terjadi pergeseran nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

Pada umumnya generasi muda adalah dianggap sebagai individu-individu yang sangat cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Dan sebaliknya generasi tua dianggap sebagai orang-orang kolot yang sukar menerima unsur-unsur baru (Soekamto, 1982 :196). Hal tersebut disebabkan karena nilai-nilai tradisional yang telah mendarah daging pada diri generasi tua, sehingga sangat sulit untuk menerima pengaruh dari luar. Sebaliknya pada generasi muda yang belum mendalami nilai dan norma kebudayaan nenek moyangnya, membuat mereka lebih cepat dan gampang menerima pengaruh dari luar, sehingga sangat memungkinkan terjadinya pergeseran nilai dan norma yang dahulu telah ada. Selain itu, semakin moderen pola pikir pada generasi muda membuat budaya lokal semaki tergerus sedikit demi sedikit.

Hal tersebut juga terjadi pada suku Simalungun dan berpengaruh pada

tradisi marsimalangan antara orang yang berstatus tutur besan, dimana

pemahaman pada hal tersebut juga semakin berkurang. Banyak yang berdalih kalau hal tersebut sulit untuk diterapkan secara utuh pada masa skarang, sebagaimana yang dilaksanaka nenek moyang terdahulu karena sudah tidak sesuia

dengan kemajuan zaman dan menganggap tradisi marsimalangan tersebut

menjadi jarak pemisah didalam keluarga.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Komunikasi Antara orang-orang yang Berstatus Tutur Besan pada Suku Simalungun (studi deskriptif komunikasi Antara orang-orang yang BerstatusTutur Besan dan hambatan proses komunikasi pada suku Simalungun).


(17)

1.2Fokus Masalah

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah,

1. Bagaimana komunikasi antara orang yang bertutur besan pada suku

Simalungun.

2. Apa yang menjadi hambatan dalam proses komunikasi antara orang yang

berstatus tutur besan pada suku simalungun.

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi antara orang-orang yang

berstatus tutur besan suku Simalungun.

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi hambatan pada proses komunikasi

orang-orang yang berstatus tutur besan pada suku Simalungun.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitin ini adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan ilmiah dan memperkaya sumber bacaan di lingkungan FISIP USU Medan.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan

penulis serta memberi sumbangan pemikiran bagi ilmu komunikasi.

3. Secara praktis, informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya bagi generasi muda suku Simalungun dalam pelestarian budaya Simalungun.


(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/Paradikma Kajian

Penelitian merupakan sebuah upaya untuk menemukan sesuatu kebenaran atau lebih membenarkan kebenaran dari suatu objek tertentu. Dalam kegiatan mencari dan menemukan suatu kebenaran dari objek yang diteliti, peneliti melakukannya melalui model tertentu atau pendekatan tertentu. model tersebut sering disebut dengan paradigma. Paradigman merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubungannya) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi (prilaku yang didalamnya ada konteks khususatau dimensi waktu) (Moleon, 2010:49).

Perspektif atau paradigma yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma penelitian kualitatif dimana pendekatan sistematis dan subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan yang ditemukan di lapangan (empiris). Penelitian kualitatif dilaksanakan melalui proses induktif yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi dikembangkan atas dasar masalah yang terjadai di lapangan. Pada penelitian kulatatif ini tidak menggunakan data secara statistik, data yang ada diperoleh dari hasil pengamatan langsung oleh peneliti dari lapangan. Cara yang dilakukan misalnya dengan mengobservasi langsung, melakukan wawancara mendalam dengan responden, dan juga dengan studi dokumen. Dengan cara yang demikian maka data yang akan didapatkan peneliti merupakan data mentah yang sesuai dengan jawaban dari para responden secara apa adanya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretatif diamana berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada prespektif pengalaman orang yang diteliti. Pendekatan interpretatif merupakan sebuah sistem sosial yang memakai prilaku yang secara detail mengobservasi dimana metode ini mengisyaratkan peneliti ikut terlibat secara penuh pada objek penelitian. Keikutsertaan peneliti secara penuh akan mendapatkan data lapangan berup fakta yang sebenarnya, kemudian dapat


(19)

diinterpretasikan sebagai sebuah hasil yang maksimal. Pendekatan interpretatif melihat fakta sebagai sesuatu yang unik dan memiliki makna yang khusus sebagai esensi dalam memahami makna sosial. Asumsi yang mendasari pendekatan ini bahwa keberadaaan dan kehidupan manusia merupakan kontruksi dari sebuah realitas, dan prilaku manusia itu kreatif, oleh karena intu tidak selalu dapat diramalkan (Liliweri, 2004:68).

2.2 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan landasan dan acuan dalam penelitian yang bebasis pada bahan pustaka yang membahas tentang teori atau hasil penelitian terdahulu yang dirasakan masih ada kaitanya dengan penelitian yang akan dilakukan. Kajian pustaka sangat diperlukan untuk menguasai teori-teori yang relevan dengan penelitian. Penelitian tidak akan dapat dilakukan dengan baik dan mendapatkan hasil yang memuaskan tanpa orientasi pada literlatur yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah:

2.2.1 Komunikasi

Secara etimologis istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communication dengan asal kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan mekna mengenai suatu hal yang sedang dikomunikasikan.Secara sederhana komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator (pemberi pesan) kepada komunikan (penerima pesan) dengan menggunakan media dan menimbulkan efek. Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan tang terdistorsi oleh gangguan (noise). Terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (De vito, 1997:23).

Komunikasi merupkan suatu proses dimana seseorang, beberapa orang atau kelompok membuat dan menggunakan informasi agar dapat berhubungan dengan orang lain atau lingkungan. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan atau


(20)

verbal yang tentunya dapat dimengerti oleh keduabelah pihak yang berkomunikasi. Selain itu, berkomunikasi dengan bahasa nonverbal seperti gerakan tubuh dan lain sebagainya juga dapat dilakukan dalam berkomunikasi untuk mempertegas atau menekan bahasa verbal sehingga dapat saling memahami dan menumbuhkan sebuah persamaan pemahaman mengenai sesuatu hal yang sedang dikomunikasikan.

Menurut Everett M. Rogers (Cangara, 1998:19) komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Dari defenisi tersebut Rogers mengartikan bahwa dalam suatu hubungan dimana ada pertukaran informasi, diinginkan terdapat perubahan sikap dan tingkah laku serta terciptanya saling pengertian dari orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut.

Manusia berinteraksi dengan sesamanya tentunya memiliki tujuan dan maksud tertentu. Dalam interaksi tersebut akan terjadi pertukaran informasi atau transfer pesan antar satu kepada yang lain dan diharapkan akan ada efek yang diharapkan dari proses komunikasi tersebut. Misalnya saya akan meminta bantuan pada teman saya, jadi saya harus mengirimkan pesan atau iformasi padanya dengan berbicara langsung padanya atau jika tidak dalam ruang dan waktu yang bersamaan saya dapat mengirim pesan melalui media seperti media elektronik hendphone. Kemudian saya akan menunggu balasan dari teman tersebut, dan itu lah yang disebut efek.

Sebuah defenisi singkat yang dibuat oleh Harold D. Laswell bahwa cara yang tepat untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan : siapa yang menyampaikan? apa yang disampaikan? melalui saluran apa? Kepada

siapa? Apa pengaruhnya? Atau sering disebut denga istilah “Who Says What In

Which Channel To Whom Whit What Effect”. Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut dapat dipahami bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2006:10).

Liliweri (2004:5) berpendapat esensi komunikasi terletak pada proses, yakni suatu aktifitas yang “melayani” hubungan antara pengirim dan penerima


(21)

pesan melampaui ruang dan waktu. Itulah sebannya mengapa semua orang

pertama-tama tertarik untuk mempelajari komunikasi manusia (human

communication), sebuah proses komunikasi yang melibatkan manusia pada masa kemarin, kini dan mungkin di masa yang akan datang. Komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, prilaku, dan tindakan yang terampil dari manusia (communication involves both attitudes and skills). Manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi, ide-ide, gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol-simbol dengan oramg lain.

Proses komunikasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu proses komunikasi primer dan proses komunikasi sekunder.

a) Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran atau

perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media.

b) Proses komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pikiran atau

perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunaka alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Dari berbagai pendapat para ahli diatas makan secara menyeluruh dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari seorang komunikator atau pemberi pesan kepada komunikan atau penerima pesan mealui media tertentu dengan tujuan memperoleh kesamaan pengertian pada suatu masalah yang dikomunikasikan. Komunikasi merupakan cara yang dilakukan manusia sebagai alat untuk berinteraksi sesama manusia baik dalam bentuk kelompok atau pun pribadi.

2.2.1.1 Unsur-unsur Komunikasi dan proses komunikasi

a. Unsur-Unsur Kumunikasi

Sebuah komunikasi yang dilakukan antar sesama manusia akan terjadi apabila ada seseorang yang menyampaikan informasi atau pesan kepada orang lain atau si penerima pesan (komunikan) dengan tujuan tertentu, dimana dapat disimpulkan banwa komunikasi akan terjadi jika terdapat unsur-unsur yang mendukung


(22)

komunikasi tersebut. Unsur-unsur tersebut secara garis besarnya antara lain adalah sumber (komunikator), pesan (informasi), media (saluran), penerima (komunikan), dan efek.

a) Sumber atau Komunikator

Komunikator adalah oarng yang mempunyai motif komunikasi. Sumber juga sering disebut sebagai pembuat dan pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi juga bisa dalam bentuk kelompok.

b) Pesan

Pesan adalah segalasesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampakan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi.

c) Saluran atau media

Saluran atau media yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan atau informasi dari sumber kepada penerima pesan. Banyak jenis-jenis dari saluran ini, misalnya dalam konteks media massa alat yang digunaka adalah media cetak dan elektronik dimana alat dalam hal ini dapat dilihat bentuk fisiknya. Selain itu dalam konteks komunikasi antarpribadi pancaindra juga dianggap sebagai media komunikasi.

d) Komunikan atau penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa trdiri dari satu orang atau lebih, dan bisa dalam bentuk organisasi dan kelompok. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena dialah yang menjdi sasaran dari komunikasi.

e) Efek atau pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antar apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkahlaku seseorang.


(23)

b. Proses Komunikasi

Secara umum komunikasi melibatkan tiga unsur yaitu pengirim (sender), media komunikasi dan penerima (receiver). Dengan kata lain komunikasi akan terjadi apabila telah terdapat sumber atau pengirim (sender) dan penerima (receiver), dan tentunya memiliki kesamaan. Kesamaan ini maksudnya yaitu komunikasi dapat berlangsung apabila terdapat kesamaan antara penerima dan pengirim. Kesamaan tersebut adalah kesamaan pengetahuan tentang bahasa atau sandi, konsep, sistem nilai, pengalaman, dan sebagainya.

Sama seperti defenisi komunikasi, proses komunikasi juga diartikan sebagai transfer informasi atau pesan (messages) dari pengirim pesan sebagai komunikator kepada penerima pesan sebagai komunikan, dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah pihak.Proses komunikasi menekankan bagaimana komunikatormenyampaikan pesan kepada komunikan, sehingga dapat menhasilkan sebuah persamaan makna atau saling pengertian antara komunikan dengan komunikatornya. Dengan demikian apabila telah terjadi persamaan makna dan saling pengertian antara komunikator dan komunikannyamaka akan terciptalah komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya).

Berkaitan dengan unsur-unsur komunikasi diatas, untuk memudahkan pengertian kita terhadap proses komunikasi tersebut, dengan bagan tersebut dapat dilihat jelas bagaimana proses berlangsungnya sebuah komuniasi diantara manusia.

Gambar 2

Gambar proses komunikasi (Cangara,1998:23)

Sumber

Umpan balik


(24)

2.2.1.2 Karakterisik Komunikasi

Karakteristik komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Komukasi suatu proses

Komunikasi sebagai suatu proses artinya adalah bahwa komunikasi merupakan serangkaian peristiwa atau tindakan yang terjadi secara beruntun serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor atau unsur yang dimaksut antaralain mencakup pelaku atua peserta (meliputi bentuk, isi, dan cara penyajiannya), saluran atau alat yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, dan hasil atau akibat yang terjadi.

2. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan

Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Pengertian sadar disini menunjukan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi mental psikologis yang terkendalikan bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya sementara tujuan menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai.

3. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerjasama dari para pelaku

yang terlibat

Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan.

4. Komunikasi bersifat simbolik

Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang misalnya bahasa.

5. Komunikasi bersifat transaksional

Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan yaitu memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara


(25)

seimbang dan proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi.

6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu

Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu sera tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, faksimili, teleks, dan lain-lain, kedua faktor tersebut (ruang dan waktu) bukan lagi menjadi persoalan dan hambatan dalam berkomunikasi (Fajar, 2009:33-34).

2.2.2 Komunikasi intrabudaya

Komunikasi intrabudaya umumnya masih sangat kurang populer kita dengar dalam ilmu komunikasi. Sitaram dan Cogdell (1976) dalam (Liliweri, 2004:9) mengidentifikasikan komunikasi intrabudaya sebagai komunikasi yang berlangsung diantara para anggota kebudayaan yang sama namun tetap menekankan pada sejauhmana perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai budaya yang mereka miliki bersama. Dalam hal ini, komunikasi selalu dimulai dengan ulasan keberadaan kelompok/subbudaya dalam satu kebudayaan dan juga nilai subbadaya yang dianut.

Dalam hal ini komunikasi di tekankan pada interaksi yang terjadi pada anggota kelompok yang beradadalam satu konteks kebudayaan. Komunikasi intrabudaya pun bisa dijadikan sebagai indikator untuk mengukur tingkat efektivitas pengiriman, penerimaan, dan pemahaman besama atas nilai yang ditukar diantara partisipan komunikasi yang kebudayaanya homogen (Liliweri,2004:9).

Hal tersebut juga dapat terlihat dalam kelompok masyarakat simalungun dimana persepsi pada nilai budaya yang dianut terkadang berbeda antar sesama masyarakat suku simalungun. Misalnya dalam konteks penyimpangan dalampartuturan, banyak masyarakat yang mengangap hal yang biasa saja dan mengangap hal itu sudah ketinggalan zaman, tetapi sebahagian masyarakat mengangap itu adalah hal yang telah menyimpang dari apa yang diketahuinya dari leluhurnya.


(26)

Jadi, walaupun dalam sebuah kebudayaan yang sama atau dalam budaya yang homogen, antara individu-individu yang ada di dalamnyapun akan tetap memiliki penilaian dan pemaknaan yang berbeda terhadap kebudayaan mereka itu sendiri.

2.2.3 Komunikasi antarbudaya

Komunikasi dan budaya memiliki hubungan yang sangat erat. Bagaikan dua sisi mata uang yang mempunyai hubungan timbal balik antar satu dan yang lain. Kebudayaan menjadi bagian dari perilaku Komunikasi dan kemudian komunikasi pun akan turut menentukan, memelihara, dan mewariskan budaya.Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda-beda antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai, atau cara berprilaku kultural yang berbeda (Devito,1997:179). Dapat kita simpulkan secara sederhana bahwa komunikasi antabudaya itu adalah komunikasi yang terjadi dan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki berlatarbelakang kebudayaanyang berbeda.

Budaya akan sangat mempengaruhi setiap orang dalam bertingkah laku dan menilai sesuatu hal yang dihadapinya. Latarbelakang budaya akan selalu menjadi patron dalam mengecap apalagi hal trsebut merupakan hal yang baru dan agak berseberangan dengan budaya yang dianut. Demikian juga ketika berinteraksi, latarbelakang budaya sangat menentukan, misalnya ketika orang batak berinteraksi dengan orang jawa tentang suatu hal, maka diantara mereka akan sangat terasa perbedaan cara berkomunikasi dan pandangan terhadap hal tersebut.

Budaya mempunya hubungan yang timbal balik dengan komunikasi. Budaya menjadi bagian dari prilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal dari satu masyarakat ke masyarakat lain ataupun secara vertikal dari satu generasi ke generasi berikutnya. Di sisi lain menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai dengan kelompok tertentu (Surip, 2011:149).


(27)

Berikut defenisi komunikasi antarbudaya menurut para ahli dalam (Liliweri,2004:10)

a. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan

Richard E. Porter Intercultural communication, A Reader- komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antar orang-orang yang berbeda kebudayaanya, misalnya antar suku bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas sosial (Samovardan Porter, 1976:25).

b. Samovardan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya

terjadi diantara produser pesan dan penerima pesan yang latarbelakang kebudayaannya berbeda(Samovardan Porter, 1976:4).

c. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi

komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latarbelakang kebudayaan yang mempengaruhi prilaku komunikasi para peserta (Dood, 1991:5).

d. Komunikasi antar budaya adalah suatu proses komunikasi simbolik,

interpretatif, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah orang,yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu, memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk prilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan. (Lusting dan Koester Intercultural communication Competence,1993).

e. Intercultural communication yang disingkat “ICC” mengartikan komunikasi antarbudaya merupakan interaksi antarpribadi antara seorang dengan anggota kelompok yang berbeda kebudayaannya.

f. Guo-Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa komunikasi

antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing prilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan :

1) Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia didalam pertemuan

antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam suatu konteks, dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan.

2) Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetuan antar subjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama.

3) Sebagai pembimbing prilaku budaya yang tidak terprogram namun

bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap prilaku kita.

4) Menunjukan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat

membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasikanya dengan berbagai cara.

Budaya sangat mempengaruhi cara setiap orang dalam berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab terhadap seluruh perbendaharaan perilaku kumunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang. Perbendaharaan yang dimiliki orang yang


(28)

berbeda budaya akan berbeda pula yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan.

Jadi kebudayaan yang menjadi latarbelakang kehidupan, akan mempengaruhi prilaku komunikasi manusia. Dalam berkomunikasi dengan seseorang dalam masyarakat yang makin majemuk, maka dia adalah orang yang pertama dipengaruhi oleh kebudayaan lain.

2.2.3.1 Strategi komuniasi antar budaya

Dalam berkomunikasi tentu dibutuhkan sebuah kesepahaman yang dapat membuat komunikasi berjalan dengan lancar tanpa banyak terjadi hambatan. Hambatan dalam berkomunikasi umumnya terjadi akibat perbedaan budaya yang dimiliki oleh setiap orang. Untuk memuluskan komunikasi kita tehadap orang lain atau kelompok lain maka dibutuhkan strategi dalam penyampaianya. Salah satunya adalah strategi Adaptasi Budaya sebagai berikut :

1. Buatlah Hubungan Pribadi dengan budaya Tuan Rumah

Hubungan langsung dengan budaya tuan rumah, mendorong dan memastikan sukses tidaknya proses adaptasi dengan suatu budaya. Begley menekankan pentingnya kontak langsung dalam tulisannya “ Walaupun wawasan dan pengetahuan dapat diperoleh melalui studi antarbudaya, kebijaksanaan praktis tambahan diperoleh melalui percakapan setiap hari dengan orang dari budaya lain.”

2. Mempelajari Budaya Tuan Rumah

Mengembangkan pengetahuan mengenai budaya lain merupakan langkah penting pertama dalam meningkatkan komunikasi antarbudaya. Anda akan mengalami sedikit masalah apabila anda menyadar karakteristik dasar dari budaya dimana anda akan hidup. 3. Berpartisipasilah dalam Kegiatan Budaya

Cara terbaik untuk mempelajari budaya yang baru adalah dengan berperan aktif dalam budaya tersebut. Hadirilah kegatan sosial, religius, dan budaya


(29)

2.2.3.2Teori Interaksi Simbolik

Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri khasmanusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Dalam proses manusia berkomunikasi, simbol merupakan ekspresi yang mewakili suatu hal yang lain. Salah satu dari karakteristik simbol adalah bahwa simbol tidak memiliki hubungan langsung dengan yang diwakilinya. Simbol dapat berbentuk suara,tanda pada kertas, gerakan dan lain sebagainya. Simbol yang digunkan manusia bukan hanya semata-mata untuk berinteraksi saja, namun simbol juga digunakan sebagai penyampaian budaya dari generasi kegenerasi berikutnya. Gudykunst dan Kim mengemukakan hal penting yang harus diingat yaitu simbol dijadikan ketika orang sepakat untuk menjadikannya sebuah simbol (samovar, dkk: 2010:18-20).

Manusia berinteraksi menyampaikan pesan mengunakan simbol-simbol dan lambang-lambang yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.Setiap isyarat non verbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting.Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapatmengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.Pesan diartikan sebagai ide, gagasan, pikiran yang ditransfer kepada penerima dengan maksud untuk mempengaruhi pikiran dan gagasan orang tersebut.

2.2.3.3 Komunikasi Verbal dan nonverba a. komunikasi Verbal

Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata, baik secara lisan ataupun secaratertulis. Secara umum Komunikasi ini merupakanbentuk yang paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, manusia mengungkapkan pemikiran,perasaan, ide, emosi, atau menjelaskan suatu informasi data, fakta. Dalam bentuk komunikasi ini juga lah manusia dapat saling bertukar pikiran,


(30)

berdebat bahkan bertengkar. Dalam hal ini peranan bahasa sangatlah penting untuk menjalankanya.

Proses-proses verbal tidak hanya meliputi bagaimana kita berbicara dengan orang lain namun juga kegiatan-kegiatan internal berfikir dan pengembangan makna kata-kata yang kita gunakan. proses-proses ini (bahasa verbal dan pola-pola berfikir) secara vital berhubungan dengan presepsi dan pemberian serta penyertaan makna.

1. Bahasa Verbal

Bahasa dapat diartikan sebagai suatu sistem lambang terorganisasikan, disepakati secara umum dan merupakan hasil belajar yang digunakan untuk menyajikan pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitas geografis atau budaya. Bahasa merupakan alat utama bagi orang yang berinteraksi dan juga alat untuk berfikir(Mulyana, 2005:30).

Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan fikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentatifkan berbagai aspek realitas individu kita. Dengan kata lain, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang mewakili kata-kata itu. Misalnya kata-kata rumah, kitabelumtahujelasRealitas apa yang mewakili kata itu, Begitu banyak ragam rumah, ada rumah bertingkat, rumah mewah, rumah sederhana, rumah hewan, rumah tembok, rumah bilik, dan yang lainnya.

2. Pola-pola Berpikir

Pola berfikir suatu budaya mempengaruhi bagaimana individu-individu dalam budaya itu berkomunikasi, dan tidak dapat kita harapkan bahwa setiap individu memiliki pola pikir yang sama (Mulyana, 2005:30). Hal ini berkaitan dengan persepsi seseorang terhadap sesuatu yang dikomunikasikan seseorang dan apabila berlawanan maka akan dapat menimbulkan permasalahan. Dalam hal ini Bentuk penalaran, mental adalah komponen penting dalam budaya untuk proses pemecahan masalah yang terjadi dalam sebuah perkumpulan.


(31)

b. Bahasa

Menurut Wardaugh (1985) dalam Devito (1997:157) berpendapat bahasa merupakan institusi sosial, bahasa karena ada manusia berinteraksi dalam kelompok-kelompok sosial, bahsa mencerminkan dan mempengaruhi masyarakat dimana bahsa merupakan salah satu bagiannya.

Kominikasi Verbal maupun komunikasi Nonberbal, akan menggunakan bahasadalam berkomunikasi. Pada dasarnya bahasa adalah suatu sistem lambang yang memungkinkan orang berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa verbal misalnya lisan, tertulis pada kertas, ataupunelektronik. Dalam komunikasi nonverbal, bahasa yang dipakai berupa bahasa tubuh (raut wajah, gerak kepala, gerak tangan), tanda, tindakan, objek.

Bahasa suatu bangsa atau suku bangsa berasal dari interaksi dan hubungan antar warganya satu sama lain. Pada awalanya bahasa terdiri dari lambang-lambang nonverbal, seperti raut wajah, gerak mata, gerak anggota tubuh seperti tangan atau kaki, atau gerak-gerik tubuh, dan tindakan-tindakan tertentu seperti bersalaman, berpelukan,dan berciuman.Tetapi dengan berjalannya waktu dan perkembangan hidup, bahasa nonverbal dirasa tidak mampu lagi. Karena banyak gagasan, pemikiran, perasaan, atau sikpa tidak mampu lagi diungkapkan dan disampaikan dengan menggunakan bahasa nonverbal. Maka, terciptalah bahasa verbal, mula-mula berbentuk tulisan, kemudian tertulis, dan akhir-akhir ini elektronik. Bahasa verbal terus-menerus dikembangkan dan disesuaikanagar dapat memenuhi kebutuhan zaman dimana orang hidup. Maka, bahasa bersifat dinamis.

Pesan verbal terdiri dari kata-kata yang terucap atau tertulis (berbicara menulis adalah perilaku-perilaku yang menghasilkan kata-kata), sementara pesan nonverbal adalah seluruh perbendaharaan perilaku lainnya. Prilaku mungkin disadari namun, kadang-kadang kita melakukan perilaku sesuatu tanpa menyadarinya, terutama kalauperilaku kita bersifat nonverbal. Kebiasaan-kebiasaan seperti menganggukkan kepala, menatap dan tersenyum, misalnya, seringkali berlangsung tanpa disadari. Oleh karena suatu pesan terdiri dari


(32)

perilaku-perilaku yang dapat diartikan, kita harus mengakui kemungkinan memberikan pesan yang tidak kita ketahui. Impikasi dari pesan perilaku ini adalah bahwa kita sering berperilaku tanpa sengaja. Misalnya, bila kita malu tidak mungkin menampilkan muka bersemu merah atau berbicara tidak lancar. Kita tidak bermaksud untuk menampilkan muka yang merah atau suara yang gagap, tetapi toh kita berperilaku demikian. Perilaku yang tidak sengaja ini menjadi pesan bila seorang melihatnya dan merangkap suatu makna dari perilaku tersebut. (Mulyana, 2005:12-13).

Liliweri (2001: 194-195) mengemukakan kita tidak cukup brkomunikasi dengan mengandalkan pesan-pesan verbal karena tidak semua konsep diwakili oleh sebuah kata atau bahkan kalimat. Kita membutuhkan dukungan pesan nonverbal. Ada tiga bentuk pesan non verbal yaitu : (1) kinesik, (2) proksemik, (3) paralinguistik.

Pesan-pesan kinesik berkaitan pesan yang disampaikan melalui gerakan tubuh/anggota tubuh, misalnya embelm, ilustrator, adaptor,regulator dan effect display. Sedangkan pesan proksemik dikelompokkan pula pesan melalui penataan ruang, pilihan waktu. Terakhir pesan-pesan berbentuk paralinguistik melalui penampilan khusus kualitas suara, ciri-ciri vokal, pembatasan vokal dab pemisahan vokal.

Sedangkan pesan-pesan verbal lebih banyak digunakan untuk penyampaian pesan yakni bahasa. Karena itu seorang komunikator membutuhkan:

1. Pengetahuan tentang bentuk-bentuk pesan verbal masyarakat sasaran yang

terdiri dari :

a. Struktur pesan: ditunjukan oleh pola penyimpulan (tersiratatau tersurat), pola urutan argumentasi (mana yang lebih dahulu, argumentasi yang disenangi), pola objektivitas (satu sisi atau dua sisi).

b. Gaya pesan : menunjukan variasi linguistik dalam penyampaian pesan (perulangan, mudah dimengerti, perbendaharaan kata).

c. Appeals pesan: mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung pesan (rasional-emosional, fearappeals, rewad-appeals).


(33)

2. Pengetahuan terhadap isi pesan, sebagai contoh, apabila materi pesan itu berisi inovasi infirmasi maupun teknologi, maka pesan yang disampaikan sebaiknya mengandung suatu cara yang dapat membantu msayarakat memecahkan masalah yang dihadapinya. Secara teknis isi pesan harus mudah dipahami secara verbal, agar dapat dikerjakan meskipun dalam skala kecil agar hasilnya cepat dirasakan.

c. Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan

Meskipun lebih umum, terus-menerus dipakai dan lebih jujur, namun komunikasi nonverbal lebih sulit ditafsir karena kabur. Misalnya, jika ada orang manatap kita, maka kita tidak dapat dengn cepat menangkap apa artinya, heran, bingung ataupun bertanya-tanya. Kekaburan ini disebabkan karena struktur komunikasi nonverbal tidak jelas susunan suatu komunikasi nonverbal, misalnya berjabat tangan, mungkin masih mudah dimengerti. Tetapi jika jabat tangan itu disambung dengan raut wajah seperti cemberut, gerak mata seperti terkejut, gerak anggota tubuh seperti tangan yang kaku dan seluruh tubuh yang tegang, kita sulit untuk mengartikannya. Karen itu, memepelajari komunikasi nonberbal lebih sulit daripada mempelajari komunikasi verbal. Sebab perbendaharaan kata, tata kalimatm dan tata bahasanya sulit ditunjuk.

Liliweri (2004: 138-140) menyatakan ada beberapa hal yang termasuk dari komunikasi nonverbal yaitu:

1. Komunkiasi nonverbal merupakan tindakan dan atribusi (lebih dari

penggunaan kata-kata) yang dilakukan seorang kepada orang lain bagi pertukaran makna, yang selalu dikirmkan dan diterima secara sadar oleh dan untuk mencapai umpan balik atau tujuan tertentu (Burgoon dab Saine 1878)


(34)

2. Komunikasi nonverbal meliputi ekspresi wajah, nada suara. Gerakan anggota tubuh, kontak mata, rancangan ruang, pola-pola perabaan, gerakan ekspretif, perbedaan budaya dan tindakan-tindakan nonverbal lain yang tak dapat menggunakan kata-kata. Pelbagai penelitian menunjukan bahwa komunikasi nonverbal itu sangat penting untuk memahami perilaku antar manusia darpda memahami kata-kata verbal yang diucapkan atau tertulis, pesan-pesan nonverbal memperkuat apa yang disampaikan secara verbal.

3. Studi tersendiri untuk menggambarkan bagaimana orang berkomunikasi

melalui perilaku fisik, tanda-tanda vokal dan relaso ruang atau jarak. Akibatnya penelitian tentang komunikasi nonverbal acapkali menekan

pada dimensi beberapa aspek tertentu dario bahasa(TerrenceA.

Doyle-doyle@nv.cc.us June 20,2001 00:59:56).

4. Komunikasi nonverbal merujuk pada variasi brntuk-brntuk komunikasi

yang meliputi bahsa. Bagaimana seorang itu berpakaian, bagaiman seorang itu melindungi dirinya, menampilkan eksperesi wajah, gerakan tubuh, suara, nada, dan kontak mata, dan lain-lain

5. Komunikasi nonverbal meliputi semua stimuli nonverbal yang dalam

setting komunikatif degeneralisasikan oleh individu dan lingkungan yang memakainya.

6. Komunikasi nonverbal meliputi pesan nonverbal yang memiliki tujuan

ataupun tidak memiliki tujuan tertentu.

Kita dapat menarik kesimpilan bahwa komunikasi non verbal adalah cara berkomunikasi melalui pernyataan wajah nada suara, isyarat-isyarat, kontak mata, dan lain-lain, cara ini memainkan peranan yang sangat penting dalam hidup daripada interaksi verbal, meskipun harus diakui bahwa perbedaan isyaratmembawa perbedaan makna.

2.2.4 Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

E. B. Tylor menjelaskan, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain sertakebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Setiadi, 2009:27).


(35)

Kebudayaan berkenaan dengan cara manusia untuk hidup. Kebudayaan mencakup semua yang dilakukan manusia. Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia merupakan alat pengatur dan memberi arahan kepada setiap tindakan, prilaku dan karya manusia yang menghasilkan benda benda kebudayaan.Dari definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Koentjaraningrat (Setiadi, 2009:28-29) mengemukakan bahwa kebudayaan dapat digolongkan dalam tiga wujud yaitu:

1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide,gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, dan peraturan.

2. Wujut kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda sebagai hasil karya manusia.

2.2.4.1Unsur-Unsur Kebudayaan

Koentjaraningrat (1985) menyebutkan ada tujuh unsur-unsur kebudayaan yang universal. Ia menyebutnya sebagai isi pokok kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut adalah :

1. Kesenian : Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan

sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.

2. Sistem teknologi dan peralatan: Sistem yang timbul karena manusia

mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang baru agar dapat

memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang lain.

3. Sistem organisasi masyarakat: Sistem yang muncul karena kesadaran

manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling

sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing –


(36)

4. Bahasa: Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.

5. Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi: Sistem yang timbul

karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang

baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang lain.

6. Sistem pengetahuan: Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti.

7. Sistem religi: Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta

yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa.

2.2.5 Hambatan Komunikasi

Berkomunikasi dengan orang lain kelihatanya sangat mudah dilakukan, tetapi sebenarnya pada pelaksanaanya sering terjadi kesalahan komunikasi atau kesalahan pengertian yang diakibatkan oleh berbagai faktor yang menjadi kendala atau hambatan komunikasi. Terhambatnya komunikasi terjadi karena banyak faktor, namun hambatan tersebut akan dapat diminimalisir apabila kita memahami hal apa yang menyebabkannya. Hambatan komunikasi ini menyebabkan informasi yang disampaikan menjadi tidak tepat sasaran atau terjadi kesalahpahaman

pengertian atau sering disebut misunderstanding. Komunikasi yang awalnya

berjalan dengan baik, tetapi karena adanya hambatan tersebut maka dapat membuat kesalahan yang sangat fatal. Misalnya kesalahan komunikasi seseorang dapat menyebabkan konfli diantara mereka.

Menurut Liliweri (2001:236) beberapa hambatan komunikasi yang perlu diantisipasi antar lain adalah hambatan internal, eksternal, dan pribadi. Pada hambatan internal perlu diperhatikan adalah masalah yang berkaitan dengan struktur/hirarki/wewenang, spesialisasi, kekuasaan, jarak sosial/psikologi, manager “ownership information”, saran dan prasarana, benalu komunikasi. Pada


(37)

hambatan eksternal yang perlu diperhatikan adalah beberapa faktor seperti perubahan sosial, ekonomi, masalah persaingan, dan konflik.

Kemudian Rakhmat (1978) menjelaskan hambatan tidak menyebabkan komunikasi terhenti, tetapi ia menahan (menimbulkan kesulitan) pada aliran pesan. Beberapa pesan dibendung dan tidak bisa melampaui hambatan itu.

2.2.5.1 Faktot-Faktor Penghambat Komunikasi

Faktor-faktor yang menjadi penghambat seseorang dalam melakukan komunikasi dengan sasamanya adalah sebagai berikut:

1. Hambatan sosio-antro-psikologi

Berlangsungnya sebuah komunikasi diantara manusia merupakan proses yang

situasional (situational context). Hali ini berarti komunikator harus

memperhatikan kondisi situasi saat belagsungya komunikasi, karena situasi sangat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi, terutama situasi yang berhubungan dengan faktor-faktor sosiologo, antropologi, dan psikologi.

a. Habatan sosiologi

Seorang sosiolog jerman bernama Ferdinan Tonnies mengklasifikasikan kehidupan manusia dalam masyarakat menjadi dua jenis pergaulan yaitu : Gemeinschalft yaitu pergaulan hidup yang bersifat pribadi, statis dan tak rasional dan Gesellschalft yaitu pergaulan hidup yang tak pribadi,dinamis, dan rasional.

Berkomunikasi dengan Gemeinschalft dengan istri atau anak maka tidak akan dijumpai banyak hambatan komunikasi karena sifatnya personal atau pribadi

sehingga dapat dilakukan dengan santai. Sementara Gesellschalft misalnya

seseorang yang bagaimanapun tingginya kedudukan jabatannya, ia akan menjadi bawahan orang lain. Dengan kata lain seseorang akan berkuasa hanya pada daerahnya tetapi didaerah lain ia harus tunduk pada aturan daerah tersebut.

Masyarakat terdiri dari bebrbagai golongan dan lapisan yang menimbulkan perbedaan dalam status sosial, agama, ideologi, tingkat pendidikan tingkat kekayaan dan sebagainya yang semuanya dapat menjadi hambatan bagim kelancaran komunikasi.


(38)

b. Hambatan Antropologis

Seorang komunikator pada waktu akan melakukan komunikasi dengan seseorang yang menjadi sasarannya, maka komunikator harus terlebih dahulu mengenal siapa siapa komunikan yang akan diajak berkomunikasi. Dalam hal ini mengenal maksudnya adalah mengenal latarbelakangnya bukan sekedar namanya, misalnya mengetahui suku, ras, dan bangsa apa.

Komunikasi akan berlangsung lancara apabila suatu pesan yang disampaikan komunikator diterima secara tuntas oleh komunikan. Diterima maksudnya adalah dalam pengertiam sebagai received atau secara indrawi dan dalam pengertian accepted atau secara rohani.

c. Hambatan Psikologis

Faktor psikologis sering kali menjadi hambatan dalam berkomunikasi. Hal ini biasanya disebabkan komunikator sebelum melancarkan komunikasinya tidak terlebih dahulu mengkaji diri si komunikan. Komunikasi akan sulit berhasil apabiala komunikan dalam kadaan sedang bersedih,bingung, marah, merasa kecewa, iri hati, dan kondisi psikologis lainnya dan juga jika komunikasi menaruh prasangka (prejudice) kepada komunikator.

Prasangka merupakan hambatan berat bagi kegiatan komunikasi, karena orang yang berprasangka belum apa-apa sudah bersikap menentang komunikator. Orang yang bersikap prasangka emosinya menyebabkan dia menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran secara rasional. Emosi sering kali membutakan pikiran dan perasaan terhadap suatu fakta yang bagaimanapun jalas dan tegasnya. Prasangka sebagai faktor psikologis dapat dapat disebabkan oleh aspek antropologis dan sosiologis, dapat terjadi terhadap ras, bangsa, suku bangsa, agama, partai politik, dan apa saja bagi seseorang yang merupakan perangsang disebabkan dalam pengalaman pernah diberi kesan yang tidak enak.

2. Hambatan Semantis

Faktor semantis merupakan faktor yang menyangkut bahasa yang dipergunakan oleh komunikator sebagai alat untuk menyalurkan prilaku dan perasaannya kepada komunikan. Demi kelancaran komuniksinya seorang


(39)

komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab salah ucapan atau salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding)

dan salah tafsir (misinterpretation) yang pada gilirannya menimbulkan salah

komunikasi ( miscommunication).

Gangguan semantis kadang-kadang disebabkan oleh aspek antropologis, yakni kata-kata yang sama bunnyinya dan tulisannya, tetapi memiliki makna yang berbeda. Salah komunikasi atau miscommunication ada kalanya disebabkan oleh pemilihan kata yang tidak tepat, kata-kata yang sifatnya konotatif. Dalam komunikasi kata-kata yang digunakan sebaiknya kata-kata yang denotatif. Kalau terpaksa juga menggakan kata-kata yang konotatif seyogianya dijelaskan apa yang dimaksudkan sebenarnya sehingga tidak terjadi salah tafsir.

Untuk menghilankan hambatan semantis dalam komunikasi, seorang komunikator harus mengcapkan pernyataan dengan jelas dan tegas, memilih kata-kata yang tidak menimbulkan persepsi yang salah, dan disusun dengan kalimat-kalimat yang logis.

3. Hambatan Mekanis

Hambatan mekanis dijumpai pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Banyak conoh yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari misalnya suara telepon yang krotokan, ketikan huruf yang uram pada surat, suara yang hilang muncul pada pesawat radio, berita surat kabar yang sulit dicari sambungan kolomnya, gambar yang meliuk-liuk pada pesawat televisi dan lain-lain.

Hambatan pada beberapa media tidak mungkin diatasi oleh komunikator, misalnya hambatan yang dijumpai pada surat kabar, radio, dan televisi. Tetapi pada beberapa media, komunikator dapat saja mengatasinya dengan mengambil sikap tertentu, misalnya pada saat menelpon terganggu oleh krotokan. Barangkali dia dapat mengulanginya beberapa daat kemudian.

Yang penting perlu diperhatikan dalam komunikasi ialah seperti telah disinggung di muka. Sebelum suatu pesan komunikasi dapat diterima secara


(40)

rohani (accepted), terlebih dahulu harus dipastikan dapat diterima secara indrawi (received), dalam arti kata bebas dari hambatan mekanis.

4. Hambatan Ekologis

Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap poses berlangsungnya komunikasi. Cantoh hambatan ekologis adalah suara riuh orang-orang atau kebisingan lalulintas, suara hujan atau petir, suara pesawat terbang lewat, pada saat komunikator sedang berpidato.

Situasi komunikasi yang tidak menyenangkan seperti itu dapat diatasi komunikator dengan menghindarkanya jauh sebelum atau dengan mengatasinya pada saat ia sedang berkomunikasi. Untuk menghindarkanya komunikator harus mengusahakan tempat komunikasi yang bebas dari gangguan suara lalulintas atau kebisingan orang-orang seperti yang telah disebutkan. Dalam menghadapi gangguan seperti hujan, petir, persawat terbang lewat dan lain sebagainya yang datang tiba-tiba tanpa diduga terlebih dahulu, maka komunikator dapat melakukan kegiatan tertentu, misalnya berhenti dahulu sejenak atau memperkeras suaranya (Effendy, 2004:16).

2.2.6 Gambaran Partuturan Dalam Kekerabatan Masyarakat Suku Simalungun

Marga” memegang peranan penting dalam soal adat Simalungun. Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal “silsilah” karena penentu partuturan di Simalungun adalah “hasusuran” (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?” Hal ini dipertegas oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei, Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih).

Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan. Tutur bisa diterjemahkan sebagai panggilan yang digunakan masyarakat Simalungun sebagai sebutan untuk/kepada orang tertentu. Partuturan


(41)

ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon). Perkerabtan masyarakat simalungun dapat dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:

A. Tutur Manorus / Langsung

Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.

ANTURANG (nantulang) : Istri dari tulang, istri dri saudaranya tulang, ibu dari besan (mertua dri saudara laki” istri kita)

PARUMAEN: Menantu perempuan, menantunya sepupu kita, anak

perempuan dari saudara laki” istri kita, namboru dan makkela juga

marparumaenya sama istri kita.

NASIBESAN: istri dari saudara laki” istri kita dan istri sepupunya. Kalau

anda perempuan maka NASIBESANNYA adalah suami dari saudara

perempuan suami kita. • HELA: menantu laki” kita

GAWEI :EDA, antar perempuan : anak perempuan dari namboru, istri dr anak laki namboru. Istri dr saudara laki” kita dan sebaliknya.

LAWEI:LAE antar laki” sama halnya dgn Gawei. PAHOMPU: cucu

NONO: Cucunya anak kita, ada juga beberapa tempat di SIMALUNGUN

menyebut cucunya anak perempuan kta. • NINI: Kebalitan dari NONO.

SIMA-SIMA: anak dari nono maupun nini.

SIMINIK: semua generasi keturunan yang dibawah SIMA-SIMA. Ini kebanyakan dipakai hanya dgn secara religius.

B. Tutur Holmouan / Kelompok

Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun

SANINA SAPANGANONKON: sepupu dari bapa / ibu / ompung Kita dan yang satu marga dgn kita.

SAPANGANONKON: Tulangnya menantu kita, sepupunya ibu kita.

PARIBAN: sepupu perempuan istri kita,TONDONG BOLON/JABU = orang tua dan saudara laki”nya istri kita

TONDONG PAMUPUS: saudara laki”nya ibu kita

TONDONG BONA: saudara laki”nya nenek kita (pamupus ni bapa kita) TONDONG MATA NI ARI: namamupus ompung diri (tulang ni ompung) • TONDONG NI TONDONG: Saudara laki”nya mertua perempuan kita


(42)

TONDONG MANGIHUT: Keluarga dari menantu perempuan kita, keluarga dari istri saudara laki” bapa kita dan keluarga dari istri sepupu

laki” kita. Ada yg menyebut dgn TONDONG RIAP.

ANAK BORU JABU:Makkelakita yang telah disahkan dengan adat. Biasanya yang paling tua. Dia lah yang menanggungjawabi seluruh yang disebut boru(bani sagala horja adat malas niuhur barang pusok niuhur). • PANOGOLAN: anak laki, dan perempuan dari saudara perempuan kita. • ANAK BORU AMPUAN: Suami dari boru kita (marga na legan humbani

boru diri)

ANAK BORU MINTORI: anak perempuan / suami dari saudari perempuan kita.

ANAK BORU MANGIHUT:Lawei mangihut botou atappe boru marhalahon ni sanina marhalahon ni inang

ANAK BORU SANINA:Anak boru mintoriyang semarga dengan kita. Dan ada juga yang mengatakan Anak boru Sanina tersebut Gamot. Tugas dan fungsi Anak Boru Sanina bisa saja menjadisanina, dan dapat juga berperan menjadi boru.

C. Tutur Natipak / Kehormatan

Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat

MAR-KAHA : Panggilan kita buat istri abang kita, istri abang sepupu, sapanganonkon diri siabangan. Kalau kita perempuan maka kita MARKAHA terhadap suami dari anak perempuan dari kakak ibu kita (suami kakak sepupu)

MAR-NASIKAHA : Istri kita kepada abang kita dan abang sepupu, Sapanganonkon, semua abang menurut tutur (adat)

MAR-NASIANGGIKU : Semua istri dari tutur adik kita.

MAR-ANGGI : kita (perempuan) ke suami dari adik kita perempuan

MAR-HAM : Kita ke orang yg lebih tua dari kita, orang yg belum kita tau jelas partuturan kita dan kepada orang yg kira” seumuran dgn kita.

MAR-HANDIAN : Hampir sama dgn MARHAM pemakaiannya dan pemakaiannya lebih luas lagi artinya. Di daerah Bandar boleh juga dipakai kepada perempuan.

MAR-DOSAN : Dipakai perempuan (ibu pengasuh, dayang” ataupun puan”) ke sesamanya yang sudah lansia.

MAR-ANAHA : Dipakai puan” kepada laki muda atau Garama. MAR-KAKAK : Antara perempuan ke perempuan ke yg lebih tua darinya. • MAR-AMBIA : Sesama laki” ke orang yg sama umurnya atau ke lebih

muda dari kita.

MAR-HO : kepada saudara kandung yg dibawah umur kita. Dibeberapa daerah sekarang ini ada yg menyebut ke istrinya.

MAR-HANIMA:sebutan kepada istri kita (agak kasar) ataukepada yang lebih muda dari kita (lebih dari satu orang), atau kepada botou diri sendiri.


(43)

MAR-NASIAM: Sebutan kepada orang yg umurnya diatas kita (lebih dari satu org)

MAR-AKKORA: Sebutan orang tua kepada yg lebih muda yg dekat hubungan familynya (tuturnya)

MAR-ABANG: Kepada abang kita dan org yg lebih tua dari kita.

MAR-TUAN:panggilan kepada penguasa (raja) kampung pada zaman dahulu ataupun pada keturunan.

MAR-BORU TULANG: orang yang menikah dengan boru tulangnya. • MAR-SIBURSOG: Panggilan kepada anak yang baru lahir kalau dia

laki-laki.

MAR-SITATAP: Panggilan kepada anak yang baru lahir kalau dia perempuan.

MAR-PANG / PAN PAN NANG / NAN :Partigoranankepada yang telah memiliki keturunan, diambil dari nama anak yang pertama atau anak laki-laki yang lebih tua.

MAR-BAYA : panggilan perempuan yg sama umurnya(sebaya) atau lebih muda dari kita (Sinaga, 2008:4-10).

Masyarakat Simalungun dalam ikatan sosialnya terhisab ke dalam organisasi

sosial yang disebut Tolu Sahundulan Lima Saodoran yang mengikat orang

Simalungun dalam kekerabatan menurut adat istiadat Simalungun. Adapun hubungan ” Tolu Sahundulan, lima saodoran “, yaitu

a) Unsur Sanina yang mempunyai Horja (pesta), ditambah dengan

saudara-saudaranya dari garis bapak dan ompung semarga.

b) Unsur Boru, pelaksana tugas dalam Horja yang ditentukan, terdiri dan

suami saudara perempuan bapak ditambah dengan suami saudara perempuan dari sanina yang punya Horja

c) Tondong, yaitu mereka yang dihormati dan duduk di luluan (tempat

terhormat) yang terdiri dari saudara laki- laki dan ibu dan istri yang punya Horja.

d) Boru mintori, adalah boru dari pihak boru yang turut melaksanakan tugas dalam Horja di rumah tondongnya.

e) Tondong Bona atau Bonaniari adalah saudari laki-laki dari ompung

perempuan.

Adanya struktur (kerangka susunan) lembaga adat ini sekaligus memberi gambaran atau besar kecilnya suatu upacara adat itu menurut besar kecilnya perhelatan adat yang akan dilaksanakan. Dalam kehidupan sehari-hari hubungan kekerabatan ini diistilahkan dengan: “Sisei, sukkun, sari


(44)

dan surduk ibagas Habonaron do Bona” dalam bermasyarakat, dengan penjabaran

 dingat martulang

 sisei bani Sanina  holong / sari bani Boru

 sukkun marsinhuta

2.3 Model Teoritis

Secara skematis, kajian pustaka peneliti dalam melakukan penelitian ini akan dibentuk suatu model teoritis sebagai berikut:

Gambar 3

Sumber: Modifikasi peneliti

Komunikasi antar tutur besan pada suku Simalungun di kelurahan Pematang Raya

• Komunikasi antar

budaya

• Hambatan komunikasi

• Interaksi simbolik

Sejauh mana generasi suku Simalungun saat ini melaksanakan tradisi (interaksi


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Metode ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin,2010:68).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode etnografi.

Istilahetnografi sebenarnyamerupakan istilahantropologi. Menurut

KoentjaraningratEtnografimerupakanembriodariantropologi,yaitulahirpadatahapp

ertama dariperkembangannya, yaitusebelum

tahun1800-an.Etnografimerupakanhasil-hasilcatatanpenjelajah Eropa

tatkalamencarirempah-rempahkeIndonesia. Merekamencatat semuafenomenamenarik

yangdijumpaiselamaperjalanannya, antara lain berisitentangadat-istiadat,susunan masyarakat, bahasadanciri-ciri fisik darisuku-suku bangsa tersebut(Bungin, 2003:168). Penelitian etnografi merupakan metode penelitian yang banyak dilakukan dalam bidang antropologi apalagi yang berkaitan dengan penelitian budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang budaya masyarakat dalam bentuk cara berfikir, cara hidup, adat, berprilaku, dan bersosial. Fokus dari penggunaan metode etnografi ini adalah konsep budaya.

Pada dasarnya etnografi merupakan bidang yang sangat luas denga variasi yang sangat besar dari praktisi dan metode. Pendekatan etnografi secara umum adalah pengamatan berperanserta sebagai bagian dari penelitian lapangan. Etnografer menjadi tertarik dalam suatu budaya sebagaibagian dari pemeran-sertanya dan mencatat secara serius data yang diperoleh dengan memanfaatkan catatan lapangan. Etnografi digunakan untuk meneliti perilaku-perilaku manusia yang berkaitan dengan perkembangan teknologi komunikasi dalam setting sosial dan budaya tertentu. Metode penelitian etnografi dianggap mampu menggali informasi secara mendalam dengan sumber-sumber yang luas. Dengan teknik


(46)

“observasi participant”, etnografi menjadi sebuah metode penelitian yang unik karena mengharuskan partisipasi peneliti secara langsung dalam sebuah masyarakat atau komunitas sosial tertentu yang sedang diteliti.

Etnografi adalah pendekatan empiris dan teoritis yang bertujuan mendapatka deskripsi dan analisis mendalam tentang kebudayaan berdasarkan penelitian lapngan. Roger M. Keesing mendefenisikan etnografi sebagai pembuatan dokumentasi dan analisis budaya tertentu dengan mengadakan penelitian lapangan. Artinya dalam mendeskripsikan suatu kebudayaan seorang peneliti etnografi juga menganalisis (Bungin, 2003:169). Jadi dapat disimpulkan bahwa etnografi adalah pelukisan yang sistematis dan analisis suatu kebudayaan kelompuk, masyarakat atau suku bangsa yang dihimpun dari lapangan dalam kurun waktu yang sama.

Etnografikomunikasi adalah salah satu kajian komunikasi yang memfokuskan pada pola komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam suatu masyarakat tutur. Masyarakat tutur ( speech community) adalah suatu kategori masyarakat di mana anggota-anggotanya tidak saja sama-sama memilliki kaidah untuk berbicara, tetapi juga satu variasi linguistik tertentu. Ruang lingkup kajian etnografi komunikasiMenurut Hymes (Syukur dalam Kuswarno,2008:14), ada enam lingkup kajian etnografi komunikasi yaitu :

1. Pola dan fungsi komunikasi ( patterns and functions of communication) 2. Hakikat dan definisi masyarakat tutur ( nature and definition of speech

community).

3. Cara-cara berkomunikasi ( means of communicating).

4. Komponen-komponen kompetensi komunikasi (component of

communicative competence)

5. Hubungan bahasa dengan pandangan dunia dan organisasi sosial (

relationship of language to world view and sosial organization)

6. Semesta dan ketidaksamaan linguistic dan sosial (linguistic and sosial


(47)

3.2 Objek Penelitian

Penelitian ini mengenai komunikasi antara orang yang bertutur besan pada suku simalungun, dan penelitian dilakukan di kelurahan Pematang Raya kecamatan Raya kabupaten Simalungun.

3.2.1 Profil Kelurahan Pematang Raya

Keluraha Pematang Raya berada di kecamatan Raya yang saat ini merupakan ibukota dari kabupaten Simalungun.

a. Keadaan Geografis wilayah

Kelurahan Pematang Raya memiliki luas wilayah 23Km2 dengan rincian

sebagai berikut:

• Luas permukuman : 920 Ha

• Luas Perkantoran : 6 Ha

• Luas daerah pertanian : 1000 Ha

• Luas persawahan : 20 Ha

• Lahan wakaf :3,5 Ha

• Lain-lain : 319 Ha

Kelurahan Pematang Raya ini berada dalam kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, dan saat ini termasuk dalam ibukota kabupaten Simalungun. Batas-batas wilayah kelurahan Raya tersebut adalah sebagai berikut:

• Sebelah timur berbatasan dengan Nagori Sondi Raya

• Sebelah barat berbatasan dengan Nagori Dalig Raya

• Sebelah utara berbatasan dengan Nagori Silaubuttu

• Sebelah selatan berbatasan dengan Nagori Sigodang Kecamatan Panei

Kelurahan Pematang Raya berada pada ketinggian ± 900 meter diatas permukaan laut. Memiliki tekstur tanah yang subur yang sangat cocok untuk lahan pertanian pangan seperti padi, jagung, palawija dan tanaman holtikultura. Keadaan lahan cenderung landai dan tidak banyak terdapat jurang.


(1)

Waktu Wawancara : 7 Desember 2013, pukul 08.30 - 09.15 Wib Tempat : Rumah bapak kocu Saragih Sumbayak

P : Peneliti I : Informan

P : Bagimana sebenarnya tutur besan itu? Mengapa ada jarak pemisah atau pantangan diatara mereka dalam hal berkomunikasi?

I : “Tutur besan itu hanyalah sebuah tutur tapi ada semacam jarak... karena namanyalah mereka yang ga berkenalan dari dulu, kalau ngak ada dibikin jarang, dari adatlah katang dulu... mungkin-mungki mereka lah nanti yang jadi, karena ngak mengenal pribadi masing-masing dari awal, berkenalan di sananya mereka, di keluarga itu... apalagi misalnya pandangan pertama ada sesuatu, kan itunya itu... itulah makanya oppung kita dulu, aih.. kalau jadi bikin malunya ini jadi dibikinlah sebuah aturan... itu aja sebenarnya itu.. itulah semuanya dasarnya ga lebih dari itu... bukan dongeng itu, etikanya kehidupannya itu untuk menghindari yang pantang atau hal negatif”

P : Jadi bagaimana mereka berkomunikasi? sedangkan dalan tutur ini hal itu ada jarak pemisahnya?

I : ‘Ya, kalau berkomunikasi, contohnya kalau dulu ne ya, satu kursilah misalnya dari ujung ke ujung pun ngak bisa... dan berhadapan juga tidak boleh, jadi kalau mau berbicara aku samanya ya kubilang lah sama istriku “bilang dulu sama besan itu begini-begini” dan itu pun ngak bisa didengarnya, tapi kalo Cuma mereka berdua, harus didengarnya kan makanya harus bicara kepada dindingnya yang marbesan... atau misalnya sama-sama diladang mereka, itu harus dihindari itu, karena ngak bisa mereka sama berdua, tapi kalau misalnya terpaksalah makanya dia bicara sama dinding “o.. dinding bilang dulu sama sianu itu begini-begini” harus adalah tetap perantara, ngak bisa ngak...

P : Itukan dulu, jadi kalau sekarang bagaimana? Apakah masih berlaku hal seperti itu?

I : “Kalau sekarang udah beda, karena apa? Karena sekarang sudah terjadi percampuran budaya, ya masuklah budaya jawa, yang tidak mengenal itu, contohnya misalnya lah adalah boru jawa atau sunda parumaen (menantun) nya, dan kalau dikawinkan kan jadi kan diborukanlah dulu dia, jadi belum ada ketetapan adat samanya, belajar disananya dia, akhirnya biasa dia berbicara dengan siapapun, bukan karna takut, tapi karna menghormatinya sesuai budayanya... gitu lagi jadinya... ya itu aja yang saya tahu masalh itu...


(2)

INFORMAN VII

Nama : Tuahman Sinaga Jemis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani Status : Menikah

Usia : 60 Tahun

Waktu Wawancara : 10 Desember 2013, pukul 20.00 – 21.15 Wib Tempat : Rumah bapak Tuahman Sinaga

P : Peneliti I : Informan

P : Bagaimana sebenarnya komunikasi yang bertutur besan pada suku Simalungun?

I : “Ya kalo yang berbesan sejarahnya karena memang sudah ditetapkan oppung dulu supanya ngak bisa jappak(bebas) kepada istri tondong kita, maknya dibuat aturang yang berbesan itu... besan maksutnya kalo duduk bersama itu tidak bisa, berhadap-hadapanpung ngak bisa, berbicara langsung pun kepada besan kita ngak bisa.. harus ke yang lainnya kita ngomong kalo ada yang mau kita bicarakan sama besan, itulah karena hormatnya yang berbesan itu... itu memang sebuah talenta yang dimiliki simalungun ini dimana norma-norma dari adat itu, meninggikan martabat dan yang kedua adat kesopanan...

P : Mengapa ada hal yang membatasi interaksi diantara tutur besan ini? apa yang membuat hal itu menjdai di Pantangkan?

I : “Pantangnya itu karena istri tondong kitalah besan itu dan besan itu sudah dianggap sebanga inang (orang tua) jadi kalo dianggap sebagai inang berarti ngka bisalah sembarangan samanya... itu lah itu.. supaya hormat, jadi kalo dihormat dia berarti termasuk istimewalah karena seperti titah kelima itu, maningon pasangapon namatorasmu (harus hormati orang tua mu) karena sudah termasuk orang tua dia disitu, jadi kalo sudah sopan dan kita tidak sembarangan... ya termasuk yang menghormatilah itu... karena besan kita itu adalh generasi penerusnya mertuakita... makanya dianggap sebagai inang... tapi pantang disini maksutnya dalam arti yang positif.


(3)

P : Bagaimana proses komunikasi yang berbesan ini pada kondisi sekarang? Apakah ada pergeseran adat budaya dari yang ada sebelumnya?

I : “Sekarang... karena sudah ada kemajuan jaman dan teknologi sekarang ini, ya memanggil besannya pu ya bes.. aja dibilang.. jadi apaboleh buat karena kemajuan zaman ini, ya dari telepon pun bisalah karena penting misalnya sebuah horja (acara adat) dan boru ininya yang harus menerjakan itu sesuai adat ya terpaksalah “ya tolong ham besan, roh ham” langsung lah besan itu bicara karena suaminya sudah sibuk, jadi karena suaminya sudah sibuk menyiapkan semau ya terpaksalah besan kita itu yang menghubungin semuanya, termasuk lah besannya itu...


(4)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA JL. DR. A. SOFYAN NO. 1TELP (061) 821716

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : REJEKI ANDO S

NIM : 110922001

PEMBIMBING :Dra. Dayana, M.Si

NO TGL. PERTEMUAN PEMBAHASAN PARAF

PEMBIMBING 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

2 Mei 2013 6 Juni 2013 5 Juli 2013

16 Agustus 2013 20 September 2013 13 Oktober 2013

23 November 2013- 24 desember 2013 10 Januari 2014

15 Januari 2014 24 Januari 2014

29 Januari 2014

Acc Proposal Seminar Pembahasan Bab I Penyerahan Bab II Dan Pembahasan

Pembahasan Dan Revisi Bab II Pembahasan Dan Revisi Bab II Peyerahan Dan Pembahasan Bab III

Penelitian Ke Lapangan

Penyerahan Bab IV Dan Pembahasan

Revisi Bab IV

Penyerahan Pembahasan Bab IV, V


(5)

BIODATA

NAMA : REJEKI ANDO S

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Pematang Raya, 10 Agustus 1988

JENIS KELAMIN : Laki-laki

AGAMA : Kristen Protestan

ALAMAT : Jl. Terompet No 28 Padang Bulan Medan NAMA ORANG TUA

Ayah : Walmer Sinaga

Ibu : Sannaria Purba Sidadolog

JUMLAH SAUDARA : 3 Orang

ALAMAT ORANG TUA : Jl. Sudirman No.131 Pematang Raya PENDIDIKAN

1995 – 2001 : SD Inpres 091346 Pematang Raya kab.Simalungun.

2001 – 2004 :SMP Negeri 1 Raya kab. Simalungun. 2004 – 2007 :SMA Negeri 1 Raya kab. Simalungun. 2008 - 2011 : Jurusan Pariwisata Fak. Ilmu Budaya


(6)