1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan.
2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau
tidak tersedia. 3.
Memperpanjang umur simpan dalam pangan. 4.
Tidak menurunkan kualitas warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
5. Mudah dilarutkan
6. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang pH pangan yang diawetkan.
7. Aman dalam jumlah yang diperlukan.
8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia.
9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan.
10. Tidak dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks
yang bersifat lebih toksik. 11.
Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan. 12.
Mempunyai spektra antimikrobia yang luas yang meliputi macam-macam pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang
diawetkan.
2. 3. 2 Jenis Pengawetan Bahan Makanan
Pengawetan bahan makanan tersebut biasa digolongkan atas Bihar, 2008 : 1.
Pengawetan secara alami, misalnya dengan memasak makanan dengan pemanasan, dengan pendinginan, pembekuan, pengalengan ataupun pengeringan.
Dengan pengawetan secara alami ini, diharapkan pertumbuhan bakteri pada bahan makanan akan terhambat ataupun mencegah proses oksidasi.
2. Pengawetan secara biologis, misalnya secara fermentasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengawetan makanan dengan pemakaian bahan-bahan kimiawi yang ditambahkan
berupa bahan tambahan makanan BTM atau food-additives. BTM ini bisa merupakan bahan-bahan tambahan, seperti vitamin atau asam-asam
amino esensial, bahan pewarna makanan, bahan yang memberikan rasa tertentu dan juga bahan-bahan pengawet, sehingga makanan bisa disimpan lebih lama.
2. 3. 3 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut Wisnu, 2006 :
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat
patogen maupun yang tidak patogen. 2.
Memperpanjang umur simpan pangan. 3.
Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan.
4. Tidak menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak
memenuhi persyaratan. 6.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
2. 4 Formaldehid 2. 4. 1 Sejarah Formaldehid
Formaldehid ditemukan pertama kali oleh seorang ahli kimia Rusia, Alexander Mikhaelovich Butlerov pada tahun 1859. Formaldehid yang diketemukan secara tidak
sengaja ini, di alam didapatkan dalam bentuk gas yang dihasilkan dari pembakaran senyawa karbon yang tidak sempurna. Gas ini biasa didapat dalam asap yang timbul
Universitas Sumatera Utara
akibat kebakaran hutan, asap knalpot mobil hingga asap rokok. Gas formnaldehid ini juga didapat di udara, karena reaksi antara sinar matahari, oksigen, metana dan
hidrokarbon yang lainnya Bihar, 2008. Seorang ahli kimia Jerman, August Wilhelm Hoffmann, sekitar tahun 1868
mengolah formaldehid menjadi larutan formaldehid. Dia mencampurkan metanol, sehingga gas formaldehid ini biasa dilarutkan dalam air. Komposisi 37 formaldehid
dalam air inilah yang kemudian dikenal dan diperjual-belikan sebagai larutan formaldehid Bihar, 2008.
Formaldehid adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40 persen. Di pasaran, formaldehid dapat diperoleh dalam bentuk sudah
diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram. Pada awalnya formaldehid
adalah barang impor yang harus didatangkan dari luar negeri. Impor formaldehid hanya boleh dilakukan oleh Importir Produsen Bahan Berbahaya IP-B2 yang diakui
oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan RI, dan disetujui untuk mengimpor sendiri formaldehid yang diperuntukkan semata-mata
hanya untuk kebutuhan produksi sendiri. Selain itu, formaldehid dapat diimpor oleh Importir Terdaftar Bahan Berbahaya IT-B2, bukan produsen pemilik Angka
Pengenal Importir Umum API-U yang mendapat tugas khusus untuk mengimpor formaldehid dan bertindak sebagai distributor untuk menyalurkan bahan berbahaya
yang diimpornya kepada perusahaan lain yang membutuhkan. Dalam hal ini, pengguna akhir adalah badan usaha yang menggunakan formaldehid sesuai dengan
peruntukannya dan dilarang diperjualbelikandiperdagangkan maupun dipindahtangankan kepada siapa saja www.suaramerdeka.com.
Universitas Sumatera Utara
Kini formaldehid telah bisa dibuat di dalam negeri. Data dari Asosiasi Pedagang dan Pemakai Bahan Berbahaya Aspembaya mengungkapkan, kapasitas
produksi 23 perusahaan pembuat formaldehid di Indonesia saat ini mencapai 866.000 ton lebih. Hal inilah yang menyebabkan formaldehid mudah didapat. Harganya juga
relatif murah, yakni berkisar antara Rp 3. 000 hingga Rp 8.000 per liter www.suaramerdeka.com.
3. 4. 2 Struktur dan Nama Lain