Ajaran Hidmat RENCANA DAFTAR ISI

_____________________________ Pentingnya menggunakan jilbab disampaikan lewat pelaku, di mana pelaku dalam hal ini pesinden dengan sejumlah yang ada: empat orang, satu di antaranya menggunakan jilbab, walaupun jilbab yang digunakan tidak serapat seperti jilbab-jilbab yang digunakan oleh wanita muslimah pada umumnya. Untuk lebih jelasnya lihat gambar pesinden menggunakan jilbab seperti berikut. Pentingnya menggunakan alat musik rebana disampaikan lewat perabot gamelan yang digunakan, di mana perabot gamelan yang digunakan tersebut ditambah dengan empat rebana dan satu bedug. Untuk lebih jelasnya lihat alat-alat shalawatan atau rebana sebagai berikut. _____________________________ _____________________________ Pentingnya menyembelih hewan dengan pisau tajam, disampaikan lewat panakawan dalam gara-gara, di mana Petruk bertanya kepada Gareng dan Bagong tentang makan dari penjamunya. Untuk lebih jelasnya lihat cuplikan dialog sebagai berikut. Petruk : “Reng, gong, wis mangan”. Garena : “Wis”. Bagong : “Wah lawuhe wak pitik ya Reng”. Petruk : “Ning ya aja waton iwak hlo Gong, sing penting mbelehe yang bener, nganggo pisau tajam seraya ngucap basmallah Reng”. Pentingnya mendudukkan hukum merokok secara benar, di mana sekarang menjadi khilafiyah atau perbedaan pendapat di antara ulama, disampaikan 66 lewat Panakawan dalam Gara-gara oleh Petruk. Dalam hal ini Petruk menyangsikan atas haramnya merokok. Petruk : “Rokok ki haram, mbok sing benar, coba yen wani ngaramke rokok, tutupen pabrike, hla ngono wekok rokok karam”.

BAB IV STRATEGI DALANG

DALAM PENYAMPAIAN AJARAN AGAMA ISLAM Strategi dalang dalam penyampaian ajaran agama Islam, seperti telah diterangkan dalam sub bab Landasan teori, akan digunakan pemikiran methok dan medhang miring dalam pedalangan Jawa seperti tafsir Bambang Murtiyoso 1997:37. Methok, adalah menyampaikan ajaran agama Islam dengan vulgar mengutib ayatnya Qur’an atau Hadits secara langsung, sedang medhang miring adalah menyampaikan ajaran agama Islam dengan mengutip ayatnya Qur’an atau Hadits secara tidak langsung, artinya bisa dalam bentuk amal atau perilaku, simbolis, terjemahan, atau tafsirnya saja. Ajaran agama Islam dalam pertunjukan wayang kulit purwa lakon Cupu Manik Astagina sajian dalang Enthus Susmono yang disampaikan baik dengan cara methok maupun medhang miring tersebut banyak sekali, selanjutnya akan diterangkan lebih lanjut sebagai berikut.

A. Dengan Cara Methok Ajaran agama Islam yang disampaikan dengan cara methok atau mengutip

ayatnya Qur’an-Hadits secara langsung, adalah: pertama ajaran ibadah atau ubudiyah dan kedua ajaran dakwah atau mu’amalah. Ajaran ibadah atau ubudiyah yang disampaikan, adalah pertama ajaran tentang pentingnya dzikir atau ingat kepada Allah, dan kedua ajaran tentang pentingnya doa kepada Allah. Kedua ajaran tersebut selanjutnya akan diterangkan sebagai berikut. Ajaran tentang pentingnya dzikir atau ingat kepada Allah, disampaikan lewat operasional penyajian pada: pertama adegan anjani dalam bentuk monolog di perjalanan, kedua adegan Subali perang menghajar Sugriwa di depan pintu gua Kiskendapura, ketiga Narada misah perang Subali menghajar Sugriwa, keempat adegan panakawan dalam gara-gara, kelima adegan Subali terpanah oleh Prabu Rama, keenam adegan patine Subali. Pada adegan Anjani dalam bentuk monolog di perjalanan, Anjani ngudarasa atau monolog atas keagungan Tuhan ketika mendapatkan jalan keluar untuk bisa ruwat kembali menjadi manusia biasa dengan ucapan subhanallaah. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat cuplikan dialog berikut. Anjani : “Subhanallaah pranyata Gusti kang Maha murah lan Maha asih, kepara banget nggone nulung marang aku, rahayune isih ana dalan kanggo nggonku bisa pulih dadi menungsa meneh”. Pada adegan Subali perang menghajar Sugriwa di depan pintu gua Kiskendapura, Sugriwa bersumpah memberi tahu bahwa diri menjadi raja di goa Kiskendapura dan memperistri Dewi Tari ini bukan atas nafsu kehendak diri, melainkan semata-mata atas perintah Dewa. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat cuplikan dialog berikut. 68 Sugriwa : “Wallaahi kang mas kula dados ratu ing ing Goa Kiskenda lan rabi Dewi Tara niki naming krana mundhi dhawuhipun Jawata”. . Pada adegan Narada misah perang Subali menghajar Sugriwa, tepatnya pada: pertama ketika Subali nekat hendak menunaikan amanah Dewa untuk membunuh Maesa Sura, kedua ketika Subali sudah tidak percayanya lagi dengan kebijakan-kebijakan para Dewa, ketiga ketika Subali mencerca segala kebijakan Dewa di mana diri mestinya menjadi raja di Goa Kiskendapura dan mempunyai permaisuri Indradi tetapi dalam kenyataannya tidak, keempat ketika Narada memisah perang Subali menghajar Sugriwa Ketika Subali nekat hendak menunaikan amanah Dewa untuk membunuh Maesa Sura, Subali tawakal kepada Tuhan seraya mengucap insyaa Allah. Untuk lebih jelasnya, lihat cuplikan dialog berikut: Subali : Insyaa Allah pukulun, sagah dereng kantenan, mboten mbok bilih kula saget ngrampungi dhateng pejahipun Maesa Sura lan Lembu Sura. Ketika Subali sudah tidak percayanya lagi dengan kebijakan-kebijakan para Dewa, Subali mencercanya dan sudah tidak akan menyembah lagi kepada Dewa. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat cuplikan dialog berikut. Subali : “Pukulun mangka kula mateni Maesasura, Lembu sura, lan maling Dewi Tara punika awit saking dhawuh panjenengan. Nanging kenging punapa sareng kula berhasil mateni ngemban amanah punika, paduka cidra. Dewi Tara panjenengan nikahaken kaliyan Sugriwa, Sugriwa kabibadha dados raja ing Gua Kis Kendhapura, mangka sak leresipun punika dados hak kula. Hak kula mboten panjenengan sembadani malah kapara kula panjenengan renah patinipun. Mila pukulun sak niki kula mpun mboten ajeng nyembah malih dhateng Dewa”. Ketika Subali tidak merasa diri bersalah atas kesombongannya yang telah sumuci-suci tidak berdosa, Narada mengungkap sejarah Nabi Adam di mana Adam sebagai seorang Nabi kekasih Allah saja merasakan begitu salah atas kedlalimannya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat cuplikan dialog berikut. Narada : “Subali, menungsa ki nduwe sipat pongah, sombong. Semut di seberang tampak, gajah di telapuk mata tidak. Nyawang kesalahane wong liya sing temene mung cilik ketok, kesalahane dhewe sak gunung ora. Beda karo Nabi Adam: ndhadha nyang kesalahane dhewe, Nalika mangan buah quldi telungatus tahun nampa paukuman nggone nggoleki Siti Hawa dheweke ngucap: Rabbanaa dlalamnaa anfusanaa wainlam taghfirlanaa lana kuunannaa minal khaasiriin”.