Usahanya Hingga Menjadi Dalang Piawai
Dilihat dari luas wilayahnya Enthus mendalang, hampir seluruh wilayah termasuk Sumatra, Kalimantan, dan Riau, apalagi Jawa—menjadi miliknya.
Artinya, Enthus mengusai wilayah tersebut. Bahkan akhir-akhir ini mendalang di Prancis.
Dilihat dari sisi Tanggapannya, Enthus Susmono lebih di atas rata-rata dalang pada umumnya apalagi dalang Yogyakarta. Kalau dalang rata-rata pada
umumnya paling tinggi seperti Seno Nugraha termahal di Yogyakarta 10 juta, Enthus Susmono mencapai 40 juta.
Dilihat dari lapisan konsumen penanggapnya, mereka adalah orang-orang pejabat, dan orang kaya. Hal ini sangatlah logis, sebab bayarannya sangat tinggi
yang tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang miskin yang tidak berduit. Bahkan yang banyak penanggapnya itu bukan pribadi atau person, tetapi lembaga baik
formal maupun non formal, yang jelas keuangannya memadahi.
Dilihat dari daya tahan popularitasnya, juga sangat tinggi. Ia terkenal sudah lebih dari 20 tahun, yakni semenjak tahun 1983 sampai sekarang ini belum surut,
bahkan sampai dengan sekarang ini masih punya sanggeman yang harus ditunaikan setiap tahun di daerah-daerah tertentu untuk mendalang, seperti di Tawangmangu
dalam acara ulang tahun terminal, di daerah Karangannyar untuk ulang tahun Hari Jadi, dan sebagainya.
Jelasnya, tahun 1983 ketika mendalang di SMA dengan cara merubah pakem menyajikan tarling yang tidak seperti biasanya, menjadi awal kejayaannya. Sebab,
setelah itu Enthus banyak menerima tanggapan. Tidak seperti dalang-dalang pada umumnya, Enthus banyak melakukan
perubahan-perubahan spektakuler kecuali memasukkan kesenian tarling juga sering melakukan komunikasi dua arah dengan penonton dan mengeluarkan kata-kata
jorok seperti “bajingan”, “tengik”, dan sebaginya, tetapi juga satu-satunya dalang yang berani menggunakan ayat Qur’an dan Hadits secara terang-terangan, hingga
banyak masyarakat yang kemudian ingin tahu.
Penonton dalang Enthus Susmono setiap kali mendalang tidak kurang dari seribu penonton—merata dari berbagai lapisan masyarakat mulai dari rakyat sampai
dengan pejabat, dari orang miskin sampai dengan orang kaya, dari umat sampai dengan ulama.
Pejabat-pejabat yang pernah menonton Enthus Susmono di antaranya adalah: Gus Dur ketika menjadi presiden Republik Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuana
ketika menjadi gubernur, Amin Rais ketika menjadi MPR, dan sebagainya. Dari kalangan orang kaya yang pernah menonton antara lain: Suradi—
pemborong kaliber Yogyakarta, Nyonya Suharti—pemilik ayam goreng Suharta. Dari kalangan ulama yang pernah menonton antara lain: Mufti Abuyazid
ulamak Yogyakarta, Kyai Idris pengasuh Pondok Pesantren Lirbaya, Hasan Bisri pengasuh Pondok Pesantren Blora,dan sebagainya.