LANDASAN TEORI Laporan Penelitian UNY
hablumminannaas artinya hubungan antara manusia dengan manusia, dan ketiga khidmat: mengandung nilai filosofis hablumminal ‘alm artinya hubungan manusia
dengan alam.
Strategi atau cara menyampaikan ajaran agama Islam, akan diungkan dengan menggunakan pemikiran methok dan medhang miring dalam pedalangan Jawa
seperti tafsir Bambang Murtiyoso 1997:37. Methok adalah menyampaikan ajaran agama Islam dengan vulgar mengutib ayatnya Qur’an atau Hadits secara langsung,
sedang medhang miring adalah menyampaikan ajaran agama Islam dengan mengutip ayatnya Qur’an atau Hadits secara tidak langsung, artinya bisa dalam
bentuk simbolis, terjemahan, atau tafsirnya saja.
Motivasi Enthus Susmono menyampaikan ajaran agama Islam, akan diungkan dengan menggunakan teori psikhologi dari Pawlow dalam Gazali
1985:84-85: ada beberapa motivasi orang melakukan perbuatan, yakni: pertama untuk nafsu biologi, kedua untuk membela diri, ketiga untuk menyesuaikan diri,
keempat untuk mencari pergaulan, kelima untuk kebebasan, dan keenam untuk mentaati perintah agama. Selain itu juga dari Sumadi Suryabrata 2002:72 ada dua
motivasi orang melakukan perbuatan: pertama motivasi internal, kedua motivasi eksternal. Motivasi internal adalah motivasi yang datangnya dari dalam kehendak
diri individu sendiri. Faktor internal ini adalah: harga diri, prestasi, keinginan, dan kepuasan. sedang motivasi eksternal adalah motivasi yang datangnya dari luar diri.
Faktor eksternal ini adalah: situasi lingkungan, dan sistem dalam masyarakat yang ada.
Etika dalang Enthus Susmono menyajikan wayang kulit purwa, akan dibahas dengan etika dakwah bil hikmah menurut Ihtisyamul Hasan 2000:12-13, dan etika
kebijakan menurut Franz Magnis Suseno 1985:227. Etika dakwah bilhikmah menurut Ihtisyamul Hasan, adalah etika mengajak manusia taat kepada Allah yang
intinya dilakukan tahap demi tahap sesuai dengan keadaan manusia yang diajak. Etika dakwah bil hikmah yang dilakukan tahap demi tahap sesuai dengan keadaan
manusia yang diajak itu adalah: ta’aruf, tarhib, tasykil, kemudian dakwah. Ta’aruf artinya perkenalan, yakni melakukan dakwah dalam bentuk pelanggaran agama
Qur’an dan Hadits sebagai kebijakan karena menyesuaikan keadaan manusia yang diajak. Tarhib artinya semangat, maksudnya memberikan semangat kepada
manusia untuk amal agama bentuknya syariat sesuai dengan agama Qur’an dan Hadits. Tasykil, artinya membentuk, maksudnya mengajak langsung kepada
manusia untuk dakwah. Dakwah artinya mengajak, bentuknya khuruj fii sabiilillaah atau keluar di jalan Allah tiga hari, empatpuluh hari, atau empat bulan. Etika
kebijakan menurut Franz Magnis Suseno, adalah etika seseorang untuk bertindak sesuai dengan tuntutan moral, dan bukan ketekadan batin yang membelakanginya.
Jadi, bagaimanapun inti dari etika kebijakan tersebut adalah sebuah kuwajiban yang dilakukan sesuai dengan realitas kemampuan yang ada.
Relevansi dari pertunjukan wayang kulit purwa lakon Cupu Manik Astagina sajian dalang Enthus Susmono dalam pandangan Tabligh terhadap usaha perbaikan
umat dan pelestarian wayang sekarang ini, akan diungkap berdasar pemikiran Ihtisyamul Hasan juga 2000:755: umat adalah manusia, manusia adalah mahluk
yang fitrahnya ingin selalu “ketemu Tuhannya”, dalam Dick Hartoko 1991:49 disebut dengan istilah rindu rupa dan rindu rasa. Terhadap fitrahnya ini, kemudian
manusia mencari jalan untuk mencapai keinginannya, di antara yang ditempuh adalah mengamalkan agama dengan sempurna. Mengamalkan agama ini bukan
barang jadi, sebab manusia itu potensinya terentang antara kebaikan dan keburukan:
“Laqad khalaqnal insaana fii ahsaani taqwiim, tsumma radadna hu asfala saafiliin, illalladziina aamanu ...….”.
“Sungguh telah Aku jadikan manusia itu sebaik-baik daripada mahluk, kemudian akan Aku jadikan serendah-rendah daripada
mahluk. kecuali orang-orang yang beriman …..” Qur’an, Surat At- Tiin, Departemen Agama, 1977:1076.
Manusia yang potensinya sudah dalam rentang kebaikan, tidaklah masalah untuk mengamalkan agama dengan sempurna, tetapi bagi yang masih dalam rentang
keburukan sudah barang tentu akan masalah. Manusia yang masih dalam rentang keburukan, sudah barang tentu perlu dakwah yang tepat untuk mengajak mereka
mengamalkan agama dengan sempurna. Dakwah yang tepat untuk mengajak mereka mengamalkan agama dengan sempurna, adalah tahap demi tahap: ta’aruf:
menerima pelanggaran, tarhib: mensyari’atkan pelanggaran, tasykil: mengajak dakwah, kemudian dakwah: khuruj fii sabiilillaah atau keluar di jalan Allah.
Relevansi dari pertunjukan wayang kulit purwa lakon Cupu Manik Astagina dalam pandangan Tabligh sebagai dakwah tahap demi tahap, terhadap usaha perbaikan
umat akan bisa mengantarkan sampai pada mengamalkan agama dengan sempurna. Hal ini berarti pula bisa mengantarkan umat sampai pada keinginan untuk “ketemu
Tuhannya”. Sejauh mana kesempurnaan umat bisa diantar sampai pada “ketemu Tuhannya”, sudah barang tentu sejauh pertunjukan wayang kulit purwa lakon Cupu
Manik Astagina
dalam pandangan Tabligh sebagai dakwah tahap demi tahap bisa dilakukan. Relevansi pertunjukan wayang kulit purwa lakon Cupu Manik Astagina
sajian dalang Enthus Susmono terhadap usaha pelestarian wayang, karena dakwah tahap demi tahap itu tidak menolak kehadiran sebuah pelanggaran, maka
pertunjukan wayang kulit purwa sebagai pelanggaran agama itu akan diterima atas kehadirannya. Hal ini berarti wayang akan tetap bisa hidup dan lestari.