dilanda krisis moneter yang menyebabkan pasar modal juga terkena imbasnya. Puncak angka indeks mencapai 700-an harus terjun bebas menjadi 200-an. Sawidji Widoatmojo,
2009
a. Era Penjajahan
Dalam usaha mengembangkan perekonomian, pemerintah kolonial belanda sekitar awal abad 19 membangun perkebunan secara besar-besaran di tanah jajahan
Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan
Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi. Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar
modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar modal di Batavia Jakarta yang diberi nama Vereniging Voor de Effectenhandel bursa efek,
dan sekaligus memulai perdagangan efek pada tanggal 14 Desember 1912. Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif makelar yaitu :
a. Fa. Dunlop Kolf b. Fa. Gijselman Steup
c. Fa. Monod Co 4. Fa. Adree Witansi Co
5. Fa. A.W. Deeleman 6. Fa. H. Jul Joostensz
7. Fa. Jeannette Walen 8. Fa. Wiekert V.D. Linden
9. Fa. Walbrink Co
10. Wieckert V.D. Linden 11. Fa. Vermeys Co
12. Fa. Cruyff 13. Fa. Gebroeders.
Sedangkan efek yang diperjual-belikan adalah saham dan obligasi perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan Pemerintah
propinsi dan kotapraja, sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda
lainnya. Perkembangan pasar modal di Batavia begitu pesat, menarik minat masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat itu, maka perlu untuk membuka bursa efek yang
baru. Pada tanggal 11 januari 1925, kota Surabaya resmi menyelenggarakan perdagangan efek. Kemudian pada tanggal 1 agustus 1925, dibuka pula bursa efek Semarang. Ketika
Perang Dunia II berkecamuk, kegiatan perdagangan efek di Jakarta, Surabaya, dan Semarang ditutup pada tanggal 10 Mei 1940. Penutupan bursa efek di ketiga kota tersebut
sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan kantor kantor pialang serta pemutusan hubungan kerja para pegawainya.
Ini mengakibatkan perusahaan dan perseorangan Belanda kurang berhasrat untuk menanam modal di Indonesia.
Dengan demikian, dapat dikatakan, pecahnya perang Dunia II menandai berakhirnya aktivitas pasar modal Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Sampai
terakhir, tercatat emisi efek di Indonesia sudah mencapai NIF 1,4 milyar yang berasal dari 250 macam efek.
b. Era Orde lama 1952-1960