Analisis Pengaruh Defisit Anggaran Dan Investasi Terhadap Jumlah Pinjaman Luar Negeri Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH DEFISIT ANGGARAN DAN INVESTASI TERHADAP JUMLAH PINJAMAN LUAR NEGERI INDONESIA

Skripsi Diajukan Oleh:

ELFIDAWATI SIPAYUNG

070501016

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRACT

This study aims to analyze Causality and Cointegration Economic Growth and Composite Stock Price Index in Indonesia using annual data for the period 2000-2009. The analytical method used is the Granger Causality Test and Cointegration Test with the help of the program Eviews 5.1.

Cointegration Test results show the existence of long-term equilibrium relationship between these variables. In addition, estimation results Granger Causality Test (Granger Causality Test) conducted on the variable Economic Growth (GDP) and variables of Composite Stock Price Index (CSPI), indicating the existence of causality or influence each other (both directions).

Keywords: Economic Growth, Composite Stock Price Index, Cointegration Test, Granger Causality Test.


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Kausalitas dan Kointegrasi Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Harga Saham Gabungan dengan menggunakan data kuartalan selama kurun waktu 2000-2009. Metode analisis yang digunakan adalah Cointegration Test dan Granger Causality Test dengan bantuan program Eviews 5.1.

Hasil Cointegration Test menunjukkan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel tersebut. Sedangkan, hasil estimasi Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) menunjukkan bahwa pada variabel Pertumbuhan Ekonomi (PDB) dan variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), memiliki hubungan kausalitas atau saling mempengaruhi (dua arah).

Kata kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Harga Saham Gabungan, Uji Kointegrasi,Uji Kausalitas Granger.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat dan anugerahNya serta kesempatan, kesehetan serta pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Harga Saham Gabungan di Pasar Modal Indonesia” ditujukan sebagai salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi dari program pendidikan Strata-1 Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang sempurna baik dalam penulisan maupun isi disebabkan keterbatasan kemampuan penulis.. Oleh sebab itu, mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga penulis lebih baik lagi dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini. Untuk itu Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi (Alm) Pdt.P.E.Sipayung dan N.br.Simbolon yang telah memberikan kasih sayangnya, mendidik, dan memberikan motivasi serta mendoakan penulis. Dan kepada abang penulis terkhusus Ir.Posmaludin Sipayung yang memberikan semangat dan motivasi baik dalam bentuk moril maupun materil selama masa pekuliahan hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini. Serta kepada abang dan kakak penulis yang lain yaitu, Sumardi Sipayung, Masiani Sipayung,Amd, Doni Wanda Sipayung,STh, dan Natanael Sipayung.


(5)

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan dan Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Phd selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan dan dosen pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang baik mulai dari awal hingga selesainya skripsi ini.

6. Bapak Kasyful Mahalli, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya Hsb, M.Si selaku dosen penguji II dan sekaligus dosen wali penulis yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan penulis serta saran, dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

8. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Ekonomi Unversitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Seluruh staf pegawai Bank Indonesia (BI) Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara yang telah membantu dalam memperoleh data.

10. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.


(6)

Semoga Tuhan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu berbagai pihak yang membutuhkannya, terutama rekan mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan.

Medan, Februari 2011


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ……… .. i

ABSTRAK ……….. ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR GAMBAR ………. x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………...1

1.2. Perumusan Masalah ………....7

1.3. Hipotesis ………...7

1.4. Tujuan Penelitian ………....8

1.5. Manfaat Penelitian ………...8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi…………..………...9


(8)

2.1.2.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi...12

2.2. Pasar Modal…..………....14

2.2.1.Definisi Pasar Modal………...15

2.2.2. Jenis-Jenis Pasar Modal…………...………...15

2.2.3. Manfaat Pasar Modal……….…...16

2.3. Saham ...18

2.3.2 Indeks Harga Saham...18

2.3.2 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)...20

2.3.2 Faktor-Faktor yangMempengaruhi IHSG...21

2.4. Relasi Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi...23

2.5. Relasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan IHSG...25

2.6. Penelitian Sebelumnya……….28

BAB III. METODE PENELITIAN 1.1. Ruang Lingkup Penelitian ………...30

1.2. Jenis dan Sumber Data………...30

1.3. Pengolahan Data...………...31

1.4. Metode Analisis Data ………..31

1.5. Definisi Operasional ………35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perkembangan Kondisi Ekonomi Makro di Indonesia…………36

4.2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia ...…..38

4.2.1.Perkembangan PDB Berdasarkan Lapangan Usaha …...39


(9)

4.3.1. Sejarah Pasar Modal Indonesia ...41

4.3.2. Perkembangan Penjualan Saham di Pasar Modal...47

4.4. Perkembangan Indeks Harga saham Gabungan………..50

4.5. Analisis data ………...55

4.5.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) dan Derajat Integrasi ….55 4.5.2. Hasil Uji Kointegrasi (Cointegration Test) ………...57

4.5.3. Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) ……...59

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………...………...61

5.2. Saran ………...……….61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1. Perkembangan Indikator Makro di Indonesia …...38

4.2. Jumlah Emisi Saham pada Pasar Modal...49

4.3. Perkembangan IHSG...54

4.4. Hasil Uji Akar Unit dengan Menggunakan

Augmented Dickey Fuller (ADF)...56

4.5. Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen ……...58


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1. Kondisi Makro Ekonomi dan Performa

Industri terhadap Perkembangan Pasar Modal...27


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul

1. Data PDB Atas Dasar Harga Berlaku dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

2. Hasil Uji Akar Unit untuk Kredit Perbankan (Cr) pada Level dan 2nd Difference-Intercept

3. Hasil Uji Akar Unit untuk Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) pada Level dan 2nd Difference-Intercept

4. Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen


(13)

ABSTRACT

This study aims to analyze Causality and Cointegration Economic Growth and Composite Stock Price Index in Indonesia using annual data for the period 2000-2009. The analytical method used is the Granger Causality Test and Cointegration Test with the help of the program Eviews 5.1.

Cointegration Test results show the existence of long-term equilibrium relationship between these variables. In addition, estimation results Granger Causality Test (Granger Causality Test) conducted on the variable Economic Growth (GDP) and variables of Composite Stock Price Index (CSPI), indicating the existence of causality or influence each other (both directions).

Keywords: Economic Growth, Composite Stock Price Index, Cointegration Test, Granger Causality Test.


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Kausalitas dan Kointegrasi Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Harga Saham Gabungan dengan menggunakan data kuartalan selama kurun waktu 2000-2009. Metode analisis yang digunakan adalah Cointegration Test dan Granger Causality Test dengan bantuan program Eviews 5.1.

Hasil Cointegration Test menunjukkan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel tersebut. Sedangkan, hasil estimasi Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) menunjukkan bahwa pada variabel Pertumbuhan Ekonomi (PDB) dan variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), memiliki hubungan kausalitas atau saling mempengaruhi (dua arah).

Kata kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Harga Saham Gabungan, Uji Kointegrasi,Uji Kausalitas Granger.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total (pertumbuhan ekonomi) di suatu negara dengan memperhitungkan adanya pertambahan jumlah penduduk, perubahan fundamental dalam struktur ekonomi dan pemerataan pendapatan. Dengan demikian, pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pertumbuhan ekonomi mencerminkan perubahan output yang dihasilkan oleh suatu perekonomian pada periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1996 mencapai 7,8%. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut berkaitan dengan upaya pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi makro yang berhati-hati dan ditunjang oleh kebijakan sektoral yang konsisten, serta upaya menciptakan iklim dunia usaha yang mendorong kelancaran produksi dan kemudahan perizinan baik bagi perusahaan dalam negeri maupun asing. Periode 1997-1998, Kegiatan ekonomi mengalami kontraksi sehingga secara keseluruhan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merosot 13,9% pada tahun 1998. Perekonomian nasional mengalami krisis yang menyebabkan kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam, dan berdampak menjadi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang termasuk di bidang investasi di pasar modal.

Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang berkembang (emerging market) yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makroekonomi secara umum. Krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997 merupakan awal runtuhnya pilar-pilar perekonomian nasional Indonesia. Ini ditandai dengan turunnya


(16)

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Indonesia dalam bentuk penarikan dana besar-besaran (rush) oleh deposan untuk kemudian disimpan di luar negeri (capital flight). Tingkat suku bunga yang mencapai 70 % dan depresiasi nilai tukar rupiah (kurs) terhadap dolar AS sebesar 500 % mengakibatkan hampir semua kegiatan ekonomi terganggu. Dampak lain dari menurunnya kepercayaan masyarakat berimbas sampai ke pasar modal. Harga-harga saham menurun secara tajam sehingga menimbulkan kerugian yang cukup signifikan bagi investor.

Pasar modal merupakan alternatif menggali pembiayaan pembangunan. Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan pihak yang kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer), dengan adanya pasar modal pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dananya tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return) sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memilik fungsi keuangan karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Kemudian, bagi para investor atau pemilik modal, dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik dengan meningkatnya produk domestik bruto (PDB) suatu negara, hal ini menjanjikan keuntungan yang akan menambah pendapatan sehingga diharapkan akan meningkatkan taraf hidup menjadi lebih baik sehingga menginvestasikan modalnya di pasar modal.


(17)

Bila pertumbuhan ekonomi ini terus berkelanjutan (sustainable), maka kegiatan investasi sangat diperlukan untuk menunjang peningkatan dalam produksi, yang selanjutnya memberikan pengembangan yang baik bagi pasar modal sebagai sumber dana bagi pengembangan bagi dunia usaha. Sebaliknya bila tingkat pertumbuhan ekonomi rendah atau menurun, akan memberikan dampak yang negatif bagi kegiatan investasi, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan pasar modal. Sebagai contoh, dapat dilihat kasus yang dialami Thailand dimana indeks bursa Thailand mengalami penurunan dimulai tahun 1996 akibat menurunnya pertumbuhan ekonomi Thailand (I Putu Gede Ary Suta 2000:14).

Sejak dimulainya liberalisasi pasar modal di Indonesia pada tahun 1989, pasar modal mengalami perkembangan yang cukup pesat khususnya Bursa Efek Jakarta (BEJ). Berdasarkan Keppres No. 60 tahun 1988, pasar modal merupakan sarana mempertemukan penawar dan peminta dana jangka panjang dalam bentuk efek, baik yang diterbitkan oleh pemerintah (public authorities) maupun perusahaan swasta (private sectors). Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan tolok ukur perkembangan pasar modal Indonesia, antara lain nilai kapitalisasi pasar, perkembangan emisi saham, emisi obligasi, right issue, pergerakan Indeks harga saham gabungan (IHSG), kinerja perdagangan dan lain-lain.

IHSG merupakan cerminan dari kegiatan pasar modal secara umum. Peningkatan IHSG menunjukkan kondisi pasar modal sedang bullish, sebaliknya jika menurun menunjukkan kondisi pasar sedang bearish. Pergerakan IHSG dipengaruhi oleh variabel-variabel ekonomi diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat suku bunga. Perkembangan transaksi saham di bursa saham terus meningkat dari tahun ke


(18)

tahun. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk menanamkan investasi di pasar modal semakin besar. Perkembangan IHSG menunjukkan pergerakan jumlah pemegang saham, nilai perdagangan saham, dan dana yang dihimpun baik dari saham maupun obligasi. Pada tahun 1988 pada saat krisis terjadi harga saham yang dijual dengan harga hanya Rp 10,- per lembar dan IHSG pernah turun sampai di bawah 300. Namun, bila melihat indikator ekonomi beberapa tahun terakhir ini, gejala pemulihan kepercayaan masyarakat mulai tampak. Pada September 2004, IHSG mencapai 820,1 dan sampai Desember 2005 telah mencapai 1162,63. Ini merupakan peningkatan yang cukup signifikan mengingat IHSG pada tahun 2001, 2002, dan 2003 baru mencapai 392,03, 424,94, dan 679,3. Kemudian sepanjang periode bulan Januari-Juli 2006, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) terus menerus berupaya menciptakan pasar yang semakin likuid, wajar, teratur dan transparan. Sepanjang periode di atas, bursa telah menunjukkan prestasi yang sangat menggembirakan. Salah satunya ditunjukkan dengan IHSG di BEJ yang berhasil mencatat rekor tertinggi pada tanggal 11 Mei 2006 di level 2010).

Pasar Asia khususnya di Indonesia memang menjanjikan prospek yang baik untuk beberapa tahun ke depan. Namun demikian, pasar keuangan global tetaplah bagian yang terintegrasi sehingga volatilitas di Wall Street cenderung akan membawa pengaruh terhadap kinerja pasar di Asia. Untuk saat ini masih sangat dibutuhkan kehati-hatian di dalam menyikapi kenaikan IHSG dan menyikapi volatilitas pasar yang akan terjadi. Kondisi perekonomian dunia pada tahun 2008 mengalami ”krisis finansial global” yang memiliki dampak atau pengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Krisis yang melanda Amerika Serikat (AS) terjadi sebagai akibat macetnya kredit properti (subprime


(19)

mortgage), semacam kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia. Sebagai contoh lembaga keuangan Lehman Brothers, Merryl Linch, mengajukan permohonan pailit ke pengadilan (dan dikabulkan). Kemudian terjadi keguncangan di lantai bursa (trading floor) di bursa saham AS dan negara lainnya. Dalam kondisi tersebut pemilik saham mau menerima harga berapa saja, sehingga nilai saham benar-benar hancur karena bursa memuat saham perusahaan besar dan raksasa, kebangkrutan bursa sama saja dengan kelumpuhan total dunia usaha dan kebangkrutan perekonomian nasional (Basri, 2009:632).

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di Asia juga tidak luput dari imbas krisis finansial global. Pada tahun 2008 lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih meningkat 6,2%, yang berarti lebih rendah yang ditargetkan pemerintah sebesar 6,5%. Bahkan pada 2009 pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi 4,5%. Indonesia terimbas resesi yang terjadi di AS dan negara maju lainnya, karena negara maju tersebut merupakan tujuan utama komoditas produk Indonesia. Dengan menurunnya permintaan akan produk Indonesia di negara-negara maju tersebut, nilai ekspor Indonesia mengalami penurunan yang drastis. Atau dengan kata lain akan berpengaruh negatif terhadap permintaan domestik, konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, investasi, ekspor, dan impor, sehingga pada akhirnya menentukan besaran PDB dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Demikian pula krisis tersebut membuat kinerja perusahaan menjadi buruk dan mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya dengan melakukan pemutusan hubungan kerja, pengurangan produksi dan tindakan lainnya yang membuat produktivitas perusahaan menurun. Hal ini terlihat dari IHSG di berbagai negara menurun drastis.


(20)

Masyarakat kehilangan kepercayaan kepada sistem finansial (bank, pasar uang dan pasar modal). Para investor menarik dananya dari bursa sehingga menyebabkan krisis. Krisis ini berdampak terhadap pengeringan likuiditas dan pertumbuhan ekonomi yang merosot. Semakin baik kondisi ekonomi suatu negara yang dicerminkan dalam nilai PDB, maka masyarakat akan mempercayakan dananya kepada perusahaan sehingga semakin banyak dana yang mengalir ke pasar modal dan membuat IHSG semakin baik. Jadi artinya, hubungan fundamental ekonomi dengan fluktuasi harga saham menunjukkkan adanya hubungan yang positif.

Dari latar belakang di atas serta didukung oleh data dan beberapa penelitian sebelumnya, penulis mencoba untuk mengkaji fenomena yang terjadi di antara indeks harga saham gabungan (IHSG) dengan pertumbuhan ekonomiyang dinyatakan dalam produk domestik bruto (PDB) baik secara kausalitas (hubungan timbal balik) dan kointegrasi (kesembangan dalam jangka panjang) dalam kurun waktu tahun 2000 sampai 2009 dengan judul “ Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Harga Saham Gabungan di Pasar Modal Indonesia”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang) antara pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia? 2. Apakah terdapat hubungan kausalitas (timbal balik) antara pertumbuhan ekonomi dan


(21)

1.3. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan permasalahan dan teori di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang) antara pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia.

2. Terdapat hubungan kausalitas (timbal balik) antara pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka panjang) antara pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia. 2. Untuk mengetahui hubungan kausalitas (timbal balik) antara pertumbuhan ekonomi

dan indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia. 1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai tambahan informasi dan tambahan literatur bagi masyarakat dan mahasiswa/i

yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

3. Sebagai wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan disiplin ilmu penulis.


(22)

4. Sebagai pertimbangan dalam memproyeksi dan mengambil kebijakan mengenai perubahan indeks harga saham gabungan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pertumbuhan Ekonomi

2.1.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Simon Kuznets adalah : “ kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Defenisi ini memiliki 3 komponen : pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus- menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajad pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian dibidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Teknologi modern misalnya, tidak cocok dengan corak/kehidupan desa,pola keluarga besar, dan buta huruf (M.L.Jhingan, 2007:57).

2.1.2. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi 1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Kaum klasik merupakan ahli-ahli ekonomi yang mengemukakan analisisnya sebelum tahun 1870. Yang termasuk kaum klasik antara lain Adam Smith, David


(24)

Ricardo, Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Beberapa kesimpulan dari teori kaum klasik antara lain:

a. Tingkat perkembangan suatu masyarakat tergantung kepada empat faktor, yaitu jmlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah, tingkat teknologi yang dicapai.

b. Pendapatan nasional suatu masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga jenis pandapatan, yaitu upah para pekerja, keuntungan para pengusaha, dan sewa tanah yang diterima pemilik tanah.

c. Kenaikan upah akan menyebabkan pertambahan penduduk.

d. Tingkat keuntungan merupakan faktor yang menentukan besarnya pembentukan modal; apabila tidak terdapat keuntungan maka pembentukan modal tidak akan terjadi dan perekonomian akan mencapai tingkat stationary state.

e. Hukum hasil lebih yang makin berkurang berlaku untuk segala kegiatan ekonomi sehingga mengakibatkan tanpa adanya kemajuan teknologi, pertambahan penduduk akan menurunkan tingkat upah, menurunkan tingkat keuntungan, akan tetapi menaikkan tingkat sewa tanah.

f. Faktor-faktor bukan ekonomi yang mempunyai peranan penting seperti kepercayaan masyarakat, kebiasaan berpikir, adat istiadat, dan corak institusi yang ada (menurut Mill).

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo-Klasik

Sejak pertengahan tahun 1950-an berkembang serangkaian analisis mengenai pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada pandangan ahli-ahli ekonomi Klasik.


(25)

Oleh sebab itu, dewasa ini teori tersebut dikenal sebagai teori pertumbuhan Neo-Klasik. Ahli ekonomi yang menjadi perintis mengembangkan teori tersebut adalah Solow.(Sukirno, 2006:263). Selain itu ada ahli-ahli ekonomi Neo-Klasik antara lain: Trevor Swan, Alfred Marshal, dan Joseph Schumpeter.

Pandangan menurut Neo-Klasik antara lain:

a. Pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penawaran faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi sehingga perekonomian akan berkembang.

b. Rasio modal produksi dapat dengan mudah mengalami perubahan. Adanya fleksibilitas ini, suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang tidak terbatas dalam menentukan gabungan modal dan tenaga kerja yang akan digunakan dalam menghasilkan sejumlah produksi tertentu.

c. Pembangunan ekonomi terutama diciptakan oleh inisiatif dari golongan pengusaha yang inovatif atau golongan entrepreneur (menurut Schumpeter). 3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Yang termasuk golongan ini antara lain: Harrod-Domar, Rostow, Kuznets dan Chenery. Teori pertumbuhan Harrod-Domar dikembangkan oleh dua orang ahli ekonomi sesudah Keynes, yaitu Evsey Domar dan R.F.Harrod. Pada dasarnya teori tersebut sebenarnya dikembangkan oleh kedua ahli ekonomi itu secara terpisah. Tetapi, karena inti dari teori tersebut sama, maka dewasa ini ia dikenal sebagai teori Harrod-Domar.(Sukirno: 2006:255). Teori Harrod-Domar merupakan perluasan dari analisis Keynes mengenai kegiatan ekonomi nasional dan masalah penggunaan tenaga kerja. Dengan perkataan lain, teori Harrod-Domar pada hakikatnya berusaha


(26)

untuk menunjukkan syarat yang diperlukan agar pertumbuhan yang mantap atau steady growth – yang dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan yang akan selalu menciptakan penggunaan sepenuhnya barang-barang modal – akan selalu berlaku dalam perekonomian.

Menurut Rostow, proses pembangunan ekonomi dapat dibedakan dalam lima tahap dan setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam salah satu dari kelima tahap pertumbuhan ekonomi yang dijelaskannya. Kelima tahap pertumbuhan itu adalah: masyarakat tradisional (the traditional society), prasyarat untuk lepas landas (the preconditions for take off), lepas landas (the take off), gerakan ke arah kedewasaan (the drive to maturity), dan masa konsumsi tinggi (the age of high massconsumption).(Sukirno, 2006:167).

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi a. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan faktor yang terpenting karna selain sebagai tenaga kerja dan pengusaha (orang yang akan mengkombinasikan seluruh faktor produksi didalam proses produksi), manusia juga berperan untuk menciptakan teknologi baru dan atau mengembangkan teknologi yang sudah ada. Meningkatkan kualitas tersebut dengan meninggalkan cara-cara berpikir tradisional yang diganti dengan cara berpikir modern. Sehingga, peran sumber daya manusia sangat menentukan berhasil tidaknya proses pertumbuhan ekonomi.


(27)

Hal-hal yang termasuk sumber daya alam adalah tanah, air, udara, hewan, tumbuh-tumbuhan, mineral, dan segala sesuatu yang ada dialam ini. Tanpa faktor yang cukup, pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi. Indonesia dari segi faktor sumber daya alam cukup memadai, hanya tinggal kemampuan untuk memanfaatkan dan melestarikannya agar proses pembangunan dapat beralngsung secara berkesinambungan.

c. Modal

Agar ekonomi bertumbuh stok barang modal harus ditambah melalui investasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat investasi akan lebih baik lagi jika penambahan kuantitas barang modal juga disertai penambahan kualitas.

d. Kewirausahaan

Merupakan kemampuan dan keberanian mengambil resiko guna memperoleh keuntungan. Para pengusaha mempunyai perkiraan yang matang bahwa input yang dikombinasikan akan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Kemampuan mengkombinasikan input dapat disebut sebagai kemampuan inovasi.

2.2. Pasar Modal

2.2.1. Defenisi Pasar Modal

Defenisi pasar modal menurut (Sundjaja dan Barlian,2003:424) sebagai berikut :


(28)

Pasar modal merupakan kegiatan yang mempertemukan penjual dan pembeli dana jangka panjang.

2. Dalam arti luas

a. Pasar modal adalah keseluruhan sistem keuangan yang terorganisasi termasuk bank-bank komersil dan semua perantara dibidang keuangan serta surat-surat berharga jangka panjang dan jangka pendek.

b. Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit ( biasanya jangka waktunya lebih dari 1 tahun) termasuk saham,obligasi, hipotek dan tabungan serta deposito berjangka.

2.2.2. Jenis-Jenis Pasar Modal a. Pasar Perdana

Yang dimaksud pasar perdana adalah penjualan perdana efek/ sertfikat atau penjualan yang dilakukan sesaat sebelum perdagangan dibursa/pasar sekunder (Pandji Anoraga,2001:26). Penjualan perdana kepada publik (Initial Public Offering (IPO)) sekuritas yang baru diterbitkan, baru boleh dilakukan setelah mendapat izin emisi dari Ketua Bapepam. Harga saham dipasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi pada pasar perdana yang akan go public (emiten), berdasarkan analisis fundamental yang bersangkutan. Hasil penjualan saham tersebut keseluruhannya masuk sebagai modal perusahaan. Penjualan saham dan obligasi ini dilaksanakan oleh lembaga-lembaga keuangan, investment banker,broker, dan dealers. Para perarntara ini mengatur penjualan efek baik kepada lembaga maupun perorangan.


(29)

b. Pasar Sekunder

Pasar sekunder merupakan pasar/bursa dimana efek atau surat berharga diperdagangkan dengan harga kurs diluar pasar perdana (Danareksa,PT,1986). Atau dengan kata lain pasar sekunder merupakan pasar yang memperdagangkan saham sesudah melewati pasar perdana. Sehingga hasil penjualan saham biasanya tidak lagi masuk modal perusahaan, melainkan masuk kedalam kas para pemegang saham yang bersangkutan. c. Pasar ketiga (Bursa Paralel)

Pasar ketiga adalah tempat perdagangan saham atau sekuritas lain diluar bursa (over the counter market). Bursa paralel merupakan suatu sistem perdagangan efek yang terorganisasi diluar bursa efek resmi, dalam pasar sekunder yang diatur dan dilaksanakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek dengan diawasi dan dibina oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Dalam pasar ketiga ini tidak memiliki pusat lokasi perdagangan yang dinamakan floor trading (lantai bursa). Operasi yang ada pada pasar ketiga berupa pemusatan informasi yang disebut tradinginformation. Informasi yang diberikan dalam pasar ini meliputi harga-harga saham, jumlah transaksi, dan keterangan lainnya mengenai surat berharga yang beersangkutan. Dalam sistem perdagangan ini pialang dapat bertindak dalam kedudukan sebagai pedagang efek maupun sebagai perantara pedagang.

2.2.3. Manfaat Pasar Modal

Manfaat pasar modal bisa diraakan baik oleh investor, emiten, pemerintah maupun lembaga penunjang.


(30)

• Manfaat pasar modal bagi emiten yaitu :

1) jumlah dana yang dapat dihimpun bisa berjumlah besar;

2) dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai;

3) tidak ada “convenant” sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam pengelolaan dana/perusahaan;

4) solvabilitis perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan; 5) ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil;

6) cash flow hasil penjualan saham biasanya lebih besar dari harga nominalperusahaan;

7) emisi saham cocok untuk membiayai perusahaan yang beresiko tinggi; 8) tidak ada bebas finansial yang tetap;

9) jangka waktu penggunaan data tidak terbatas; 10) tidak dikaitkan dengan kekayaan penjamin tertentu; 11) profesionalisme dalam manajemen meningkat.

• Manfaat pasar modal bagi investor :

1) nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham yang mencapai capital gain;

2) memperoleh deviden bagi mereka yang memiliki/memegang saham dan bunga tetap atau bunga yang mengambang bagi pemegang obligasi;

3) mempunyai hak suara dalam RUPS bagi pemegang saham, mempunyai hak suara dalam RUPO bila diadakan bagi pemegang obligasi.


(31)

4) dapat dengan mudahmengganti instrumen investasi, misal dari saham A ke saham B sehingga dapat meningkatkan keuntungan atau mengurangi resiko. 5) Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen yang

mengurangi resiko.

• Manfaat Pasar Modal bagi lembaga penunjang :

1) menuju kearah profesional didalam memberikan pelayanannya sesuai dengan bidang tugas masing-masing;

2) sebagai pembentuk harga dalam bursa paralel;

3) semakin memberi variasi pada jenis lembaga penunjang; 4) likuiditas efek semakin tinggi.

• Manfaat Pasar Modal bagi pemerintah yaitu: 1) mendorong laju pembangunan;

2) mendorong investasi; 3) penciptaan lapangan kerja;

4) memperkecil debt Service Ratio (DSR);

5) mengurangi beban anggaran bagi BUMN (Badan Usaha Milik Negara). 2.3. Saham

2.3.1. Indeks Harga Saham

Indeks harga saham merupakan catatan-catatan terhadap perubahan-perubahan maupun pergerakan harga saham sejak mulai pertama kali beredar sampai pada suatu saat tertentu.

Keputusan pemodal memilih suatu saham sebagai obyek investasinya membutuhkan data-data historis terhadap pergerakan saham yang beredar di bursa. Baik


(32)

secara individu, kelompok, maupun gabungan. Mengingat transaksiinvestasi saham terjadi pada setiap saham dengan variasi permasalahan yang sangat rumit dan berbeda-beda, pergerakan harga saham memerlukan identifikasi dan penyajian informasi dan sifat spesifik.

Di Bursa Efek Indonesia terdapat 7 jenis indeks

1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk masing masing saham yang didasarkan pada harga dasarnya.

2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta Composite Index (JSI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEJ.

3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap sektor. Semua perusahaan yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam 9 (sembilan) sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan oleh BEJ yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification).

4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari saham-saham tersebut.

5. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan syariah Islam. Dewan Pengawas Syariah PT. DIM (Danareksa Investment Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang masuk dalam JII.


(33)

6. Indeks Papan Utama (Main Board Index/MBX), diperuntukkan bagi perusahaan dengan track record yang baik.

7. Indeks Papan Pengembang (Development Board Index/DBX), untuk mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan berprospek. Disamping itu Papan Pengembang diperuntukkan bagi perusahaan yang mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa. 2.3.2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

IHSG pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983. IHSG merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham” (Darmadji,2001:95). IHSG menunjukkan pergerakkan harga saham secara umum yang tercatat dibursa efek. Indeks ini merupakan gabungan dari sejumlah sektor yaitu pertanian, pertambangan, industri kimia dasar, aneka industri, industri barang konsumsi, properti dan real estate, transportasi dan infrastruktur, keuangan, dan perdagangan, jasa dan investasi. Indeks ini mencakup seluruh pergerakan harga saham biasa maupun preferen yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia (BEI).

Perhitungan IHSG didasarkan pada jumlah nilai pasar dari total saham yang tercatat dibursa. Jumlah nilai pasar adalah total perkalian setiap saham tercatat (kecuali untuk perusahaan yang berrada dalam program restrukturisasi) dengan harga di BEI pada hari tersebut.

Perhitungannya sebagai berikut : IHSG= Nilai Pasar / Nilai Dasar x 100


(34)

Nilai Pasar adalah kumulatif jumlah saham hari ini dikali harga pasar hari ini atau disebut sebagai kapitalisasi pasar. Nilai dasar adalah nilai yang dihitung berdasarkan harga perdana dari masing-masing saham atau berdasarkan harga yang telah dikoreksi jika perusahaan telah melakukan kegiatan yang menyebabkan jumlah saham yang tercatat dibursa berubah. Penyesuaian dilakukan agar indeks akan benar-benar mencerminkan harga saham.

2.3.3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi IHSG 1. Tingkat Inflasi

Berdasarkan penelitian empiris, inflasi memiliki korelasi negatif pada harga saham. Hal ini berarti jika tingkat inflasi naik maka harga saham akan turun, demikian sebaliknya jika tingkat inflasi turun maka harga saham akan naik. Sehingga dapat disimpulkan inflasi mempengaruhi harga saham berarti juga ikut mempengaruhi IHSG.

2. Tingkat Suku Bunga

Tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan investor menarik investasi sahamnya dan memindahkannya ke tingkat pengembalian lebih baik dan aman, seperti deposito. Turunnya permintaan saham mengakibatkan terjadinya kelebihan penawaran saham, sehingga harga-harga saham turun dan IHSG juga turun.

3. Nilai Tukar (Kurs)

Kurs adalah harga suatu mata uang yang diekspresikan terhadap mata uang yang diekspresikan terhadap mata uang lainnya. Kurs dapat dipresentasikan sebagai sejumlah mata uang lokal yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang asing. Risiko nilai kurs merupakan risiko yang timbul akibat pengaruh perubahan


(35)

nilai tukar mata uang domestik dengan mata uang negara lain (asing). Perusahaan yang menggunakan mata uang asing dalam menjalankan aktivitas operasional dan investasi akan menghadapi resiko nilai tukar (kurs). Perubahan nilai tukar yang tidak diantisipasi oleh perusahaan akan berpengaruh pada nilai perusahaan tersebut.

4. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi suatu negara menunjukkan kondisi perekonomian suatu negara yang bersangkutan. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila aktivitas ekonomi sekarang lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini ditandai dengan meningkatnya jumlah fisik barang dan jasa yang dihasilkan yang mengakibatkan kenaikan pendapatan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari produk domestik bruto (PDB) yaitu nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, maka meningkat juga kemampuan masyarakat untuk berinvestasi di pasar saham maupun pasar uang. Dengan makin banyaknya masyarakat yang berinvestasi akan menaikkan harga-harga saham dan IHSG juga ikut naik.

2.4. Relasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi

Investasi merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi, atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja (sumber pendapatan) akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan


(36)

ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan ouput agregat (barang dan jasa) atau PDB yang terus menerus.

Dengan adanya kegiatan produksi, maka tercipta kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptakan dan meningkatkan permintaan pasar. Pasar berkembang berarti juga volume produksi, kesempatan kerja dan pendapatan dalam negeri meningkat, dan seterusnya, maka terciptalah pertumbuhan ekonomi.

Secara teori, korelasi positif antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi diuraikan secara sederhana namun jelas dalam model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar yang intinya adalah penambahan K (kapital) dan pertumbuhan PDB (Y). Dua variabel fundamental dari model ini adalah penambahan K dan rasio penambahan K terhadap pertumbuhan PDB (Y). Rasio ini disebut ICOR (the incremental capital output ratio) yaitu

ICOR = ΔK/ ΔY

Sejak penambahan K adalah investasi (I) dalam defenisi, maka : ICOR = I/ ΔY

Model Domar lebih memfokuskan pada laju pertumbuhan investasi (ΔI/I), Didalam modelnya, I ditetapkan harus tumbuh atassuatu persentase yang konstan, sejak S (Marginal propensity to save), yakni rasio dari pertumbuhan tabungan nasional (S) terhadap peningkatan Y, dan ICOR kedua-duanya konstan. Sedangkan penekanan dari model Harrod lebih pada pertumbuhan Y jangka panjang. Didalam modelnya, laju pertumbuhan keeimbangan (warranted growth) yang membuat besarnya S yang


(37)

direncanakan ditetapkan selalu dengan sama besarnya I yang direncanakan. Selama Orde Baru,telah terbukti bahwa I memang merupakan faktor krusial bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Terbukti juga, selama krisis ekonomi, lesunya kegiatan I didalam negeri membuat kondisi perekonomian nasional semakin buruk. Dengan tingkat S yang masih terbatas, Indonesia terpaksa bergantung pada pinjaman luar negeri dan penanaman modal baik di pasar modal maupun pasar keuangan untuk mempertahankan kegiatan I yang diperlukan dalam negeri.

Perdagangan di pasar modal merupakan salah satu bentuk investasi selain investasi di sektor riil. Partisipan dalam pasar modal terutama adalah pemerintah dan perusahaan. Pemerintah menjual obligasi jangka menengah dan jangka panjang untuk membiayai proyek pendidikan, transportasi, dan proyek-proyek pembangunan ekonomi lainnya. Pemerintah tidak pernah menjual karena pemerintah tidak dapat menjual klaim kepemilikan, sebaliknya perusahaan dapat menjual saham dan obligasi. Saham dan obligasi ini digunakan sebagai sumber pembiayaan perusahaan dalam jangka panjang sehingga likuiditas perusahaan tidak terganggu dan meningkatkan produktifitas. Semakin tinggi harga saham suatu perusahaan maka jumlah dana yang dapat diperoleh melalui penjualan saham akan semakin tinggi, dan tambahan perolehan dana tersebut dapat digunakan untuk membiayai peningkatan aktivitas perusahaan.

2.5. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan IHSG

Teori mengenai hubungan antara perkembangan sektor finansial dan pertumbuhan ekonomi dimulai pada abad ke 20 (Schumpter,1911). Adapun yang menjadi perdebatan adalah apakah terdapat hubungan kausalitas antara perkembangan sektor finansial dan


(38)

pertumbuhan ekonomi, atau jika terdapat hhubungan kausalitas antar-keduanya, bagaimanakah arah hubungannya.

Menurut Kamat dan Kamat (2001), literatur dan hasil studi empiris mengenai arah hubungan kausalitas antar kedua variabel tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga pendekatan yaitu : pendekatan pertama, supply leading, menyatakan bahwa perkembangan sektor finansial menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ini menyatakan bahwa keberadaan sektor finansial berfungsi sebagai intermediasi keuangan yang menghubungkan antar unit ekonomi yang surplus dan defisit, yang selanjutnya menyebabkan alokasi sumber daya yang efisien dan akhirnya memacu sektor lainnya dalam perekonomian untuk tumbuh. Penelitian ini telah dilakukan Schumpeter,1911 dan Levine dan Zervos (1996).

Pendekatan yang kedua adalah, demand following menyatakan pertumbuhan aktivitas ekonomi sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi memerlukan banyak dana untuk ekspansi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan meningkatkan permintaan sarana investasi alternatif selain deposito / asset riil. Yaitu investasi dalam saham, oleh karena itu meningkatnya permintaan saham akan memicu perkembangan pasar modal, dalam hal ini IHSG menjadi indikator perkembangan pasar modal.

Pendekatan yang ketiga adalah, feedback yaitu hubungan dua arah antara pertumbuhan ekonomi yang di proxykan melalui PDB dengan peningkatan pertumbuhan sektor finansial di pasar modal yang diproxykan melalui IHSG.

Kinerja perekonomian yang dilihat dari pertumbuhan ekonomi serta kinerja industri merupakan komponen utama dalam pergerakan IHSG, juga sebaliknya, Investor menilai bahwa kondisi perekonomian dan kemungkinan dari arah perekonomian


(39)

merupakan elemen kunci dalam pergerakan IHSG. Penilaian investor tersebut akan membentuk ekspektasi yang kemudian akan merubah harga saham sehingga berdampak terhadap IHSG.

Harga saham dipengaruhi oleh ramalan perekonomian, ramalan nilai tukar dollar terhadap mata uang domestik, tingkat dan ramalan suku bunga, industri relatif dengan perekonomian, kinerja perusahaan relatif dengan industri, dividen dan pertumbuhan pendapatan potensial dan kualitas manajemen.

Pasar modal yang memiliki fungsi ekonomi dan fungsi keuangan secara teori memiliki pengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian mengenai pengaruh pasar modal terhadap perekonomian Indonesia masih belum banyak dilakukan namun beberapa penelitian telah dilakukan, pasar modal memiliki pengaruh terhadap perekonomian Indonesia dan sebaliknya semakin membaiknya perekonomian Indonesia maka akan semakin meningkatkan ekspektasi investor untuk menginvestasikan modalnya di pasar modal sehingga IHSG juga mengalami peningkatan. Berdasarkan penjelasan diatas, terdapat bahwa adanya hubungan jangka panjang antara pasar barang, pasar uang, pasar sekuritas (pasar modal) dengan perekonomian Indonesia. Hubungan tersebut akan dijelaskan melalui skema diagram berikut :


(40)

Gambar 2.1. Kondisi Makro Ekonomi dan Performa Industri terhadap Perkembangan Pasar Modal

Berdasarkan skema diatas diketahui bahwa adanya hubungan yang bersifat jangka panjang antara perekonomian Indonesia dengan pasar modal yang diukur dari tingkat IHSG.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan Fauzan Anhar (2007) tentang peranan faktor makro ekonomi terhadap perkembangan IHSG dipasar modal Indonesia. Penelitian ini mencoba untuk menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat suku bunga deposito terhadap IHSG dipasar modal Indonesia khususnya PT.BEJ. Data Penelitian menunjukkan bahwa tingkat suku bunga dan deposito tidak berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG, sedangkan pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan IHSG di pasar modal Indonesia.

Selanjutnya dilakukan Muzafar Shah (1996) dalam jurnal “International Economic journal” yang meneliti hubungan kointegrasi antara variabel ekonomi makro yang di nyatakan dalam M1, M2, dan PDB terhadap harga saham secara data bulanan

Produk Domestik Bruto (PDB)

Jumlah Uang Beredar (JUB) Tingkat Suku Bunga

(IR)

Kurs Rupiah terhadap Dollar

IHSG Harga Saham Demand and Supply Saham


(41)

yaitu 177 bulan yang dimulai dari tahun 1978 – 1992 di Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi antara penawaran uang M1, M2, dan PDB terhadap harga saham di Malaysia.

Geske dan Roll (1983) menemukan bahwa harga saham di bursa Amerika Serikat berhubungan negatif dengan inflasi namun memiliki hubungan positif dengan aktifitas ekonomi riil yang dicerminkan dengan produk domestik bruto.

Tim Peneliti BEJ dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran (2006) melakukan penelitian peranan pasar modal terhadap perekonomian Indonesia studi kasus BEJ dengan menggunakan analisis Autoregressive Distributed Lag Model dan Cointegration test, hasilnya walau kurang elastis IHSG memiliki pengaruh kuat dan pasti terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

I Made Ambara (2008), melakukan analisis VECM (Vector Error Correction Models) dan Causality Granger pasar modal terhadap perekonomian Indonesia, hasilnya secara statistik pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh perkembangan pasar modal (hubungan searah).

Bahadur dan Neupane (2006) melakukan analisis Causality Granger, menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diproxykan melalui GDP riil memiliki kausalitas dua arah (feedback) dengan pasar modal yang diproxykan melalui indeks harga saham di Nepal.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu langkah dan prosedur yang dilakukan dalam rangka mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan suatu masalah dan menguji hipotesis dari penelitian.

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan menganalisis kausalitas dan kointegrasi antara pertumbuhan ekonomi yang diukur dari produk domestik bruto (PDB) terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di pasar modal Indonesia.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk runtun waktu (time series) yang bersifat kuantitatif, yaitu data berbentuk angka-angka, dengan menggunakan data kuartalan dari kuartal pertama tahun 2000 sampai tahun 2009 sehingga berjumlah 40 kuartal.

Sumber data diperoleh dari berbagi sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Bank Indonesia (BI) Kota Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara.

Penulis juga melakukan studi literatur untuk mendapatkan teori yang mendukung penelitian. Referensi studi kepustakaan diperoleh melalui buku-buku, jurnal, media internet, blog, perpustakaan FE-USU, perpustakaan pusat USU,dan perpustakaan Bank Indonesia.


(43)

3.3. Pengolahan Data

Dalam melakukan pengolahan data, penulis menggunakan program komputer Eviews 5.1 sebagai software utama untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini dengan terlebih dahulu melakukan pemindahan data yang diperoleh ke dalam program Microsoft Excel untuk mempermudah pengolahan data pada proses selanjutnya untuk meminimalkan kesalahan dalam pencatatan data jika dibandingan dengan pencatatan ulang secara manual dan menggunakan Microsoft Word 2007 dalam penulisan penelitian.

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam studi ini adalah Cointegration Test dan Granger Causality Test. Analisis Cointegration Test (Johansen Test) bertujuan untuk melihat hubungan keseimbangan dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDB dengan IHSG di pasar modal Indonesia. Sedangkan Granger Causality Test dilakukan untuk mengamati hubungan timbal balik (causal) antara pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDB terhadap IHSG di pasar modal Indonesia.

Dalam kaitannya dengan metode tersebut, maka pengujian terhadap perilaku data runtun waktu (time series) dan integrasinya dapat dipandang sebagai uji prasyarat bagi digunakannya metode tersebut, maka terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

3.4.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Pengujian apakah suatu data runtun waktu mengandung unsur trend atau tidak, maka dilakukan dengan uji akar unit (unit root test). Uji akar unit atau ADF (Augmented Dickey–Fuller) juga penting untuk mendeteksi apakah data yang digunakan stasioner atau tidak. Uji ini berisi regresi dari diferensi pertama data runtun waktu terhadap lag variabel


(44)

tersebut, lagged difference terms, konstanta, dan variabel trend (Kuncoro, 2007:133). Selain uji ADF, uji akar unit juga dapat menggunakan uji Phillips–Perron. Formula dari Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dapat dinyatakan sebagai berikut:

DPDBt = a0 + γPDBt-1 + ∑ βi DPDBt-1+1 + εt ...(1)

Sedangkan untuk Uji Philips–Perron (PP) adalah:

DYt = a0+ λYt-1 + εt ...(2)

dimana D adalah perbedaan atau diferensi.

Kedua uji dilakukan dengan hipotesis nol γ = 0 untuk ADF dan λ = 1 untuk PP. Stasioner atau tidaknya data, didasarkan pada perbandingan nilai statistik ADF dan PP yang diperoleh dari nilai t hitung koefisien γ dan λ dengan nilai kritis statistik dari MacKinnon. Jika nilai absolut statistik ADF dan PP lebih besar dari nilai absolut kritis MacKinnon, maka data stasioner; dan sebaliknya, jika nilai absolut statistik ADF dan PP lebih kecil dari nilai absolut kritis MacKinnon, maka data tidak stasioner.

3.4.2. Uji Kointegrasi (Cointegration Test)

Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan keseimbangan dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDB dengan IHSG di pasar modal Indonesia dengan menggunakan Johansen Test.

Untuk menentukan jumlah dari arah kointegrasi tersebut, maka Johansen menyarankan untuk melakukan dua uji statistik.

Uji statistik pertama adalah uji trace (Trace test, λtrace) yaitu menguji hipotesis nol (null hypothesis) yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama dengan p dan uji ini dapat dilakukan sebagai berikut:

λtrace (r) = -T (1-λi) ………...(2) p


(45)

Dimana λ adalah nilai eigenvectors terkecil (p-r). null hypothesis yang disepakati adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Dengan kata lain, jmlah vektor kointegrasi lebih kecil atau sama dengan (≤) r, dimana r= 0,1,2 dan seterusnya.

Untuk uji statistik yang kedua adalah uji maksimum eigenvalue (λ) yang dilakukan dengan formula sebagai berikut:

λmax (r,r+1) = -T in (1-λr+1)………...(3)

Uji ini berdasarkan pada uji null hypothesis bahwa terdapat r dari vektor kointegrasi yang berlawanan (r+1) dengan vektor kointegrasi. Untuk melihat hubungan kointegrasi tersebut, maka dapat dilihat dari besarnya nilai Trace statistic dan Max-Eigen statistic dibandingkan dengan nilai critical value pada tingkat kepercayaan 5 persen. 3.4.3. Uji Kausalitas Granger

Pengujian ini untuk melihat hubungan kausalitas antara keseimbangan dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDB dengan IHSG di pasar modal Indonesia sehingga dapat diketahui variabel tersebut secara statistik saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak ada hubungan (tidak saling mempengaruhi). Berikut ini metode Granger Causality Test seperti berikut ini:

PDBt = iIHSGt-i + jPDBt-j + µ1t ………...(4)

IHSGt = iIHSGt-i + jPDBt-j + µ2t ………...(5)

Dimana µ1t dan µ2t adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung korelasi

serial dan m=n=r=s. Berdasarkan hasil regresi dari kedua bentuk model regresi linear di atas akan menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien-koefisien regresi dari persamaan (4) dan (5) adalah sebagai berikut:


(46)

(1) Jika ji ≠ 0 dan + j = 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari PDB ke

IHSG.

(2) Jika ji = 0 dan + j ≠ 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari IHSG

ke PDB.

(3) Jika ji = 0 dan + j = 0, maka IHSG dan PDB tidak saling

berhubungan.

(4) Jika ji ≠ 0 dan + j ≠ 0, maka terdapat kausalitas dua arah antara PDB

dan IHSG.

Untuk memperkuat indikasi keberadaan berbagai bentuk kausalitas seperti yang disebutkan di atas, maka dilakukan F-test untuk masing-masing model regresi.

3.5. Definisi Variabel Operasional

1. Pertumbuhan ekonomi adalah produk domestik bruto (PDB) menurut harga Berlaku, yaitu jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah negara Indonesia selama kurun waktu 2000-2009 dan dinyatakan dalam milyaran rupiah.

2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks gabungan yang menunjukkan pergerakan harga seluruh jenis saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu 2000-2009 yang besarnya dinyatakan dalam satuan poin.


(47)

BAB IV

4.1. Perkembangan Kondisi Ekonomi Makro di Indonesia

Perkembangan kondisi ekonomi makro Indonesia dapat dilihat dari beberapa indikator seperti PDB menurut harga berlaku, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Apabila dilihat dari perkembangan PDB menurut harga berlaku , indikator ini mengalami peningkatan yang cukup sustainable setiap tahunnya, yaitu mulai dari tahun 2001 PDB sebesar 1.467.655 miliar rupiah sampai pada tahun 2009 meningkat sebesar 5.613.442 miliar rupiah.

Membaiknya kondisi ekonomi ditahun 2003 ditandai oleh menurunnya laju inflasi telah memberikan ruang bagi penurunan suku bunga secara perlahan-lahan.Hasil kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang netral mampu mendorong sentimen positif bagi perekonomian domestik, kondisi tersebut berdampak pada : (Bank Indonesia, 2003)

1. Terapresiasinya nilai tukar (7,92% selama 2003, merupakan hal yang terbaik ketiga di Asia)

2. Country Risk yang menurun (merupakan peringkat tertinggi didunia pada tahun 2002)

3. Sektor rill yang mulai berjalan (hanya pada sektor konsumsi , kendaraan bermotor dan property saja)

4. Perbaikan fungsi intermediasi perbankan (meskipun belum optimal) 5. Membaiknya berbagai indikator sektor rill.

Apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi, kondisi ekonomi makro di Indonesia juga mengalami perubahan dan peningkatan dalam kurun waktu 2001 sampai 2009 yaitu


(48)

sebesar 3,5% pada tahun 2001 hingga pada 2009 tingkat pertumbuhannya sebesar 4,5%. Walaupun ditahun 2006 pertumbuhan ekonomi mengalami sedikit penurunan di bandingkan tahun 2005 yaitu dri 5,6% menjadi 5,5% ditahun 2006,kemudian ditahun 2007 hingga 2008, peningkatan sebesar 6,3% dan 6,4%.

Selain dilihat dari tingkat PDB menurut harga berlaku dan pertumbuhan ekonomi, kondisi ekonomi makro Indonesia juga dapat dilihat dari tingkat inflasinya.Dilihat dari tingkat inflasi , selama kurun waktu 2001 ke 2003 inflasi terus mengalami peningkatan, yaitu mulai dari 9,35%, 12,55%, 10,03%. Namun, ditahun 2004, inflasi mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu menjadi 5,06% . Ditahun 2005 nilai inflasi menjadi 6,40% daan cenderung stabil di dua tahun berikutnya yaitu 6,6% pada 2006, dan 6,54% pada 2007. Namun ditahun 2008, disaat pasar global mengalami keguncangan ekonomi, berimbas ke indonesia yaitu menyebabkan inflasi menjadi 11,06%. Pada ahun 2009 perekonomian mulai pulih kembali, dan pemerintah berhasil menjaga kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya nilai inflasi menjadi 4,8%.

Konsolidasi kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan Pemerintah dengan Bank Indonesia diharapkan dapat menjaga kepercayaan pelaku pasar. Serta kebijakan pembenahan sektor riil termasuk didalamnya kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat semakin mendorong aktifitas produktif secara keseluruhan. Dengan demikian, kecenderungan penguatan kinerja ekonomi dan membaiknya pola ekspansi ekonomi diharapkan berlanjut dalam tahun-tahun berikutnya sehingga kondisi ekonomi makro di Indonesia pun semakin meningkat dan membaik dari tahun-tahun sebelumnya.


(49)

Tahun

PDB menurut Harga Berlaku (milyar rupiah)

Pertumbuhan Ekonomi (%)

Inflasi (%)

2001 1.467.655 3,5 9,35

2002 1.610.565 4,2 12,55

2003 1.786.691 4,6 10,03

2004 2.273.142 4,9 5,06

2005 2.774.281 5,6 6,40

2006 3.339.480 5,5 6,6

2007 3.957.404 6,3 6,59

2008 4.954.000 6,4 11,06

2009 5.613.442 4,5 4,86

Sumber : Badan Pusat Statistik

4.2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini bisa didapat lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau produk domestik bruto (PDB) setiap tahun. Jadi, dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan produk domestik bruto yang berarti juga penambahan pendapatan nasional. Oleh karena itu, apabila ingin melihat perkembangan perekonomian suatu negara atau wilayah, dapat dilihat dari perkembangan produk domestik bruto negara atau wilayah tersebut.


(50)

Secara ringkas perekonomian Indonesia pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan sebesar 4,5% dibanding tahun 2008 nilai Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2009 naik sebesar Rp662,0 triliun, yaitu dari Rp4.951,4 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp5.613,4 triliun pada tahun 2009. Selama tahun 2009, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 15,5 %, diikuti oleh Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 13,8 %, Sektor Konstruksi 7,1 %, Sektor Jasa-jasa 6,4 %, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 5,0 %, Sektor Pertambangan dan Penggalian 4,4 %, Sektor Pertanian 4,1 %, dan Sektor Industri Pengolahan 2,1 %, serta Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,1 %. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2009 mencapai 4,9 % yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 4,5 %. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mengalami pertumbuhan sebesar 15,5 % sekaligus merupakan sumber pertumbuhan terbesar pula terhadap total pertumbuhan PDB yaitu sebesar 1,2 %. Selanjutnya sumber pertumbuhan yang cukup besar yaitu Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan, dan Sektor Jasa-jasa masing-masing memberikan peranan sebesar 0,6 %.

4.2.1. Perkembangan PDB Berdasarkan Lapangan Usaha

Produk Domestik Bruto (PDB) dapat dinyatakan dalam nilai nominal berdasarkan harga berlaku dan nilai riil (nyata) berdasarkan harga konstan. Menurut harga berlaku, nilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun bersangkutan dengan menyertakan nilai inflasi. Sedangkan untuk PDB harga konstan dinyatakan pada tahun dasar tertentu dan tidak menyertakan nilai inflasi.


(51)

Perkembangan PDB berdasarkan harga berlaku menurut lapangan usaha di Indonesia dibagi ke dalam sembilan sektor yaitu : sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Selama kurun waktu 2005 – 2009 secara agregat, sektor penyumbang PDB terbesar di Indonesia adalah sektor pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan berada diurutan keempat.

Pada tahun 2005, sektor pengolahan menyumbang PDB sebesar Rp. 760.361miliar,kemudian diurutan kedua penyumbang PDB adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar Rp. 431.620 miliar, sedangkan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan berada diurutan ketiga dan menyumbang sebesar Rp.364.169 miliar sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor terkecil dalam menyumbang PDB di Indonesia yaitu masing – masing sebesar Rp.26.694 miliar dan Rp.180.585 miliar. Hal tersebut dapat dilihat grafik dibawah ini:


(52)

Sumber : Badan Pusat Statistik

Gambar 4.1 Perkembangan PDB Berdasarkan Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) 4.3. Perkembangan Pasar Modal Indonesia

4.3.1. Sejarah Pasar Modal Indonesia

Perkembangan pasar modal Indonesia ternyata mengalami pasang dan surut, seirama dengan perjalanan negara dan bangsa Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda, misalnya, pasar modal Indonesia pernah mengalami pasang. Kemudian, seiring dengan berakhir kekuasaan Belanda di Indonesia, pasar modal juga mengalami kemunduran. Selanjutnya, saat Indonesia mengalami kemelut (termasuk kesulitan ekonomi), pada 1960-an, pasar modal juga tidak bisa menunjukkan aktivitas yang baik. Catatan terakhir menunjukkan, pasar modal Indonesia mengalami masa pasang ketika pembangunan ekonomi yang dilakukan sejak Orde Baru mulai menunjukkan hasil pada akhir tahun 1980-an hingga pertengahan 1990-an. Pada tahun 1997, ekonomi Indonesia


(53)

dilanda krisis moneter yang menyebabkan pasar modal juga terkena imbasnya. Puncak angka indeks mencapai 700-an harus terjun bebas menjadi 200-an.( Sawidji Widoatmojo, 2009)

a. Era Penjajahan

Dalam usaha mengembangkan perekonomian, pemerintah kolonial belanda sekitar awal abad 19 membangun perkebunan secara besar-besaran di tanah jajahan Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi. Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar modal di Batavia (Jakarta) yang diberi nama Vereniging Voor de Effectenhandel (bursa efek), dan sekaligus memulai perdagangan efek pada tanggal 14 Desember 1912.

Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : a. Fa. Dunlop & Kolf

b. Fa. Gijselman & Steup c. Fa. Monod & Co

4. Fa. Adree Witansi & Co 5. Fa. A.W. Deeleman 6. Fa. H. Jul Joostensz 7. Fa. Jeannette Walen

8. Fa. Wiekert & V.D. Linden 9. Fa. Walbrink & Co


(54)

10. Wieckert & V.D. Linden 11. Fa. Vermeys & Co 12. Fa. Cruyff

13. Fa. Gebroeders.

Sedangkan efek yang diperjual-belikan adalah saham dan obligasi perusahaan/ perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan Pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya. Perkembangan pasar modal di Batavia begitu pesat, menarik minat masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat itu, maka perlu untuk membuka bursa efek yang baru. Pada tanggal 11 januari 1925, kota Surabaya resmi menyelenggarakan perdagangan efek. Kemudian pada tanggal 1 agustus 1925, dibuka pula bursa efek Semarang. Ketika Perang Dunia II berkecamuk, kegiatan perdagangan efek di Jakarta, Surabaya, dan Semarang ditutup pada tanggal 10 Mei 1940. Penutupan bursa efek di ketiga kota tersebut sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan kantor kantor pialang serta pemutusan hubungan kerja para pegawainya. Ini mengakibatkan perusahaan dan perseorangan Belanda kurang berhasrat untuk menanam modal di Indonesia.

Dengan demikian, dapat dikatakan, pecahnya perang Dunia II menandai berakhirnya aktivitas pasar modal Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Sampai terakhir, tercatat emisi efek di Indonesia sudah mencapai NIF 1,4 milyar yang berasal dari 250 macam efek.


(55)

Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, pada tanggal 1 september 1951 dikeluarkan Undang-Undang Darurat no.12 yang kemudian dijadikan Undang-Undang no. 15/1952 tentang pasar modal. Juga melalui keputusan Menteri keuangan No. 289737/U.U. tanggal 1 nopember 1951, Bursa Efek jakarta (BEJ) akhirnya dibuka kembali pada tanggal 3 Juni 1952.

Tujuan dibukanya kembali bursa ini untuk menampung obligasi pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan yang lain adalah untuk mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya diperdagangkan di pasar modal di Jakarta lri ke luar negeri.

Kepengurusan bursa efek ini kemudian diserahkan ke Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-Efek (P.P.U.E) sebagai anggota kehormatan. Bursa efek ini berkembang dengan cukup baik walaupun surat berharga yang diperdagangkan umumnya adalah obligasi oleh perusahaan Belanda dan obligasi pemerintah Indonesia lewat Bank Pembangunan Indonesia. Penjualan obligasi semakin meningkat dengan dikeluarkannya obligasi pemerintah melalui Bank Industri negara di tahun 1954, 1955, dan 1956. Karena adanya engketa antara pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat, semua bisnis Belanda dinasionaliasikan melalui Undang-Undang Nasionalisasi No.86 tahun 1958. Sengketa ini mengakibatkan larinya modal Belanda dari tanah Indonesia. Akibatnya mulai tahun 1960, sekuritas-sekuritas perusahaan Belanda sudah tidak diperdagangkan lagi di bursa efek Jakarta. Sejak itu aktivitas di Bursa Efek Jakarta semakin menurun.

c. Era Orde Baru

Bursa Efek Jakarta dikatakan aktif kembali pada tahun 1977 dalam periode orde baru sebagai hasil dari Keputusan Presiden No. 52 tahun 1976. Keputusan ini


(56)

menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pembina Pasar Modal, pembentukan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT Danareksa. Sebagai klimaksnya, pada tanggal 10 Agustus 1977 Presiden Soeharto meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Pada zaman Orde Baru ini, perkembangan pasar modal dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu periode 1977 hingga 1987 dan periode 1988 hingga 1997. Perkembangan pasar modal dari tahun 1977 hingga 1987 relatif kurang memberikan hasil seperti yang diharapkan, tersendatnya selama periode itu disebabkan karena beberapa masalah, antara lain mengensi posedur emisi saham dan obligasi ysng terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham, campur tangan pemerintah dalam penetapan harga saham di pasar perdana, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi masalah itu,Pemerintah mengeluarkan deregulasi yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (Pakdes1987), Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (Pakto 1988), dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (Pakdes 1988).

Pakdes 1987, merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya beberapa biaya oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) dan menghapuskan batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel (over the counter market) sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa utama.

Pakto 1988 berisikan tentang ketentuan legal lending limit (ILL) dan pengenaan pajak atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini, berarti pemerintah memberikan perlakuan yang sama antara sektor perbankan dengan sektor pasar modal.


(57)

Pakdes 1988 memberikan dorongan terhadap pasar modal sehingga pemanfaatan dana dari pasar modal sama mudah dan murahnya dengan sumber dana lainnya dan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.

d. Era Reformasi

Di era reformasi ini, ada empat peristiwa penting sebagai sejarah pasar modal Indonesia, yaitu krisis moneter,indeks menembus angka tiga digit, merger, dan bursa berganti nama. Pada pertengahan 1997, Indonesia terimbas krisis moneter dari Thailand, kondisi ini sangat berdampak besar bagi pasar modal Indonesia. Ini menyebabkan merosotnya harga saham sehingga investor merugi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah mencapai diatas 700-an, anjlok dan tinggal sedikit diatas 200-an.

Namun demikian, dengan adanya peritiwa krisis moneter tersebut, harga perdana yang ditawarkan pasar modal menjadi tidak terlalu jauh berbeda dibanding harga nominal, bahkan dari nilai buku. Bahkan perusahaan pialang aktif melakukan pemasaran untuk menjaring investor hingga IHSG sudah mencapai rekor baru yaitu menembus tiga digit yaitu 1000. Kemudian, menggabungkan (merger) dua bursa yaitu BES (Bursa Efek Surabaya) dan BEJ (Bursa Efek Jakarta) pada tahun 2007. Hal ini disebabkan karena sebelum bergabung, sebagian besar anggota BEJ juga menjadi aggota BES(dual member), yaitu 125 perusahaan dari 200 perusahaan efek. Keadaan dual listing dan dual member inilah yang mengakibatkan transaksi perdagangan saham BES sangat sepi. BES akan tetap berdiri apabila memiliki produk yang tidsk dijual di BEJ dalam jumlah yang banyak dan besar, atau sistem bursa efek di Indonesia diubah menjadi intermarket trading system, yang sudah dilaksanakan di negara yang memiliki banyak bursa efek


(58)

seperti Amerika Serikat dan Cina. Dengan penggabungan dua bursa ini, maka lahirlah nama baru yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI).

4.3.2. Perkembangan Penjualan Saham di Pasar Modal

Sejak tahun 1999, BEJ telah berupaya untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi,upaya lain yang dilakukan antara lain adalah reorganisasi pasar termasuk aplikasi teknologi informasi yang mendukung aktifitas perdagangan. Kemampuan mesin JATS (Jakarta Automated Trading System) misalnya telah ditingkatkan dari 150000 menjadi 300000 transaksi. Piranti kerss dan lunak yang diperlukan dalam proses transaksi tanpa warkat (scripless trading) tetapi melalui pemindahbukuan (overbooking atau book entries) rekening saham dan rekening dana. Sistem scripless memungkinkan bursa untuk menjangkau daerah yang lebih jauh dan luas. Sehingga kota-kota besar dari propinsi, kotamadya, dan kabupaten dapat ikut aktif berdagang melalui sistem satu jaringan perdagangan (remote trading dan floorless trading).

Peran pasar modal sebagai alternatif pembiayaan bagi dunia usaha menemukan momentumnya pasca digulirkannya serangkaian paket deregulasi disektor keuangan sejak akhir tahun 1987 hingga 1989. Beberapa diantara kebijakan – kebijakan baru yang diambil pemerintah waktu itu antara lain berupa :

a. Penyederhanaan proses emisi efek baik saham maupun obligasi di Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) yang waktu itu masih menjalankan dualisme fungsi baik sebagai pengawas maupun sebagai penyelenggara bursa;

b. Dihapuskannya biaya emisi efek yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam untuk tiap kali perusahaan melakukan emisi efek di pasar modal;


(59)

c. Dihapuskannya limit atau batasan fluktuasi harga saham di bursa efek sehingga pergerakan harga saham dipasar sekunder sepenuhnya di serahkan kepada mekanisme pasar;

d. Mulai diijinkannya asing untuk memiliki saham dengan maksimal 49% dari total emisi yang tercatat di bursa efek;

e. Diperkenalkannya Bursa Paralel untuk memfasilitasi perusahaan menengah memperoleh sumber pembiayaan dari masyarakat melalui pasar modal;

f. Mulai diberlakukannya konsep legal lending limit bagi perbankan nasional;

g. Mulai dikenakannya pajak atas bunga deposito sehingga tercipta the same level palying field antara instrumen perbankan dengan instrumen pasar modal; dan h. Mulai diperkanannya swasta untuk menyelenggarakan bursa efek.

Rangkaian kebijakan – kebijakan baru tersebut langsung maupun tidak langsung telah mendorong pertumbuhan jumlah emisi dipasar modal secara cukup signifikan pada kurun waktu selanjutnya pasca deregulasi tersebut sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2. Emisi Saham pada Pasar Modal

Tahun Jumlah emiten

Emisi Saham (miliar lembar)

Nilai Emisi (triliun rupiah)

1987 24 0,57 0,129

1988 25 0,68 0,173

1989 67 3,0 2,2


(60)

1991 145 1,1 8,9

1992 162 1,7 11

1993 181 3,3 16

1994 231 6,4 26

1995 248 11 35

1996 267 25 49

1997 306 51 70

1998 309 62 75

1999 321 714 206

2000 347 811 225

2001 379 826 231

2002 401 876 241

2003 411 905 251

2004 424 922 258

2005 432 971 268

2006 444 1035 281

2007 468 1125 328

2008 485 8399 407

2009 497 8429 420

Sumber : Statistik Pasar Modal Bapepam L-K

Dari tabel tersebut terlihat bahwa, jumlah emiten saham mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 36%, sedangkan nilai emisi tumbuh rata-rata sebsar 175% sepanjang 1988 sampai dengan 1997 (pasca deregulasi). Maka dapat dikatakan bahwa peran pemerintah sebagai regulator sekaligus otoritas fiskal dan moneter waktu itu adalah


(61)

sangat signifikan dalam menciptakan iklim yang lebih kondusif lagi bagi upaya pengembangan industri pasar modal di tanah air.

4.4. Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan

Pada tanggal 1 April 1983, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkenalkan untuk pertama kalinya sebagia indikator untuk membantu pergerakkan saham. Indeks ini mencakup pergerakan seluruh harga saham biasa dan saham preferen yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Rumus penghitungannya sama dengan yang dipakai oleh kebanyakan bursa lainnya, yaitu menggunakan pembobotan (weighted average) berdasarkan kapitalisasi pasar masing-masing sehingga makin tinggi nilai suatu saham, semakin besar pengaruhnya pada indeks.

Enam tahun setelah pengenalannya, terutama setelah deregulasi sektor keuangan di tahun 1988, IHSG mulai menunjukkan kenaikan dan penurunan yang signifikan. Serial kebijakan ekonomi makro yang dilakukakan oleh pemerintah selama akhir dekade 1980 sampai dengan awal dekade 1990 memberikan dampak yang kuat terhadap fluktuasi IHSG ini. Faktor lain yang berpengaruh adalah pencatatan perusahaan-perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar yang besar.dari berbagai hal dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan-kebijakan dibidang ekonomi makro, ekonomi mikro, moneter dan kebijakan lainnya. Bahkan IHSG ini sering menghubungkan suhu politik dengan kegiatan investasi di pasar modal. Begitu sensitifnya indeks ini terhadap berbagai faktor baik faktor ekonomi maupun politik baik didalam maupun diluar negeri. Hal ini sebagai konsekuensi kegiatan ekonomi satu negara dengan negara lainnya.


(62)

IHSG merupakan gambaran dari pergerakan saham yang ada. Pada tahun 2000 di kuartal I, IHSG berada di posisi 583,276 poin sedangkan pada tahun berikutnya di kuartal I, IHSG menunjukkan posisi 381,050 poin, hal ini berarti IHSG mengalami penurunan sebesar 202,226 poin atau 34%. Penurunan ini disebabkan oleh ketidakstabilan sosial dan politik dalam negeri, melemahnya kurs dan kenaikan harga bahan bakar minyak dalam negeri hingga menyebabkan tingkat inflasi juga meningkat.

Pada tahun 2003 di kuartal ke III IHSG berada di posisi 597,677, namun secara perlahan IHSG mengalami kenaikan pada tahun 2004 dikuartal I yaitu 735,677 dan meningkat kembali di kuartal ke III sebesar 820,134 atau sebesar 10%. Keputusan pemerintah mengakhiri hubungan dengan IMF memberikan dampak positif bagi IHSG. Perkembangan IHSG ini terus bergerak keatas hingga di kuartal ke IV menembus angka 1000,233. Sehingga tahun 2004 inilah yang menjadi momentum bagi IHSG untuk pertama kalinya menembus angka tiga digit. Hal ini salah satunya disebabkan karna keberhasilan pelaksanaan pemilu presiden secara langsung di Indonesia.

Pada awal kuartal II-2006 hingga pertengahan periode laporan, perkembangan harga indeks saham menunjukkan tren yang meningkat. Hal ini juga didukung oleh kebijakan penurunan BI Rate yang sesuai dengan ekspektasi passar sehingga disambut positif oleh investor bursa saham.

Penurunan BI Rate selama 3 kali pada kuartal III tahun 2006 semakin mendorong maraknya perdagangan pasar modal. Reaksi pasar tersebut terlihat dari kondisi dan pasca penurunan BI Rate dimana perdagangan saham semakin ramai. Dari sisi domestik, sentimen positif berupa kesesuaian ekspektasi pelaku pasar atas penurunan BI Rate, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II tahun 2006 yang cukup baik, dan pergerakan


(63)

nilai tukar yang cenderung stabil mendorong investor untuk menambah portofolio investasinya di pasar saham. Disisi eksternal, kebijakan bank sentral AS yang menahan kenaikan suku bunga Fed Funds Rate untuk kedua kalinya telah mendorong pasar modal dunia untuk meningkat. Sentimen global ini kemudian ikut mendukung peningkatan IHSG. Secara keseluruhan, membaiknya kondisi fundamental Indonesia serta kemungkinan penurunan suku bunga BI Rate lebih lanjut semakin mendorong minat investor domestik maupun asing untuk memperbesar aktivitasnya.

Kebangkitan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara akan mempengaruhi pertumbuhan negara lainnya. Contohnya pertumbuhan ekonomi Cina dan India yang tinggi dalam bebebrapa tahun terakhir ini merupakan harapan jadi lokomotif yang baru untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia , terutama negara-negara Asia.

Pada tahun 2008 dikuartal I,IHSG berada diposisi 2447, 299 poin, hal ini menunjukkan peningkatan IHSG yang semakin membaik, akan tetapi hal ini hanya berlangsung sampai pada kuartal ke II, pada kuartal ke III IHSG menunjukkan penurunan yang cukup drastis yaitu menjadi 1832,507 poin, hal ini disebabkan karena gejolak eksternal dari pasar keuangan global. Berawal dari pecahnya bubble economic yang memicu terjadinyaproses delevaraging sehingga memperlambat perekononomian, imbasnya adalah penurunan laba serta kebangkrutan intitusi keuangan global. Dengan keaadan tersebut investor mulai mengurangi portofolio dananya di emerging market yang menyebabkan indeks di emerging market terkoreksi termasuk IHSG. Penurunan komoditas pertanian dan pertambangan juga berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi IHSG. Bahkan di kuartal ke IV IHSG terus mengalami penurunan menjadi 1355,408 poin.


(64)

Hingga pada tahun 2009, perekonomian dan isu isu politik baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri mulai membaik menyebabkan perdagangan pasar modal bergairah kembali. Para investor asing maupun domestik tertarik untuk menanamkan modalnya kembali di pasar modal karena melihat prospek perekonomian Indonesia membaik dan menjanjikan. Hal ini dapat dilihat dari IHSG pada kuartal I berada diposisi 1434,074 poin kemudian pada kuartal ke II meningkat menjadi 2026,780 poin. Nilai ini menguat tajam dibandingkan akhir tahun 2008 sebesar 1355,408 poin dan merupakan yang tertinggi di Asia. (Laporan Perekonomian Indonesia, 2000-2009).

Berikut adalah tabel dari perkembangan IHSG secara kuartalan mulai dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 :


(1)

Lampiran 3

Hasil Uji Akar Unit untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Level-Intercept

Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.679626 0.0006 Test critical values: 1% level -3.626784

5% level -2.945842 10% level -2.611531 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IHSG,2)

Method: Least Squares Date: 02/04/11 Time: 19:22

Sample (adjusted): 2001Q1 2009Q4

Included observations: 36 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(IHSG(-1)) -1.040701 0.222390 -4.679626 0.0001 D(IHSG(-1),2) 0.492564 0.201455 2.445028 0.0202 D(IHSG(-2),2) 0.441327 0.184321 2.394345 0.0227 C 45.73168 31.53256 1.450301 0.1567 R-squared 0.424675 Mean dependent var 1.993889 Adjusted R-squared 0.370738 S.D. dependent var 228.1884 S.E. of regression 181.0128 Akaike info criterion 13.33945 Sum squared resid 1048500. Schwarz criterion 13.51540 Log likelihood -236.1101 Hannan-Quinn criter. 13.40086 F-statistic 7.873578 Durbin-Watson stat 2.045864 Prob(F-statistic) 0.000450


(2)

Hasil Uji Akar Unit untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 1st Difference-Intercept

Null Hypothesis: IHSG has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.943375 0.7632 Test critical values: 1% level -3.615588

5% level -2.941145 10% level -2.609066 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IHSG)

Method: Least Squares Date: 02/15/11 Time: 23:51

Sample (adjusted): 2000Q3 2009Q4

Included observations: 38 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. IHSG(-1) -0.041929 0.044445 -0.943375 0.3520 D(IHSG(-1)) 0.470961 0.155898 3.020966 0.0047 C 77.97385 58.38334 1.335550 0.1903 R-squared 0.207061 Mean dependent var 53.13805 Adjusted R-squared 0.161750 S.D. dependent var 208.2974 S.E. of regression 190.7087 Akaike info criterion 13.41503 Sum squared resid 1272944. Schwarz criterion 13.54431 Log likelihood -251.8855 Hannan-Quinn criter. 13.46103 F-statistic 4.569783 Durbin-Watson stat 1.839333 Prob(F-statistic) 0.017246


(3)

Lampiran 2

Hasil Uji Akar Unit untuk Pertumbuhan Ekonomi (PDB) pada Level Intercept Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root

Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.432797 0.0000 Test critical values: 1% level -3.615588

5% level -2.941145 10% level -2.609066 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB,2)

Method: Least Squares Date: 02/04/11 Time: 19:28

Sample (adjusted): 2000Q3 2009Q4

Included observations: 38 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PDB(-1)) -1.069301 0.166226 -6.432797 0.0000 C -4.65E+12 2.44E+13 -0.190367 0.8501

R-squared 0.534769 Mean dependent var

-4.40E+11 Adjusted R-squared 0.521846 S.D. dependent var 2.18E+14 S.E. of regression 1.51E+14 Akaike info criterion 68.18023 Sum squared resid 8.16E+29 Schwarz criterion 68.26642 Log likelihood -1293.424 Hannan-Quinn criter. 68.21090 F-statistic 41.38087 Durbin-Watson stat 2.005172 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

Hasil Uji Akar Unit untuk Pertumbuhan Ekonomi (PDB) pada 1st difference- Intercept Lampira n 4 Hasil Uji Kointegr asi dengan Metode Johanse n

Date: 02/04/11 Time: 19:33

Sample (adjusted): 2001Q3 2009Q4

Included observations: 34 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: IHSG PDB

Lags interval (in first differences): 1 to 5 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

Null Hypothesis: PDB has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.628314 0.4589 Test critical values: 1% level -3.610453

5% level -2.938987

10% level -2.607932

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB)

Method: Least Squares Date: 02/15/11 Time: 23:53

Sample (adjusted): 2000Q2 2009Q4

Included observations: 39 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PDB(-1) -0.147605 0.090649 -1.628314 0.1119 C 6.67E+13 4.91E+13 1.359319 0.1823 R-squared 0.066868 Mean dependent var -3.86E+12 Adjusted R-squared 0.041648 S.D. dependent var 1.47E+14 S.E. of regression 1.44E+14 Akaike info criterion 68.08765 Sum squared resid 7.66E+29 Schwarz criterion 68.17296 Log likelihood -1325.709 Hannan-Quinn criter. 68.11826 F-statistic 2.651408 Durbin-Watson stat 1.976436 Prob(F-statistic) 0.111945


(5)

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.613820 36.32361 15.49471 0.0000 At most 1 * 0.110317 3.974274 3.841466 0.0462 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level

* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.613820 32.34934 14.26460 0.0000 At most 1 * 0.110317 3.974274 3.841466 0.0462 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level

**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I):

IHSG PDB

-0.003392 5.04E-15 0.003967 -2.74E-14

Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(IHSG) -85.31113 7.475192

D(PDB) 2.96E+13 -3.73E+13

1 Cointegrating Equation(s):

Log

likelihood -1337.340

Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)

IHSG PDB

1.000000 -1.49E-12 (7.0E-13)

Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(IHSG) 0.289358

(0.05157) D(PDB) -1.00E+11 (8.3E+10)


(6)

Lampiran 5

Hasil Estimasi Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests

Date: 02/04/11 Time: 19:45 Sample: 2000Q1 2009Q4 Lags: 9

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. PDB does not Granger Cause IHSG 31 6.72627 0.0016 IHSG does not Granger Cause PDB 2.52629 0.0684