satu ikatan karbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon, sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol dibandingkan dengan etanol. Karena
sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri. Penambahan racun ini akan
menghindarkan industri dari pajak yang dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras minuman beralkohol. Kerugian dari metanol
adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastik dan karet, terbuat dari batu bara,
metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil
pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air.
Metanol dan etanol yang digunakan hanya yang murni 99. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 gm
3
, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 gm
3
. Banyak penelitian menganjurkan penggunaan metanol berlebih untuk memicu
jalannya reaksi pembentukan metil ester. Jumlah metanol yang ditingkatkan untuk mempengaruhi kesetimbangan sehingga bergeser kearah pembentukan produk.
2.7 Reaksi Transesterifikasi
Usaha untuk menjadikan minyak nabati sebagai bahan bakar mesin diesel telah dicoba, namun bahan ini terhambat karena viskositas terlalu tinggi. Beberapa
usaha telah dilakukan mengurangi viskositas itu seperti pengenceran, mikro
emulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Perubahan kimia dari minyak menjadi ester asam lemak FAME secara industri dilakukan dengan reaksi transesterifikasi.
Berbagai teknik reaksi transesterifikasi telah dilakukan baik dari sumber pangan maupun non pangan dengan menggunakan katalis dan juga non katalis.
Reaksi transesterifikasi membutuhkan katalis baik homogen seperti KOH, NaOH, metoksida dan katalis asam seperti asam sulfat, para toluena sulfonat.
Katalis heterogen juga telah dipakai seperti oksida logam ataupun senyawa karbonat. Berbagai teknik reaksi dengan mengubah media maupun suhu dan
Universitas Sumatera Utara
tekanan seperti kondisi superkritis metanol dan menggunakan kosolven telah dilaporkan. Teknik reaksi yang cukup penting dan tidak mencemari lingkungan
yaitu menggunakan enzim lipase digolongkan pada reaksi biokatalisis juga telah digunakan. Transesterifikasi
menggunakan katalis basa dilakukan dengan melarutkan KOH ataupun NaOH dalam metanol dalam satu reaktor. Minyak
nabati diinjeksikan kedalam reaktor biodiesel diikuti kemudian larutan katalis. Transesterifikasi adalah proses dimana lemak atau minyak bereaksi
dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol. Karena reaksi ini revesibel, alkohol berlebih digunakan untuk menggeser kesetimbangan keproduk samping.
Alkohol yang dapat digunakan dalam proses transesterifikasi adalah metanol, etanol, propanol, butanol, dan amil alkohol. Metanol dan etanol adalah yang
paling sering digunakan , terutama penggunaan metanol, dikarenakan oleh biaya rendah dan sifat fisika dan kimianya mengguntungkan rantai kutup dan alkohol
terpendek. Hal ini dapat dengan cepat bereaksi dengan trigliserida, dan OH yang mudah larut didalamnya. Namun, metanol adalah beracun, dan produksinya
tergantung pada bahan bakar fosil. Telah ada sebuah tren terhadap penggunaan etanol, yang dapat diproduksi dari biomassa, sehingga memungkinkan untuk
memproduksi biodiesel sepenuhnya dari sumber-sumber yang terbarukan. Untuk melengkapi
transesterifikasi tersebut
stokiometri, rasio
molar 3:1
alkoholtrigliserida yang dibutuhkan. Alkali, asam, atau enzim dapat mengkatalis reaksi. Alkali yang termasuk adalah NaOH, KOH, Karbonat, dan natrium yang
sesuai dan kalium alkoksida, seperti natrium metoksida, natrium etoksida, dan natrium petroksida. Asam sulfat, asam sulfonat, dan asam klorida biasanya
digunakan sebagai katalis asam Sivaprakasam, S and Saravanan, C.,2007. Proses transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida dengan
alkohol membentuk metil ester asam lemak FAME dan gliserol sebagai produk samping.
Universitas Sumatera Utara
Persamaan umum reaksi transesterifikasi ditunjukkan seperti di bawah ini :
R
1
, R
2
, R
3
adalah rantai karbon asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh. Reaksi ini akan berlangsung dengan menggunakan katalis alkali pada tekanan
atmosfir dan
temperatur antara
60 –
70°C dengan
menggunakan alkohol.Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa
adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat Mittlebatch, M.,2004.
Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
Gambar 2.2 Tiga Tahapan Reaksi Transesterifikasi
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 menunjukkan reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut :Tahap pertama yaitu konversi trigliserida menjadi
digliserida, tahap kedua yaitu konversi digliserida menjadi monogliserida, tahap ketiga yaitu konversi monogliserida menjadi gliserol yang menghasilkan satu
molekul metil ester dari setiap gliserida. Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak.
Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang penting antara lain: 1. Suhu Reaksi
Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur. Semakin tinggi temperatur, bearti semakin banyak energi yang dapat
digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Ini akan menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering diantara molekul-molekul
reaktan untuk kemudian melakukan reaksi, sehingga kecepatan reaksi meningkat Setyawardhani, A.,2003.
Semakin tinggi suhu reaksi, konstanta laju reaksi semakin meningkat, peningkatan konstanta laju reaksi pembentukan produks lebih besar dari
konstanta laju reaksi balik. Sesuai dengan hukum Arrhenius bahwa laju reaksi sebanding dengan suhu reaksi. Dimana suhu reaksi semakin tinggi,
konstanta laju reaksi k semakin besar, sehingga laju reaksi semakin besar. Semakin tinggi suhu reaksi, konversi reaksi semakin tinggi karena
molekul yang bergerak didalam larutan memiliki sejumlah energi potensial dalam ikatan-ikatan dan sejumlah tambahan energi kinetik, lebih sering
menjadi tumbukan dan bertenaga, dan mengubah energi kinetik menjadi energi potensial. Agar bereaksi, molekul-molekul yang bertumbukan harus
mengandung cukup energi potensial untuk mencapai keadaan transisi pada saat bertumbukan dan terjadi pematahan ikatan. Energi yang harus dimilki
molekul untuk melewati keadaan transisi ini merupakan energi aktivasi, sehingga semakin besar energi potensial yang dimiliki molekul akibat
pemanasan atau kenaikan suhu, semakin mudah molekul melewati keadaan transisi dan reaksi yang terjadi semakin cepat. Suhu reaksi yang
tinggi dapat
memicu laju
reaksi transesterifikasi
seiring dengan
Universitas Sumatera Utara
meningkatnya kontanta laju reaksi namun perlakuan ini sekaligus memperbesar resiko terjadinya reaksi oksidasi yang dapat meningkatkan
viscositas kinematik biodiesel Noureddini, H and Zhu, D.,1997. Pada hasil penelitian Sihotang, P.,2011 dan Ritonga, M.,2011 suhu yang
digunakan 80 C menghasilkan nilai viscositas yang tinggi, maka
diperlukan penelitian selanjutnya dengan menaikkan suhu reaksi yang akan memicu laju reaksi transesterifikasi yaitu dengan menaikkan suhu
maksimal 100 atau 2 kali lipat yaitu 160 C, dalam hal ini dilakukan
perlakuan suhu menjadi 120 C, jika suhu semakin dinaikkan mendekati
100 akan sekaligus memperbesar resiko terjadinya reaksi oksidasi yang dapat meningkatkan nilai viscositas semakin meningkat, jika dalam reaksi
transesterifikasi sudah mendapatkan keseimbangan suhu dalam hal ini 120
C maka meningkatnya suhu tidak akan memberikan pengaruh yang baik.
2. Lama Reaksi Semakin lama waktu reaksi transesterifikasi maka semakin banyak produk
yang dihasilkan yaitu metil ester yang lebih banyak, karena keadaan ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk
bertumbukan satu sama lain. Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi tidak mempengaruhi reaksi.
3. Rasio perbandingan alkohol dengan minyak Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati sangat dipengaruhi
dengan metil ester yang dihasilkan. Banyak penelitian yang menganjurkan penggunaan metanol berlebih untuk memicu jalannya reaksi pembentukan
metil ester, jumlah metanol yang ditingkatkan untuk mempengaruhi kesetimbangan sehingga reaksi bergeser kearah pembentukan produk.
Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Perbandingan molar antara alkohol dan
minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses industri untuk mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar dari 98 berat adalah
6 : 1. Agar reaksi transesterifikasi bergeser kekananproduk Metil Ester,
Universitas Sumatera Utara
maka diperlukan alcohol berlebih didalam reaksi. Laju reaksi memberikan level tertinggi jika kelebihan 100 2 kali lipat metanol yang digunakan
Freedman, B and Pyryde, E.,1984. Pada hasil penelitian sebelumnya proses dilakukan didalam sebuah
autoclave dengan mencampurkan bahan minyak jarak pagar : metanol sebanyak 1 : 6 mol, katalis 4 berat dari minyak, dimana hasil reaksi
menunjukkan lebih
banyak mengandung
trigliserida dan
sedikit menghasilkan metil ester. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil metil
ester yang lebih banyak diperlukan jumlah metanol lebih banyak 100 2 kali lipat yaitu minyak jarak pagar : metanol sebanyak 1 : 12 mol.
4. Jenis Katalis Katalis berfungsi mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktivitas
sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu lebih rendah dan suhu kamar 25
C, sedangkan tanpa katalis Alkohol Superkritis reaksi dapat berlangsung pada suhu 250
o
C, Metode Alkohol Superkritis adalah metode transesterifikasi trigliserida dengan alkohol pada suhu dan tekanan
diatas titik kritis alkoholnya. Katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti kalium hidroksida KOH dan
natrium hodroksida NaOH. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan menghasilkan konversi minyak nabati menjadi metil ester yang
optimum 94 - 99 dengan jumlah katalis 0,5-1,5 bb minyak nabati. Jumlah katalis KOH yang efektif untuk menghasilkan konversi
yang optimum pada reaksi transesterifikasi adalah 1 bb minyak nabati Darnoko, D.,2005.
Perubahan trigliserida menjadi metil ester biodiesel meliputi beberapa tahap reaksi, yaitu ;Trigliserida dengan metanol menghasilkan digliserida + metil ester,
digliserida dengan metanol selanjutnya menghasilkan monogliserida + metil
ester, monogliserida dengan metanol menghasilkan gliserol + metil ester. Gliserol mempunyai viskositas 1200 c poise, sementara olive oil 81 c poise. Tren
viskositas dari minyak atau lemak menjadi gliserol meningkat. Dari fakta ini maka viskositas digliserida lebih tinggi dari lemak dan monogliserida lebih tinggi dari
Universitas Sumatera Utara
digliserida, viskositas metil ester paling rendah dari ketiga yang lain. Penggunaan biodiesel sebagai energi sangat memberi keuntungan besar terutama terhadap
lingkungan dibandingkan dari penggunaan minyak bumi sebagai energi, karena tidak mengandung belerang sehingga
tidak memberikan emisi gas SO
2
pada proses pembakaranNugroho, A.,2006.
2.8 Sifat-Sifat Penting dari Bahan Bakar Mesin Diesel