Pola Konsumsi Pangan Dan Gaya Hidup Dalam Menentukan Prevalensi Kanker Di Indonesia

(1)

POLA KONSUMSI PANGAN DAN GAYA HIDUP DALAM MENENTUKAN

PREVALENSI KANKER DI INDONESIA

KUSWANTO ALIWIKARTA

F 252130025

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pola Konsumsi Pangan dan Gaya Hidup dalam Menentukan Prevalensi Kanker di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016 Kuswanto Aliwikarta NIM F252130025


(4)

RINGKASAN

KUSWANTO ALIWIKARTA. Pola Konsumsi Pangan dan Gaya Hidup dalam Menentukan Prevalensi Kanker di Indonesia. Dibimbing oleh NURHENI SRI PALUPI dan PUSPO EDI GIRIWONO.

Peningkatan prevalensi penyakit kanker di Indonesia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor pola konsumsi, gaya hidup dan aktivitas fisik. Konsumsi daging olahan adalah salah satu faktor yang sering diasumsikan berkaitan dengan peningkatan risiko kanker. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola konsumsi pangan hewani berbahan pengawet dan faktor-faktor risiko utama lainnya terhadap prevalensi kanker di Indonesia berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 2013,.

Data yang digunakan berupa data sekunder RISKESDAS 2013 dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, dengan desain studi kasus kontrol. Populasi kasus adalah 90 orang penderita kanker dan populasi kontrol adalah 90 orang bukan kanker yang dipilih secara acak. Profil responden dianalisis dengan metode univariat. Hubungan faktor-faktor risiko terhadap kanker dianalisis dengan analisis bivariat dan penentuan faktor risiko menggunakan analisis multivariat. Analisis sensitivitas dan spesifitas menunjukkan bahwa usia rentan berisiko kanker adalah ≥ 46 tahun.

Pola konsumsi daging olahan berhubungan nyata terhadap prevalensi kanker. Risiko responden yang sering mengonsumsi daging olahan terprediksi sebesar 1.25 kali dibandingkan yang tidak mengonsumsi. Faktor konsumsi sayur dan konsumsi buah berhubungan nyata terhadap kanker. Konsumsi sayur dapat mengurangi risiko sebesar 0.509 kali dan konsumsi buah dapat mengurangi risiko sebesar 0.365 kali. Faktor risiko gaya hidup (aktivitas fisik dan merokok) berpengaruh nyata terhadap kanker. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko umur, jenis kelamin dan konsumsi daging olahan berhubungan nyata terhadap kanker. Kanker merupakan penyakit multifaktorial. Pengaturan pola makan yang seimbang, gaya hidup yang sehat dan aktivitas yang cukup dapat mengurangi prevalensi kanker.


(5)

SUMMARY

KUSWANTO ALIWIKARTA. Food Consumption Patterns and Lifestyles in Determining The Prevalence of Cancer in Indonesia. Supervised by NURHENI SRI PALUPI and PUSPO EDI GIRIWON.

The prevalence of cancer increment in Indonesia can be affected by several factors, including food consumption patterns, lifestyles and physical activity. Processed meat consumption is one factor that is often assumed to be associated with the increased risk of cancer. This study aimed to analyze the relationship between consumption of processed meat and other major risk factors against cancer prevalence in Indonesia based on obtained data in 2013

This study uses secondary data RISKESDAS 2013 from Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Indonesia Health Department, with a case-control study design. The case population is 90 people suffering from cancer and 90 people with no cancer randomly selected as control. Respondent profiles were analyzed by univariate analysis. The relationship of cancer risk factors were analyzed by bivariate analysis and determination of risk factors using multivariate analysis. Sensitivity and specificity analyses showed the cancer vulnerable age is ≥ 46 years.

Processed meat consumption associated significantly in the cancer prevelance. Respondents frequently eat processed meat risk is predicted 1.25 times compared to those not taking. Vegetable consumption and fruit consumption related significantly to cancer. Vegetables consumption reduce the risk by 0509 times, and fruit consumption reduce the risk by 0365 times. Lifestyle risk factors (physical activity and smoking) significant to cancer. Multivariate analysis results showed the age, gender and processed meat consumption is associated significantly to cancer. Cancer is a multifactorial disease. Setting a balanced diet, a healthy lifestyle and activities can considerably reduce the prevalence of cancer. Keywords: cancer, fruits, physical activity, processed meat, vegetables


(6)

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi

pada

Program Studi Magister Profesional Teknologi Pangan

POLA KONSUMSI PANGAN DAN GAYA HIDUP DALAM MENENTUKAN

PREVALENSI KANKER DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

KUSWANTO ALIWIKARTA

F 252130025


(10)

(11)

(12)

Judul Tesis : Pola Konsumsi dan Gaya Hidup dalam Menentukan Prevalensi Kanker di Indonesia

Nama : Kuswanto Aliwikarta NIM : F252130025

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi Ketua

Dr Puspo Edi Giriwono, STP. M.Agr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Magister Profesional Teknologi Pangan

Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.ScAgr


(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah Pola Konsumsi Pangan dan Gaya Hidup dalam Menentukan Prevalensi Kanker di Indonesia

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir.Nurheni Sri Palupi MSi dan Bapak Dr Ir Puspo Edi Giriwono M selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada tim laboratorium data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (BALITBANGKES) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga dan teman-teman di MPTP 9 untuk dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016 Kuswanto Aliwikarta


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 3

1.6 Keterbatasan Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Definisi Kanker 3

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Kanker 4

2.2.1 Faktor Pola Konsumsi 5

Makanan Hewani Berbahan Pengawet 5

Lemak 5

Serat 6

Bahan Pengawet (Preservatives) 6

2.2.2 Faktor Gaya Hidup 6

Aktivitas Fisik 6

Kebiasaan Merokok 7

2.2.3 Faktor Sosiodemografi 7

Umur 7

Jenis Kelamin 8

2.2.4 Faktor Klinis 8

Indeks Massa Tubuh (IMT) 8

Hemoglobin 9

2.3 Gambaran Umum Riskesdas 2013 10

3. METODE 10

3.1.Tempat dan Waktu 10

3.2 Alat dan Bahan 11

3.3 Kerangka Konsep 11

3.4 Tahapan Penelitian 12

3.4.1. Penetapan Profil Responden dan Identifikasi Faktor Risiko 12 3.4.2. Pengujian Faktor-Faktor Risiko Terhadap Kanker 12

3.4.3. Penetapan Faktor-Faktor Risiko Utama 13

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15

4.1. Profil Responden 15

4.2. Peranan Faktor Sosiodemografi terhadap Kanker 16

4.2.1. Hubungan faktor umur terhadap kanker 16

4.2.2. Hubungan faktor jenis kelamin terhadap kanker 18 4.2.3. Hubungan faktor status pekerjaan terhadap kanker 19 4.2.4. Hubungan faktor tingkat pendidikan terhadap kanker 19


(15)

4.3. Peranan Faktor Pola Konsumsi terhadap Kanker 20 4.3.1. Hubungan faktor pola konsumsi makanan hewani berbahan

pengawet 20

4.3.2. Hubungan faktor pola konsumsi sayuran terhadap kanker 21 4.3.3. Hubungan faktor pola konsumsi buah terhadap kanker 22

4.4. Peranan Faktor Gaya Hidup terhadap Kanker 22

4.4.1. Hubungan faktor aktivitas fisik terhadap kanker 23 4.4.2. Hubungan faktor kebiasaan merokok terhadap kanker 23 4.5. Peranan Faktor Keadaan Klinis terhadap Kanker 23 4.5.1. Hubungan faktor Indeks Masa Tubuh (IMT) terhadap kanker 25 4.5.2. Hubungan faktor kadar hemoglobin terhadap kanker 25 4.6. Penetapan Faktor-Faktor Risiko Utama Terhadap Kanker 25

5. SIMPULAN DAN SARAN 26

5.1 Simpulan 26

5.2 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

RIWAYAT HIDUP 52

DAFTAR TABEL

1 Batas ambang IMT berdasarkan berat badan 8

2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor-faktor risiko kanker 17 3 Distribusi responden berdasarkan faktor sosiodemografi terhadap kanker 18 4 Distribusi responden berdasar faktor pola konsumsi terhadap prevalensi

kanker 20

5 Distribusi responden berdasar faktor perilaku terhadap prevalensi kanker 22 6 Distribusi responden berdasar faktor keadaan klinis terhadap prevalensi

kanker 24

7 Penentuan faktor-faktor risiko utama terhadap kanker 25 8 Area Under Curve (AUC) pada kurva Receiving Operator Characteristic

(ROC) 26

DAFTAR GAMBAR

1 Cakupan wilayah provinsi pengumpulan data 2013. 10 2 Kerangka konsep penelitian studi kasus control 11

3 Tahapan kajian. 14

4 Kurva ROC (receiving operator characteristic) titik potong (cut-off point) faktor risiko umur responden terhadap kanker. 15 5 Persentase distribusi responden berdasarkan faktor risiko umur terhadap

kanker 16


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Distribusi BS, RT, dan ART yang dapat dikunjungi (response rate)

menurut Provinsi, Indonesia 2013 31

2 Prevalensi penyakit kanker menurut provinsi 32

3 Hasil Analisis Univariat, Korelasi dua faktor dan Regresi Logistik Tiap

Faktor Risiko. 33

4 Surat Ijin Penggunaan Data RISKESDAS 2013 51


(17)

(18)

(19)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular, dan juga merupakan penyebab tingkat kematian yang tinggi. Pada tahun 2008 penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia setelah penyakit kardiovaskuler dan stroke, angka kematian di dunia yang disebabkan oleh penyakit kanker adalah sebesar 7,6 juta orang atau sekitar 21% diantara kematian yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular. Diperkirakan angka kematian kanker di dunia akan semakin meningkat menjadi 13.1 juta pada tahun 2030 (WHO 2012).

Berdasarkan data 2007, persentase kasus penyakit kanker di Indonesia ditemukan sebesar 0.43%. Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jakarta merupakan kota yang memiliki angka kejadian kanker tertinggi di Indonesia, secara berurutan yaitu sebesar 0.96%, 0.81% dan 0.74% (P2PL 2011).

Lebih dari 30% dari kematian akibat kanker disebabkan oleh lima faktor risiko gaya hidup dan pola makan, yaitu: (1) Indeks Massa Tubuh tinggi, (2) Kurang konsumsi buah dan sayur, (3) Kurang aktivitas fisik, (4) Penggunaan rokok, dan (5) Konsumsi alkohol berlebihan. Merokok merupakan faktor risiko utama kanker yang menyebabkan terjadinya lebih dari 20% kematian akibat kanker di dunia dan sekitar 70% kematian akibat kanker paru di seluruh dunia. Kanker yang disebabkan infeksi virus seperti virus hepatitis B/hepatitis C dan virus human papilloma berkontribusi terhadap 20% kematian akibat kanker di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Lebih dari 60% kasus baru dan sekitar 70% kematian akibat kanker di dunia setiap tahunnya terjadi di Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan Selatan. Diperkirakan kasus kanker tahunan akan meningkat dari 14 juta pada 2012 menjadi 22 juta dalam dua dekade berikutnya (Infodatin 2015).

Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Selain mengandung zat-zat yang diperlukan untuk sumber tenaga dan pertumbuhan, makanan juga mengandung zat-zat yang diperlukan untuk mendukung kehidupan tubuh yang sehat. Untuk meningkatkan kehidupan manusia diperlukan adanya persediaan makanan yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas, selain mengandung semua zat yang diperlukan oleh tubuh makanan juga harus memenuhi syarat keamanan.

Istilah 'daging' mencakup berbagai makanan, termasuk daging mentah merah, daging olahan, unggas(dengan dan tanpa kulit) dan ikan. Daging merah yang belum diproses umumnya termasuk daging sapi, babi, kambing dan domba, dan daging olahan mengacu pada sosis, daging asap, daging curing dan daging diasinkan (misalnya frankfurts, salami, bacon dan ham), dan daging kalengan. Daging olahan kadang-kadang disebut sebagai daging diawetkan.

Cancer Council Australia dalam laporannya merangkum bukti epidemiologis laporan utama pencegahan kanker, meta-analisis dan tinjauan sistematis, melihat adanya hubungan antara konsumsi daging dan risiko kanker kolorektal. Pada penelitian lebih lanjut, mereka juga memisahkan pengaruh daging merah yang belum diproses dengan daging olahan. Selain hasil identifikasi


(20)

2

dari meta-analisis dan tinjauan sistematis tersebut, penelitian dari European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC) juga mengidentifikasi hal yang sama. EPIC adalah salah satu studi kohort terbesar pada pria dan wanita yang dikembangkan secara khusus menguji hubungan antara pola konsumsi dan kanker (CCA 2001).

Pada tahun 2007, penelitian lebih dalam tentang pola konsumsi dan kanker yang dilakukan oleh World Cancer Research Fund dan American Institute of Cancer Research (WCRF /AICR) menemukan bahwa daging merah dan daging olahan sangat meningkatkan risiko kanker kolorektal. Daging merah dikaitkan dengan kecenderungan peningkatan risiko kanker esofagus, paru-paru, pankreas dan endometrium; dan daging olahan meningkatkan kecenderungan risiko dari kanker esofagus, paru-paru, lambung dan prostat. WCRF juga menemukan bahwa makanan hewani yang dipanggang atau dibakar meningkatkan risiko dari kanker lambung, dan bahwa makanan tersebut yang mengandung zat besi meningkatkan kecenderungan risiko kanker kolorektal.

Sulit untuk memisahkan peran independen makanan secara individu ketika mempelajari kejadian kanker dan hasil kesehatan lainnya. Perkiraan risiko relatif untuk daging dan kanker juga dapat dipengaruhi oleh pola makan dan gaya hidup lainnya seperti asupan buah dan sayuran, asupan serat diet, asupan lemak diet (terutama total dan asupan lemak jenuh), indeks massa tubuh, tingkat aktivitas fisik. Misalnya, asupan tinggi daging dapat dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker karena pola makan daging dalam jumlah besar dan konsumsi sayuran dan serat yang tidak memadai. Banyak studi epidemiologi tentang daging dan risiko kanker tidak dilakukan secara komprehensif mengontrol semua faktor-faktor potensial penyebabnya.

Adapun yang menjadi kunci utama dalam pencegahan kanker adalah pengaturan pola konsumsi pangan, khususnya asupan sayur, buah dan serealia. Sebagai pedoman untuk mengatur makanan yang kita konsumsi sehari-hari, piramid makanan adalah model pedoman diet sehat yang berisi keragaman pangan dan porsi harian yang diperlukan oleh tubuh.

1.2 Perumusan Masalah

Meningkatnya prevalensi kejadian penyakit kanker di Indonesia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor pola konsumsi, gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengaturan asupan diet, pola makan seimbang dan peningkatan aktivitas fisik merupakan faktor-faktor dominan yang dapat dikendalikan dalam kaitannya terhadap prevalensi penyakit kanker. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan. Hasil penelitian diharapkan dapat mengetahui sejauh mana pola konsumsi makanan hewani berbahan pengawet, buah dan sayuran, aktivitas fisik, serta kebiasaan merokok berpengaruh terhadap kejadian/prevalensi penyakit kanker di Indonesia.


(21)

3

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prevalensi dan faktor-faktor risiko kanker di Indonesia berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 2013, menganalisis hubungan pola konsumsi pangan hewani berbahan pengawet terhadap prevalensi kanker di Indonesia, dan menganalisis hubungan faktor-faktor risiko utama terhadap prevalensi kanker di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil kajian dari penelitian ini dapat menjadi sumber informasi ilmiah mengenai hubungan pola konsumsi makanan hewani berbahan pengawet terhadap prevalensi kanker di Indonesia, serta faktor-faktor risiko lain yang merupakan penyebab dominan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan analisis data sekunder untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan prevalensi kanker di Indonesia. Penelitian ini juga merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat makro yaitu melihat gambaran secara nasional (33 provinsi), dengan desain penelitian studi kasus kontrol (case control study). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kanker

Kanker merupakan salah satu penyakit yang disebabkan karena terjadinya kerusakan mekanisme pengaturan dasar dari perilaku kerja sel di dalam tubuh. Mekanisme tersebut khususnya meliputi pertumbuhan dan diferensiasi sel yang tak terkendali dan menginvasi jaringan organ disekitarnya, sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi organ tubuh itu sendiri (Kresno 2011).

Penyakit kanker dapat timbul karena adanya interaksi multigenetik dan multifaktorial yang mengakibatkan sel-sel normal berubah fungsinya menjadi tidak terkendali. Kanker dapat muncul sebagai refleksi dari faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan seperti virus, bahan kimia, makanan, radiasi pengion dan radiasi ultraviolet memiliki sifat yang dapat merusak DNA sel. DNA Sel merupakan sasaran utama dari semua bahan karsinogenik dan perubahan yang terjadi pada DNA sel adalah awal mula terbentuknya sel kanker (Desen 2008).

Penyakit kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker, sedangkan tumor adalah kondisi dimana pertumbuhan sel tidak normal sehingga membentuk suatu


(22)

4

lesi atau dalam banyak kasus, benjolan di tubuh. Tumor terbagi menjadi dua, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak memiliki ciri-ciri, yaitu tumbuh secara terbatas, memiliki selubung, tidak menyebar dan bila dioperasi , dapat dikeluarkan secara utuh sehingga dapat sembuh sempurna, sedangkan tumor ganas memiliki ciri-ciri, yaitu dapat menyusup ke jaringan sekitarnya, dan sel kanker dapat ditemukan pada pertumbuhan tumor tersebut (Infodatin 2015).

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Kanker

Peristiwa perubahan sel normal menjadi sel kanker disebut karsinogenesis. Sedangkan segala sesuatu yang menimbulkan perubahan tersebut disebut sebagai penyebab kanker atau karsinogen. Penyebab kanker banyak sekali dan pada umumnya terdapat pada lingkungan hidup kita sehari-hari. Para ahli menyimpulkan bahwa sekurang-kurangnya 80 % dari semua kanker, mempunyai kaitan langsung atau tidak langsung dengan faktor lingkungan, termasuk di dalamnya gaya hidup atau kebiasaan, misalnya kebiasaan makan (Tjindarbumi 2004).

Di dalam tubuh kita terdapat sistem imun atau pertahanan tubuh. Sel Natural-killer (NK) merupakan komponen penting dari sistem kekebalan tubuh bawaan. Sel NK dibuktikan melakukan penolakan tumor. Sel NK bertindak melawan proses inisiasi, pertumbuhan dan metastasis tumor pada tikus dan manusia. Sel NK menekan sel tumor melalui berbagai mekanisme efektor,

termasuk di dalamnya jalur mediasi perforin/granzim yang mengandung granul,

jalurkematian-reseptor dan jalur mediasi IFN-y. Keberadaan sitokindan kemokin berguna untuk menentukan tahap diferensiasi, proliferasi dan perekrutan sel NK (Smyth et al. 2002).

Kanker dapat terdiagnosa pada satu dari dua laki-laki dan satu dari tiga wanitadalam hidup merekadan tetap merupakan penyebab utama kedua kematian pada orang dewasa di Amerika (ACS 2007), namun pengaturangaya hidupefektif dalam mengurangi risiko yang ada. Obesitas merupakan faktor utama untuk beberapa jenis kanker dan merupakan salah satu faktor risiko yang paling dapat dicegah. Keberhasilan hidup setelah didiagnosis kanker telah meningkat jauh dalam dekade terakhirsejalan dengan makin majunya pemahaman biologi tentang penyakit ini. Aktivitas fisik dan pola diet yang sehat adalah pokok utama dalam optimalisasi peningkatan jumlah populasi penderita kanker yang berhasil sehat.

Rekomendasi pola makan sehat pada saat ini diserukan secara konsisten oleh lembaga-lembaga kesehatan. Pada kenyataannya, mengontrol berat badan,

meningkatan asupan sayuran dan buah, menurunkan asupan lemak, dan mempromosikan asupan serat yang lebih tinggi disarankan oleh American Heart Association, American Diabetes Association, dan American Cancer Society (Thomson dan Thompson, 2008).

2.2.1 Faktor Pola Konsumsi

Sepertiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat setiap tahun terkait dengan diet dan aktivitas fisik, termasuk kelebihan berat badan atau


(23)

5

obesitas, sementara sepertiga lainnya disebabkan oleh produk tembakau (ACS, 2012).

Sejumlah studi epidemiologi membuktikan, bahwa terjadinya penyakit kanker erat hubungannya dengan berbagai paparan jenis makanan tertentu. Kenyataan yang terjadi antara 10 s/d 20 tahun belakangan ini, masyarakat lebih cenderung menggemari jenis makanan dari beberapa negara barat seperti mengonsumsi daging merah (termasuk diantaranya makanan dalam bentuk hamburger, hotdog). Jenis makanan ini pada dasarnya merupakan jenis makanan yang tinggi lemak dan protein serta rendah serat (Tarigan 2001).

Diperkirakan bahwa 30-40 % dari semua kanker dapat dicegah dengan gaya hidup dan pola diet pribadi. Obesitas, makanan kurang gizi seperti gula terkonsentrasi dan produk tepung halus berkontribusi terhadap gangguan metabolisme glukosa (yang mengarah ke diabetes), asupan rendah serat, konsumsi daging merah, dan ketidakseimbangan lemak omega3 dan omega6 semua berkontribusi terhadap peningkatan risiko kanker. Asupan biji serealia, terutama fraksi lignan, serta lebih banyak buah-buahan dan sayuran akan menurunkan risiko kanker. Unsur makanan pelindung terhadap pencegahan kanker di antaranya selenium, asam folat, vitamin B-12, vitamin D, klorofil, dan antioksidan seperti karotenoid (α-karoten, β-karoten, likopen, lutein, cryptoxanthin). Asam askorbat memiliki fungsi yang terbatas, tetapi bisa sangat bermanfaat bagi intra vena dalam tubuh (Michael 2004).

Makanan Hewani Berbahan Pengawet

Beberapa mekanisme hubungan tentang konsumsi daging dan kanker telah dipelajari, meskipun hasil penelitian pada manusia relatif tidak konsisten.

Mekanisme yang melibatkan mutagen makanan (misalnya heterosiklik amina,

polycyclic aromatic hydrocarbons), senyawa kimia yang secara alami tidak ada dalam makanan, tetapi terbentuk selama pemasakan, telah banyak dipelajari,

tetapi dari analisis epidemiologi menghubungkan variasi beberapa senyawa tertentu. Mekanisme lainnya menyatakan potensi keberadaan nitrat dan nitrit,

yang biasa digunakan dalam daging olahan untuk pengawetan, dan senyawa

N-nitroso yang terbukti memiliki efek karsinogenik pada beberapa penelitian menggunakan hewan di laboratorium. Akan tetapi prevalensi tidak spesifik ditunjukkan karena konsumsi daging, prevalensi yang lebih besar terjadi pada

pola konsumsi makanan lainnya juga seperti sayuran atau produk sereal (Alexander dan Cushing 2010).

Lemak

Beberapa studi telah menemukan bahwa orang yang tinggal di negara-negara dengan jumlah yang lebih tinggi lemak dalam diet mereka memiliki tingkat lebih tinggi dari kanker payudara, prostat, usus besar, dan kanker lainnya. Tetapi penelitian lebih menyeluruh belum menemukan bahwa asupan lemak meningkatkan risiko kanker, atau yang menurunkan asupan lemak mengurangi risiko kanker (ACS 2012).


(24)

6

Serat

Serat sangat bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya untuk mencegah sembelit atau kontipasi. Serat membuat konsistensi tinja lebih besar dan lebih lunak sehingga mudah dikeluarkan. Serat juga dapat mencegah penyakit kanker, khususnya pada kanker saluran pencernaan. Hal itu disebabkan karena serat dapat mengikat karsinogen di dalam saluran pencernaan dan mengeluarkannya dari dalam tubuh. Serat juga dapat mencegah peningkatan kadar gula darah.

Bahan Pengawet (Preservatives)

Pengawet yang digunakan dalam daging olahan ditujukan untuk keamanan pangan, umur simpan dan alasan teknologi pangan. Natrium nitrit atau kalium nitritmemainkan peran kuncidalamkeamanandaging olahan. Nitrit, natriumatau kalium nitrat pada proses curing daging secara perlahan dikonversi ke nitrit,

adalah bahan utama dalam proses curing daging. Pengawet ini memberikan perlindungan yang sangat baikterhadapbotulisme pada daging olahan. Selain itu penggunaannya memberikan karakteristik warnadanaromadaging yang dicuring.

Pengawet lainnya menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Sulfit, sumber sulfur dioksida, juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan tetap mempertahankan kecerahan (warna dan penampilan segar dari daging merah.

Beberapa efek yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan pengawet pada makanan, ada yang merugikan. Penggunaan bahan pengawet sesuai dengan aturan yang ditetapkan di rekomendasi aman, tetapi beberapa diantaranya mempunyai efek negatif dan efek merugikan untuk jangka waktu yang panjang terhadap kesehatan (Anand and Sati 2013)

Penggunaanpengawetdiaturuntuk beberapa alasan tujuan yang sangat baik.

Penggunaan beberapa pengawet bisa merugikan kesehatan. Tingkat penggunaan

nitrat dan nitrit dalam daging dibatasi karena dapat terkonversi di dalam pencernaan atau selama suhu tinggi penggorengan bahan kimia tersebut diyakini menyebabkan kanker. Paparan sulfur dioksida menyebabkan kesulitan bernapas pada beberapa orang. Pengawet lain dapat merugikan kesehatan jika batas konsumsnyai terlampaui. Pengaturan penggunaan pengawet ditujukan untuk

mencegah penggunaan yang tidak sesuai pada proses produksi (NSWFA 2009).

2.2.2 Faktor Gaya Hidup Aktivitas Fisik

Salah satu temuanyang paling relevan dalam penelitian faktor risiko kanker

adalah peran protektif aktivitas fisik bagi kanker pada umumnya (Warburton et al 2006), efek perlindungan yang terkait dengan berbagai

mekanisme biologis (Friedenreich dan Orenstein 2002).

Komunitas Kanker Amerika (The American Cancer Society) menyadari pentingnya aktivitas fisik dalam menurunkan risiko kanker dan menjaga kesehatan tubuh, serta merekomendasikan bagi orang dewasa yang sehat untuk aktif secara moderat minimal 150 menit dalam seminggu atau aktif secara intens selama 75 menit dalam seminggu bahkan sebaiknya melakukan aktivitas fisik


(25)

7 moderat ke intens minimal satu jam dalam sehari, dan aktivitas intens minimal 3 hari dalam seminggu. Menyetarakan kegiatan fisik dan asupan energi adalah cara terbaik untuk menjaga berat badan yang sehat. Aktivitas fisik yang moderat memerlukan usaha yang sama seperti jalan cepat, sepeda santai, memotong rumput dan yoga sebagai contohnya. Aktivitas fisik yang intens menyertakan pergerakan otot secara keseluruhan dan peningkatan detak jantung yang nyata, nafas yang cepat dan dalam, dan berkeringat. Sebagai contohnya adalah lari santai, berenang, senam aerobik, bela diri, ski dan tenis lapangan.Individu yang tidak terbiasa harus memulai dengan aktivitas fisik yang ringan, mencapai target yang diinginkan dalam beberapa waktu. Aktivitas fisik yang dilakukan tetap bermanfaat walau masih di batas bawah yang direkomendasikan.

Pria di atas 40 tahun, wanita di atas 50 tahun, dan dewasa dengan penyakit serius atau berisiko penyakit jantung sebaiknya berkonsultasi ke para ahli sebelum melakukan aktivitas fisik yang intens. Seseorang dengan kanker sebaiknya berkonsultasi dengan dokter mengenai aktivitas fisik yang cocok untuk mereka. (ACS 2007).

Kebiasaan Merokok

Alkohol dan tembakau secara terpisah atau dalam kombinasi keduanya, berkaitan dengan peningkatan risiko berbagai jenis kanker, termasuk saluran pencernaan dan pernafasan bagian atas,dan hati. Alkohol dan tembakau dapat meningkatkan risiko kanker rongga mulut dan tenggorokan (faring), dan penggunaan gabungan keduanya memiliki efekrisiko berganda. Selain itu, daerah-daerah mulut dan faring yang langsung terkena alkohol atau tembakau lebih mungkin terkena kanker dibanding daerah lain. Efek yang sama ditemukan sehubungan dengan kanker kotak suara (laring). Untuk karsinoma selskuamosa esofagus, alkohol dan tembakau tampaknya memiliki efek sinergis meningkatkan risiko. Begitu juga sebaliknya dengan kanker hati, konsumsi alkohol dan penggunaan tembakau tampaknya menjadi faktor risiko independen (Pelucchi et al. 2005).

2.2.3 Faktor Sosiodemografi Umur

Risiko berkembangnya kanker meningkat seiring dengan bertambahnya usia, sehingga usia,jenis kelamin, riwayat pribadi kesehatan keluarga, merupakan faktor risiko untuk kanker (NJDOH 2002).

Umur adalah faktor risiko yang tidak dapat diubah. Mekanisme usia dapat menyebabkan kanker, diduga antara lain adalah: 1. Mutasi DNA sel penyusun dinding kolon terakumulasi sejalan dengan bertambahnya umur, 2. Penurunan fungsi sistem kekebalan dan bertambahnya asupan agen-agen karsinogenik. Pembagian usia yang digunakan adalah 10-years age groups merunut pada Canadian Cancer Statistic adalah : 1. < 40 tahun, 2. 40-50 tahun, 3. 50-60 tahun, 4. > 60 tahun (CCS 2011).

Jenis Kelamin

Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa risiko untuk terjadinya kanker meningkat dengan usia. Dalam setiap kelompok umur, prevalensi hingga dua kali lebih tinggi terdapat pada pria dibandingkan pada


(26)

8

wanita. Mekanisme yang menyebabkan jenis kelamin menjadi bagian dari faktor risiko terjadinya kanker adalah diduga ditemukan perbedaan daya terima reseptor androgen, estrogen dan progesteron di sel kanker serta sel normal (Berta et al. 2003).

2.2.4 Faktor Klinis

Faktor klinis yang mempengaruhi penyakit kanker, diantaranya adalah indeks massa tubuh seseorang (IMT) dan kadar haemoglobin di dalam tubuh.

Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT adalah perbandingan antara berat badan dengan tingi badan kuadrat. Tinggi dan berat badan paling sering digunakan dalam pengukuran karena dapat membantu mengevaluasi pertumbuhan seseorang dan menentukan status gizi nya. Indeks masa tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi masalah gizi. IMT ini dapat diukur secara antropometri. Antropometri adalah pengukuran bagian-bagian tubuh (Kemenkes 2011).

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah: 20,1–25,0; dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Batas ambang IMT untuk Indonesia berdasarkan berat badan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Batas ambang IMT berdasarkan berat badan

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tungkat ringan 17.0 <17.0 18.4

Normal 18.5 – 25.0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25.1 – 27.0 Kelebihan berat badan tingkat berat >27.0

Obesitas, terutama peningkatan obesitas abdominal, dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk pengembangan berkurangnya sensitivitas terhadap

insulin (CDCP, 2006), predisposisi perkembangan sindrom metabolik, penyakit kardiovaskular, diabetes, dan beberapa jenis kanker. Kebanyakan penelitian epidemiologi mendukung peranobesitassebagaifaktor risikoendometrium(39%),


(27)

9

Hemoglobin

Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga pengusung karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia. Anemia diamati dalam berbagai keganasan termasuk pada penyakit kanker dan dianggap sebagai faktor prognosis yang buruk. Anemia didefinisikan sebagai tingkat HB <120 g / L dalam laki-laki dan <110 g / L pada wanita. Pretreatment tingkat HB akan diperiksa pada kunjungan pertama ke rumah sakit sebelum memulai kemoterapi. Tingkat HB dianalisis dengan seara otomatis melalui perangkat penghitungan sel darah lengkap ethylenediamine Asam asetat tetra (EDTA) - anti darah digumpalkan. Tingkat hemoglobin didefinisikan sebagai 120- 160 g / l untuk laki-laki dan 110- 150 g / l untuk wanita (Deyan 2012).

Hemoglobin dalam daging merah memiliki efek mempromosikan pada proliferasi sel pada sel kanker dan dalam sel fibroblast kolon normal dengan pelepasan ROS (Reactive Oxigen Spesies). Selain itu, fenomena ini mengurangi sitotoksisitas obat antikanker, seperti 5-FU (5-fluorouracil) dan 5-DFUR (5’ -deoxy-5 Fluorouridine), pada sel-sel kanker usus, yang bisa menjadi faktor yang merugikan selama kemoterapi dalam perawatan klinis (Lee et al.

2006).

2.3. Gambaran umum RISKESDAS 2013

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 merupakan riset berbasis komunitas berkala sejak tahun 2007 yang mengumpulkan data dasar dan indikator kesehatan yang merepresentasikan gambaran wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pelaksanaan pengumpulan data 2013 dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013, di 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) mengerahkan sekitar 10.000 enumerator yang menyebar di seluruh kabupaten/kota, seluruh peneliti Balitbangkes, dosen Poltekkes, Jajaran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta Perguruan Tinggi. Cakupan wilayah provinsi pengumpulan data 2013 dapat dilihat pada Gambar 1.


(28)

10

Gambar 1 Cakupan wilayah provinsi pengumpulan data 2013.

Disain 2013 merupakan survei cross sectional yang bersifat deskriptif. Populasi dalam 2013 adalah seluruh rumah tangga di 33 provinsi, 497 kabupaten/kota. Sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga dalam 2013 dirancang terpisah dengan daftar sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga Susenas 2013. Berbagai ukuran sampling error termasuk didalamnya standard error, relative standard error, confidence interval, design effect, dan jumlah sampel tertimbang menyertai setiap estimasi variabel. Distribusi Blok Survey (BS), Rumah Tangga (RT), dan Anggota Rumah Tangga (ART) yang dapat dikunjungi (response rate) menurut Provinsi, Indonesia 2013 dapat dilihat pada Lampiran 1.

RISKESDAS merupakan instrumen penting dalam menyediakan informasi terkini mengenai situasi status kesehatan dan gizi masyarakat dan perlu dilakukan secara berkala dan konsisten. Monitoring dan evaluasi pada semua lini program kesehatan hendaknya dilakukan tingkat lokal sehingga setiap daerah dapat memfokuskan prioritas program kesehatan dan capacity building sesuai masalah yang dihadapi (2013).

3. METODE

3.1Tempat dan Waktu

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) yang dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (BALITBANGKES) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada bulan Mei-Juni tahun 2013 pada seluruh wilayah provinsi di Indonesia (33 Provinsi).

Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan yang terdiri dari: a) Tahap memperoleh akuisisi data dari Balitbangkes; b) Tahap seleksi data;c)


(29)

11 Tahap izin dan persetujuan terhadap penggunaan faktor-faktor yang diteliti; d)Analisis data.

3.2. Alat dan Bahan

Konsep penelitian yang digunakan adalah metode case control dan analisis data menggunakan softwareSPSS 19 tahun2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data usia, jenis kelamin, status pekerjaan, tingkat pendidikan, pola konsumsi makanan hewani berbahan pengawet, pola konsumsi buah-buahan, pola konsumsi sayuran, indeks masa tubuh (IMT), kadar hemoglobin, tingkat aktivitas fisik berat, kebiasaan merokok, dan data prevalensi kanker. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua responden yang menderita kanker, dan dibuktikan dengan hasil pemeriksaan kesehatan. Kriteria eksklusi baik pada responden kasus dan kontrol, apabila informasi terkait dengan faktor-faktor risiko yang dibutuhkan untuk dianalisis tidak diperoleh.

3.3. Kerangka Konsep

Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus kontrol (case-control study). Studi kasus kontrol kanker pada penelitian ini memperhatikan beberapa faktor risiko (paparan) yaitu faktor sosiodemografi (usia, jenis kelamin, status pekerjaan, tingkat pendidikan), faktor pola konsumsi (pola konsumsi makanan hewani berbahan pengawet, serat sayuran, serat buah-buahan), faktor gaya hidup (tingkat aktivitas fisik berat, kebiasaan merokok), serta faktor kondisi klinis (Indek Masa Tubuh (IMT), kadar hemoglobin). Variabel dependen penelitian ini adalah prevalensi kanker. Kerangka konsep penelitian studi kasus kontrol kanker dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka konsep penelitian studi kasus control

3.4 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang dilaksanakan adalah (1) Penetapan profil

responden untuk melihat distribusi dan persentase dari setiap faktor-faktor risiko; (2) Pengujian hubungan faktor-faktor risiko terhadap kanker; (3) Penetapan

faktor-faktor risiko utama terhadap kanker.

3.4.1. Penetapan Responden dan Identifikasi Faktor-Faktor Risiko

Kanker


(30)

12

Faktor risiko dengan data berbentuk kategorik dianalisis untuk melihat distribusi dan persentase setiap faktor risiko. Faktor risiko dengan data yang berbentuk numerik dianalisis untuk melihat nilai rerata (mean), P-value, dan N (jumlah) responden setiap faktor risiko.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: jumlah populasi penderita kanker yang hanya 90 orang dari populasi asal (75,252 orang), perbandingan jenis kelamin yang tidak imbang antara laki-laki dan perempuan dalam populasi kasus, dan tidak tersedianya data konsumsi pangan per hari.

3.4.2. Pengujian Faktor-Faktor Risiko Terhadap Kanker (Lemeshow et al

2003)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen). Analisis antara variabel independen yang mempunyai skala kategorik dengan variable dependen berbentuk kategorik akan dianalisis dengan uji Chi-Square. Pada penelitian ini baik variabel independen maupun variabel dependen seluruhnya merupakan data kategorik. Pada dasarnya uji chi square dilakukan untuk melihat antara frekuensi yang diamati (obserbved) dengan frekuensi yang diharapkan (expected) dengan menggunakan rumus pada persamaan 1:

...persamaan (1) Keterangan:

X2 = Uji statistik chi square O = Frekuensi pengamatan

E = Frekuensi hasil yang diharapkan

H0 = tidak ada pengaruh antara faktor yang satu dengan yang lainnya (tidak

signifikan)

H1 = ada pengaruh antara faktor yang satu dengan yang lainnya (signifikan)

Uji chi square (x2) yang dalam penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan 95%. Apabila dari hasil analisa data korelasi dua faktor dengan uji square (x2) diperoleh nilai p < 0.05 menunjukkan bahwa hasil yang didapat bermakna, sebaliknya apabila nilai p yang diperoleh > 0.05 menunjukkan bahwa hasil yang didapat tidak bermakna. Untuk pengujian hipotesis didapat nilai Odds Ratio (OR) dengan cara menentukan derajat kepercayaan (CI) dengan interpretasi Odds Ratio (OR) yaitu : OR = 1, estimasi bahwa tidak ada hubungan antara faktor risiko dengan penyakit, OR > 1, estimasi bahwa ada hubungan antara positif antara faktor risiko dengan penyakit dan OR < 1, estimasi bahwa ada hubungan antara negatif antara faktor risiko dengan penyakit

Pada tabel data > 2x2 maka nilai OR tidak bisa ditampilkan, untuk itu harus dibuat terlebih dahulu dummy (pembanding) variabelnya, baru kemudian


(31)

13 dilakukan uji chi square. Selanjutnya dilakukan analisis regresi logistik sederhana untuk melihat nilai OR antara masing-masing variabel.

Variabel yang memiliki tingkat signifikansi (p value) < 0.25 akan akan dimasukkan ke dalam model multivariat. Uji korelasi antara masing-masing variabel numeric dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat guna menghindari adanya multicollinerity.

3.4.3. Penetapan Faktor-Faktor Risiko Utama (Lemeshow et al 2003)

Uji regresi logistik dilakukan pada variabel independen dan dependen berbentuk data kategorik yang memiliki matrik data lebih besar dari 2x2.. Uji ini digunakan untuk menggabungkan semua kategori dalam variabel independen dengan variabel dependen dalam waktu bersamaan untuk mengetahui kategori variabel independen mana yang paling berhubungan dalam penelitian ini, sehingga dapat diketahui faktor-faktor risiko utama penyebab kanker. Rumus garis regresi logistik (persamaan 2) yang digunakan adalah:

...persamaan (2)

Keterangan :

Y = Faktor risiko terikat (faktor dependen) X1 Xn = Faktor risiko bebas (faktor independen)

b1,b2 = koefisien regresi

P(Y) = Probabilitas seorang individu untuk mengalami Y=1

OR = Odds Ratio = Risiko kelompok X=1 untuk mengalami Y=1 dibandingkan dengan kelompok X=0

Uji validitas terhadap data hasil analisis dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara:

1. Menguji sensitivitas dan spesifitas. Sensitivitas adalah akurasi tes untuk mengelompokkan suatu penyakit terhadap subyek yang sakit (penderita). Makin tinggi sensitivitas tes, akan semakin sedikit jumlah penderita sakit yang tidak sesuai diklasifikasikan tes negatif (yaitu negatif palsu). Spesifitas adalah akurasi tes untuk mengklasifikasikan tidak sakit terhadap subyek tidak sakit. Makin tinggi spesifitas tes, akan semakin sedikit jumlah subyek yang tidak sakit tetapi keliru dipastikan tes positif (yaitu positif palsu). Dengan konsep sensitivitas dan spesifisitas ini maka penyaringan yang dilakukan akan lebih valid, sangat sensitif dan sangat valid. Meningkatnya sensitivitas akan menurunkan spesifitas, demikian juga sebaliknya (Murti 2000). Uji ini dilakukan dengan cara memplotkan

k kx b x b a Y

Logit( )  1 1....

) ... ( ) (log ) ( 1 1 1 1 1 1 k kx b x b a itY Y Exp Exp

P

    ) ( ) ( )

(b b b

e l Exponensia Exp


(32)

14

sensitivitas dan spesifitas dalam sebuah kurva Receiving Operator Characteristic(ROC).

2. Menentukan nilai Area Under Curve (AUC). Nilai AUC adalah merupakan hasil antara sensitivitas dan spesifitas pada berbagai cut- off point.

Gambar 3 Tahapan kajian penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Responden

Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus kontrol. Profil responden yang diperoleh berasal dari populasi kasus yaitu responden yang menderita kanker dan populasi kontrol yaitu responden yang tidak menderita kanker dengan perbandingan jumlah populasi yang sama (1:1). Pemilihan

Data RISKESDAS Tahun 2013 ART semua umur, n = 75.252

Data RISKESDAS Tahun 2013 Untuk ART umur ≥ 15 tahun

Analisis Univariat

Penentuan faktor-faktor risiko dan profil responden

Data Kasus

Berdasarkan responden menderita kanker

Umum (n = 90)

Data Kontrol (Random)

Di luar responden menderita kanker umum (n=90)

Analisis Bivariat Uji X² (chi square) Pengujian hubungan faktor

risiko terhadap kanker

Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik

Penentuan Faktor-Faktor Risiko Utama Terhadap


(33)

15 populasi kontrol dilakukan secara acak (random) dari populasi asal kasus (2013), sehingga memiliki karakteristik responden yang serupa.

Jumlah data responden sebesar 180 orang yang terdiri dari populasi kasus 90 orang dan populasi kontrol 90 orang, kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu umur di bawah 46 tahun dan umur sama atau di atas 46 tahun. Pengelompokan umur ini didasarkan hasil analisis univariat dan kurva ROC (Receiver Operating Characteristic) sehingga didapatkan titik potong umur paling tepat dalam hubungannya dengan kanker adalah umur 46 tahun (Gambar 4). Responden populasi kasus yang berumur < 46 tahun sebesar 32% dan ≥ 46 tahun sebesar 68%. Sedangkan pada populasi kontrol yang berumur < 46 tahun sebesar 61% dan ≥ 46 tahun sebesar 39%.

Umur (tahun)

Gambar 4. Kurva ROC (receiving operator characteristic) titik potong (cut-off point) faktor risiko umur responden terhadap kanker.

Berdasarkan jenis kelamin, populasi kasus terdiri dari 20% responden laki-laki dan 80% responden perempuan. Sedangkan pada populasi kontrol sebesar 66% responden laki-laki dan 34% responden perempuan. Responden kasus memiliki status pekerjaan dengan perbandingan yang sama antara yang tidak bekerja dan bekerja yaitu 50%, sedangkan pada populasi kontrol 100% respondennya bekerja.

Pengelompokan responden pada faktor tingkat pendidikan dilakukan berdasarkan tingkat pendidikan yang pernah dilaluinya. Responden dikelompokkan dalam empat kelompok yaitu kelompok pendidikan rendah untuk mereka yang tidak sekolah, tidak tamat Sekolah Dasar (SD)/Madrasyah Ibtidayah


(34)

16

(MI) dan yang tamat SD/MI; kelompok kedua adalah kelompok pendidikan sedang yaitu mereka yang tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) and tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA); terakhir adalah kelompok pendidikan tinggi yaitu mereka yang tamat pendidikan Diploma (D1/D2/D3) serta tamat Perguruan Tinggi (PT). Responden yang memiliki pendidikan tinggi pada populasi kasus sebesar 8%, pendidikan sedang 27% dan pendidikan rendah 66%. Pada populasi kontrol 10% berpendidikan tinggi, 44% berpendidikan sedang dan 46% berpendidikan rendah. Data profil responden dapat dilihat pada Tabel 2.

4.2. Peranan Faktor Sosiodemografi terhadap Kanker

Sosiodemografi responden yang diteliti meliputi umur, jenis kelamin, status pekerjaan dan tingkat pendidikan. Data variabel yang sudah diubah menjadi bentuk kategori, dianalisis lanjut dengan uji chi square. Hasil uji chi square untuk faktor sosiodemografi dapat dilihat pada Tabel 3.

4.2.1. Hubungan faktor umur terhadap kanker

Umur responden baik pada populasi kasus dan populasi kontrol dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu kelompok umur < 46 tahun dan kelompok umur ≥ 46 tahun. Hasil analisa korelasi dua faktor menunjukkan bahwa 32.2% penderita kanker berumur < 46 tahun dan 67.8% penderita kanker berumur ≥ 46 tahun. Sedangkan pada populasi kontrol yang tidak kanker sebesar 61.1% berumur < 46 tahun dan 38.9% berumur ≥ 46 tahun (Gambar 5).

Gambar 5. Persentase distribusi responden berdasarkan faktor risiko umur terhadap kanker

Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor-faktor risiko kanker

No Variabel Kanker Tidak Kanker Total

n % n % n %

Faktor Sosiodemografi

1 Umur

>= 46 tahun 61 68 35 39 96 53 < 46 tahun 29 32 55 61 84 47 Total 90 100 90 100 180 100 2 Jenis Kelamin

Laki-laki 18 20 59 66 77 43 Perempuan 72 80 31 34 103 57 Total 90 100 90 100 180 100 3 Status Pekerjaan

Tidak Bekerja 45 50 0 0 45 25 Bekerja 45 50 90 100 135 75


(35)

17

Total 90 100 90 100 180 100 4 Pendidikan

Rendah 59 66 41 46 100 56 Sedang 24 27 40 44 64 36

Tinggi 7 8 9 10 16 9

Total 90 100 90 100 180 100

Faktor Pola Konsumsi

1 Konsumsi makanan hewani berbahan pengawet

Tidak pernah 25 28 25 28 50 28 Kadang-kadang 48 54 60 67 108 60 Sering 16 18 5 6 21 12 Total 89 100 90 100 179 100 2 Konsumsi sayuran

Kadang-kadang 19 21 31 34 50 28 Sering 71 79 59 66 130 72 Total 90 100 90 100 180 100 3 Konsumsi Buah

Kadang-kadang 71 79 82 91 153 85 Sering 19 21 8 9 27 15 Total 90 100 90 100 180 100

Faktor Perilaku dan Gaya Hidup

1 Aktivitas fisik berat setiap hari

Ya 19 21 90 100 109 61 Tidak 71 79 0 0 71 39 Total 90 100 90 100 180 100 2 Merokok

Sering 12 13 42 47 54 30 Kadang-kadang 10 11 12 13 22 12 Tidak pernah 68 76 36 40 104 58 Total 90 100 90 100 180 100

Faktor klinis

1 IMT

Obesitas 18 20 13 14 31 17 Tidak Obesitas 71 80 77 86 148 83 Total 89 100 90 100 179 100 2 Haemoglobin

Anemia 17 20 4 4 21 12 Tidak Anemia 70 80 86 96 156 88 Total 87 100 90 100 177 100

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan faktor sosiodemografi terhadap kanker.

No Variabel Kanker Tidak Kanker Total OR (95% CI) P Value n % n % n %

Faktor Sosiodemografi 1 Umur

>= 46 tahun 61 67.8 35 38.9 96 53.3 3.305 (1.792 – 6.098) 0.000 < 46 tahun 29 32.2 55 61.1 84 46.7

Total 90 100.0 90 100.0 180 100.0 2 Jenis Kelamin

Perempuan 72 80.0 31 34.4 103 57.2 7.613 (3.876 – 14.954) 0.000 Laki-laki 18 20.0 59 65.6 77 42.8

Total 90 100.0 90 100.0 180 100.0 3 Status Pekerjaan


(36)

18

Tidak Bekerja 45 50.0 0 0.0 45 25.0 3.000 (2.363 – 3.808) 0.000 Bekerja 45 50.0 90 100.0 135 75.0

Total 90 100.0 90 100.0 180 100.0 4 Pendidikan

Tinggi 7 7.8 9 10.0 16 8.9 0.025 Sedang 24 26.7 40 44.4 64 35.6 1.850 (0.638 - 5.368)

Rendah 59 65.6 41 45.6 100 8. 2.398 (1.259 - 4.567) Total 90 100.0 90 100.0 180 100.0

Nilai p hasil uji chi square adalah p = 0.000, artinya ada hubungan yang signifikan antara umur dengan prevalensi kanker. Sedangkan hasil analisis risiko menunjukkan nilai Odd Ratio (OR) = 3.305, artinya kelompok umur ≥ 46 tahun terprediksi berisiko kanker 3.31 kali lebih besar dibanding kelompok umur < 46 tahun. Hal ini sesuai dengan data 2013 bahwa prevalensi kanker meningkat dengan bertambahnya umur. Hasil ini di dukung dengan penelitian Nur (2003), bahwa responden yang berumur ≥ 40 tahun memiliki risiko (OR) 4.52 kali lebih besar terprediksi berisiko kanker dibandingkan dengan yang < 40 tahun dengan signifikansi p < 0.05.

Menurut Ukraintseva dan Yashin (2003), ada dua mekanisme untuk menjelaskan kenapa umur mempengaruhi risiko terhadap penyakit kanker. Pertama adalah durasi terpaparnya individu terhadap senyawa penyebab kanker (karsinogen) semakin meningkat terlepas dari penuaan dengan umur. Mekanisme kedua untuk peningkatan risiko kanker terhadap umur adalah kerentanan individu terhadap kanker meningkat dengan meningkatnya umur, dan proses penuaan pada manusia berkaitan sebagai penyebab peningkatan risiko ini. Penuaan dapat meningkatkan kerentanan dari suatu makhluk hidup terhadap kanker dikarenakan gangguan keseimbangan hormonal, peningkatan jumlah lokus proliferasi kronis, dan penurunan kekebalan seiring dengan bertambahnya umur.

4.2.2. Hubungan faktor jenis kelamin terhadap kanker

Distribusi responden berdasarkan berjenis kelamin perempuan (80%) pada populasi kanker lebih besar dibanding jenis kelamin pria (20%). Sedangkan pada populasi kontrol justru sebaliknya responden berjenis kelamin pria sebesar 65.6% sedangkan responden perempuannya sebesar 34.4%.

Nilai p hasil uji chi square adalah p = 0.000, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden terhadap prevalensi kanker. Hasil analisis risiko mendapatkan nilai OR sebesar 7.613. Terdapat hubungan antara positif pada kategori pertama yaitu perempuan terhadap kategori kedua yaitu laki-laki. Artinya responden berjenis kelamin perempuan memiliki faktor risiko 7.6 kali lebih besar menderita kanker dibanding dengan jenis kelamin pria. Hasil penelitian Emilia et al (2009), menunjukkan bahwa penelitian di Bandung terhadap penderita kanker tahun 2008 menemukan bahwa wanita (57.1 %) lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (42.9 %). Menurut Berta et al (2003), dalam setiap kelompok umur prevalensi hingga dua kali lebih tinggi terdapat pada pria dibandingkan pada wanita. Faktor yang menyebabkan jenis kelamin menjadi bagian dari risiko terjadinya kanker adalah diduga ditemukan perbedaan daya terima reseptor androgen, estrogen dan progesteron di sel kanker serta sel normal.


(37)

19

4.2.3. Hubungan faktor status pekerjaan terhadap kanker

Status pekerjaan responden dikategorikan dalam dua kelompok yaitu kelompok tidak bekerja dan kelompok bekerja. Distribusi status pekerjaan responden populasi kasus untuk kelompok tidak bekerja dan kelompok bekerja adalah sama sebesar 50%. Sedangkan pada populasi kontrol didapatkan 100 % responden berasal dari kelompok bekerja.

Hasil analisis chi square didapatkan nilai p = 0.000, menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara status pekerjaan dengan prevalensi kanker. Analisis risiko menunjukkan nilai OR = 3.000, artinya kelompok tidak bekerja memiliki risiko tiga kali lebih besar terkena kanker dibandingkan kelompok bekerja. Status bekerja ini mempengaruhi perilaku gaya hidup responden terutama pada aktivitas fisik yang dilakukannya tiap hari atau secara rutin dilakukan.

4.2.4. Hubungan faktor tingkat pendidikan terhadap kanker

Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kelompok pendidikan rendah, kelompok pendidikan sedang dan kelompok pendidikan tinggi. Distribusi responden pada populasi kasus adalah 65.6% kelompok pendidikan rendah, 26.7% kelompok pendidikan sedang dan 7.8% kelompok pendidikan tinggi. Pada populasi kontrol terdiri dari 45.6% kelompok pendidikan rendah, 44.4% kelompok pendidikan sedang dan 10% kelompok pendidikan tinggi.

Hasil uji regresi logistik mendapatkan nilai p = 0.025, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara faktor tingkat pendidikan terhadap prevalensi kanker. Analisis risiko mendapatkan nilai OR = 2.398 untuk kelompok pendidikan sedang terhadap kelompok pendidikan rendah, dan OR = 1.850 untuk kelompok pendidikan rendah terhadap kelompok pendidikan tinggi. Artinya kelompok pendidikan rendah mempunyai risiko terkena kanker 2.4 kali lebih tinggi dibanding kelompok pendidikan sedang; dan 1.8 kali lebih tinggi terkena kanker dibanding kelompok pendidikan tinggi.

Hal ini sesuai dengan penelitian Leuven et al (2014) yang menyatakan bahwa pria dan wanita dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki risiko kanker (jenis apapun) yang lebih rendah. Laki-laki dan perempuan berpendidikan memiliki kesempatan lebih banyak untuk mengakses sumber daya dalam melakukan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan kuratif untuk hidup yang lebih lama dan sehat, mampu mendeteksi kanker lebih dini, serta memiliki informasi lebih baik dalam mencari dan melakukan pengobatan kanker dan mengurangi risiko kanker.

4.3. Peranan Faktor Pola Konsumsi terhadap Kanker

Pola konsumsi responden yang diteliti meliputi pola konsumsi makanan hewani olahan berbahan pengawet, pola konsumsi sayuran dan pola konsumsi buah-buahan. Semua faktor pola konsumsi berbentuk kategorik dan dianalisis lanjut dengan uji chi square. Distribusi responden berdasarkan faktor pola konsumsi terhadap prevalensi kanker dapat dilihat pada Tabel 4.


(38)

20

Tabel 4. Distribusi responden berdasar faktor pola konsumsi terhadap prevalensi kanker

4.3.1. Hubungan faktor pola konsumsi makanan hewani berbahan pengawet terhadap kanker

Distribusi responden pada faktor pola konsumsi makanan hewani berbahan pengawet pada populasi kasus adalah 18.0% sering mengonsumsi, 53.9% kadang-kadang dan 28.1% tidak mengonsumsi, sedangkan pada populasi kontrol adalah 5.6% sering mengonsumsi, 66.7% kadang-kadang dan 27.8% tidak mengonsumsi. Pada populasi kasus lebih banyak yang sering mengonsumsi dibanding dengan populasi kontrol.

Hasil uji regresi logistik mendapatkan nilai p = 0.040, menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pola konsumsi makanan hewani berbahan pengawet terhadap prevalensi kanker. Analisis risiko mendapatkan nilai OR = 3.200 untuk kelompok kadang-kadang mengonsumsi makanan hewani berbahan pengawet terhadap kelompok tidak pernah. Artinya kelompok kadang-kadang mengonsumsi makanan hewani berbahan pengawet memiliki risiko 3.2 kali lebih besar terkena kanker. Analisis risiko pada kelompok sering mengonsumsi terhadap kelompok tidak pernah memiliki nilai OR = 4.000, artinya kelompok sering mengonsumsi makanan heani berbahan pengawet memiliki resiko 4 kali lebih besar.

Analisis hubungan konsumsi daging merah olahan terhadap kanker kolon juga diteliti oleh Nur (2003), dimana terdapat hubungan signifikan dengan nilai OR = 14.17 kali. Nilai ini bermakna bahwa responden yang mengonsumsi daging merah olahan terprediksi berisiko kanker kolon sebesar 14.17 kali dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi.

Menurut WCRF/AICR (2007), senyawa heterocyclic amines terbentuk ketika daging seperti sapi, babi, unggas dan ikan dimasak. Suhu pemasakan yang tinggi menyebabkan asam amino dan kreatin bereaksi bersamaan menghasilkan senyawa ini. Sampai saat ini terdapat tujuh belas senyawa heterocyclic amines

No Variabel Kanker Tidak Kanker Total OR (95% CI) P Value n % n % n %

Faktor Pola Konsumsi

1 Konsumsi makanan hewani berbahan pengawet

Tidak Pernah 25 28.1 25 27.8 50 27.9 0.040 Kadang-kadang 48 53.9 60 66.7 108 60.3 3.200 (1.016 – 10.076)

Sering 16 18.0 5 5.6 21 11.7 4.000 (1.367 - 11.703) Total 89 100.0 90 100.0 179 100.0

2 Konsumsi Sayuran

Kadang-kadang 19 21.1 31 34.4 50 27.8 0.509 (0.261 –0.993) 0.046 Sering 71 78.9 59 65.6 130 72.2

Total 90 100.0 90 100.0 180 100.0 3 Konsumsi Buah

Kadang-kadang 71 78.9 82 91.1 153 85.0 0.365 (0.150 –0.883) 0.022 Sering 19 21.1 8 8.9 27 15.0


(39)

21 yang sudah diidentifikasi yang terbentuk karena proses pemasakan daging dan dapat menyebabkan risiko kanker.

Semakin sering seseorang mengonsumsi makanan hewani berbahan pengawet, akan semakin sering pula tubuh menerima paparan senyawa karsinogenik yang terdapat pada makanan hewani berbahan pengawet.

4.3.2. Hubungan faktor pola konsumsi sayuran terhadap kanker

Distribusi responden untuk faktor pola konsumsi sayuran dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kelompok sering dan kelompok kadang-kadang mengonsumsi sayuran. Distribusi responden pada populasi kasus adalah 78.9% kelompok sering mengonsumsi dan 21.1% kelompok kadang-kadang mengonsumsi sayuran. Pada populasi kontrol terdiri dari 65.6% kelompok sering dan 34.4% kelompok kadang-kadang mengonsumsi sayuran.

Hasil uji chi square mendapatkan nilai p = 0.046, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pola konsumsi sayuran terhadap prevalensi kanker. Analisis risiko mendapatkan nilai OR = 0.509, artinya faktor pola konsumsi sayuran merupakan faktor protektif. Kelompok yang kadang-kadang mengonsumsi sayuran memiliki risiko terkena kanker sebesar 1/0.509 atau 1.9 kali dibanding dengan kelompok yang sering mengonsumsi sayuran.

Buah dan sayuran mengandung nutrisi tinggi seperti serat, vitamin, mineral, antioksidan dan fitokimia, yaitu senyawa kimia yang ditemukan secara alami dalam tanaman seperti flavonoid, karotenoid dan lignan. Buah dan sayuran juga memainkan peran penting dalam mengatur berat badan karena kepadatan energinya yang rendah, kandungan serat yang tinggi dan fungsinya untuk menggantikan makanan berenergi tinggi. Obesitas merupakan faktor risiko kanker colorectum, ginjal, pankreas, esofagus, endometrium dan payudara (pada wanita pasca menopause). Bukti menunjukkan bahwa obesitas juga dapat dikaitkan dengan kanker kandung empedu dan liver. Oleh karena itu buah dan sayuran dapat mengurangi risiko kanker secara langsung melalui penyediaan agen anti-karsinogenik tertentu dan secara tidak langsung melalui peran mereka dalam manajemen berat badan (CCA 2009)

4.3.3. Hubungan faktor pola konsumsi buah terhadap kanker

Pola konsumsi buah dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu kelompok kelompok kadang-kadang dan kelompok yang sering mengonsumsi buah. Distribusi responden pada populasi kasus adalah 78.9% kelompok kadang-kadang dan 21.1% kelompok sering mengonsumsi buah. Pada populasi kontrol terdiri dari 91.1% kelompok kadang-kadang dan 8.9% kelompok sering mengonsumsi buah.

Hasil uji chi square mendapatkan nilai p = 0.022, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pola konsumsi buah terhadap prevalensi kanker. Analisis risiko mendapatkan nilai OR = 0.365, artinya faktor pola konsumsi buah merupakan faktor protektif. Kelompok kadang-kadang memiliki kesempatan lebih besar 1/0.365 atau 2.7 kali terkena kanker dibanding dengan kelompok sering mengonsumsi buah.

Beberapa komponen buah-buahan dan sayuran memiliki antioksidan kuat yang berfungsi untuk memodifikasi aktivasi metabolik dan detoksifikasi atau


(40)

22

disposisi dari karsinogen, bahkan mempengaruhi proses pertumbuhan sel tumor (Wargovich MJ, 2000).

4.4. Peranan Faktor Gaya Hidup terhadap Kanker

Gaya hidup responden yang diteliti meliputi aktivitas fisik berat yang dilakukan setiap hari dan kebiasaan merokok. Semua faktor perilaku dan gaya hidup berbentuk kategori dan dianalisis lanjut dengan uji chi square. Distribusi responden berdasarkan faktor gaya hidup terhadap prevalensi kanker dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Distribusi responden berdasar faktor gaya hisup terhadap prevalensi kanker

No Variabel Kanker

Tidak

Kanker Total OR (95% CI) P Value n % n % n %

Faktor Gaya Hidup

1 Aktivitas fisik berat setiap hari

Tidak 71 78.9 0 0.0 71 39.4 5.737 (3.813 – 8.632) 0.000 Ya 19 21.1 90 100.0 109 60.6

Total 90 100.0 90 100.0 180 100.0 2 Merokok

Sering 12 13.3 42 46.7 54 30.0 6.611 (3.098 - 14.110) 0.000 Kadang-kadang 10 11.1 12 13.3 22 12.2 2.267 (0.893 - 5.753) Tidak pernah 68 75.6 36 40.0 104 57.8

Total 90 100.0 90 100.0 180 100.0

4.4.1. Hubungan faktor aktivitas fisik terhadap kanker

Aktivitas fisik berat dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kelompok melakukan aktivitas fisik berat tiap hari dan kelompok yang tidak melakukan. Distribusi responden pada populasi kasus adalah 21% kelompok melakukan aktivitas fisik berat, dan 79% kelompok tidak melakukan aktivitas fisik berat. Pada populasi kontrol terdiri dari 100% kelompok yang melakukan aktivitas fisik berat.

Hasil uji chi square mendapatkan nilai p = 0.000, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara faktor aktivitas fisik berat terhadap prevalensi kanker. Analisis risiko mendapatkan nilai OR = 5.737, artinya kelompok yang tidak melakukan aktivitas fisik berat memiliki risiko sebesar 5.7 kali dibanding kelompok yang melakukan aktivitas fisik berat setiap harinya.

Penelitian menunjukkan aktif secara fisk dapat menurunkan risiko kanker. Aktivitas fisik yang rutin membantu menjaga berat badan yang sehat dengan cara menyetarakan kalori yang masuk dengan kalori yang dikeluarkan, dan juga mencegah beberapa kanker tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk mengatur hormone seksual, insulin dan prostaglandin, dan memiliki keuntungan lainnya pada sistem imun (ACS 2007).


(41)

23

4.4.2. Hubungan faktor kebiasaan merokok terhadap kanker

Kebiasaan merokok dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kelompok sering merokok, kelompok kadang-kadang merokok dan kelompok yang tidak merokok. Distribusi responden pada populasi kasus adalah 13.3% kelompok sering meroko, 11.1% kelompok kadang-kadang merokok dan 75.6% kelompok tidak merokok. Pada populasi kontrol terdiri dari 46.7% kelompok yang sering merokok, 13.3% kelompok kadang-kadang merokok dan 40% kelompok yang tidak merokok.

Kebiasaan merokok merupakan faktor yang signifikan terhadap prevalensi kanker, dilihat dari nilai p=0.000 pada hasil uji chi square. Melihat pada analisis Risikonya didapatkan nilai OR=6.611 untuk kelompok sering merokok terhadap kelompok tidak pernah merokok, artinya kelompok sering merokok memiliki kesempatan terhadap prevalensi kanker 6.6 kali lebih besar dibanding kelompok tidak pernah merokok. Sedangkan pada kelompok kadang-kadang merokok terhadap kelompok tidak pernah merokok didapatkan nilai OR=2.267 yang artinya kelompok kadang-kadang merokok memiliki kesempatan lebih besar 2.2 kali terhadap prevalensi kanker.

Merokok telah diidentifikasi sebagai penyebab berbagai kanker pada laporan umumUS Surgeonsejak 1964.The International Agency for Research on Cancer (IARC) juga telah mempublikasikan laporan mengenai kanker yang disebabkan oleh merokok. Pada tahun 1986 mereka juga melaporkan terdapat bukti yang cukup bahwa merokok aktif adalah penyebab kanker paru-paru,

kanker ginjal dan kandung kemih; saluran pernapasan bagian atas, pencernaan

termasuk rongga suara, tenggorokan (faring), kotak suara (laring), dan kerongkongan(esofagus); dan pankreas (CSNZ 2006).

4.5. Peranan Faktor Kondisi Klinis terhadap Kanker

Kondisi klinis responden yang diteliti meliputi indeks masa tubuh (IMT) dan kadar haemoglobin darah. Faktor IMT dijadikan menjadi dua kategori yaitu Obesitas jika nilai IMT ≥ 27. Semua faktor kondisi klinis berbentuk kategori dan dianalisis lanjut dengan uji chi square. Distribusi responden berdasar faktor kondisi klinis terhadap prevalensi kanker dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Hubungan faktor kondisi klinis terhadap prevalensi kanker

No Variabel Kanker

Tidak

Kanker Total OR (95% CI) P Value n % n % n %

Faktor kondisi klinis

1 IMT

Obesitas 18 20.2 13 14.4 31 17.3 1.502 (0.686 – 3.285 0.307 Tidak Obesitas 71 79.8 77 85.6 148 82.7

Total 89 100.0 90 100.0 179 100.0 2 Hemoglobin

Anemia 17 19.5 4 4.4 21 11.9 5.221 (1.680 –16.228) 0.002 Tidak Anemia 70 80.5 86 95.6 156 88.1


(42)

24

4.5.1. Hubungan faktor Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap kanker

Indeks Masa Tubuh (IMT) dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kelompok Obesitas dengan nilai IMT > 26 dan kelompok tidak obesitas dengan nilai IMT ≤ 26. Distribusi responden pada faktor IMT pada populasi kasus adalah 26% obesitas dan 74% tidak obesitas. Sedangkan pada populasi kontrol adalah 16% obesitas dan 84% tidak obesitas.

Hasil uji chi square mendapatkan nilai p = 0.307, artinya terdapat hubungan yang tidak signifikan antara faktor indeks masa tubuh (IMT) terhadap prevalensi kanker. Namun analisis risiko mendapatkan nilai OR = 1.502, artinya kelompok obesitas mempunyai risiko terkena kanker 1.5 kali dibanding kelompok tidak obesitas.

Kelebihan berat badan dapat mempengaruhi risiko kanker karena kelebihan berat badan menyebabkan peningkatan kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1), insulin dan leptin, yang dapat mendorong pertumbuhansel kanker. Kelebihan berat badan (terutama kegemukan perut) memperburuk resistensi terhadap insulin yang menyebabkan pankreas memproduksi insulin secara berlebih. Hiperinsulinemia meningkatkan risiko kanker usus besar dan endometrium, dan termasuk pula kanker pankreas dan ginjal Meningkatnya tingkat sirkulasi leptin berhubungan dengan peningkatan risiko kanker kolorektal dan prostat. Kelebihan berat badan juga meningkatkan hormon steroid seks, termasuk estrogen, androgen dan progesterone. Jaringan adiposa adalah situs utama sintesis estrogen pada pria dan perempuan pasca-menopause. Peningkatan tingkat insulin dan IGF-1 (karena kegemukan tubuh) menghasilkan tingkat estradiol lebih tinggi pada pria dan perempuan, dan testosterone pada perempuan. Tingkat kadar hormon seks yang lebih tinggi dikaitkan dengan kanker endometrium dan kanker payudara pasca-menopause. Kegemukan tubuh dapat melindungi terhadap kanker payudara pre-menopause, perempuan obesitas cenderung memiliki siklus menstruasi anovulatori yang mengarah ke tingkat estrogen yang lebih rendah (CSNZ 2009).

4.5.2. Hubungan faktor kadar hemoglobin terhadap kanker

Kadar hemoglobin dikategorikan menjadi dua kategori yaitu Anemia dengan kadar hemoglobin darah ≤11g/dl dan tidak anemia dengan kadar hemoglobin darah >11g/dl. Distribusi responden pada populasi kasus adalah 20% menderita anemia dan 80% tidak anemia. Sedangkan pada populasi kontrol hanya 4% menderita anemia dan 96% tidak anemia.

Hasil uji chi square faktor IMT terhadap prevalensi kanker ini mendapatkan nilai p = 0.002, artinya terdapat hubungan signifikan antara kadar hemoglobin terhadap prevalensi kanker. Begitu pula hasil analisis risiko mendapatkan nilai OR = 5.221, artinya terdapat hubungan antara positif pada kelompok anemia dan tidak anemia, di mana kelompok anemia memiliki risiko 5.2 kali terkena kanker dibanding kelompok tidak anemia.

Anemia sangat merugikan pasien kanker, karena mengurangi kesehatan pasien, dan dapat meningkatkan komplikasi dan mengurangi manfaat pengobatan antineoplastic (Balducci et al, 2008).


(43)

25

4.6. Penetapan Faktor-Faktor Risiko Utama terhadap Kanker

Berdasarkan hasil analisis multivariat, maka diperoleh 3 faktor risiko utama yang berperan dalam menyebabkan risiko kanker yaitu faktor risiko konsumsi daging olahan, jenis kelamin dan faktor risiko umur ( Tabel 8).

Tabel 7. Penentuan faktor-faktor risiko utama terhadap kanker

Faktor Risiko B S.E. Wald df

Sig. Exp(B)

Umur 1.564 0.387 16.352 1 0.00 4.776

Jenis Kelamin -2.366 0.402 34.707 1 0.00 0.094

Daging Olahan:

1. Tidak Pernah 6.264 2 0.44

2. Kadang-kadang 1.684 0.696 5.850 1 0.16 5.387

3. Sering 1.498 0.641 5.459 1 0.19 4.471

Constant 0.95 0.918 0.011 1 0.918 1.099

Keterangan: B adalah konstanta dari setiap faktor risiko; SE adalah standar error; Wald menunjukkan kontribusi dari setiap faktor risiko terhadap pemodelan; Sig menunjukkan p-value dari nilai wald; Exp(B) merupakan nilai OR atau risiko dari setiap faktor risiko.

Verifikasi terhadap pemodelan dalam penelitian ini dilakukan dengan pengujian sensitivitas dan spesifitas. Pengujian yang dilakukan terhadap sensitivitas dan spesifitas faktor-faktor risiko terhadap kanker dibuat dalam bentuk kurva (Gambar 6) ROC (Receiving Operator Characteristic), sehingga diperoleh nilai Area Under Curve (AUC) sebesar 0.67 (Tabel 9). Nilai tersebut bermakna bahwa penelitian ini dapat memprediksi 67 % responden dari populasi kasus dan kontrol yaitu dari total 180 responden yang diteliti dapat diprediksi sekitar 121 responden.

Gambar 6. Receiving Operator Curve (ROC)


(44)

26

Keterangan: area ‘a’ adalah nilai area under curve (AUC) = 0.67 bermakna bahwa model ini dapat memprediksi 67 % dari total responden yang diteliti.

Tabel 8. Area Under Curve (AUC) pada kurva Receiving Operator Characteristic (ROC)

Area Std. Errora Asymptotic Sig b

Asymptotic 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

0.666 0.040 0.000 0.587 0.745

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Usia rentan terkena risiko kanker adalah umur ≥ 46 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih besar faktor risikonya terkena kanker dibandingkan dengan laki-laki.

Terdapat sebelas faktor risiko kanker dan sepuluh diantaranya mempunyai hubungan signifikan terhadap prevalensi kanker, yaitu faktor umur, faktor jenis kelamin, faktor status pekerjaan, faktor tingkat pendidikan, faktor pola konsumsi makanan hewani berbahan pengawet, faktor pola konsumsi sayuran, faktor pola konsumsi buah-buahan, faktor tingkat aktivitas fisik berat, faktor kebiasaan merokok dan faktor kadar hemoglobin. Sedangkan faktor Indeks Masa Tubuh (IMT) tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap prevalensi kanker.

Pola konsumsi pangan hewani berbahan pengawet berhubungan nyata (signifikan) dengan prevalensi kanker secara umum. Faktor risiko terhadap kanker meningkat searah dengan meningkatnya jumlah yang dikonsumsi oleh responden.

5.2 Saran

Penelitian studi kasus kontrol ini bersifat retropektif dalam arti hanya melihat suatu insiden penyakit dalam hal ini kanker yang sudah terjadi dan mencari hubungan dengan paparan yang mungkin menyebabkannya. Untuk mengetahui lebih jauh faktor–faktor paparan dominan dari penyakit kanker sebaiknya dilakukan penelitian kohor yang bersifat prospektif.

Hubungan antara pola konsumsi makanan hewani/daging olahan dengan kanker kolorektal sudah sangat kontroversial, tetapi belum ada data ataupun penelitian yang melihat langsung hubungan keduanya di Indonesia.


(45)

27

DAFTAR PUSTAKA

Alexander DD, Cushing CA. 2010. Red meat and colorectal cancer: a critical summary of prospective epidemiologic studies. Journal compilation 2010 International Association for the Study of Obesity: Obesityreviews.

[ACS] American Cancer Society. 2007. Physical Activity and Cancer. http://www.cancer.org.

[ACS] American Cancer Society. 2007. Cancer Facts and Figures. American Cancer Society, Atlanta.

[ACS] American Cancer Society. 2012. American Cancer Society Guideline on Nutrition and Physical Activity for Cancer Prevention. http://www.cancer. org. Anand S P and Sati N. 2013. Artificial Preservatives And Their Harmful Effects.

International Journal of Pharmaceutical Sciences And Research. IJPSR, 2013; Vol. 4(7): 2496-2501

Balducci L, Ershler WB, Bennet JM. 2008. Anemia in The Elderly. Springer Science+Business Media, LLC. New York, USA.

Berta L, Fronticelli BC, Fazzari A, Radice E, Bargoni A, Frairia R. 2003. Sex Steroid Receptors, Secondary Bile Acids and Colorectal Cancer. A possible mechanism of interaction. Panminerva Med [internet]. 2003 edited 2012 Feb

-266. Available from: Pubmed Journal

[CCA] Cancer Council Australia. 2001. Position Statement: Meat And Cancer Prevention. Sydney, NSW. Website: http://www.cancer.org.au.

[CCA] Cancer Council Australia. 2009. Position Statement: Fruit, Vegetables And Cancer Prevention. Sydney, NSW. Website: http://www.cancer.org.au.

[CCS] Canadian Cancer Society’s. 2011. Steering Committee on Cancer Statistics.Canadian Cancer Statistics 2011. Toronto (Kanada): Canadian Cancer Society.

[CSNZ] Cancer Society of New Zealand. 2006. Smoking And Cancer: A Cancer Society Studies and Fact Sheet. Cancer Society of New Zealand. http://www.cancernz.org.nz.

[CSNZ] Cancer Society of New Zealand. 2009. Guidance on Overweight, Obesity and Cancer Risk. Cancer Society of New Zealand. http://www.cancernz.org.nz. [CDCP] Center for Disease Control and Prevention. U.S. 2006. Obesity Trends

1985Y2005. Center for Disease Control and Prevention, Atlanta.

Desen.W. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis (Ed 2), Jakarta. Badan Penerbit FK, UI.

Deyan ND. 2012. The Hemoglobin Level As A Prognostik Factor in Patients With Non-Small Cell Lung Cancer Treated Witk Gemcitabine And Cis-Platinum. Journal of IMAB (Scientic Papers) Vol 18, Book 1. Medical University, Pleven, Bulgaria.

Emilia P, Winarto, July I, K Rapp. 2009. Prevalensi Kanker Kolekteral di Rumah Sakit Immanuel , Maranatha Journal, Bandung.

Friedenreich CM dan Orenstein MR. 2002. Physical Activity And Cancer Prevention: Etiologic Evidence And Biological Mechanisms. Journal of Nutrition 132(11 Suppl.):3456SY3464S.


(46)

28

[Infodatin] Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Stop Kanker. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. [Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman

Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Pedoman Praktis Untuk Mempertahankan Berat Badan Normal Berdasarkan Inedks Massa Tubuh (IMT) Dengan Gizi Seimbang. Jakarta. Direktorat Bina Gizi.

Kresno SB. 2011. Ilmu Dasar Onkologi. Jakarta, Penerbit FKUI.

Lee RA, Kim HA, Kang BY, Kim KH. 2006. Hemoglobin Induces Colon Cancer Cell Proliferation By Release Of Reactive Oxygen Species. World J Gastroenterol: 12(35): 5644-5650.

Lemeshow S, Hosmer D, Janelle Klar, Stephen L. 2003. Adequacy of Sample Size in Health Studies. University of Massachusetts.

Leuven E, Plug E and Ronning M. 2014. Education and Cancer Risk. IZA Discussion Paper No. 7956, February 2014. The Institute of the Study of Labour (IZA). Bonn, Germany.

Michael SD. 2004. Nutrition and Cancer. A Review of The Evidence For An Anti Cancer Diet. Nutrition Journal 2004. 3:19 vol 10, 1185/1475-2891-3-19. [NJDOH] New Jersey Department Of Health And Senior Services. 2002. Cancer

Risk Factors. October, 2002. http://www.state.nj.us/health

[NSWFA] New South Wales Food Authority. 2009. Preservative Used in processed Meats – Licensee Guidance. http://www.foodauthority. nsw. gov.au. Nur F D. 2003. Hubungan Pola Konsumsi Daging Merah, Aktivitas Fisik dan

Riwayat Keluarga dengan Terjadinya Penyakit Kanker Kolon (Studi Kasus Kontrol Rumah Sakit Dharmais), Jakarta.

Pelucchi C, Gallus S, Garavello W, Bosetti C, Vecchia CL. 2005. Cancer Risk Associated With Alcohol And Tobacco Use: Focus On Upper Aerodigestive Tract And Liver. The Italian Association for Cancer Research,The Italian League Against Cancer, and The Italian Ministry of Education.

[P2PL] Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Dari Penyakit Menular ke Tidak Menular. Vol. Januari 23, 2011. http://www.pppl.depkes.go.id/index.

Smyth MJ, Hayakawa Y, Takeda K, and Yagita H. 2002. New Aspects of Natural Killer Cell Surveillance and Therapy of Cancer. Di dalam: Nature Review: Cancer. Vol 2, November 2002. Nature Publishing Group. http://www.nature.com/reviews/cancer.

Tarigan LH. 2001. Transisi Epidemiologi Kebijakan dan Program Kesehatan Indonesia. Makalah Kuliah Epidemiologi Umum. Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok.

Tjindarbumi. 2004. Pencegahan, Diagnosa Dini dan Pengobatan Penyakit Kanker Kursus Singkat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, YKI.

Thomson CA, Thompson PA. 2008. Healthy Lifestyle and Cancer Prevention. ACSM’s Health & Fitness Journal, Vol. 12/ No. 3: 18-26.

Ukarintseva SV, Yashin AI. 2003. Individual Aging and Cancer Risk: How Are They Related? Demographic Research Volume 9, article 8, pages 163-196. [WHO] World Health Organization, 2003. Diet, Nutrition And The Prevention Of

Chronic Diseases. WHO Technical Report Series 916, Geneva.

[WHO] World Health Organization, 2012. Cancer. Januari.24, 2012. http://www.who.int/ mediacenter/factsheets/fs297/en.


(1)

47

Odds Ratio for IMT2kategori27 (Obesitas / Tidak Obesitas)

1.502 .686 3.285

For cohort Apakah [NAMA] pernah didiagnosis menderita penyakit kanker oleh dokter? = Ya

1.210 .859 1.706

For cohort Apakah [NAMA] pernah didiagnosis menderita penyakit kanker oleh dokter? = Tidak

.806 .518 1.254

N of Valid Cases 179

11. Hubungan faktor kadar hemoglobin terhadap kanker

HB2kategori11 * Apakah [NAMA] pernah didiagnosis menderita penyakit kanker oleh dokter? Crosstabulation

Apakah [NAMA] pernah didiagnosis menderita penyakit kanker oleh dokter?

Total

Ya Tidak

HB2kategori11 Anemia Count 17 4 21

% within Apakah [NAMA] pernah didiagnosis menderita penyakit kanker oleh dokter?

19.5% 4.4% 11.9%

Tidak Anemia Count 70 86 156

% within Apakah [NAMA] pernah didiagnosis menderita penyakit kanker oleh dokter?

80.5% 95.6% 88.1%

Total Count 87 90 177

% within Apakah [NAMA] pernah didiagnosis menderita penyakit kanker oleh dokter?

100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)


(2)

48

Pearson Chi-Square 9.641a 1 .002

Continuity Correctionb 8.251 1 .004

Likelihood Ratio 10.255 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .002

Linear-by-Linear Association

9.586 1 .002

N of Valid Cases 177

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for

HB2kategori11 (Anemia / Tidak Anemia)

5.221 1.680 16.228 For cohort Apakah [NAMA]

pernah didiagnosis menderita penyakit kanker oleh dokter? = Ya

1.804 1.376 2.365

For cohort Apakah [NAMA] pernah didiagnosis menderita penyakit kanker oleh dokter? = Tidak

.346 .141 .844

N of Valid Cases 177


(3)

49

Jenis Kelamin * G16 Apakah [NAMA] biasa melakukan aktivitas fisik berat, yang dilakukan terus-menerus paling sedikit selama 10 menit s Crosstabulation

G16 Apakah [NAMA] biasa melakukan aktivitas fisik berat, yang

dilakukan terus-menerus paling sedikit selama 10 menit s

Total

Ya Tidak

Jenis Kelamin laki-laki Count 65 12 77

% within Jenis Kelamin

84.4% 15.6% 100.0%

Perempuan Count 44 59 103

% within Jenis Kelamin

42.7% 57.3% 100.0%

Total Count 109 71 180

% within Jenis Kelamin

60.6% 39.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 32.072a 1 .000

Continuity Correctionb 30.350 1 .000

Likelihood Ratio 34.216 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association

31.894 1 .000

N of Valid Cases 180

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.37. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper


(4)

50

Odds Ratio for Jenis Kelamin (laki-laki / Perempuan)

7.263 3.503 15.059

For cohort G16 Apakah [NAMA] biasa melakukan aktivitas fisik berat, yang dilakukan terus-menerus paling sedikit selama 10 menit s = Ya

1.976 1.549 2.521

For cohort G16 Apakah [NAMA] biasa melakukan aktivitas fisik berat, yang dilakukan terus-menerus paling sedikit selama 10 menit s = Tidak

.272 .158 .470

N of Valid Cases 180


(5)

(6)

52

RIWAYAT HIDUP

Kuswanto Aliwikarta, lahir di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1970 sebagai

anak kelima dari pasangan Paulus Lie Saw Men (Almarhum) dan Titin Hartati

Aliwikarta. Pendidikan formal SD, SMP dan SMA diselesaikan di Jakarta. Pada

tahun 1989 melanjutkan pendidikan sarjana di Program Studi Teknologi Pangan

dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus

pada Februari 1994. Pada September 2013, penulis melanjutkan studi ke Program

Studi Magister Teknologi Pangan pada Program Pascasarjana IPB dan

menamatkannya pada tahun 2016.