OBSERVASI UNTUK MENGIDENTIFIKASI FAKTOR YANG MENIMBULKAN KELAINAN

BAB XII OBSERVASI UNTUK MENGIDENTIFIKASI FAKTOR YANG MENIMBULKAN KELAINAN

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

B. Pengertian Tunarungu dan Tunawicara

Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut mengalami tunarunguan.

Tunarungu juga diartikan sebagai suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana Tunarungu juga diartikan sebagai suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana

Menurut Suryanah (1996) tunarungu diartikan sebagai kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran. Selain itu Tunarungu diartikan juga bagi mereka yang menjalani kekurangan tetapi masih mampu (tidak kehilangan kemampuan berbicara), (Sardjono, 2000).

Menurut Pernamari Somad dan Tati Herawati (1996, hal. 27) menyatakan bahwa “Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagaian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupan secara kompleks”.

Sedangkan menurut Sardjono (1997, hal. 7) mengatakan bahwa: “Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan pendengaran sebelum belajar bicara atau kehilangan pendengaran demikian anak sudah mulai belajar bicara karena suatu gangguan pendengaran, suara dan bahasa seolah- olah hilang”.

Tuna wicara merupakan gangguan verbal pada seseorang sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi melalui suara. Tuna wicara sering dikaitkan dengan tuna rungu. Van Uden (1971) menyatakan bahwa penyandang tuna rungu bukan saja tuna rungu tetapi juga tuna bahasa. Sedangkan Leigh (1994) mengemukakan bahwa terhadap anak tuna rungu, orang akan langsung berpikir tentang ketidakmampuan mereka dalam berkomunikasi secara lisan (berbicara), padahal masalah utamanya bukan pada ketidakmampuan dalam berbicara melainkan pada akibat dari keadaan ketunarunguan tersebut terhadap perkembangan bahasa. Pendapat Van Uden yang menyatakan bahwa penyandang tuna rungu juga pasti tuna bahasa, berlawanan dengan pendapat Morag Clark , seorang International Consultant in Natural Auditory Oral Education for children who are hearing impaired. Clark (2007) menyatakan bahwa apabila anak-anak dengan gangguan Tuna wicara merupakan gangguan verbal pada seseorang sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi melalui suara. Tuna wicara sering dikaitkan dengan tuna rungu. Van Uden (1971) menyatakan bahwa penyandang tuna rungu bukan saja tuna rungu tetapi juga tuna bahasa. Sedangkan Leigh (1994) mengemukakan bahwa terhadap anak tuna rungu, orang akan langsung berpikir tentang ketidakmampuan mereka dalam berkomunikasi secara lisan (berbicara), padahal masalah utamanya bukan pada ketidakmampuan dalam berbicara melainkan pada akibat dari keadaan ketunarunguan tersebut terhadap perkembangan bahasa. Pendapat Van Uden yang menyatakan bahwa penyandang tuna rungu juga pasti tuna bahasa, berlawanan dengan pendapat Morag Clark , seorang International Consultant in Natural Auditory Oral Education for children who are hearing impaired. Clark (2007) menyatakan bahwa apabila anak-anak dengan gangguan

Orang tuli adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan untuk mendengar sehingga tidak dapat mengembangkan, biasanya pada tingkat 70 dB ISO atau lebih besar sehinga menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengaranya sendiri tanpa mengunakan alat bantu dengar. Seseorang dikatakan kurang mendengar adalah ketidak mampuan untuk mendengar sehingga tidak dapat mengembangkan, bisanya pada tingkat

35 sampai 69 Db ISO tetapi tidak menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengaranya sendiri tanpa atau menggunakan alat bantu dengar.

Anak tuna rungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang diakibatkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya indra pendengaran sehingga mengalami hambatan dalam perkembanganya. Dengan demikian anak tuna rungu memerlukan pendidikan secara khusus untuk mencapai kehidupa lahir batin yang layak.

Sedangkan sebagian tunawicara adalah mereka yang menderita tuna rungu sejak bayi/lahir, yang karenanya tidak dapat menangkap pembicaraan orang lain, sehingga tak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya meskipun tak mengalami ganguan pada alat suaranya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak penyandang tunarungu dan tunawicara adalah anak yang kehilangan kemampuan untuk mendengar baik sebagian maupun seluruhnya yang mengakibatkan tidak mampu untuk menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupannya sehari-hari dan juga tidak mampu mengembangkan kemampuan bicaranya.

C. Klasifikasi Tunarungu

Menurut Boothroyd (dalam Winarsih, 2007:23) klasifikasi ketunarunguan adalah sebagai berikut.

a. Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.

b. Kelompok II: kehilangan 31-60 dB, moderate hearing losses atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.

c. Kelompok III: kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada.

d. Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

e. Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

Sedangkan menurut Suryanah (1996) terdapat beberapa klasifikasi dari tunarungu menurut etiologinya, antara lain:

a. Faktor endogen

1) Keturunan;

2) Ibu hamil yang terkena cacar atau rubella;

3) Ibu hamil yang mengalami keracunan sehingga terjadi kerusakan pada plasenta janin.

b. Faktor eksogen

1) Terkena infeksi saat proses kelahiran

2) Terjadi otosklerosis atau tumbuhnya tulang pada sekitar fenestra ovalis atau pada ketiga tulang pendengaran

3) Kecelakaan Gangguan pada organ pendengaran bisa terjadi pada telinga luar, tengah, maupun telinga bagian dalam. Keadaan ini dapat diklasifikasikan tunarungu berdasarkan tempat terjadinya kerusakan pendengaran yaitu:

a. Tunarungu tipe konduktif yaitu hilangnya pendengaran diakibatkan adanya gangguan pada telinga luar dan tengah,sehingga menghambat jalannya suara ke telinga bagian dalam.

b. Tunarungu sensorineural diakibatkan gangguan pada telinga bagian dalam serta syaraf pendengaran.

c. Tunarungu campuran merupakan perpaduan antara tipe konduktif dan sensorineural, (Hernawati, 2007:110).

Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes dengan menggunakan audiometer ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Tunarungu ringan (mild hearing loss)

b. Tunarungu sedang (moderate hearing loss)

c. Tunarungu agak berat (moderately csevere hearing loss)

d. Tunarungu berat (severe hearing loss)

e. Tunarungu berat sekali (profound hearing loss)

Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara da bahsa berkembang.

b. Ketunarunguan pascabahasa (post lingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang.

D. Karakteristik Tunarungu dan Tunawicara

Masalah yang utama pada diri seorang tunawicara adalah mengalami kehilangan/terganggunya fungsi pendengaran (tunarungu) dan atau fungsi bicara (tunawicara), yang disebabkan karena bawaan lahir, kecelakaan maupun penyakit. Umumnya anak dengan gangguan dengar/wicara yang disebabkan karena faktor bawaan (keturunan/genetik) akan berdampak pada kemampuan bicara, walaupun tidak selalu. Sebaliknya anak yang Masalah yang utama pada diri seorang tunawicara adalah mengalami kehilangan/terganggunya fungsi pendengaran (tunarungu) dan atau fungsi bicara (tunawicara), yang disebabkan karena bawaan lahir, kecelakaan maupun penyakit. Umumnya anak dengan gangguan dengar/wicara yang disebabkan karena faktor bawaan (keturunan/genetik) akan berdampak pada kemampuan bicara, walaupun tidak selalu. Sebaliknya anak yang

a. Ringan (20 – 30 db) Umumnya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya kata-kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung, sehingga pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.

b. Sedang (40 – 60 db) Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami pembicaraan orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara radio dengan volume maksimal.

c. Berat/parah (di atas 60 db) Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang lain, suara yang mampu mereka dengar adalah suara yang sama kerasnya dengan jalan pada jam-jam sibuk. Biasanya kalau masuk dalam kategori ini sudah menggunakan alat bantu dengar, mengandalkan pada kemampuan membaca gerak bibir, atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi.

Hambatan dalam pendengaran pada individu tuna rungu berakibat terjadinya hambatan dalam berbicara. Sehingga, mereka biasa disebut tuna wicara. Cara berkomunikasi dengan individu tuna rungu menggunakan bahasa isyarat. Bahasa isyarat melalui abjad jari telah dipatenkan secara internasional. Untuk komunikasi dengan isyarat bahasa masih berbeda-beda disetiap negara. Saat ini, beberapa SLB bagian B tengah mengembangkan komunikasi total, yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat,bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

Karakteristik tunarungu menurut Somad dan Hernawati (1995: 35-39) dapat dilihat dari segi: intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan sosial.

a. Karakteristik Intelegensi

Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata- rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan.

b. Karakteristik Bahasa dan bicara Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi.

c. Karakteristik Emosi dan Sosial Ketunarunguan dapat menyebabkan

keterasingan dengan lingkungan. Keterasingan tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti: egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya memiliki sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

Karakteristik tunawicara:

a. Berbicara keras dan tidak jelas

b. Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya

c. Telinga mengeluarkan cairan

d. Menggunakan alat bantu dengar

e. Bibir sumbing

f. Suka melakukan gerakan tubuh

g. Cenderung pendiam

h. Suara sengau

i. Cadel

E. Faktor yang memnyebabkan Tunarungu

a. Penyebab Tunarungu Tipe Konduktif:

1) Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga luar yang dapat disebabkan antara lain oleh:

a) tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (atresia

meatus akustikus externus), dan

b) terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis

externa).

2) Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut:

a) Ruda Paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga seperti karena jatuh tabrakan, tertusuk, dan sebagainya.

b) Terjadinya peradangan/inpeksi pada telinga tengah (otitis

media).

c) Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki

tulang stapes.

d) Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran.

e) Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir.

f) Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.

b. Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe Sensorineural

a) Disebabkan oleh faktor genetik (keturunan),

b) Disebabkan oleh faktor non genetik antara lain:

● Rubella (Campak Jerman) ● Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak. ● Meningitis (radang selaput otak ) ● Trauma akustik.

Howard dan Orlensky (1994: 263-264) memberikan contoh penyebab kerusakan pendengaran yaitu :

1) Materna Rubella (campak), pada waktu ibu mengandung mudah terkena penyakit campak sehingga dapat menyebabkan rusaknya pendengaran anak.

2) Faktor keturunan, yang tampak dari adanya beberapa anggota keluarga yang mengalami kerusakkan pendengaran.

3) Ada komplikasi pada saat dalam kandungan dan kelahiran premature, berat badan kurang, bayi lahir biru, dan sebagainya.

4) Meningitis (radang otak), sehingga ada semacam bakteri yang dapat merusak sensitivitas alat dengar di bagian dalam telinga.

5) Kecelakaan/trauma atau penyakit.

Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu dapat terjadi sebelum anak dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan. Menurut Sardjono (2000:10-20), mengemukakan bahwa faktor penyebab ketunarunguan dapat dibagi dalam:

1) Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)

a) Faktor keturunan

b) Cacar air, campak (rubella, gueman measles)

c) Terjadi toxaemia (keracunan darah)

d) Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar

e) Kekurangan oxygen (anoxia)

f) Kelainan organ pendengaran sejak lahir

2) Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)

a) Faktor rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis

b) Anak lahir pre mature

c) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)

d) Proses kelahiran yang terlalu lama

3) Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal)

a) Infeksi

b) Meningitis (peradangan selaput otak)

c) Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan c) Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan

e) Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan

Sedangkan menurut Suryanah (1996), faktor penyebab tunarungu adalah:

1) Faktor endogen

a) Keturunan;

b) Ibu hamil yang terkena cacar atau rubella;

c) Ibu hamil yang mengalami keracunan sehingga terjadi kerusakan pada plasenta janin.

2) Faktor eksogen

a) Terkena infeksi saat proses kelahiran

b) Terjadi otosklerosis atau tumbuhnya tulang pada sekitar fenestra ovalis atau pada ketiga tulang pendengaran

c) Kecelakaan Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan penyebab ketunarunguan pada individu terdiri dari tiga faktor yaitu prenatal, natal dan postnatal.

PEMBAHASAN HASIL OBSERVASI

A. Instrument Asesmen Anak Berkebutuhan Khusu

1. Identitas Subjek

a. Identitas Anak

Berikut identitas lengkap anak berkebutuhan khusus yang dijadikan fokus pengamatan dan identifikasi :

a. Nama Anak : Muhamad Khoirul Rizky

b. Jenis Kelamin : Laki- laki

c. Tempat, tanggal lahir : Kab. Semarang, 11 juli 2006

d. Agama

: Islam

e. Pendidikan :sudah tidak bersekolah (tamat TK)

f. Jenis Kelainan : Tuna Rungu, Tuna Wicara

g. Saat terjadi kelainan : Dari lahir

h. Anak Ke-

b. Identitas Orangtua Berikut identitas lengkap orang tua dari anak berkebutuhan khusus yang dijadikan fokus pengamatan dan identifikasi :  Ayah

Nama

: Mud Zaenudin

Alamat : Derekan RT 02 RW 02  Ibu

: Ibu Rumah Tangga

Alamat : Derekan RT 02 RW 02

c. Ciri- Ciri Anak Berikut beberapa ciri yang terlihat dan melekat pada anak, antara lain :

a) Ciri Fisik :

● Normal / punya ketuanaan

: Normal

● Kesulitan dalam bergerak

: Tidak

● Pernah kecelakaan fisik

: Tidak

● Gangguan tidur

: Tidak

● Saluran pernafasan

: Baik

● Bisa berjalan usia

b) Ciri Emosi : Emosi terkadang kurang stabil

c) Ciri Sosial : Sosialisasi dengan teman- temannya masih

kurang

d) Ciri Moral : Moralnya belum terbimbing dan tercipta dengan baik, karena keterbatasannya tadi

2. Perkembangan Bicara dan Bahasa Anak. ● Bicara kata pertama pada usia

: Belum Pernah Bicara ● Kesuliatan dalam berbahasa

: Iya

● Bahasa yang digunakan sehari-hari : bahasa isyarat

3. Perkembangan Emosi Anak. ● Bagaimana kondisi emosi anak

: Kurang stabil ● Hubungan anak dengan teman

: Tidak semua teman mau bermain dengannya

● Latar belakang keluarga : Keluarga menengah bawah ● Prestasi akademik anak

: Cukup baik ketika menulis

di TK

● Kemampuan kognitif anak

: Kurang

4. Perkembangan Sosial Anak. ● Apakah anak suka menyendiri

: Iya ● Apakah anak sering kebingunan

: Iya ● Apakah anak bisa berteman dengan baik

: Tidak ● Bagaimana anak dalam menaati aturan sosial : Kurang mampu

menaati aturan sosial

5. Kepribadian Anak. ● Sering melakukan pelanggaran

: Tidak ● Anak bisa duduk dengan tenang

: Iya ● Apakah anak sering menampakkan rasa cemas : Iya ● Apakah perilaku anak agresif

: Tidak ● Apakah anak menentang secara berlebihan

: Tidak ● Kondisi anak (ceroboh, kotor, tidak rapi)

:Ceroboh,Tidak Kotor, Cukup Rapi

● Apakah anak tidak tanggap terhadap rangsangan: Tidak

6. Konsentrasi Anak Selama di Sekolah: Anak terlihat kurang konsentrasi di kelas

7. Kemampuan Bidang Akademik Anak: Lemah

8. Kemampuan Bekerja dan Berkarya Anak : Anak cakap dalam membuat keterampilan, dalam menulis.

9. Riwayat Kelahiran Anak. Riwayat proses kelahiran ● Tempat kelahiran

: Tempat praktik Bidan ● Penolong Proses Kelahiran

: Bidan setempat ● Berat badan bayi

: 1, 9 kg

● Panjang bayi

: 42 cm

● Tanda – tanda kelainan : Tidak ada tanda kelainan apapun

10. Perkembangan Masa Bayi. ● Menyusui hingga umur

: 1, 5 tahun ● Imunisasi (lengkap/tidak)

: Lengkap ● Pemeriksaan kesehatan (rutin/tidak ) : Iya

● Kualitas makanan

: Bubur

● Kesulitan makan (ya/tidak)

: Tidak

11. Perkembangan Fisik Anak. ● Berdiri pada usia

: 1, 5 tahun ● Berjalan pada usia

: 2 tahun

● Bicara dengan kalimat lengkap usia : kelainan tidak dapat

berbicara

12. Perkembangan Sosial Anak. ● Hubungan dengan saudara

: terganggu ● Hubugan dengan teman

: terganggu ● Hubungan dengan orang tua

: sedikit terganggu ● Hobi

: Bersepeda

13. Perkembangan Pendidikan Anak. ● Masuk sekolah usia

: 6 tahun ● Pernah tidak naik kelas

: Iya ● Pelayanan khusus yang pernah diterima oleh anak

: Pelayanan Mandiri

B. Analisis Faktor Yang Menimbulkan Kelainan

Muhamad Khoirul Rizky atau yang sering dipanggil Irul. Ia merupakan anak yang memiliki kebutuhan khusus yaitu tunarungu dan tunawicara sejak lahir. Latar belakang mengapa dia bisa mejadi anak tunarungu dan tunawicara disebabkan menurut masyarakat sekitar, saat ibunya mengandung Irul, ibunya itu mengolok-olok nenek Irul hingga akhirnya Irul menjadi tunarungu. Namun secara ilmiah hal ini dapat dijelaskan penyebab tunarungu yang dialami Irul diakibatkan adanya gangguan atau kerusakan pada bagian yang ada di telinga. Hal itu bisa disebabkan saat ada didalam kandungan atau saat proses persalinan. Jika seseorang tuna rungu total maka orang tersebut dipastikan juga akan tunawicara karena dia tidak dapat mendengar apa yang ada di lingkungan sekitar sehingga ia tidak dapat berkata karena ia tidak pernah mendengar. Ia lahir dengan keadaan tubuh normal tanpa ada cacat.

Saat ini Irul sudah tidak bersekolah. Dia hanya mengenyam bangku Taman Kanak- kanak, dan bangku Sekolah Dasar hanya di kelas 1, karena dia hingga tiga kali berturut- turut tidak naik kelas karena tidak mampu mengikuti pembelajaran di kelas formal, selain itu juga disebabkan karena kurangnya keterampilan guru kelas dalam mengajari anak kebutuhan khusus ini. Dapat dimaklumi, karena guru kelas memang spesifikasinys untuk mengajari siswa yang dapat dikatakan normal dan tidak memiliki kebutuhan khusus. Karena terlalu lama berada di kelas 1 akhirnya orang tuanya bosan, dan mengeluarkan Irul dari bangku sekolah. Maklum, Irul hanya berasal dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi, sehingga kurang mendapat perawatan khusus. Ada uang untuk makan saja sudah beruntung, apalagi sampai untuk membiayai sekolah di Sekolah Luar Biasa.

Sekolahnya yang dahulu telah berusaha untuk memberikan pengertian, dan himbauan kepada keluarganya, dan menyarankan orang tuanya untuk menyekolahkan Irul di Sekolah Luar Biasa, namun menolak karena keterbatasan biaya, dan pengetahuan yang dimiliki orang tuanya. Sehingga, orang tuanya ini tidak menimbulkan reaksi positif, menerima keadaan si anak, namun tidak menerima jika anaknya ini memang tergolong anak berkebutuhan khusus.

Saat ini Irul berusia 9 tahun. Dengan kondisi ini, Irul seringkali mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain karena kebanyakan dari mereka tidak mengerti apa yang diinginkan oleh Irul. Irul tidak memiliki banyak teman karena kebanyakan teman- teman seumurannya menjauhi Irul, karena kekurangannya terhadap keahlian interaksi dengan teman- temannya tersebut. Bahkan kerapkali banyak yang mengolok-oloknya. Irul juga sosok yang pemalu dan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Sehingga dia kesulitan dalam mencari teman.

Namun disisi lain, Irul sangat pandai dalam membuat kerajinan tangan. Tangannya sangat terampil saat membuat mainannya sendiri dari barang barang yang ada di sekitarnya. Tulisan dia juga rapi, dapat dikatakan pandai ketika menulis.

C. Solusi

Anak tunarungu dan tunawicara termasuk dalam golongan anak luar biasa yang harus memperoleh pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi kekurangan si anak dan tidak harus berhenti sekolah. Muhamad Khoirul Rizky sebagai anak tunarungu dan tunawicara seharusnya mendapatkan pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk membantunya dalam berkomunikasi dengan orang lain. Jika orangtuanya tidak menghasilkan sebuah solusi untuk si anak maka seharusnya warga sekitar perlu berkorban untuk mendanai transport si anak ini jika memang warga masih memiliki kepedulian untuk mendidik anak berkebutuhan khusus ini supaya mampu hidup mandiri, dan berguna untuk masyarakat tidak hanya sebatas sebagai sampah masyarakat yang dianggap meresahkan atau mengganggu ketentraman masyarakat.