3 Penyuluhan kesehatan masyarakat Puskesmas. 4 Fogging Focus diwilayah dengan 2 penderita positif DB atau 1
penderita DSSmeninggal. 5 Fogging SMP Sebelum Masa Penularan dilaksanakan di wilayah
desa endemis. 6 PJB Pemantauan Jentik Berkala oleh petugas kesehatan
bekerjasama dengan kader secara berkala, dikembangkan pemantauan mandiri dengan stiker pantau.
7 Penyelidikan epidemiologi, bila ditemukan kasus supaya tertangani dengan tindak lanjut yang dilakukan petugas Puskesmas dan Dinkes.
Pencapaian kinerja program penganggulangan DBD pada tahun 2010 menghasilkan angka yang tidak menggembirakan. IR Insidens
Rate tercatat 134,24100.000 penduduk yang meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya 2009 sebesar 39100.000 penduduk.
Adapun CFR ditargetkan 1 pada tahun 2010 justru meningkat menjadi 1,3 meninggal 13 dari total 974 kasus.
Masalah yang dihadapi dalam penanggulangan DBD diantaranya: 1 Masih rendahnya kesadaran masyarakat menjaga rumahnya supaya
tidak menjadi sarang nyamuk pembawa virus dengue. 2 Kepercayaan masyarakat yang masih “Fogging Minded”, sehingga
fogging menjadi hal yang diharapkan jika terdapat kasus, sementara PSN kurang diberdayakan.
3 Penemuan penderita secara dini yang terlambat sehingga rujukan juga terlambat. Suatu kenyataan bahwa, beberapa kasus DBD yang
datang ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam kondisi yang parah DSS. Keterlambatan dalam merujuk pasien ke sarana
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan pengobatan lebih lanjut, menjadi pemicu banyaknya kasus kematian penderita
DBD.
b. Malaria
Kasus malaria yang ditemukan pada tahun 2010 di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 4 kasus yang tersebar di Kecamatan
24
Karangmojo, Panggang dan Tepus. Kasus Malaria yang ada di Kabupaten Gunungkidul kebanyakan adalah import dari daerah lain.
Penyakit malaria tetap dipantau, jangan sampai karena merasa sudah sembuh lalu menghentikan pengobatan.
d. Diare
Penderita diare pada tahun 2010 di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 9.077 kasus dari jumlah perkiraan 30.692 kasus 29,57.
Beberapa Puskesmas tidak dilaporkan adanya kasus tabel 16 tetapi dimungkinkan bukan berarti tidak ada kasus, melainkan pencatatan dan
pelaporan yang kurang tertib. Dari total 9.077 kasus diare yang dilaporkan tidak ada kematian.
Kasus penyakit diare sangat erat dengan lingkungan serta perilaku. Kejadian diare bisa dikaitkan dengan pola asuh anak dalam keluarga,
hygiene sanitasi misalnya : kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum makan dan ketahanan tubuh diare karena rotavirus. Yang sering
diabaikan adalah : waktu kritis cuci tangan, penggunaan sabun, penggunaan air bersih yang mengalir, dan penggunaan lap bersihtisu
setelah cuci tangan.
Gambar 4.4 Kasus Diare menurut Waktu di Gunungkidul Tahun 2008-2010
Sumber : LB1, STP P2 Diare 2008-2010
Jumlah penderita diare pada tahun 2010 menurun dibanding dengan tahun 2009. Fluktuasi jumlah kasus tidak begitu menonjol pada
25
setiap bulan, tetapi perlu diwaspadai terjadi pelonjakan kasus dan kewaspadaan terhadap terjadinya KLB diare.
Prevalensi penderita diare pada 2010 adalah 1,25 penduduk. Berdasar dari target penemuan 30.692 kasus, cakupan penderita diare
yang ditemukan dan diobati tercatat 29,6.
e. Kusta
Di Kabupaten Gunungkidul hampir setiap tahun ditemukan penderita baru Kusta yang tersebar di beberapa Puskesmas.
Ditemukannya penderita baru sangat dimungkinkan karena adanya kontak dengan penderita lama. Pada tahun 2010 ditemukan penderita
baru sebanyak 12 orang dengan prevalensi 0.1910.000 penduduk yang berarti setiap 10.000 penduduk ditemukan kurang dari 1 penderita baru.
Pencarian penderita dilaksanakan dengan kegiatan kontak survey, school survey dan case survey.
Tabel 4.3. Penderita Baru Kusta di Gunungkidul Tahun 2005 – 2010
Tahun KUSTA Baru
Penduduk Prevalensi 10.000 pddk
2005 16
756.947 0,21
2006 18
720.465 0,25
2007 17
717.544 0.24
2008 14
726.622 0.19
2009 12
725.583 0.19
2010 12
725.583 0,19
Sumber : Dinkes Gunungkidul
f. TBC-Paru