Profil Kes 2011 data 2010
BAB I PENDAHULUAN
Profil Kesehatan disusun sebagai potret kondisi kesehatan masyarakat di wilayah Kabupaten Gunungkidul yang datanya berbasis fasilitas kesehatan (facility base) dan merupakan output dari pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) serta beberapa diambil dari hasil survey maupun laporan dari masyarakat (community base). Sumber data yang menjadi dasar pembuatan profil ini adalah dari laporan hasil program yang dilaksanakan oleh masing-masing bidang di Dinas Kesehatan dan laporan bulanan Puskesmas serta berbagai sumber dari Lintas Sektor terkait.
Maksud disusunnya Profil ini adalah tersajinya data dan informasi kesehatan beserta pendukungnya yang dideskripsikan dengan analisis dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah tersampaikannya informasi kesehatan yang merupakan pencapaian Pembangunan Kesehatan Tahun 2010 dengan mengacu visi pembangunan kesehatan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah, Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan, Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan dan pencapaian Mellenium Development Goals (MDG’s).
Sistematika Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Gunungkidul ini disusun sebagai berikut:
Bab-I : Pendahuluan
Bab ini berisi tentang maksud dan tujuan serta sistematika penyajian profil kesehatan
Bab-II : Gambaran Umum
Bab ini berisi tentang letak geografis, administratif dan informasi umum lainnya, faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan dan faktor-faktor lainnya misal geografi, demografi, pendidikan, sosial budaya, ekonomi, musim dan pola penyakit serta perkembangan nilai baru (lingkungan internal & eksternal).
Bab-III : Situasi Derajat Kesehatan
Bab ini berisi tentang angka kematian, angka kesakitan, dan angka status gizi masyarakat.
Bab-IV : Situasi Upaya Kesehatan
Bab ini berisi tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan
(2)
kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan dalam situasi bencana.
Bab-V : Situasi Sumber Daya Kesehatan
Bab ini berisi tentang Sarana kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya.
Bab-VI : Kesimpulan
Bab ini berisi tentang hal-hal penting, dan perlu ditelaah lebih lanjut, keberhasilan-keberhasilan yang perlu dicatat, hal-hal yang dianggap masih kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
(3)
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 Geografi
Kabupaten Gunungkidul, merupakan salah satu bagian wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan berada kurang lebih 40 km dari pusat ibukota Propinsi DIY. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul 1485,36 km2 atau 46,63% dari luas Propinsi DIY, yang terbagi menjadi tiga wilayah menurut kondisi tanahnya yaitu :
- Zone Batu Agung di bagian utara, jenis tanah kapur dan liat/ tanah merah, ketinggian 200-700 dpl.
- Zone Ledok Wonosari di bagian tengah, jenis tanah kapur dan liat/tanah merah, ketinggian 150-200 dpl dan
- Zone Pegunungan Seribu di bagian selatan, jenis tanah kapur/batu muda, ketinggian 100-300 dpl.
Batas-batas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebelah : - Barat dengan Kabupaten Sleman dan Bantul, DIY. - Utara dengan Kabupaten Klaten dan Sukoharjo, Jateng. - Timur dengan Kabupaten Wonogiri, Jateng.
- Selatan dengan Samudera Hindia.
Typology wilayah Kabupaten Gunungkidul berbukit-bukit, yang banyak dikenal dengan istilah pegunungan seribu. Pegunungan Seribu merupakan kawasan perbukitan batu gamping dan bentang karst tandus dan kurang air permukaan, di bagian tengah merupakan cekungan Wonosari yang terbentuk menjadi Plato Wonosari. Wilayah pegunungan ini memiliki luas kurang lebih 1.656,25km2 dengan ketinggian 150-700m. Wilayah Gunungkidul mempunyai potensi bencana alam, terutama berkaitan dengan bahaya geologi yang meliputi :
- Gerakan tanah/batuan (longsor) dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng Pengunungan Selatan Gunungkidul.
- Bahaya kekeringan berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian selatan, khususnya kawasan karst.
- Bahaya tsunami, berpotensi di pantai selatan Gunungkidul, khususnya pada elevasi kurang dari 30 m dpl.
- Bahaya gempa bumi tektonik berpotensi di tumbukan lempeng dasar Samudra Indonesia di sebelah selatan Gunungkidul.
(4)
- Bahaya angin puting beliung, berpotensi terjadi di seluruh wilayah Gunungkidul.
Selengkapnya data geografis dapat dilihat pada Tabel 2.1. dan Gambar 2.1. berikut ini.
Tabel 2.1.
Data Geografis Kabupaten Gunungkidul
Variabel Geografis Angka
Luas Wilayah 1485,36 km2
Letak 7o 46’ – 8o 09’ LS
110o 21’ – 110o BT
Jumlah Musim 2 (kemarau – hujan)
Curah hujan 1602 mm
Jumlah hari hujan 103 hari
Suhu 22o – 34o C
Kelembaban rata-rata Tinggi
Gambar 2.1 : Peta Wilayah Kab. Gunungkidul
Secara administratif wilayah di Kabupaten Gunungkidul terbagi menjadi 18 kecamatan, 144 desa. Wilayah terluas ada di Kecamatan Semanu yaitu 108,39km2 (7,3% luas Gunungkidul). Jarak Puskesmas ke ibukota Kabupaten rata-rata 15 Km, sedangkan jarak rata-rata ke ibukota Propinsi 55 Km. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.2. berikut ini.
Tabel 2.2
Jarak Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten dan Ibukota Propinsi
No Puskesmas Kecamatan Luas Wilayah(Km2) Ke KabJarak Jarak KeProp
1 Nglipar I Nglipar 32,68 11 50
2 Nglipar II 40,30 24 46
3 Gedangsasi Gedangsari 68,14 25 50
4 Patuk I Patuk 47,79 20 26
5 Patuk II 24,25 28 46
(5)
7 Girisubo Girisubo 82,72 48 85
8 Ponjong I Ponjong 59,69 15 50
9 Ponjong II 44,78 23 58
10 Wonosari I Wonosari 44,44 3 40
11 Wonosari II 33,09 5 40
12 Karangmojo I Karangmojo 44,53 9 45
13 Karangmojo II 35,59 13 50
14 Panggang I Panggang 35,00 40 40
15 Panggang II 48,00 30 30
16 Purwosari Purwosari 59,34 48 40
17 Tepus I Tepus 57,84 22 58
18 Tepus II 49,85 32 65
19 Tanjungsari Tanjungsari 68,84 18 55
20 Paliyan Paliyan 66,94 16 40
21 Saptosari Saptosari 87,02 23 42
22 Ngawen I Ngawen 26,81 34 70
23 Ngawen II 13,78 59 40
24 Semanu I Semanu 55,61 7 45
25 Semanu II 52,78 10 50
26 Semin I Semin 24,32 24 60
27 Semin II 38,90 41 75
28 Playen I Playen 41,42 11 37
29 Playen II 63,84 16 37
Kabupaten Gunungkidul 1485,36
Sumber : BPS Kabupaten Gunungkidul
2.2 Demografi
Jumlah penduduk Gunungkidul berdasar hasil Pendataan Keluarga (BPMPKB, 2009) yang dilaksanakan setiap pertengahan adalah sejumlah 725.583 jiwa dengan perincian berdasar jenis kelamin adalah 355.877 jiwa penduduk laki-laki dan 369.706 jiwa penduduk perempuan (sex ratio 96,3).
Kepadatan penduduk (Man Land Ratio) Kabupaten Gunungkidul sebesar 488,5/km² dengan rata-rata jiwa per-rumah tangga (family size) adalah 3.8 jiwa.
Tabel 2.3.
Indikator Kependudukan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010
Variabel Kependudukan 2010
Jumlah Penduduk 725.583
Laki-laki 355.877
Perempuan 369.706
Balita (<5th) 43.360
Lansia (> 60th) 110.499
Jumlah KK 192.172
Sex Ratio 96,3 %
Dependency Ratio 43,2%
Man Land Ratio/ km2 488.5 jiwa
Jumlah jiwa setiap rumah tangga 3.8 jiwa / rumah tangga
Laju Pertumbuhan Penduduk 0,99 %
Jiwa miskin (Jamkesmas) 340.635 jiwa
Sumber : Pendataan Keluarga BPMPKB dan BPS
(6)
Komposisi Penduduk Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009
Sumber : Pendataan Keluarga, BPMPKB Kab. Gunungkidul
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa kelompok umur yang mendominasi adalah kelompok usia muda. Rasio beban tanggungan (dependency ratio) penduduk Kabupaten Gunungkidul sebesar 43,2% berarti setiap 43 orang penduduk usia produktif (umur 14–64 tahun ) menanggung 100 penduduk usia tidak produktif.
Jumlah kelahiran pada tahun 2010 tercatat 8.996 kelahiran atau meningkat dibanding tahun 2009 sejumlah 8,965 kelahiran. Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate) 12,39 kelahiran bayi per 1000 penduduk. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate) 55 per 1000 wanita umur 15 – 49 tahun.
Jumlah penduduk menjadi sasaran dalam perencanaan maupun pelaksanaan program-program bidang kesehatan. Penduduk per-Puskesmas di Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah:
Tabel 2.4.
Jumlah Penduduk Per-Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2010 Puskesmas
Laki-laki Peremp. Jumlah Puskesmas
Laki-laki Peremp. Jml GEDANGSARI 19,609 19,955 39.564 PONJONG I 8,746 8,832 17.576 GIRISUBO 12,394 12,742 25.136 PONJONG II 17,495 18,076 35.571 KARANGMOJO I 13,041 14,193 27.234 PURWOSARI 9,768 10,444 20.212 KARANGMOJO II 11,756 12,280 24,036 RONGKOP 15,198 15,704 30.902 NGAWEN I 10,252 10,450 20,702 SAPTOSARI 18,823 19,317 38.140
(7)
NGAWEN II 5,995 6,126 12.121 SEMANU I 16,271 16,589 32.860 NGLIPAR I 7,034 7,804 14.838 SEMANU II 11,485 12,166 23.651 NGLIPAR II 8,606 9,181 17.787 SEMIN I 14,228 14,586 28.814 PALIYAN 15,251 15,907 31.158 SEMIN II 11,986 12,577 24.563 PANGGANG I 5,657 5,873 11.530 TANJUNGSARI 13,557 14,301 27.858 PANGGANG II 8,254 8,576 16.830 TEPUS I 6,583 7,277 13.860 PATUK I 8,092 8,402 16494 TEPUS II 11,519 11,892 23.411 PATUK II 7,767 7,968 15.735 WONOSARI I 14,147 14,803 28.950 PLAYEN I 12,605 12,942 25.547 WONOSARI II 24,596 25,239 49.835 PLAYEN II 15,051 15,615 30.666 JUMLAH 355,877 369,706 725,583 Sumber : Pendataan Keluarga BPMPKB
2.3 Sosial Budaya dan Agama
Budaya gotong-royong dan “nyumbang” kepada mereka yang mempunyai hajatan masih cukup tinggi pada hampir semua kelompok masyarakat. Budaya gotong royong sangat nampak ketika masyarakat kerja bakti untuk membangun wilayah desa atau membangun tempat tinggal.
Budaya ‘mboro’ ke kota, pada beberapa wilayah masih sangat Nampak sehingga pada musim lebaran akan banyak ditemui warga yang ‘mudik’ ke kampong halaman. Arus migrasi yang rutin dijumpai setiap tahunnya cukup tinggi, terutama migrasi ke kota-kota besar (urbanisasi).
Mata pencaharian masyarakat yang agraris juga maka secara umum mereka juga akan memelihara ternak. Hanya saja penempatan kandang ternak dan peliharaan unggas sangat dekat bahkan menyatu dengan rumah induk, sehingga tidak memenuhi kriteria rumah sehat dan resiko penularan penyakit dari ternak/unggas yang dipelihara bisa terjadi. Budaya yang tidak sehat ini perlu menjadi perhatian, karena banyak hal yang melatarbelakangi.
Karakteristik lain di Gunungkidul adalah adanya tandon air berupa Penampung Air Hujan (PAH) pada sebagian besar rumah penduduk, terutama di zona utara dan zona selatan. Keberadaan PAH dan tendon-tandon air memungkinkan menjadi tempat perindukan nyamuk apabila tidak dijaga dan diperlakukan dengan benar.
Budaya pernikahan usia dini juga masih dijumpai di beberapa desa. Hal ini masih merupakan budaya sekaligus menjadi kebanggaan bagi beberapa orangtua bila anak perempuan bisa menikah pada usia muda. Mereka kurang menyadari akan masalah yang bisa timbul yaitu adanya ibu hamil risiko tinggi (Bumil risti), rawan gizi, Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), aborsi, kematian ibu/bayi, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Peran dukun bayi dalam menolong persalinan sudah banyak berkurang. Sebagai upaya yang mendukung pengurangan peran dukun bayi dalam persalinan telah difasilitasi dengan kegiatan rujukan kemitraan dukun-bidan yang dibiayai dari dana APBD.
(8)
Trend baru masyarakat adalah bergesernya pilihan moda transportasi darat dari angkutan umum ke kendaraan bermotor roda dua. Hal ini, bila tidak diikuti oleh perilaku berkendaraan yang tertib, maka diprediksi kecenderungan kejadian kecelakaan lalu lintas dari tahun ke tahun bisa meningkat. Hal ini akan berpengaruh pada angka kecacatan, kematian, dan memperberat beban pembiayaan kesehatan.
Agama yang dianut oleh penduduk di Kabupaten Gunungkidul terdiri dari Islam, Kristen, Katolik, Hindhu, Budha dan kepercayaan lain. Agama yang dianut sebagian besar penduduk adalah Islam (96,54%).
2.4 Ekonomi
Berdasar Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2008 prosentase penduduk miskin di Kabupaten Gunungkidul sebesar 23,37%. Data dari Askes berdasarkan kuota penduduk miskin untuk Kabupaten Gunungkidul menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 sebanyak 173.250 jiwa. Sedangkan berdasar data dari BPS tentang rumah tangga miskin di Gunungkidul pada tahun 2007 tercatat 95.722 rumah tangga miskin (RTM) atau 340.635 jiwa miskin. Data dari BPS tersebut telah dikuatkan dengan Keputusan Bupati dan sampai tahun 2010 masih digunakan sebagai pedoman kuota peserta dalam program Jamkesmas.
Gambar 2.3
PETA KEMISKINAN DI PROPINSI D.I. YOGYAKARTA
Sumber : BPS 2008
Dibandingkan dengan Kabupaten lain di DIY, Kabupaten Gunungkidul mempunyai prosentase penduduk miskin yang terbesar. Kemiskinan yang dimaksud disini adalah ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi
(9)
kebutuhan dasar, baik kebutuhan pangan maupun non pangan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu pencerminan kemajuan perekonomian suatu daerah, yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu satu tahun. PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Gunungkidul tahun 2008 sebesar 5.502.208 juta rupiah meningkat dibanding tahun 2007 sebesar 4.872.124 juta rupiah (PDRB/kapita tahun 2008 8.011.695 juta rupiah meningkat dibanding tahun 2007 7.110.408 juta rupiah) dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian, kemudian disusul sektor jasa.
Kabupaten Gunungkidul memiliki jumlah penduduk miskin yang mendapat jaminan kesehatan terbesar di DIY, mencapai 60,9% dari total penduduk. Kepesertaan Jaminan Kesehan Masyarakat (Jankesmas) sebanyak 340.635 jiwa, Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos) untuk warga miskin sebanyak 83.000 jiwa. Untuk mengantisipasi masyarakat miskin yang belum mendapat Jaminan Kesehatan, maka Pemerintah Daerah Gunungkidul menyediakan dana ‘bantuan pengobatan’ pasien yang tidak mampu. Syarat-syarat tertentu diantaranya SKTM (surat Keterangan Tidak mampu) dari Pemerintah Desa setempat, rujukan berjenjang dan KTP serta kartu keluarga beserta rincian biaya perawatan di Rumah Sakit yang ditunjuk. Dana tersebut disediakan dari Bansos APBD kabupaten, yang pelaksanaannya tetap menggunakan mekanisme APBD sehingga dipakai mekanisme. Reimbursement.
Berkaitan dengan ekonomi dalam keluarga, hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) di Gunungkidul menunjukkan bahwa perilaku penggunaan anggaran rumah tangga yang dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi pangan sebesar 55.05% dan konsumsi bukan pangan sebesar 44.95%. Sedangkan dalam buku Gunungkidul dalam Angka 2009 pengeluaran pangan 52.8% dan non pangan 47.2%. Hukum Engel menyatakan bahwa dengan meningkatnya tingkat pendapatan penduduk, maka porsi makanan akan semakin berkurang. Hasil tersebut menunjukkan masyarakat masih belum sejahtera, karena makin sejahtera masyarakat, konsumsi non pangan akan lebih tinggi dari konsumsi pangan.
Biaya pangan tersebut seperlimanya dibelanjakan untuk konsumsi jenis padi-padian. Pola pembelanjaan yang lebih cenderung untuk keperluan pangan disini mengindikasikan status ekonomi yang mesih rendah. Pola menu disajikan, dengan melihat perilaku pembelanjaan pangan tersebut cukup baik meskipun konsumsi proteinnya relatif kurang memadai. Dari hasil survey yang
(10)
dilakukan di Kabupaten Gunungkidul untuk melihat perilaku penggunaan dana adalah seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.5
Konsumsi Pengeluaran Rumah Tangga Sebulan Lalu di Kabupaten Gunungkidul
Sumber Data : Gunungkidul Dalam Angka 2009
Konsumsi tembakau dan sirih masih cukup tinggi (6,7%) yang dipengaruhi oleh jumlah perokok. Konsumsi ikan masih rendah meskipun Kabupaten Gunungkidul berbatasan langsung dengan laut yang notabene merupakan penghasil ikan laut. Penggunaan dana untuk keperluan non pangan paling besar dialokasikan untuk pemenuhan fasilitas rumah tangga diikuti untuk keperluan barang dan jasa. Alokasi biaya kesehatan masih sangat minim dibandingkan dengan jenis konsumsi lain (1,92%), hal ini cukup memprihatinkan dan perlu untuk ditingkatkan.
Pengeluaran biaya pendidikan juga masih sangat rendah (1,71%). Dengan melihat pola konsumsi non pangan tersebut mengindikasikan bahwa upaya perubahan perilaku masih menjadi pekerjaan rumah besar untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul pada saat ini.
2.5 Musim Dan Pola Penyakit
Wilayah Gunungkidul mempunyai 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pola penyakit berhubungan dengan musim pada tahun
Kelompok Pengeluaran Rumah Tangga (Rp.)
1. Konsumsi pangan 592.614 (52.8%)
Padi-padian 101.189
Umbi-umbian 8.046
Ikan 16.801
Daging 22.334
Telur dan susu 31.456
Sayur-sayuran 61.625
Kacang-kacangan 33.619
Buah-buahan 21.860
Minyak dan lemak 39.501
Bahan minuman 32.207
Bumbu-bumbuan 10.904
Konsumsi lainnya 19.064
Makanan dan minuman jadi 154.227
Minuman yang mengandung alkohol 43
Tembakau dan sirih 39.738
2. Konsumsi bukan pangan 529.791 (47.2%)
Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga 224.844
Aneka barang dan jasa 107.031
Biaya Pendidikan 50.584
Biaya Kesehatan 25.894
Pakaian dan Sandang Lainnya 35.315
Barang tahan lama 72.857
(11)
2010 ditandai dengan insidens penyakit DBD cukup tinggi di banding dengan tahun-tahun sebelumnya. Kejadian kasus DBD banyak terjangkit pada musim penghujan yaitu pada akhir tahun dan awal tahun berikutnya. Kenaikan bermakna pada hamper tiap tahun biasanya terjadi pada bulan Januari dimana bulan tersebut terjadi banyak hujan. Berdasar waktu, maka antara bulan Desember sampai dengan bulan April merupakan bulan yang banyak terjadi kasus DBD sehingga pada masa ini perlu diwaspadai terjadinya KLB.
Penyakit yang berkaitan dengan musim selain DBD adalah Diare. Bulan yang harus diwaspadai terjadi kasus diare di kabupaten Gunungkidul yaitu bulan Januari, Nopember dan Desember. Dengan demikian, kasus Diare ternyata juga berhubungan dengan adanya musim penghujan. Kasus penyakit Diare juga sangat erat dengan lingkungan serta perilaku, sehingga selain berkaitan dengan musim, timbulnya kasus Diare juga bisa dikaitkan dengan pola asuh anak dalam keluarga, higiene sanitasi misalnya : kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum makan dan ketahanan tubuh (diare karena rotavirus).
Penyakit kulit terutama Dermatitis Kontak Alergi juga banyak menyerang penduduk di Kabupaten Gunungkidul, sehingga penyakit kulit hamper setiap tahun berada pada diantara rangking sepuluh besar penyakit. Penyakit kulit menyerang berbagai umur dan banyaknya kasus tidak begitu banyak berpengaruh terhadap musim. Demikian juga penyakit kulit karena jamur dan bakteri/virus (scabies) masih dijumpai.
(12)
BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN 3.1 Umur Harapan Hidup (UHH)
Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah umur harapan hidup. Demikian pula untuk mengukur indicator Indek Pembangunan Manusia (IPM) salah satu indicator yang mewakili bidang kesehatan adalah Umur Harapan Hidup (UHH). UHH di Kabupaten Gunungkidul cukup baik jika dibandingkan dengan Umur Harapan Hidup rata-rata di Indonesia. Penghitungan Angka Harapan Hidup Waktu Lahir (eo): 1. Langsung : dengan Life Table, namun belum dapat dilakukan di
Indonesia.
2. Tidak Langsung : Alternatif penghitungan secara tidak langsung dengan menggunakan 2 variabel yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup (Life Birth) dan rata-rata anak yang masih hidup (Still Living) untuk setiap wanita umur 15-49 tahun menurut kelompok umur 5 tahunan, dengan nilai maximum 85 dan nilai minimal 25 tahun. Penghitungan eo dilakukan dengan software Mortpak.
Umur harapan hidup penduduk Gunungkidul data terakhir dipaparkan pada tabel berikut :
Tabel 3.1.
Umur Harapan Hidup Penduduk Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2009
INDIKATOR 2009
Umur Harapan Hidup/UHH
- Laki-laki (67.72) - Perempuan (69.60)
Rata-rata UHH :
- Gunungkidul
- DIY
- Nasional
68.88 72.79 70.88 73,21
(13)
Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di DIY secara umum mengalami kenaikan dari jumlah absolutnya, walaupun mengalami penurunan peringkat:
Tabel 3.2
IPM Kabupaten Gunungkidul Tahun 2005 – 2009
TAHUN IPM PeringkatDIY
2005 2006 2007 2008 2009
73.50 73.70 74.15 74.88 75.23
4 4 4 4 4
Sumber : BPS (data tahun 2010 belum tersedia)
Gambar. 3.1
Perbandingan Umur Harapan Hidup (tahun)
Nasional, DIY dan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2000 – 2009
Sumber : Profil Dinkes Prop. DIY tahun 2009, BPS 2000-2008
3.2 Mortalitas
Dengan perubahan pola penyakit dan meningkatnya UHH maka pola penyakit penyebab kematian mengalami perubahan dalam beberapa tahun terakhir. Angka Kematian Bayi masih tergolong tinggi bila dibanding dengan Kabupaten lain di DIY, walaupun telah melampaui target Nasional/MDG’s 2015 (17/1.000KH). Urutan penyebab utama kematian bayi adalah BBLR, premature, dan asfiksia. Kasus BBLR/prematur merupakan manifestasi dari
(14)
berbagai masalah yaitu: Gizi, Kesehatan, dan Umur kehamilan ibu waktu hamil (KTD).
Kematian ibu pada tahun 2010 sebanyak 9 kasus (tabel 6 Lampiran) dan terjadi peningkatan dibanding dua tahun sebelumnya yang hanya mencapai 7 kasus. Walaupun telah melebihi target nasional (102/100.000KH) maupun target provinsi (87,5/100.000KH), namun perlu diwaspadai adanya peningkatan kasus lebih tinggi lagi. Penyebab utama kematian ibu yang terbanyak adalah karena eklamsia (2 kasus) dan perdarahan (4 kasus). Selengkapnya disajikan pada tabel berikut :
Tabel 3.3
Angka Kematian di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2008 – 2010
Mortalitas Tahun Target
2008 2009 2010
Jumlah Kematian bayi 66 76 63 Menurun
AK Bayi (45) per1000 7,33 8,45 7,00 Menurun
Jumlah Kematian Ibu 7 6 9 Menurun
AK Ibu (225) per100.000 72.90 66.93 100.04 150/100.000 KH
Sumber : Dinkes Gunungkidul
AK = Angka Kematian; KH = Kelahiran Hidup;
Gambar. 3.2
Perbandingan Angka Kematian Ibu (per 100.000 Kelahiran Hidup) Nasional, DIY dan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2004 – 2009
Sumber : BPS, dan Dinkes Gunungkidul
Gambar. 3.3
Perbandingan Angka Kematian Bayi (per 1000 Kelahiran Hidup) Nasional, DIY dan Kabupaten Gunungkidul Tahun 1971 – 2009
(15)
Sumber : BPS, BPS Prop DIY, Dinkes Gunungkidul
3.3 Morbiditas
Berikut ini urutan 10 besar penyakit di Kabupaten Gunungkidul di tahun 2010 :
Tabel 3.4
Sepuluh Besar Penyakit di Puskesmas Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010
No Nama Penyakit Jumlah %
1 J00 Common Cold / Nasopharingitis Akut 47,450 10.67
2 J06 Infeksi akut lain pada saluran pernapasan bag.Atas 42,747 9.62
3 I10 Hipertensi Primer 25,705 5.78
4 K29 Gastritis 23,111 5.20
5 L23 Dermatitis Kontak Alergi 20,424 4.39
6 J45 Asma 18,534 4.17
7 R51 Nyeri Kepala 16,747 3.77
8 M06 Rheumatoid Arthritis 14,326 3.22
9 R05 Batuk 12,910 2.90
10 M25 Gangguan sendi, Athralgia 12,605 2.83
Sumber : Rekap LB 1 Puskesmas, SP2TP 2010
Tabel 3.3 menunjukan bahwa pola penyakit degeneratif seperti Hipertensi dan Rheumatoid Arthritis ternyata semakin menggeser urutan penyakit-penyakit infeksi. Penyakit degenartif banyak terjangkit pada golongan umur Lansia. Umur harapan hidup yang panjang dan perilaku yang tidak sehat bisa dimungkinkan ikut andil dalam meningkatnya kasus penyakti degeneratif.
Bila dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2010 angka Hipertensi di Kabupaten Gunungkidul tercatat 12,21% (DIY sebesar 8,53%)
(16)
dan penyakit sendi sebesar 39,68% (DIY sebesar 27,03). Hal ini berarti banyak kasus penyakit sendi yang tidak berkunjung ke Puskesmas disbanding dengan Hipertensi.
3.4 Status Gizi
Ada empat masalah gizi masyarakat yaitu : Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA), dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Keempatnya dapat digambarkan dengan indikator pada pemeriksaan antropometri dan klinis antara lain : 1. Status Gizi Balita pada masalah KEP dan Lingkar
Lengan Atas (LILA) untuk masalah Kurang Energi Kronis Wanita Usia Subur (KEK-WUS).
2. Kadar Haemoglobin dalam Darah (mg%) pada masalah AGB.
3. Serum Vitamin A pada masalah KVA.
4. Grade pada Palpasi Gondok dan Tiroid Stimulating Homon (TSH), Tes T3–T4 pada darah dan Urine Ekskresion Index (UEI) pada masalah GAKY.
Cakupan Program Peningkatan Gizi di Kab. Gunungkidul sebagai berikut: Tabel 3.5.
Cakupan Pemantauan Status Gizi (PSG), KEP, Anemia dan BBLR di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2008-2010
INDIKATOR Nas. (%)Target 2008 2009 2010
1. Status Gizi Balita
Buruk < 5 % 0.81 0.71 0,70
Kurang < 20 % 12.18 11.88 11,16
Baik > 80 % 85.53 86.06 86,38
Lebih < 3 % 1.47 1.35 1,75
2. Kurang Energi Protein (KEP)
KEP Nyata (BGM) <1 0.81 0.71 0,70
KEP Total (kurang +buruk) <15 12.99 12.59 11,86
3. Anemia
Ibu Hamil <30 16.01 14.17
Balita <35 28,16 28,16
4. KEK-WUS 20 17.07 15,29
(17)
Prevalensi kekurangan gizi pada Balita di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 menunjukkan angka lebih rendah dari angka nasional, dimana angka status Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Kabupaten Gunungkidul berturut-turut sebesar 0,70% dan 11,16% dan sekaligus terjadi penurunan dibanding dengan tahun sebelumnya. Trend masalah gizi di Kabupaten Gunungkidul memang menunjukkan penurunan angka, namun masih perlu diwaspadai untuk gizi lebih dan masalah gizi lain diantaranya masalah gizi mikro.
Penurunan prevalensi anemia ibu hamil dari tahun ke tahun sampai menjadi 14.17% mengindikasikan keberhasilan program intervensi yang dilaksanakan dan telah mencapai target yang diharapkan. Demikian pula untuk Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS) telah melampaui target yang diharapkan (<20%). Walaupun menunjukkan angka yang lebih rendah dari target secara nasional, akan tetapi untuk masalah gizi pada ibu hamil perlu menjadi perhatian karena bisa menjadi manifestasi berbagai masalah kematian ibu (anemia, KEK WUS), kematian bayi (BBLR), kematian balita (Gizi Buruk, penyakit infeksi), penyakit menular dan tidak menular, kecacatan (kurang Zinc, asam folat, vit A, dll), serta kecerdasan (Yodiol, omega 3, 6 dan 9, dll).
Angka prevalensi anemia pada Balita masih menggunakan hasil survey 2004 dan sampai dengan tahun 2010 belum dilakukan survey lagi sehingga tidak bisa ditampilkan data terbaru.
(18)
BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN 4.1.Upaya Kesehatan Ibu dan Anak
1. Upaya Kesehatan Ibu
Upaya kesehatan ibu dilaksanakan dengan sasaran utama adalah ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui. Selain itu juga pelayanan terhadap Wanita Usia Subur (WUS) terutama pelayanan kontrasepsi (KB).
Cakupan program kesehatan ibu di Kabupaten Gunungkidul ditampilkan dalam tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010
Cakupan KIA Target
2010
2010 (%)
Kunjungan ibu hamil (K1) 95% 100
Kunjungan ibu hamil (K4) 94% 95,47
Pertolongan persalinan oleh Nakes 90% 99,26
Pelayanan ibu nifas 84% 97,05
Ibu hamil imunisasi TT 2+ 87,05
Ibu hamil resiko tinggi ditangani 74% 48,39
Peserta KB aktif (PUS) 81% 81,15
Sumber data : Dinkes Gunungkidul
Cakupan kunjungan ibu hamil ke sarana pelayanan kesehatan untuk K1 dan K4 pada tahun 2010 mengalami peningkatan dan telah memenuhi target yang diharapkan (Target RPJM). Cakupan K1 telah tercapai sebesar 100% dan K4 sebesar 95,47%.
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan pada tahun 2010 (99,26%) mengalami kenaikan dibanding tahun 2009 (89,83%). Persalinan selain di tenaga kesehatan adalah kelahiran spontan dirumah atau diperjalanan menuju pelayanan kesehatan yang ditolong keluarga atau oleh dukun terlatih. Hal ini berkaitan dengan data dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menggambarkan bahwa, perilaku pertolongan persalinan
(19)
masyarakat di Kabupaten Gunungkidul 95,34% penolong persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Pelayanan ibu hamil dengan komplikasi/risiko tinggi ditangani di Puskesmas ternyata masih jauh yang ditargetkan. Cakupan yang rendah ini tidak terlepas dari keberadaan kunjungan tenaga medis dokter spesialis kebidanan di Puskesmas dan Bidan dengan ketrampilan yang kompeten.
Pasangan usia subur menjadi sasaran dalam kepesertaan KB aktif. Dalam pelaksanaan program KB, fungsi Puskesmas adalah sebagai pelayanan pemasangan alat kontrasepsi sedangkan ketersediaan alkon menjadi tanggung jawab BPMPKB.
2. Upaya Kesehatan Anak
a. Pelayanan Kesehatan Neonatus, Bayi dan Balita
Sasaran pelayanan kesehatan anak diantaranya adalah neonates (umur 0 - 28 hari), bayi (0-12 bulan), Balita dan anak pra-sekolah. Pelayanan dilaksanakan melalui kegiatan preventif, promotif dan kuratif. Hasil kegiatan upaya pelayanan kesehatan anak ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2
Cakupan Program Kesehatan Anak di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010
Cakupan KIA 2010
(%)
Kunjungan Neonatus 1 (KN 1) 99,54
Kunjungan Neonatus 3 kali (KN lengkap) 96,91
Kunjungan Bayi 89,52
Bayi diberi ASI ekslusif 31,08
Pelayanan anak Balita 89,92
Sumber data : Dinkes Gunungkidul
Hasil pelayanan kesehatan anak diantaranya, kunjungan bayi minimal 4 kali mengalami penurunan dari 91.34% ditahun 2009 menjadi 89,52% ditahun 2010 (tabel 37) dan anak Balita (12 – 59 bulan) mendapat pelayanan kesehatan sebesar 89,92% (tabel 43). Bila dibandingkan hasil survey Riskesdas tahun 2010, kunjungan
(20)
neonatal (KN 1) di kabupaten Gunungkidul sebesar 73,53% lebih kecil dibanding DIY (79,86%).
Pelayanan kesehatan Balita dan anak pra-sekolah biasa dilakukan dengan kegiatan Deteksi Tumbuh Kembang Balita (DTKB) yang dilaksanakan pada anak Balita dan anak pra-sekolah (PAUD). Hasil DTKB yang mengalami kelainan/gangguan kesehatan bisa dirujuk ke Puskesmas maupun Rumah Sakit.
b. Pelayanan Anak Usia Sekolah (SD/MI)
Skrining atau penjaringan kesehatan untuk siswa Sekolah Dasar dan sederajat sebagai sasaran utama adalah siswa kelas I SD/MI. Cakupan penjaringan kesehatan pada murid SD kelas 1 di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 sebesar 95,69%.
Kegiatan skrining di sekolah bisa dilaksanakan dengan kegiatan UKGS (Upaya Kesehatan Gigi Sekolah) maupun BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah)
4.2. Imunisasi.
Sasaran program imunisasi meliputi bayi, anak sekolah dan ibu hamil. Desa dengan UCI (Universal Child Imunization) merupakan target yang akan dicapai dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Desa UCI adalah desa dengan cakupan imunisasi dasar >85%. Cakupan Desa dengan UCI di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 telah mencapai 100%.
Program imunisasi yang dilakukan pada sasaran bayi meliputi imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatisis B. Pada tahun 2010 cakupan imunisasi bayi untuk BCG (107,58%), Polio 3 (105,427%), Campak (104,8%), dan DPT3 + HB3 (105,0%) melebihi target yang diharapkan. Peningkatan target tersebut dimungkinkan berkaitan dengan data sasaran yang kurang valid atau bisa juga karena kunjunganluar wilayah Gunungkidul yang diimunisasi di wilayah Kabupaten Gunungkidul.
(21)
Hasil cakupan program imunisasi di Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 bila dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2010 ternyata jauh berbeda. Cakupan imunisasi lengkap hasil Riskesdas tahun 2010 sebesar 55,25% (DIY sebesar 54,26%). Pencatatan yang kurang tertib dalam KMS atau buku KIA dimungkinkan berpengaruh dalam hasil Riskesda.
Cakupan imunisasi berdasar data dari Puskesmas dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.1
Sumber : Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Gunungkidul
4.3. PEMBERANTASAN PENYAKIT 1. Pemberantasan Penyakit Menular a. Demam Berdarah (DB)
Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah endemis demam berdarah dengan Case Fatality Rate (CFR) yang cukup tinggi pula bila dibandingkan dengan standart Nasional. Selama puluhan tahun terakhir, Demam Berdarah selalu berjangkit di wilayah Kabupaten Gunungkidul.
Jumlah kasus penyakit Demam Berdarah di Kabupaten Gunungkidul mengalami fluktuasi dalam jumlah kasus pada tiap tahun. Berdasar data dari hasil pencatatan dan pelaporan Dinas Kesehatan
(22)
Kabupaten Gunungkidul selama sepuluh tahun terakhir, fluktuasi kasus tertinggi terjadi di tahun 2010 (974 kasus) dan terendah tahun 2002 (68 kasus). Data selengkapnya tersaji dalam gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.2
Jumlah Kasus dan Kematian Demam Berdarah Di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2001-2010
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul
Berdasar gambar 4.2 terlihat bahwa, terjadinya kenaikan jumlah kasus DB di Kabupaten Gunungkidul yang sangat mencolok pada tahun 2010. Hal ini, mengindikasikan adanya peningkatan jumlah vector, perilaku masyarakat yang tidak sehat atau mungkin juga pemberantasan sarang nyamuk yang kurang berhasil.
Pola penyakit DBD yang dulu terkenal dengan pola lima tahunan, pada saat ini rupanya berubah menjadi pola tiga tahunan. Data selengkapnya sebagi berikut:
(23)
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Gunungkidul
Melihat gambar 4.3 dapat dilihat bahwa, pola kasus menurut waktu (bulan) untuk penderita DBD di Kabupaten Gunungkidul ternyata kenaikan bermakna terjadi pada Bulan Januari, Februari dan Maret. Pada tahun 2010, puncak kasus terjadi pada Bulan Februari yang mencapai 204 kasus. Dengan demikian, pada bulan-bulan tersebut perlu diwaspadai terjadinya KLB.
Kasus DBD sangat erat kaitannya dengan curah hujan. Selain itu, masalah lingkungan, mobilisasi penduduk yang tinggi, serta kepadatan penduduk juga sangat berperan dalam proses penularan penyakit Demam Berdarah.
Tingginya kasus DB disebabkan banyak faktor, diantaranya masih rendahnya penerapan PHBS dalam rumah tangga maupun di institusi, serta perilaku sehat masyarakat yang masih rendah ditunjukkan angka bebas jentik (ABJ) tahun 2010 baru tercapai 76,71%. Kondisi tersebut masih jauh dari target capaian ABJ sebesar 95%. Banyaknya kasus DBD menandakan masih adanya vektor nyamuk (Aedes Aegypti) dan virus penyebab penyakit DBD.
Upaya Pencegahan dan pemberantasan DBD melalui:
1) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3M + ikanisasi” yaitu menutup, menguras, mengubur + ikanisasi, Jum’at Bersih.
2) Penggunaan larvasida selektif (untuk desa endemis dan endemis sporadis).
(24)
3) Penyuluhan kesehatan masyarakat (Puskesmas).
4) Fogging Focus diwilayah dengan 2 penderita positif DB atau 1 penderita DSS/meninggal.
5) Fogging SMP (Sebelum Masa Penularan) dilaksanakan di wilayah desa endemis.
6) PJB (Pemantauan Jentik Berkala) oleh petugas kesehatan bekerjasama dengan kader secara berkala, dikembangkan pemantauan mandiri dengan stiker pantau.
7) Penyelidikan epidemiologi, bila ditemukan kasus supaya tertangani dengan tindak lanjut yang dilakukan petugas Puskesmas dan Dinkes.
Pencapaian kinerja program penganggulangan DBD pada tahun 2010 menghasilkan angka yang tidak menggembirakan. IR (Insidens Rate) tercatat 134,24/100.000 penduduk yang meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya (2009 sebesar 39/100.000 penduduk). Adapun CFR ditargetkan <1% pada tahun 2010 justru meningkat menjadi 1,3 % (meninggal 13 dari total 974 kasus).
Masalah yang dihadapi dalam penanggulangan DBD diantaranya:
1) Masih rendahnya kesadaran masyarakat menjaga rumahnya supaya tidak menjadi sarang nyamuk pembawa virus dengue.
2) Kepercayaan masyarakat yang masih “Fogging Minded”, sehingga fogging menjadi hal yang diharapkan jika terdapat kasus, sementara PSN kurang diberdayakan.
3) Penemuan penderita secara dini yang terlambat sehingga rujukan juga terlambat. Suatu kenyataan bahwa, beberapa kasus DBD yang datang ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam kondisi yang parah (DSS). Keterlambatan dalam merujuk pasien ke sarana pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan pengobatan lebih lanjut, menjadi pemicu banyaknya kasus kematian penderita DBD.
b. Malaria
Kasus malaria yang ditemukan pada tahun 2010 di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 4 kasus yang tersebar di Kecamatan
(25)
Karangmojo, Panggang dan Tepus. Kasus Malaria yang ada di Kabupaten Gunungkidul kebanyakan adalah import dari daerah lain. Penyakit malaria tetap dipantau, jangan sampai karena merasa sudah sembuh lalu menghentikan pengobatan.
d. Diare
Penderita diare pada tahun 2010 di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 9.077 kasus dari jumlah perkiraan 30.692 kasus (29,57%). Beberapa Puskesmas tidak dilaporkan adanya kasus (tabel 16) tetapi dimungkinkan bukan berarti tidak ada kasus, melainkan pencatatan dan pelaporan yang kurang tertib. Dari total 9.077 kasus diare yang dilaporkan tidak ada kematian.
Kasus penyakit diare sangat erat dengan lingkungan serta perilaku. Kejadian diare bisa dikaitkan dengan pola asuh anak dalam keluarga, hygiene sanitasi misalnya : kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum makan dan ketahanan tubuh (diare karena rotavirus). Yang sering diabaikan adalah : waktu kritis cuci tangan, penggunaan sabun, penggunaan air bersih yang mengalir, dan penggunaan lap bersih/tisu setelah cuci tangan.
Gambar 4.4
Kasus Diare menurut Waktu di Gunungkidul Tahun 2008-2010
Sumber : LB1, STP P2 Diare 2008-2010
Jumlah penderita diare pada tahun 2010 menurun dibanding dengan tahun 2009. Fluktuasi jumlah kasus tidak begitu menonjol pada
(26)
setiap bulan, tetapi perlu diwaspadai terjadi pelonjakan kasus dan kewaspadaan terhadap terjadinya KLB diare.
Prevalensi penderita diare pada 2010 adalah 1,25% penduduk. Berdasar dari target penemuan (30.692 kasus), cakupan penderita diare yang ditemukan dan diobati tercatat 29,6%.
e. Kusta
Di Kabupaten Gunungkidul hampir setiap tahun ditemukan penderita baru Kusta yang tersebar di beberapa Puskesmas. Ditemukannya penderita baru sangat dimungkinkan karena adanya kontak dengan penderita lama. Pada tahun 2010 ditemukan penderita baru sebanyak 12 orang dengan prevalensi 0.19/10.000 penduduk yang berarti setiap 10.000 penduduk ditemukan kurang dari 1 penderita baru. Pencarian penderita dilaksanakan dengan kegiatan kontak survey, school survey dan case survey.
Tabel 4.3.
Penderita Baru Kusta di Gunungkidul Tahun 2005 – 2010
Tahun KUSTA Baru Penduduk Prevalensi /10.000 pddk
2005 16 756.947 0,21
2006 18 720.465 0,25
2007 17 717.544 0.24
2008 14 726.622 0.19
2009 12 725.583 0.19
2010 12 725.583 0,19
Sumber : Dinkes Gunungkidul
f. TBC-Paru
Penanggulangan TBC-Paru merupakan salah satu sasaran yang akan dicapai dalam target Mellenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015. Penanggulangan penyakit TBC di Kabupaten Gunungkidul dilaksanakan dengan berbagai program yang melibatkan pemerintah, masyarakat dan swasta.
Jumlah kasus baru TBC yang ditemukan di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 sebanyak 161 kasus dengan insiden per-100.000 penduduk sebesar 22,19 kasus/100.000 penduduk. Angka penemuan ini
(27)
masih dibawah target nasional yang ditargetkan pada tahun 2010 yaitu 244 kasus/100.000 penduduk.
Prevalensi penderita TBC-Paru di Kabupaten Gunungkidul sebesar 23,98/100.000 penduduk. Angka prevalensi secara nasional berdasar hasil Survey Prevalensi TB tahun 2004 dengan pemeriksanaan mikroskopis BTA terhadap suspect adalah sebesar 104 kasus/100.000 penduduk.
Kematian kasus TBC terdapat 1,65/100.000 penduduk (12 penderita meninggal pada tahun 2010). Data selengkapnya sebagai berikut:
Tabel 4.4.
Jumlah Kasus Baru, Prevalensi dan Kematian kasus TB-Paru Di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010
No Uraian Cakupan Tahun 2010
1 Angka Insiden TB Paru 22,19/100.000 pdkk
2 Angka Prevalensi TB Paru 23,98/100.000 pdkk 4 Angka Kematian TBC-Paru 1,65/100.000 pdkk
Sumber : Dinas Kesehatan Gunungkidul
Untuk mengevaluasi kinerja program TBC-Paru digunakan beberapa indikator program diantaranya :
(1) Case Detection Rate (CDR) atau Angka Penemuan Kasus yaitu semua penderita baru dari semua jenis TB yang diperoleh baik melalui pemeriksaan dahak BTA (+), BTA (-) rongsen (+) , TB anak, dan TB ekstra paru (EP). Target prevalensi secara Nasional adalah 115/100.000 penduduk.
(2) Konversi yaitu perubahan hasil pengobatan setelah dua bulan dari BTA positip menjadi BTA negatip. Angka konversi yang harus dicapai adalah 80%
(3) Angka kesembuhan adalah hasil pengobatan pada akhir fase pengobatan lanjutan (2 bulan pengobatan intensif 4 bulan adalah fase lanjutan) diperiksa dahaknya bila negatif dinyatakan sembuh. Bila penderita tidak bisa diperiksa dahaknya maka dinyatakan sebagai pengobatan lengkap. Angka kesembuhan yang baik adalah bila > 85 %.
(28)
(4) Error rate yaitu dengan menghitung tingkat kesalahan pemeriksaan laboratorium sebagai pemantauan mutu pemeriksaan dahak. Standart error rate adalah < 5 %.
Hasil cakupan indikator program TBC Paru di Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5
Pencapaian Indikator Program TBC-Paru di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2008 – 2010
No. Indikator Pencapaian 2008( %) 2009( %) 2010( %)
1 Case Detection Rate (CDR) Target 70 70 70
Realisasi 33.84 35.7 37,42
2 Conversion Rate Target 80 80 80
Realisasi 80.18 78.74 70
3 Cure rate Target 85 85 85
Realisasi 76.3 67.08
4 Error Rate Target < 5 < 5 < 5
Realisasi 4.18 4.67 9,56
5 Sukses Rate Target > 85 > 85
(29)
Pengobatan terhadap penderita TBC-Paru diberikan secara cuma-cuma melalui obat program TB dari Pusat. Keteraturan minum obat pada penderita TB sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan penyakit TBC. Hasil kegiatan program TBC tahun 2009 sebagai berikut :
(30)
Sumber : P2 TB 2008-2010
g. Penyakit HIV-AIDS
Kasus HIV di Gunungkidul semakin meningkat, walaupun tidak setajam penyakit menular lainnya. Jumlah kasus baru penyakit HIV-AIDS yang tercatat di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 sebanyak 6 orang (3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan) dan terdapat 1 orang meninggal.
Penyakit HIV-AIDS muncul pertama di Kaupaten Gunungkidul pada tahun 2005 (1 orang) dan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Walau mengalami kenaikan, namun penderita kebanyakan telah mendapatkan pengobatan di Rumah Sakit atau Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan swasta diluar wilayah Kabupaten Gunungkidul. Pengobatan dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena masih adanya budaya malu dan stigma di masyarakat. Walaupun demikian penderita tetap terpantau Dinkes Propinsi, Puskesmas serta Dinkes Kabupaten terkait.
Dari analisa data kelompok resiko tinggi penularan HIV-AIDS diketahui bahwa, penyebaran HIV-AIDS banyak diketahui akibat perilaku yang tidak sehat yang cenderung dilakukan oleh : PSK dan sedikit kaum homosek, narapidana, pencandu narkoba, sopir dan kru angkutan, nelayan. Pada perkembangannya, saat ini penyakit HIV-AIDS ternyata juga banyak ditemukan pada ibu rumah tangga. Hal ini juga dimungkinkan akibat tertular dari suami.
(31)
Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran penyakit HIV-AIDS ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul beserta masyarakat dan swasta melakukan beberapa langkah, antara lain: - Melakukan KIE kepada masyarakat terutama kepada kelompok
RISTI.
- Survielans HIV dengan kegiatan serro survey, untuk memantau perkembangan kasus termasuk penyebarannya.
- Pendampingan bagi pengidap HIV atau ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), termasuk rujukan.
- Mengurangi penderitaan ODHA dari aspek medis, psikologis dan sosial.
- Menjaga kerahasiaan penderita dari kemungkinan penolakan masyarakat dan pelanggaran HAM.
- Membentuk Komisi Penanggulangan HIV-AIDS Daerah (KPAD). Dari informasi yang diperoleh asal penyakit adalah penderita bekerja di kota besar (Jakarta, Bali, Bandung, Surabaya) lalu pulang ke Gunungkidul membawa penyakit. Jadi semua kasus tadi merupakan kasus import (ketika sakit penderita berada di kota-kota besar, setelah sakit/mati pulang ke Gunungkidul). Adapun kendala program penganggulangan HIV/AIDS adalah:.
- Pemetaan kasus dan kelompok RISTI belum jelas.
- Mobilisasi penduduk Gunungkidul yang sangat tinggi memungkinkan penyebaran dan penularan kasus HIV juga tinggi
- Rendahnya masyarakat yang mau periksa VCT
- Sebaran PSK yang tidak memusat (lokalisasi), sehingga sulit pengawasannya
h. Filariasis
Penyakit kecacingan yang diamati intensif adalah filariasis yang pada tahun 2010 ini terlaporkan ada 1 penderita. Hal ini terkait dengan pengobatan dan produktifitas penderita (masalah estetika). Apabila
(32)
terdapat kasus filariasis, maka perlu dilakukan prosedur pengobatan pada komunitas disekitar untuk mencegah terjangkit cacing filaria.
i. AFP (Acut Flaccid Paralysis)
Penemuan penderita AFP dilakukan dengan sasaran anak yang berumur < 15 tahun. Dari target 4 case finding AFP (non polio) ada 7 yang ditemukan dengan AFP Rate sebesar 3,95/100.000 pddk < 15 tahun. Hal ini menunjukkan kinerja case finding AFP >100% tercapai dan surveillance mulai berjalan dengan bagus. Yang perlu dipahami bahwa seseorang yang lumpuh (layuh) tidak selalu identik dengan penderita polio. Polio sendiri adalah salah satu manifestasi dari lumpuh layuh (bagian dari AFP). Mengapa tetap dilakukan surveilans AFP, adalah untuk bukti Indonesia Bebas Polio Tahun 2012 maka syaratnya selama 3 tahun berturut-turut tidak ada kasus polio, yang dibuktikan dari survey AFP yang bagus sesuai target.
j. Pneumonia
Jumlah kasus Pneumonia Balita pada tahun 2010 terlaporkan 96 kasus dari target 3.628 kasus yang seharusnya ditemukan (2,65%).
Kasus Pneumonia tidak banyak ditemukan di kabupaten Gunungkidul. Tidak banyak penderita Pneumonia tidak mesti karena sedikitnya kasus yang ada di masyarakat melainkan bisa juga karena underdiagnosis/underreporting.
k. Flu Burung
Kasus Flu Burung sudah terjangkit di wilayah Kabupaten Gunungkidul sejak tahun 2009. Jumlah kasus suspect Flu Burung di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 sebanyak 3 kasus dan terjadi 1 kasus meninggal. Dengan timbulnya kasus Flu Burung, maka perlu diwaspadai setiap penyakit Influenza Like Illness (ILI) untuk dicurigai adanya kasus H1N1 dan H5N1 (flu burung) serta perlu juga waspada bila terjadi kematian unggas mendadak (KUM) agar bisa ditemukan penderita secara dini sehingga tidak terlambat dalam penanganan
(33)
penderita. Istilah H5N1 adalah penyakit bila menyerang manusia, sedangkan bila menyerang unggas istilahnya adalah Avian Flu. Kegiatan surveilans influenza terdiri dari Avian Influenza (H5N1) dan Influenza A Baru H1N1. Kegiatan Surveilans H5N1 dan pelacakan bila terjadi Kematian Unggas Mendadak (KUM) dilakukan secara terintegrasi dengan Dinas Peternakan.
Jumlah kematian unggas di Kabupaten Gunungkidul pada tiga tahun terakhir ditampilkan dalam gambar berikut:
Faktor pendukung timbulnya wabah diantaranya:
- Jumlah peternakan unggas di Gunungkidul cukup banyak dan merata.
- Peternakan unggas masih dikelola secara tradisional (belum terjaga kesehatannya), sehingga sanitasi di kandang masih kurang baik - PHBS masih rendah di masyarakat (belum merata)
- Lalu lintas unggas belum terawasi secara baik, sehingga memungkinkan penyebaran Flu Burung sangat cepat di seluruh Gunungkidul.
- Mobilitas penduduk Gunungkidul tinggi, juga sebagai pendukung tersebarnya penyakit flu burung semakin cepat.
- Konsumsi produk unggas bagi penduduk Gunungkidul lebih tinggi dibanding produk hewani lain.
Adapun langkah penanggulangan yang telah dilakukan Dinkes Gunungkidul adalah :
(34)
- Pembentukan Tim Gerak Cepat wabah Flu Burung yang melibatkan lintas sektor di Kabupaten (Polisi, Kodim, DPU, Pol PP, PMI, RSUD, Pemda, BPMPKB, Dishutbun, Distan, Disnak, Kesbanglinmasy, dll.) - Pembentukan Desa Siaga Tanggap Flu Burung di Kec. Playen.
- Pelacakan tiap ada laporan masyarakat tentang wabah Afian Flu di Gunungkidul
- Bersama dengan RSUD Wonosari dan RSUP Sarjito memfasilitasi rujukan kasus flu burung dari seluruh Puskesmas.
i. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Penyakit PD3I meliputi Difteri, Pertusis, Tetanus, Tetanus Neonatorum, Campak, Polio dan Hepatitis B. penyakit yang berhubungan dengan imunisasi yang sering ditemukan di Kabupaten Gunungkidul adalah penyakit Campak.
Jumlah kasus PD3I yang muncul di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 adalah Campak (23 kasus) dan Difteri (1 kasus). Untuk kasus Tetanus Neonatorum, Pertusis, Hepatitis B dan Polio pada tahun 2010 tidak ditemukan adanya kasus baru.
2. Penyakit tidak menular.
Penyakit tidak menular banyak diderita oleh penduduk golongan umur Lansia. Penyakit tidak menular pada tahun 2010 di Kabupaten Gunungkidul diantaranya adalah: Hipertensi Primer, Gastritis, Asma, Rheumatoid Arthritis, Gangguan sendi/Athralgia, Gastritis, dan Gangguan lain pada jaringan otot. Penyakit tidak menular lain yang harus diwaspadai adalah: Keganasan dan Gangguan Jiwa.
4.4. SANITASI DASAR DAN PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN 1. Sanitasi Dasar
Sanitasi berkaitan dengan kepemilikan jamban keluarga, kepemilikan saluran pembuangan air limbah, tempat sampah maupun penggunaan air bersih.
(35)
Kepemilikan jamban keluarga di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 telah mencapai 93,66% meningkat dibanding tahun 2009 (84.08%). Jenis jamban keluarga di pedesaan masih banyak yang berbentuk “Jamban Cemplung” kemungkinan terkait dengan keterbatasan persediaan air. Sedangkan jenis fasilitas buang air besar yang lain meliputi jenis jamban leher angsa dan plengsengan.
Pembuangan sampah dilakukan dengan berbagai macam, sebagian penduduk membuat lubang tempat sampah dan dilakukan pembakaran dan pembersihan atau penimbunan pada waktu-waktu tertentu. Beberapa wilayah juga ada yang melakukan pemilahan sampah sehingga bisa dimanfaatkan lebih lanjut seperti untuk kompos dan lain-lain.
Air menjadi salah satu masalah penting di wilayah selatan Kabupaten Gunungkidul. Kekeringan menjadi hal yang rutin terjadi pada musim kemarau dan terkait erat dengan potensi dari kandungan air di tanah kapur. Program memompa sungai bawah tanah untuk dialirkan ke daerah potensial kekeringan telah dilakukan, namun dalam pelaksanaannya, keterbatasan debit air dan prasarana serta kondisi geografi yang ada masih belum semua masalah ketersediaan air bersih di Kabupaten Gunungkidul bisa tertuntaskan.
Penyediaan air dalam bentuk PAH (Penampungan Air Hujan) bagi penduduk setempat juga telah dilakukan, namun demikian, PAH bukanlah pemecahan utama karena dengan berakhirnya musim penghujan maka fungsi penyediaan air pada akhirnya menjadi berkurang dan harus diisi dengan air tangki yang diambil dari sumber air. Sementara, alternatif pengadaan air bersih melalui beli air dengan truk tangki air menjadi beban ekonomi tersendiri bagi masyarakat setempat. Sumber air bersih dan air minum penduduk di Kabupaten Gunungkidul terdiri dari ledeng , sumur pompa tangan, sumur gali, penampungan air hujan (PAH), dan air dalam kemasan. Berdasar hasil kegiatan kesehatan lingkungan pada tahun 2010 diperoleh angka sebagai berikut :
(36)
Tabel 4.6.
Jumlah Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar di Kab. Gunungkidul Tahun 2010
No Kepemilikan Sanitasui dasar cakupan (%)
1 Keluarga memiliki jamban sehat 93,66
2 Keluarga memiliki tempat sampah sehat 66,76
3 Keluarga memiliki pengelolaan air limbah sehat
39,47
4 Keluarga dengan sumber air terlindungi 46,39
Sumber : Kesling (P2MPL) Dinkes Kab. Gunungkidul
2. Pembinaan Kesehatan lingkungan
Situasi kesehatan lingkungan di Gunungkidul berdasar data yang peroleh dari petugas di Puskesmas disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.7
Data Kesehatan Lingkungan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010
Jenis Sarana (target 60%) Cakupan (%)
Rumah Sehat 50,98
TUPM , meliputi :Resto/WM/K/IM/JB 64,92
Institusi dibina kesehatan lingkungan 60,54
Sumber : Kesling Dinkes Kab. Gunungkidul
Cakupan rumah sehat di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 menunjukan angka kurang dari target yang diharapkan. Demikian pula untuk tahun-tahun sebelumnya, target belum bias terpenuhi. Perumahan penduduk pada umumnya berkelompok. Jenis bangunan rumah penduduk terutama di perkotaan umumnya berupa bangunan perumahan yang permanen/tembok, sementara untuk di daerah pedesaan sebagian penduduk juga telah banyak yang membangun rumah yang permanen dan sebagian semi permanen.
Tempat-tempat umum dan institusi yang dibina kesehatan lingkungan oleh petugas kesehatan belum semuanya bisa dilakukan. Hal ini karena keterbatasan tenaga dibanding dengan jumlah sarana yang tidak seimbang.
(37)
Bayi, Balita dan ibu hamil/nifas merupakan kelompok sasaran yang sangat rentan terhadap penyakit dan masalah kesehatan lainnya, sehingga program perbaikan gizi diarahkan pada kelompok tersebut. Program perbaikan gizi antara lain meliputi pemberian Vit A, Fe dan Kapsul Iodium.
Pemberian Vitamin A pada Balita untuk setiap tahun diberikan pada dua tahap (Bulan Vitamin A) yaitu pada Bulan Februari dan Agustus. Distribusi Vitamin A banyak dilakukan melalui Posyandu. Cakupan pemberian Fe kepada ibu hamil dan Balita sangat berkaitan dengan banyaknya kasus anemia yang ada di Kabupaten Gunungkidul. Distribusi Fe juga banyak dilakukan melalui Posyandu. Bentuk pemberian Fe untuk Balita berupa sirup sedangkan untuk ibu hamil/nifas berupa TTD (tablet tambah darah). Data selengkapnya sebagai berikut:
Tabel 4.8
Cakupan Pemberian Vit. A dan Fe3 di Kabupaten Gunungkidul tahun 2008-2010
Intervensi Gizi 2008 2009 2010
Pemberian Vit. A
Bayi
Balita (100%)
Ibu nifas (90%)
98.90 90.20
98.30 90.60
97,94 99,14 93,97 Cakupan Bumil mdpt Fe
Fe 3 (90%) 82.40 78.35 77,06
Pemberian MP-ASI bagi Balita (6-59 bln) bagi
gakin (100%) 100
Sumber : Gizi, Dinkes Gunungkidul
Cakupan pemberian Vitamin A pada Bayi dan Balita dari tahun ke tahun menunjukkan angka kenaikan. Namun, untuk cakupan pemberian Fe 3 pada ibu hamil justru mengalami penurunan. Mengacu pada cakupan pemberian Fe pada ibu hamil tersebut, maka perlu diwaspadai adanya peningkatan angka anemia pada ibu hamil apabila kecukupan gizi ibu hamil kurang diperhatikan.
Berkaitan dengan pola pemberian ASI (Air Susu Ibu), ibu rumah tangga di Kabupaten Gunungkidul relatif telah cukup baik dimana pada
(38)
umumnya mereka menyusui bayinya sampai dengan usia 12-24 bulan dan diatas 24 bulan. Pada tahun 2010 diperoleh angka 31,08% ibu yang memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, meningkat disbanding tahun 2009 (26,41%). Karena rata-rata cakupan ASI Eksklusif (E6) rendah, maka perlu sosialisasi/promosi supaya program ASI eksklusif tercapai. 4.6 PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Upaya pengobatan sebagai pelayanan penunjang kesehatan didalamnya terdapat perlayanan kefarmasian yang meliputi permintaan, pengadaan, penyimpanan, pemakaian dan distribusi obat, serta pemusnahan obat kadaluwarsa.
Dalam hal kecukupan obat di pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) menurut jenisnya prioritas utama adalah memenuhi obat esensial, termasuk didalamnya obat program, dan obat generik. Capaian pemenuhan obat di Puskesmas pada tahun 2010 telah mencapai >90%.
Beberapa jenis obat juga telah disediakan dari Pusat berupa Buffer Stok untuk mengantisipasi waiting period yaitu saat antara stok habis dengan mulai datangnya obat dari hasil pengadaan seringkali terlambat datang. Namun, sejak dua tahun terakhir, dengan dimasukkannya anggaran obat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) maka obat buffer stock dari Pusat diberhentikan untuk dikirim ke daerah.
Hal ini perlu langkah efektif untuk mengatasinya, yaitu dengan mengurangi obat-obat yang tidak perlu diresepkan (Penggunaan Obat Rasional), perencanaan obat dengan pola morbidity (INA-DRG, ICD X), pengadaan obat yang mempunyai kadaluarsa lebih dari 1 tahun, dan pemusnahan obat kadaluwarsa .
4.7. AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN a. Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan
1. Akses Pelayanan Kesehatan Bagi Gakin
Pelayanan kesehatan di Kabupaten Gunungkidul bisa diakses oleh masyarakat miskin maupun non miskin yang bertempat tinggal di wilayah
(39)
Kabupaten Gunungkidul maupun di berbagai wilayah sekitar Gunungkidul/daerah perbatasan.
Masyarakat miskin yang bisa mengakses pelayanan kesehatan di instansi pemerintah adalah mereka yang terdaftar dalam Jamkesmas sebanyak 340.635 jiwa. Bagi masyarakat miskin yang tidak tercakup dalam Jamkesmas, maka melalui APBD Provinsi DIY telah disediakan dana Jamkesos dan dari APBD Kabupaten Gunungkidul disediakan dana bantuan pengobatan bagi pasien miskin.
Jumlah kunjungan rawat jalan pasien Maskin di sarana kesehatan strata I (Puskesmas) pada tahun 2010 sebanyak 331.218 kunjungan dari 968.416 kunjungan total (34,20%), sedangkan pelayanan rawat jalan rujukan pasien Maskin di sarana kesehatan strata 2 dan 3 (Rumah Sakit) sebesar 9.914 pasien (4.178 laki-laki dan 5.736 perempuan) dari 52.251 kunjungan total (18,97%). Sedangkan pelayanan rawat inap pasien miskin di Puskesmas sebanyak 3.272 pasien dari 7.407 pasien ( 44,17%) dan di Rumah Sakit sebanyak 4.467 pasien (1.718 laki-laki dan 2.749 perempuan) dari 12.797 (34,90%). Berdasar jenis kelamin, ternyata pasien dengan jenis kelamin perempuan di Rumah Sakit yang menunjukkan angka lebih besar baik di rawat jalan maupun rawat inap. Hal ini perlu menjadi perhatian dalam pelayanan di Poliklinik maupun pembuatan/penyediaan jumlah tempat tidur di bangsal perawatan yang dibedakan menurut jenis kelamin.
2. Kunjungan Puskesmas Kunjungan Rawat Jalan
Kunjungan rawat jalan Puskesmas meliputi kunjungan aktif dan pasif. Kunjungan aktif dilakukan Puskesmas melalui kegiatan Puskesmas Keliling yang biasanya dipadukan dengan kunjungan ke Posyandu Balita, Posyandu Usila, atau di Pos-pos tertentu yang telah ditentukan misalnya pos pelayanan kesehatan di Pasar, Rumah tahanan, sekolah dan sebagainya. Kunjungan pasien rawat jalan Puskesmas pada
(40)
tahun 2010 sebanyak 968.416 kunjungan meningkat dibanding tahun 2009 (834.863 kunjungan).
Seiring dengan dipacunya target pendapatan serta adanya dukungan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas dan jaringannya, maka pada tahun 2010 Puskesmas mengalami kenaikan kunjungan yang banyak didukung dengan kegiatan Puskesling, Screening Kesehatan/UKS, dan kunjungan BP non Pustu. Pasien yang berkunjung ke Puskesmas meliputi pasien umum/bayar, ASKES, Gratis, dan pasien dengan Kartu Jaminan Kesehatan (Jamkesmas/Jamkessos). Kunjungan ke Puskesmas berdasar jenis pembayaran berdasar laporan setoran pendapatan retribusi Puskesmas sebagian besar adalah pasien gratis. Hal ini terkait dengan kebijakan Bupati sejak tahun 2007 untuk menggratiskan retribusi di pendaftaran dan gratis untuk buku KIA. Selain itu, obat untuk pelayanan kesehatan dasar juga sudah disediakan dari anggaran pemerintah/APBD sehingga kebanyakan pasien yang berkunjung ke Puskesmas tanpa tindakan medis akan mendapat pelayanan secara gratis.
Kunjungan Rawat Inap
Jumlah pasien rawat inap di Puskesmas pada tahun 2010 sebanyak 7.739 pasien. Pasien rawat inap Puskesmas di Kabupaten Gunungkidul diperoleh data BOR yang sangat kecil. Hal ini bukan berarti semua puskesmas jumlah pasiennya kecil, melainkan ada sebagian puskesmas dengan rawat inap kurang optimal penggunaanya dan juga ada Puskesmas rawat inap yang jumlah bed kurang dari 10.
Jumlah pasien rawat inap di Rumah Sakit dari tiga Rumah Sakit Di Gunungkidul terdapat 17.597 pasien dengan kunjungan terbesar ke RSUD Wonosari (12.797 pasien) dengan BOR 82,54%.
b. Mutu Pelayanan
Mutu pelayanan merupakan hal pokok yang menentukan kepuasan pelanggan. Pelanggan di Puskesmas meliputi pelanggan internal (kayawan Puskesmas) dan pelanggan eksternal (masyarakat). Dalam
(41)
rangka memenuhi standar mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas, maka beberapa Puskesmas telah diterapkan system ISO. Lima Puskesmas telah memperoleh sertifikat ISO yaitu : Ponjong I, Nglipar I, Wonosari I, Patuk I dan Panggang II. Untuk Puskesmas yang lain dirintis dengan metode PMKK (penerapan manajemen kinerja klinik), QA (quality incurrent) dan sistem yang mengacu pada manajemen yang ada di Puskesmas dengan ISO.
(42)
BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 5.1 SARANA KESEHATAN
Sarana Kesehatan merupakan input bagi berlangsungnya sistem pelayanan kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan meliputi : sarana kesehatan yang dimiliki pemerintah, sarana kesehatan bersumberdaya masyarakat dan sarana kesehatan swasta.
Sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang ada di Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 30 Puskesmas dan 108 Puskesmas Pembantu. Dari 30 Puskesmas tersebut, 14 diantaranya merupakan Puskesmas dengan pelayanan rawat inap. Sarana pelayanan kesehatan terdiri dari Rumah Sakit swasta, Balai Pengobatan (BP), Bidan Praktek swasta (BPS), Rumah Bersalin (RB) dan dokter praktek. Juga sarana kesehatan penunjang seperti : Apotik, Laboratorium Klinik, Optical. Untuk sarana yang bersumberdaya masyarakat meliputi Polindes berjumlah 31 dan Posyandu berjumlah 1461.
Sarana Kesehatan pemerintah yang dimiliki pemerintah pusat dan pemerintah provinsi dan BUMN tidak ada di Gunungkidul.
Sarana pelayanan berupa Gedung, instalasi fisik dan Alat Kesehatan (alat medis, alat penunjang medis, alat non medis) di instansi kesehatan pemerintah (Rumah Sakit Umum Daerah dan Puskesmas) juga disesuaikan dengan standar pelayanan. Untuk pemeliharaannya dilakukan kalibrasi berkala untuk beberapa Puskesmas, sehingga mutu pelayanan dan keselamatan pasien bisa terjaga.
5.2 TENAGA KESEHATAN
Tenaga kesehatan adalah mereka yang bekerja di instansi kesehatan pemerintah dan berlatar belakang pendidikan kesehatan. Tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten Gunungkidul tersebar di Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari, Puskesmas dan UPt Laboratorium. Jenis tenaga kesehatan di Kabupaten Gunungkidul terdiri dari Dokter, Bidan,
(43)
Perawat, Nutrisionis, Sanitarian, Kesehatan Masyarakat, Analis Kesehatan, dan Teknisi Kesehatan.
Kecukupan tenaga dokter spesialis perbandingannya adalah 4,1 dokter spesialis/100.000 penduduk, meningkat dari tahun sebelumnya. Rasio dokter yaitu 18,6 dokter/100.000 penduduk. Rasio dokter gigi yaitu 5,5 drg melayani 100.000 penduduk. Dari rasio tersebut termasuk juga dokter PTT dan dokter yang bekerja di rumah sakit swasta.
Paramedic terdiri dari paramedic perawatan dan non perawatan. Rasio tenaga paramedis untuk tenaga gizi 5 nutrisionis/100.000 penduduk. Tenaga farmasi yaitu 9 melayani 100.000 penduduk. Tenaga perawat yaitu 69,87 melayani 100.000 penduduk. Rasio Bidan yaitu 27,29 melayani 100.000 penduduk.
Tenaga kesehatan masyarakat rasionya 2,2 melayani 100.000 penduduk dan tenaga sanitasi 5.4 melayani 100.000 penduduk. Untuk tenaga teknisi medis yaitu analis laboratorium yang sudah tersebar di semua Puskesmas dan Rumah Sakit serta tenaga piñata rongsen, perawat anastesi dan fisioterapis yang berada di Rumah Sakit.
Pemenuhan tenaga kesehatan berkorelasi positif terhadap pencapaian target-target program pembangunan kesehatan seperti: capaian kunjungan di sarana pelayanan kesehatan, kunjungan K1 dan K4 ibu hamil, juga capaian target status gizi serta program yang lain.
5.3 PEMBIAYAAN KESEHATAN
Pembayaran pelayanan kesehatan masyarakat ternyata diperoleh angka bahwa pembayaran langsung dari masyarakat yang dikenal dengan out of pocket payment (OOP) mendominasi pembiayaan pelayanan kesehatan di Gunungkidul.
Biaya kesehatan di Kabupaten Gunungkidul bersumber dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi dan APBN. Alokasi anggaran terbesar untuk biaya kesehatan berasal dari APBD Kabupaten (74,46%) dan lebih dari 50% biaya tersebut dipergunakan untuk gaji pegawai/Belanja tidak langsung. Sumber dana berikutnya adalah APBN (23,69%) yang terdiri dari
(44)
dana dekonsentrasi yang diberikan melalui Provinsi, dana Jamkesmas (Bansos) dan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang langsung diberikan melalui rekening Kepala Puskesmas.
Secara umum alokasi anggaran kesehatan di Gunungkidul pada tahun 2010 adalah Rp 163.216,55/kapita/tahun meningkat dibanding tahun 2009 (Rp.123.448,85/kapita/tahun). Prosentase APBD Kesehatan terhadap APBD Kabupaten adalah 11.35% (termasuk gaji 54.8%) masih dibawah yang diamanatkan yaitu 15% dari APBD Kabupaten (tidak termasuk gaji).
Belanja kesehatan/kapita melebihi rekomendasi WHO yang mensyaratkan US$/34 kapita sedang hasil penghitungan didapat US$ 46.5/kapita penduduk Gunungkidul (1 US$ = Rp.9500,-). Sedangkan dibanding Standar World Bank ( US$ 12 – 18 ) sudah diatas standar dengan angka perhitungan. Kontribusi Rumah Tangga lebih besar dibanding kontribusi pemerintah, artinya terjadi pemiskinan karena tingginya pengeluaran masyarakat untuk kesehatan.
Menurut BPS, total pengeluaran kesehatan adalah sebesar 166,7 milyar rupiah, atau Rp.229.390,-/kapita/tahun. Adapun rata-rata pengeluaran bulanan untuk kesehatan adalah Rp.138.700,- /kapita/tahun untuk penduduk termiskin dan Rp.767.312,-/kapita/tahun untuk penduduk terkaya. Untuk mengurangi kesenjangan tersebut perlu Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin dan masyarakat yang mampu juga sebaiknya mau mengiur biaya melalui suatu Jaminan Kesehatan.
5.4 SUMBER DAYA KESEHATAN LAINNYA. 1. Posyandu
Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan bisa kita lihat antara lain dari kegiatan Posyandu. Posyandu yang ada di masyarakat adalah Posyandu Balita dan Posyandu Lansia. Kegiatan Posyandu yang banyak dilakukan di masyarakat adalah penimbangan Balita yang didukung dengan program peningkatan Gizi berupa pemberian makanan tambahan (PMT). Penjaringan kasus gizi buruk pada Balita banyak ditemukan melalui kegiatan penimbangan di Posyandu. Selain itu
(45)
kegiatan pemberian Vitamin A dan Fe juga banyak disalurkan melalui Posyandu.
Jumlah Posyandu Balita aktif yang terdaftar di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 1.287 Posyandu (88,09%). Posyandu dikelompokkan menurut 4 strata meliputi Posyandu Strata Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Tingkatan perkembangan Posyandu yang menjadi harapan adalah tingkat Purnama atau Mandiri dimana cakupan kegiatan Posyandu sudah mencapai > 50 % (KIA, KB, Imunisasi, cakupan D/S). Selain itu masih ada indikator tambahan lain yaitu adanya program tambahan dan dana sehat.
Data selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
2. Desa Siaga
Desa siaga aktif menjadi salah satu indikator dari Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan, sejak ditetapkan SPM tahun 2003. Untuk itulah beberapa tahun terakhir diupayakan capaian target dari Desa Siaga di Kabupaten Gunungkidul.
jumlah desa di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 144 desa dan telah semua desa (100%) dikatagorikan dengan Desa Siaga aktif.
3. Rumah Tangga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Salah satu program yang tengah disosialisasikan kepada masyarakat adalah Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) yang pada intinya memberikan penilaian terhadap beberapa indikator perilaku di
(46)
rumah tangga dan institusi. Hasil pemantaua PHBS di tatanan rumah tangga pada tahun 2010 sebesar 22,75%. Hasil tersebut masih sangat jauh dari target yang diharapkan.
Rendahnya cakupan ini berkaitan dengan hasil penilaian dari beberapa variabel, antara lain angka bebas rokok dalam satu rumah tangga dan kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan/ asuransi kesehatan memperlihatkan angka yang rendah.
(47)
BAB VI KESIMPULAN
1. IPM dan Angka Harapan Hidup
Peringkat IPM Kabupaten Gunungkidul mengalami penurunan 13 poin dan hal tersebut adalah terendah se Provinsi DIY. Walau demikian Angka Harapan Hidup meningkat fantastis dari 238 menjadi urutan 80 Nasional. Variabel yang membuat IPM turun adalah rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf tetap, tidak mengalami peningkatan. Perlu diantisipasi, supaya ditahun mendatang meningkat rangkingnya.
2. Angka Kematian
Angka kematian ibu tetap disbanding tahun 2007. Demikian pula Angka Kematian Bayi. Semuanya telah melampaui target Nasional. Hal ini menandakan bahwa program upaya kesehatan ibu dan anak cukup berhasil. Perlu ditingkatkan ditahun berikutnya, terutama keberadaan Dokter Spesialis Anaestesi supaya kasus bulin risti dapat ditangani. Sarana NICU (Neonatal Intensif Care Unit) juga perlu ada, sehingga kasus neonatus risti mendapat pelayanan rujukan yang memadai.
3. Angka Kesakitan
Kelompok umur yang kunjungan kasus kesakitannya tertinggi adalah golongan Lansia (>=65tahun), baru balita dan bayi. Bayi walau masuk kelompok rentan namun karena ada program IMD, daya tahan meningkat. Pada Balita ada program PMT penyuluhan dan pemulihan, sedangkan untuk Lansia kunjungan kesakitan tinggi karena adanyapenyakit degenerative/kornis. Perlu ditingkatkan kegiatan inovatif, misalnya PMT Lansia, senam bugar lansia,dll.
Dominasi penyakit golongan umum adalah Common Cold, sedangakan pada Lansia adalah Hipertensi.
4. Status Gizi
Angka gizi buruk sudah dibawah standar nasional yaitu kurang dari 1%. Sedangkan kecamatan aman dari rawan gizi sebanyak 1 kecamatan, bebas rawan gizi tingkat sedang sebanyak 3 kecamatan, dan 15
(48)
kecamatan dinyatakan bebas rawan gizi tingkat rendah. KEK WUS telah melampaui target nasional 20%. Kasus Anemia pada ibu hamil telah kurang dari 30% pada tahun 2008.
5. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak
Cakupan K1, K4 dan Linakes meningkat, namun belum melampaui target. Kendala utama adalah kurangnya dokumentasi persalinan dan pelacakan kasus yang masih rendah (pasif case finding. Deteksi tumbuh kembang belum mencapai target, dikarenakan pemeriksaan yang kompleks dan rujukan temuan kasus tumbuh kembang masih kurang. Cakupan Desa UCI di Gunungkidul meningkat tapi belum tercapai target 100%.
6. Pelayanan Pengobatan/perawatan
Angka kunjungan rawat jalan dan rawat inap Puskesmas mengalami peningkatan, adapun kunjungan RSU mengalami penurunan. Pelayanan Gawat Darurat dan penunjang medis juga meningkat kinerjanya. Kunjungan Puskesmas dan RSU didominasi oleh pasien maskin baik yang ditanggung jaminan kesehatan
7. Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan
Penyakit menular yang tepantau dengan baik yaitu: DB, Chikungunya, Malaria, Diare, Kusta, TBC Paru, HIV-AIDS dan Penyakit Kelamin, Filariasis, AFP dan Pneumonia. Ada pula terjadi kasus new emerging diseases yaitu H5N1 dan H1N1.
Penyakit tidak menular yang mendapat perhatian terutama yang berakibat fatal (CVD) dan bersifat katastropik (Keganasan).
Khusus untuk kesehatan lingkungan sebagai kegiatan yang komprehensif, maka perlu dukungan data yang akurat dan valid. Dibutuhkan adanya kegiatan sosialisasi indikator, updating, dan evaluasi data Kesehatan Lingkungan, juga mengoptimalakan pelaporan yang ada. Agenda untuk mencapai Kabupaten Sehat juga telah dirintis.
(49)
Program perbaikan gizi dengan cara pemberian Vit A dan Fe (tablet dan sirup). Khusus untuk kapsul Yodiol diberikan sesuai diagnose, karena gondok pada hipertiroid kadang meragukan.
9. Sumberdaya Kesehatan
Isu utama adalah adanya Dual Practice dan mutu tenaga kesehatan, akibat rendahnya anggaran untuk pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensidan kapabilitas. Juga banyaknya mutasi pegawai (lajon, commuter).
Demikian secara umum gambaran program pembangunan kesehatan di Kabupaten Gunungkidul tahun 2009. Banyak hal yang belum tercover di materi tersajikan pada lampiran guna memberikan gambaran pembangunan kesehatan yang lebih detil. Dari serangkaian data yang disajikan dapat dipetik intisari profil kesehatan Gunungkidul yaitu derajad kesehatan masyarakat Gunungkidul cukup tinggi, sehingga Visi Gunungkidul Sehat Mendukung Indonesia Sehat Tahun 2010 secara optimistis dikatakan dapat dicapai. Dengan demikian Kabupaten Gunungkidul walaupun masih tetap waspada pada beberapa capaian kesehatan tertentu, dapat disebut berhasil dalam pembangunan kesehatan, dalam mengantarkan ke Visi Indonesia Sehat 2010 maupun Milenium Development Goals by the year 2015.
Akhirnya, semoga profil ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan dapat dipakai sebagai referensi dengan menyebutkan sumbernya.
(1)
dana dekonsentrasi yang diberikan melalui Provinsi, dana Jamkesmas (Bansos) dan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang langsung diberikan melalui rekening Kepala Puskesmas.
Secara umum alokasi anggaran kesehatan di Gunungkidul pada tahun 2010 adalah Rp 163.216,55/kapita/tahun meningkat dibanding tahun 2009 (Rp.123.448,85/kapita/tahun). Prosentase APBD Kesehatan terhadap APBD Kabupaten adalah 11.35% (termasuk gaji 54.8%) masih dibawah yang diamanatkan yaitu 15% dari APBD Kabupaten (tidak termasuk gaji).
Belanja kesehatan/kapita melebihi rekomendasi WHO yang mensyaratkan US$/34 kapita sedang hasil penghitungan didapat US$ 46.5/kapita penduduk Gunungkidul (1 US$ = Rp.9500,-). Sedangkan dibanding Standar World Bank ( US$ 12 – 18 ) sudah diatas standar dengan angka perhitungan. Kontribusi Rumah Tangga lebih besar dibanding kontribusi pemerintah, artinya terjadi pemiskinan karena tingginya pengeluaran masyarakat untuk kesehatan.
Menurut BPS, total pengeluaran kesehatan adalah sebesar 166,7 milyar rupiah, atau Rp.229.390,-/kapita/tahun. Adapun rata-rata pengeluaran bulanan untuk kesehatan adalah Rp.138.700,- /kapita/tahun untuk penduduk termiskin dan Rp.767.312,-/kapita/tahun untuk penduduk terkaya. Untuk mengurangi kesenjangan tersebut perlu Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin dan masyarakat yang mampu juga sebaiknya mau mengiur biaya melalui suatu Jaminan Kesehatan.
5.4 SUMBER DAYA KESEHATAN LAINNYA. 1. Posyandu
Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan bisa kita lihat antara lain dari kegiatan Posyandu. Posyandu yang ada di masyarakat adalah Posyandu Balita dan Posyandu Lansia. Kegiatan Posyandu yang banyak dilakukan di masyarakat adalah penimbangan Balita yang didukung dengan program peningkatan Gizi berupa pemberian makanan tambahan (PMT). Penjaringan kasus gizi buruk pada Balita banyak ditemukan melalui kegiatan penimbangan di Posyandu. Selain itu
(2)
kegiatan pemberian Vitamin A dan Fe juga banyak disalurkan melalui Posyandu.
Jumlah Posyandu Balita aktif yang terdaftar di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 1.287 Posyandu (88,09%). Posyandu dikelompokkan menurut 4 strata meliputi Posyandu Strata Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Tingkatan perkembangan Posyandu yang menjadi harapan adalah tingkat Purnama atau Mandiri dimana cakupan kegiatan Posyandu sudah mencapai > 50 % (KIA, KB, Imunisasi, cakupan D/S). Selain itu masih ada indikator tambahan lain yaitu adanya program tambahan dan dana sehat.
Data selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
2. Desa Siaga
Desa siaga aktif menjadi salah satu indikator dari Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan, sejak ditetapkan SPM tahun 2003. Untuk itulah beberapa tahun terakhir diupayakan capaian target dari Desa Siaga di Kabupaten Gunungkidul.
jumlah desa di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 144 desa dan telah semua desa (100%) dikatagorikan dengan Desa Siaga aktif.
3. Rumah Tangga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Salah satu program yang tengah disosialisasikan kepada
(3)
rumah tangga dan institusi. Hasil pemantaua PHBS di tatanan rumah tangga pada tahun 2010 sebesar 22,75%. Hasil tersebut masih sangat jauh dari target yang diharapkan.
Rendahnya cakupan ini berkaitan dengan hasil penilaian dari beberapa variabel, antara lain angka bebas rokok dalam satu rumah tangga dan kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan/ asuransi kesehatan memperlihatkan angka yang rendah.
(4)
BAB VI KESIMPULAN
1. IPM dan Angka Harapan Hidup
Peringkat IPM Kabupaten Gunungkidul mengalami penurunan 13 poin dan hal tersebut adalah terendah se Provinsi DIY. Walau demikian Angka Harapan Hidup meningkat fantastis dari 238 menjadi urutan 80 Nasional. Variabel yang membuat IPM turun adalah rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf tetap, tidak mengalami peningkatan. Perlu diantisipasi, supaya ditahun mendatang meningkat rangkingnya.
2. Angka Kematian
Angka kematian ibu tetap disbanding tahun 2007. Demikian pula Angka Kematian Bayi. Semuanya telah melampaui target Nasional. Hal ini menandakan bahwa program upaya kesehatan ibu dan anak cukup berhasil. Perlu ditingkatkan ditahun berikutnya, terutama keberadaan Dokter Spesialis Anaestesi supaya kasus bulin risti dapat ditangani. Sarana NICU (Neonatal Intensif Care Unit) juga perlu ada, sehingga kasus neonatus risti mendapat pelayanan rujukan yang memadai.
3. Angka Kesakitan
Kelompok umur yang kunjungan kasus kesakitannya tertinggi adalah golongan Lansia (>=65tahun), baru balita dan bayi. Bayi walau masuk kelompok rentan namun karena ada program IMD, daya tahan meningkat. Pada Balita ada program PMT penyuluhan dan pemulihan, sedangkan untuk Lansia kunjungan kesakitan tinggi karena adanyapenyakit degenerative/kornis. Perlu ditingkatkan kegiatan inovatif, misalnya PMT Lansia, senam bugar lansia,dll.
Dominasi penyakit golongan umum adalah Common Cold, sedangakan pada Lansia adalah Hipertensi.
4. Status Gizi
(5)
kecamatan dinyatakan bebas rawan gizi tingkat rendah. KEK WUS telah melampaui target nasional 20%. Kasus Anemia pada ibu hamil telah kurang dari 30% pada tahun 2008.
5. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak
Cakupan K1, K4 dan Linakes meningkat, namun belum melampaui target. Kendala utama adalah kurangnya dokumentasi persalinan dan pelacakan kasus yang masih rendah (pasif case finding. Deteksi tumbuh kembang belum mencapai target, dikarenakan pemeriksaan yang kompleks dan rujukan temuan kasus tumbuh kembang masih kurang. Cakupan Desa UCI di Gunungkidul meningkat tapi belum tercapai target 100%.
6. Pelayanan Pengobatan/perawatan
Angka kunjungan rawat jalan dan rawat inap Puskesmas mengalami peningkatan, adapun kunjungan RSU mengalami penurunan. Pelayanan Gawat Darurat dan penunjang medis juga meningkat kinerjanya. Kunjungan Puskesmas dan RSU didominasi oleh pasien maskin baik yang ditanggung jaminan kesehatan
7. Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan
Penyakit menular yang tepantau dengan baik yaitu: DB, Chikungunya, Malaria, Diare, Kusta, TBC Paru, HIV-AIDS dan Penyakit Kelamin, Filariasis, AFP dan Pneumonia. Ada pula terjadi kasus new emerging diseases yaitu H5N1 dan H1N1.
Penyakit tidak menular yang mendapat perhatian terutama yang berakibat fatal (CVD) dan bersifat katastropik (Keganasan).
Khusus untuk kesehatan lingkungan sebagai kegiatan yang komprehensif, maka perlu dukungan data yang akurat dan valid. Dibutuhkan adanya kegiatan sosialisasi indikator, updating, dan evaluasi data Kesehatan Lingkungan, juga mengoptimalakan pelaporan yang ada. Agenda untuk mencapai Kabupaten Sehat juga telah dirintis.
(6)
Program perbaikan gizi dengan cara pemberian Vit A dan Fe (tablet dan sirup). Khusus untuk kapsul Yodiol diberikan sesuai diagnose, karena gondok pada hipertiroid kadang meragukan.
9. Sumberdaya Kesehatan
Isu utama adalah adanya Dual Practice dan mutu tenaga kesehatan, akibat rendahnya anggaran untuk pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensidan kapabilitas. Juga banyaknya mutasi pegawai (lajon, commuter).
Demikian secara umum gambaran program pembangunan kesehatan di Kabupaten Gunungkidul tahun 2009. Banyak hal yang belum tercover di materi tersajikan pada lampiran guna memberikan gambaran pembangunan kesehatan yang lebih detil. Dari serangkaian data yang disajikan dapat dipetik intisari profil kesehatan Gunungkidul yaitu derajad kesehatan masyarakat Gunungkidul cukup tinggi, sehingga Visi Gunungkidul Sehat Mendukung Indonesia Sehat Tahun 2010 secara optimistis dikatakan dapat dicapai. Dengan demikian Kabupaten Gunungkidul walaupun masih tetap waspada pada beberapa capaian kesehatan tertentu, dapat disebut berhasil dalam pembangunan kesehatan, dalam mengantarkan ke Visi Indonesia Sehat 2010 maupun Milenium Development Goals by the year 2015.
Akhirnya, semoga profil ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan dapat dipakai sebagai referensi dengan menyebutkan sumbernya.