Tinjauan Umum tentang Mediasi

c. Tipologi Mediator

Dalam menjalankan proses mediasi, mediator memperlihatkan sejumlah sikap yang mencerminkan tipe mediator. Dari sikap mediator tersebut Syahrizal Abbas mengidentifikasi tipologi mediator antara lain:

1) Mediator Otoritatif

Dalam mediasi mempunyai kekuatan yang besar dalam memimpin dan mengontrol mediasi. Keberlangsungan pertemuan para pihak sangat tergantung pada mediator, sehingga peran para pihak sangat terbatas dalam mencari dan merumuskan penyelesaian sengketa mereka. Mediator tipe ini dapat pula menghentikan pertemuan antara para pihak, jika ia merasa pertemuan tersebut tidak berjalan efektif, tanpa meminta pertimbangan para pihak. Dalam proses mediasi, mediator tipe ini berperan aktif dalam menggali informasi dari para pihak. Mediator tipe ini juga aktif menawarkan solusi kepada para pihak sehingga leluasa memilih opsi tersebut. Namun tindakan mediator ini berpeluang bagi gagalnya mediasi, karena para pihak terkesan tidak bebas dalam merumuskan opsi bagi penyelesaian sengketa mereka.

2) Mediator Sosial Network

Mediator sosial network adalah tipe mediator dimana ia memiliki jaringan sosial yang luas untuk mendukung kegiatannya dalam menyelesaikan sengketa. Mediator ini memiliki hubungan sosial dengan sejumlah kelompok sosial yang bertugas membantu Mediator sosial network adalah tipe mediator dimana ia memiliki jaringan sosial yang luas untuk mendukung kegiatannya dalam menyelesaikan sengketa. Mediator ini memiliki hubungan sosial dengan sejumlah kelompok sosial yang bertugas membantu

3) Mediator Independen

Mediator independen adalah mediator dimana ia tidak terkait dengan lembaga sosial dan institusi apapun. Ia betul-betul terbebas dari pengaruh manapun, sehingga sangat leluasa dalam menjalankan tugas mediasi. Mediator jenis ini dipilih langsung oleh para pihak karena mempunyai skill dalam penyelesaian sengketa. Independensi mediator juga tampak dalam menjembatani, negosiasi, dan mencari opsi bagi penyelesaian sengketa para pihak. Mediator ini memfokuskan diri pada upaya strategis yang dapat diambil untuk mengakhiri sengketa para pihak sehingga sangat bebas menciptakan kreasi dan sejumlah opsi tanpa tergantung pihak manapun. (Syahrizal Abbas, 2011:74-77)

d. Karakteristik Mediasi

Karakteristik mediasi yang membedakan mediasi dengan alternatif penyelesaian sengketa lainya adalah:

1) Dalam setiap proses mediasi terdapat metode dimana para pihak dan/atau perwakilannya dibantu pihak ketiga sebagai mediator, berusaha melakukan diskusi dan perundingan untuk mendapatkan keputusan yang dapat disetujui para pihak.

2) Secara singkat mediasi dapat dianggap sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan bantuan pihak tertentu (facilitated decision-making atau facilitated negotiation)

3) Mediasi juga dapat digambarkan sebagai suatu sistem dimana mediator yang mengatur proses perundingan, dan para pihak yang mengontrol hasil akhir, meskipun ini agaknya terlalu menyederhanakan kegiatan mediasi. (Syahrizal Abbas, 2011:30-31) 3) Mediasi juga dapat digambarkan sebagai suatu sistem dimana mediator yang mengatur proses perundingan, dan para pihak yang mengontrol hasil akhir, meskipun ini agaknya terlalu menyederhanakan kegiatan mediasi. (Syahrizal Abbas, 2011:30-31)

Yudho Taruno Muryanto mengutip pendapat Susanti Nugroho menguraikan beberapa prinsip-prinsip dalam mediasi antara lain:

1) Mediasi bersifat sukarela, yang mana artinya inisiatif penyelesaian sengketa melalui mediasi tunduk pada kesepakatan para pihak. Hal ini dapat dilihat dari sifat kekuatan mengikat dari kesepakatan hasil mediasi didasarkan pada kekuatan kesepakatan berdasarkan pada pasal 1338 KUHPerdata. Dengan demikian mediasi tidak dapat dilaksanakan apabila ada salah satu pihak yang tidak menginginkannya.

2) Lingkup sengketa pada prinsipnya bersifat keperdataan, artinya semua persoalan dapat diselesaikan melalui mediasi asal sengketanya adalah keperdataan, hal ini tidak menutup kemungkinan kearah pidana. Hal ini di karenakan sifat ultimatum remidium dalam sanksi pidana yang bermakna bila sanksi perdata dan administrasi dapat diterapkan maka tidak diperlukan sanksi pidana. Hal ini diterapkan dalam kasus perbankan atau bidang ekonomi lainnya.

3) Proses sederhana artinya mediasi memberikan keleluasaan kepada para pihak untuk menentukan mekanismenya sendiri yang mereka inginkan sesuai dengan kehendak dan kondisi para pihak sehingga sengketa bisa selesai dengan cepat.

4) Mediasi menjaga kerahasiaan sengketa para pihak, artinya mediasi dilaksanakan secara tertutup sehingga tidak setiap orang dapat menghadiri sesi-sesi perundingan mediasi.

5) Mediator bersifat menengahi, artinya melalui mediasi mediator yang secara aktif membantu para pihak memberikan pemahaman yang benar tentang sengketa yang mereka hadapi dan memberikan solusi terbaik buat mereka. (Yudho Taruno Muryanto, 2011:6)

Menurut pandangan John Michael Hoynes, Cretchen L. Haynes dan Larry Sun Fang dalam Syahrizal Abbas, prinsip dasar mediasi adalah Menurut pandangan John Michael Hoynes, Cretchen L. Haynes dan Larry Sun Fang dalam Syahrizal Abbas, prinsip dasar mediasi adalah

1) Kerahasiaan (Confidentiality) yang dimaksud disini adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi pada saat mediasi berlangsung tidak boleh diungkapkan kepada publik atau pers oleh para pihak dan mediator yang menangani kasus tersebut. Mediator juga tidak dapat dipanggil bersaksi dipengadilan untuk kasus yang ia prakarsai penyelesaiannya. Kerahasiaan ini diharapkan dapat dihormati masing-masing pihak. Jaminan ini harus diberikan sehingga mereka dapat langsung mengungkapkan masalahnya secara terbuka agar dapat megetahui kebutuhan para pihak secara nyata.

2) Sukarela (volunteer), masing-masing pihak datang dan melaksanakan mediasi atas keinginan dan kemauan mereka sendiri secara sukarela, tanpa paksaan dan tekanan dari pihak lain maupun pihak luar. Prinsip ini dibangun atas dasar bahwa orang akan mau bekerja sama untuk menemukan jalan keluar dari persengketaan mereka, bila mereka datang ke tempat perundingan atas pilihan mereka sendiri

3) Pemberdayaan atau (empowerment), prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang ke mediasi sebenarnya mampu menegosiasikan masalah mereka sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan. Penyelesaian sengketa harus muncul dari pemberdayaan terhadap masing-masing pihak, sehingga lebih memungkinkan para pihak menerima solusinya.

4) Netralitas (neutrality) netralitas disini mengacu pada peran mediator. Mediator hanya memfasilitasi pertemuan saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa. Disini mediator hanya mengontrol 4) Netralitas (neutrality) netralitas disini mengacu pada peran mediator. Mediator hanya memfasilitasi pertemuan saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa. Disini mediator hanya mengontrol

5) Solusi yang unik (a unique solution) disini berarti solusi yang dihasilkan dari mediasi tidak harus sesuai dengan standart legal, tetapi dapat dihasilkan dari kreatifitas, sehingga dimungkinkan penyelesaian masalah lebih bisa mengikuti keinginan kedua belah pihak.

f. Prosedur Mediasi

Penyelesaian sengketa melalui mediasi dapat ditempuh dengan dua cara di pengadilan dan diluar pengadilan (Syahrizal Abbas, 2011:2). Mediasi yang dilaksanakan di pengadilan prosedurnya diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Sedangkan mediasi yang dilaksanakan diluar pengadilan prosedurnya diserahkan kepada masing-masing lembaga dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

1) Prosedur Mediasi di Pengadilan

Mediasi di pengadilan diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008. Dalam Pasal 1 angka 9 disebutkan bahwa Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Prosedur mediasi dapat dibedakan dalam 5 (lima) ketentuan, yaitu:

a) Tahap Pra Mediasi Tahap pra mediasi meliputi langkah-langkah berikut: (1) Pertama, hakim atau ketua majelis hakim mewajibkan para

pihak untuk menempuh mediasi dalam sidang yang dihadiri para pihak.

pihak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.

(3) Ketiga, para pihak dalam waktu paling lama tiga hari melakukan pemilihan seorang atau lebih mediator diantara pilihan-pilihan yang tersedia.

(4) Keempat, jika setelah tiga hari para pihak tidak dapat bersepakat dalam memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat mediator dan jika tidak ada hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat, hakim pemeriksa perkara dengan atau tanpa sertifikat wajib menjalankan fungsi mediator. (Takdir Rahmadi, 2010: 184)

b) Tahap Proses Mediasi Proses mediasi meliputi langkah-langkah berikut: (1) Pertama para pihak menyerahkan resume perkara satu sama

lain dan kepada mediator. Hal ini bukan kewajiban tapi merupakan anjuran, dengan tujuan memudahkan para pihak dan mediator untuk memahami posisi dan kepentingan para pihak, serta pokok masalah sengketa dan perkara.

(2) Kedua, mediator menyelenggarakan sesi-sesi pertemuan mediasi. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari sejak mediator ditunjuk, dan dapat diperpanjang maksimal 14 hari. Bila perlu mediator dapat mengadakan kaukus dengan salah satu pihak. Kaukus adalah pertemuan mediator dengan salah satu pihak saja.

(3) Akhir dari proses mediasi menghasilkan dua kemungkina yaitu para pihak mencapai kesepakatan perdamaian atau gagal mencapai kesepakatan perdamaian. (Takdir Rahmadi, 2010:184-186)

Bila para pihak berhasil mencapai kesepakatan para pihak diwajibkan untuk: (1) Merumuskan kesepakatan perdamaian secara tertulis dan

menandatanganinya (2) Menyatakan persetujuan tertulis atas kesepakatan perdamaian jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum

(3) Menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian. Selain kewajiban diatas, para pihak diberikan pilihan untukmengajukan kesepakatan perdamaina agar dikukuhkan dalam bentuk akta perdamaian (Takdir Rahmadi, 2010:187)

d) Tahap Mediasi Gagal Menghasilkan Kesepakatan Mediasi (1) Pertama Mediasi dianggap gagal jika melebihi batas waktu

maksimal yang ditentukan. Jika ini terjadi mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa mediasi telah gagal dan memberitahukan kepada hakim boleh pemeriksa perkara.

(2) Kedua, mediator menyatakan mediasi gagal jika salah satu pihak atau kuasa hukumnya tidak hadir dua kali berturut-turut pada pertemuan mediasi sesuai jadwal yang telah disepakati atau setelah mediasi berjalan mediator memahami bahwa sengketa berkaitan dengan harta kekayaan atau kepentingan pihak lain yang tidak disebutkan dalam gugatan.

e) Tahap Pengulangan Proses Mediasi

Setelah kegagalan upaya mediasi pada tahap sebelum proses pemeriksaan perkara, peluang bagi para pihak untuk menempuh lagi mediasi atau upaya perdamaian tidak tertutup. Dalam Pasal 18 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2008 disebutkan

tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian

Pasal tersebut juga menunjukan bahwa upaya perdamaian masih dapat ditempuh tidak hanya pada Pengadilan Ttingkat Pertama, tetapi juga pada saat sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali.

2) Prosedur Mediasi di Luar Pengadilan

Ketentuan mengenai pelaksanaan mediasi diluar pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) sampai Pasal 6 ayat (9) Udang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah:

3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.

4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.

5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai.

6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.

7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.

sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh) hari sejak pendaftaran.

9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc.

Proses mediasi di luar pengadilan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi lebih didasarkan pada pengalaman para praktisi mediasi dan penelitian para ahli. Tidak adanya pengaturan mediasi dalam peraturan perundang- undangan merupakan kekuatan sekaligus kelemahan dalam proses mediasi. Tidak adanya peraturan menjadi kekuatan mediasi karena keadaan ini menyediakan keleluasaan (flexibility) bagi para pihak maupun mediator untuk dapat menyelenggarakan mediasi sesuai dengan kebutuhan para pihak atau yang paling sesuai dengan permasalahan yang ingin diselesaikan. Sedangkan hal tersebut juga menjadi kelamahan karena tidak adanya peraturan memperlihatkan tidak adanya standarisasi dan kepastian.

Secara umum mediasi dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu, tahap pra mediasi, tahap pelaksanaan mediasi, dan tahap implementasi hasil mediasi.

a) Tahap Pramediasi

Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting karena tahap inilah yang menentukan mediasi berikutnya berjalan atau tidaknya proses mediasi selanjutnya. Pada tahap ini mediator melakukan beberapa langkah yaitu, membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi, mengajak para pihak untuk fokus pada masa depan, mengordinasikan para pihak yang bertikai, mewasapadai perbedaan budaya, menentukan siapa saja yang boleh hadir, menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat, Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting karena tahap inilah yang menentukan mediasi berikutnya berjalan atau tidaknya proses mediasi selanjutnya. Pada tahap ini mediator melakukan beberapa langkah yaitu, membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi, mengajak para pihak untuk fokus pada masa depan, mengordinasikan para pihak yang bertikai, mewasapadai perbedaan budaya, menentukan siapa saja yang boleh hadir, menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat,

b) Tahap Pelaksanaan Mediasi

Pada tahap ini para pihak yang bertikai sudah berhadapan dan memulai proses mediasi. Dalam tahap ini terdapat beberapa langkah penting yaitu, sambutan pendahuluan mediator, perkenalan para pihak, menjelaskan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mediasi tersebut, menjelaskan posisi mediator, menjelesakan tata cara dan aturan yang berlaku, presentasi dan pemaparan kisah dari para pihak, mengurutkan dan menjernihkan permasalahan, berdiskusi dan negosiasi permasalahan yang disepakati, menciptakan opsi-opsi, menemukan butir kesepakatan dan merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali keputusan dan penutup mediasi (Syahrizal Abbas, 2011: 44).

c) Tahap Implementasi Hasil Mediasi

Tahap ini adalah tahap dimana para pihak harus menjalankan hasil-hasil kesapakatan, yang telah mereka sepakati bersama dan dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. Umumnya pelaksanaan mediasi dilakukan oleh para pihak sendiri, tetapi tidak menutup kemungkinan ada bantuan dari pihak lain untuk mewujudkan perjanjian tertulis. Keberadaan pihak lain disini hanya membantu para pihak melaksanakan kesepakatan tertulis, setelah ia mendapat persetujuan dari para pihak. (Syahrizal Abbas, 2011: 54).

Mediasi diluar pengadilan yang telah menghasilkan kesepakatan bisa didaftarkan untuk memperoleh akta perdamaian dari Pengadilan Tingkat Pertama. Hal ini diatur dalam Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008. Prosedurnya adalah dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri dengan naskah atau dokumen perdamaian dan kesepakatan perdamaian Mediasi diluar pengadilan yang telah menghasilkan kesepakatan bisa didaftarkan untuk memperoleh akta perdamaian dari Pengadilan Tingkat Pertama. Hal ini diatur dalam Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008. Prosedurnya adalah dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri dengan naskah atau dokumen perdamaian dan kesepakatan perdamaian

Pihak yang mengajukan gugatan adalah pihak yang dirugikan dalam sengketa tersebut. Meskipun telah dicapai kesepakatan perdamian gugatan masih harus dibuat dan diajukan ke pengadilan. Syarat ini harus dipenuhi karena pengadilan terikat pada aturan prosedural dalam sistem hukum Indonesia bahwa pengadilan hanya dapat menjalankan fungsinya atas dasar adanya gugatan untuk sengketa dan permohonan untuk masalah yang bukan sengketa.

Terhadap kesepakatan hasil mediasi diluar pengadilan yang telah menghasilkan kesepakatan dan telah memperoleh akta perdamaian dari Pengadilan Tingkat Pertama, apabila ternyata ada salah satu pihak yang tidak mematuhi hasil kesepakatan tersebut maka bagi pihak lainya dapat mengajukan upaya hukum banding dan kasasi ke pengadilan.

Pihak-pihak yang berhasil meyelesaikan sengketa secara perdamaian diluar pengadilan dan belum mendapatkan akta pengadilan tingkat pertama, tetapi masih memiliki kekhawatiran jika salah satu pihak tidak menepati janji kesepakatan damai itu, maka upaya hukum yang dapat ditempuh adalah dengan mengajukan gugatan wanpresasi. Alasannya adalah karena kesepakatan damai tanpa akta perdamaian dari pengadilan berstatus sebagai perjanjian saja.