Hasil mediasi bagi kedua belah pihak

2. Hasil mediasi bagi kedua belah pihak

Mediasi merupakan penyelesaian permasalahan dengan menggunakan pendekatan konsensus, sehingga segala sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi harus merupakan hasil kesepakatan atau persetujuan para pihak (Takdir Rahmadi, 2010:13). Hasil kesepakatan mediasi berasal dari proses negosiasi antara para pihak yang bersengketa. Mengenai hal tersebut Tetsuro

Mediation is a common form of conflict management in international relation. In structural terms, it can be conceived of as extension of negotiations in witch a third party enters a conflict between two or more states or other actors to effect the course of it and help them find a mutually acceptable solution

Iji and Hideki Fuchinoue, 2009: 137). (Mediasi merupakan sebuah bentuk umum Iji and Hideki Fuchinoue, 2009: 137). (Mediasi merupakan sebuah bentuk umum

Mengingat hasil kesepakatan mediasi berasal dari negosiasi para pihak maka hasil mediasi sangat dipengaruhi oleh power masing-masing pihak. Kalau satu pihak terlalu lemah, sedangkan pihak lainnya terlalu kuat, maka pihak yang terlalu kuat dapat berbuat sekehendak hati dalam mencapai tujuan dan kepentingannya karena pihak yang lemah tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan, mengganggu dan melawan pihak yang kuat dalam mencapai tujuannya (Takdir Rahmadi, 2010:43).

Perlu diperhatikan juga para pihak yang ditunjuk untuk bernegosiasi dalam proses mediasi harus mempunyai kekuatan (power) yang seimbang agar dapat mewujudkan kepentingan atau hak-haknya. I Made Sukadana (2012:194) mengacu pada pandangan Christoper W. Moore menyebut kekuatan para pihak yang berimbang dengan istilah power balance between disputants. Lebih lanjut Moore mengatakan If the power on influence potencials of the parties are well developed, fairly equal in strength, and

disputants in using their influence effectively to produce mutually satisfactory . Pendapat tersebut diterjemahkan I Made Sukadana sebagai berikut: -pihak dikembangkan dengan baik, persamaan yang fair dalam kekuatan tersebut dan disadari oleh pihak bersengketa, tugas mediator untuk mengakses pengaruh salah satu pihak ke pihak lain secara efektif akan menghasilkan keputusan atau kepuasan bersama

Peran mediator disini adalah membantu para pihak untuk menilai, menganalisis, dan mengevaluasi kekuatan mereka, sehingga tidak mengambil kesimpulan dan keputusan-keputusan yang merugikan kepentingan mereka dan menggagalkan proses mediasi (Takdir Rahmadi, 2010:44). Perbedaan Peran mediator disini adalah membantu para pihak untuk menilai, menganalisis, dan mengevaluasi kekuatan mereka, sehingga tidak mengambil kesimpulan dan keputusan-keputusan yang merugikan kepentingan mereka dan menggagalkan proses mediasi (Takdir Rahmadi, 2010:44). Perbedaan

Skema penyelesaian yang disepakati para pihak diatas apabila kita perhatikan belum mengakomodasi semua keinginan dari warga Desa Nglegi, Desa Beji, Desa Bunder, Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta. Pada awal mediasi pihak warga menyampaikan keinginannya agar PT. PLN (Persero) melakukan pembayaran ulang ganti rugi tanaman dan melakukan pembayaran kompensasi dengan perhitungan seperti yang telah disampaikan warga sebelumnya. Dalam skema penyelesaian diatas tidak terdapat klausula yang menyebutkan kesepakatan para pihak untuk melakukan pembayaran ulang ganti rugi tanaman maupun melakukan pembayaran kompensasi dengan perhitungan seperti yang telah disampaikan warga. Tidak adanya klausula tersebut bukan berarti warga sebagai pihak yang lemah mendapatkan tekanan sehingga harus melupakan kepentingannya. Skema penyelesaian yang disepakati para pihak diatas juga tidak sepenuhnya mengakomodasi keinginan dari PT. PLN (Persero) yang menganggap masalah sudah selesai dan tidak akan mengadakan pembahasan ganti rugi dan kompensasi lagi.

Klausula-klausula yang terdapat dalam kesepakatan mediasi tersebut timbul karena setelah berlangsungnya mediasi masing-masing pihak memahami permasalahan dan kepentingan pihak lain kemudian mengembangkan pilihan-pilihan penyelesaian masalah. Hal ini sesuai dengan prinsip mediasi menghasilkan solusi yang unik. Bahwasanya solusi yang dihasilkan pada proses mediasi tidak harus sesuai dengan standart tertentu, tapi dapat dihasilkan dari proses kreatifitas (Syahrizal Abbas, 2011:30). Pada tiga klausula pertama hasil dari kesepakatan mediasi, sejak awal memang merupakan topik bahasan yang menjadi dasar dilakukannya mediasi.

pengembangan pilihan-pilihan penyelesaian masalah. Klausula pertama adalah melakukan identifikasi terhadap tanah dan bangunan warga yang belum terdaftar dalam data pihak penerima kompensasi. Pada klausula ini menunjukkan bahwa PT. PLN (Persero) setelah mencocokkan data penerima kompensasi yang diserahkan warga dengan kondisi di lapangan, menyadari masih ada data warga yang berhak menerima kompensasi tetapi belum terdaftar, sehingga menyetujui untuk melakukan identifikasi dan melakukan pembayaran setelah identifikasi.

Klausula kedua yaitu warga menerima kompensasi tanah dan bangunan yang telah dikonsinyasi PT. PLN (Persero) pada tahun 2008 sesuai dengan nilai yang telah disepakati. Klausula ketiga yaitu tidak melakukan identifikasi dan kompensasi terhadap tanaman milik warga. Kedua kesepakatan tersebut tercapai setelah warga memahami penjelasan yang disampaikan, bahwa PT. PLN (Persero) tidak mungkin mengeluarkan anggaran sebanyak dua kali untuk proyek yang sama. Untuk kompensasi, karena sebagian besar warga yang lahannya dilalui jaringan SUTT 150 kV Bantul-Wonosari sudah menerima kompensasi yang diberikan PT. PLN (Persero) maka tidak mungkin diberikan perlakuan berbeda kepada warga yang berada di daerah yang sama. Kompensasi tersebut juga sudah dikonsinyasi ke Pengadilan Negeri Wonosari, sehingga pihak warga yang ikut dalam mediasi ini juga harus menyetujui nilai yang sama. Untuk ganti rugi tanaman sudah selesai dibayarkan pada tahun 2002 dan telah diterima warga yang dibuktikan dengan adanya tanda tangan warga dalam daftar penerima ganti rugi tanaman.

Klausula keempat yaitu memberikan bantuan Corporate Social Responsibility (CSR)/ Tanggung Jawab Sosial Perusahaan kepada 89 (delapan puluh sembilan) orang Warga Desa Nglegi, Desa Beji, Desa Bunder dan Desa Salam, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul, D.I Yogyakarta yang belum menerima kompensasi. Klausula ini merupakan solusi unik yang muncul dalam kesepakatan mediasi ini. Pada proses mediasi sebelumnya

(Persero) kepada warga sebagai solusi alternatif. Ombudsman sebagai mediator disini memberikan wawasan kepada warga mengenai keuntungan solusi alternatif yang ditawarkan PT. PLN (Persero) tersebut. Dengan menjunjung netralitas, peran mediator disini bukanlah untuk mengambil keputusan bagi warga mengenai menerima atau tidak menerima solusi berupa CSR tersebut. Pengambilan keputusan tersebut murni merupakan kekuasaan para pihak.

CSR diterima sebagai kesepakatan penyelesaian masalah, memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Bagi warga desa CSR merupakan

tanah dan bangunan yang tidak dapat dikabulkan PT. PLN (Persero). Berbeda dengan ganti rugi dan kompensasi yang sifatnya privat dan hanya mempunyai nilai ekonomis bagi warga secara perorangan, dana yang berasal CSR tersebut juga mempunyai nilai sosial karena penyaluran dana CSR disini dilakukan secara berkelompok. Maksudnya adalah dana CSR diberikan kepada setiap kelompok warga dengan terlebih dahulu mengajukan proposal mengenai pemanfaatan dana tersebut kepada PT. PLN (Persero). Dana tersebut dapat dimanfaatkan warga untuk modal usaha maupun untuk perbaikan lingkungan.

Bagi PT. PLN (Persero), karena CSR sudah diyakini sebagai kewajiban bagi perusahaan, maka dengan sendirinya perusahaan telah melakukan investasi sosial (Isa Wahyudi dan Busyra Azheri, 2008:124). Keuntungan lain bagi PT. PLN (Persero) seperti yang diungkapkan Manager PT. PLN (Persero) UPK JJB III pada saat melakukan kunjungan lapangan untuk mensosialisasikan hasil kesepakatan mediasi pada tanggal 17 Maret 2012 adalah dapat selesainya masalah yang selama ini berlarut-larut.

Keuntungan yang diterima kedua belah pihak dari skema penyelesaian mediasi tersebut dapat dikatakan bahwa mediasi tersebut sudah menghasilkan kesepakatan win-win solution bagi para pihak. Dengan adanya hasil mediasi berupa kesepakatan yang telah disetujui kedua belah pihak, dapat diketahui bahwa para pihak mengabaikan permusuhan dan mencoba menemukan solusi Keuntungan yang diterima kedua belah pihak dari skema penyelesaian mediasi tersebut dapat dikatakan bahwa mediasi tersebut sudah menghasilkan kesepakatan win-win solution bagi para pihak. Dengan adanya hasil mediasi berupa kesepakatan yang telah disetujui kedua belah pihak, dapat diketahui bahwa para pihak mengabaikan permusuhan dan mencoba menemukan solusi

Adanya kesepakatan yang diperoleh sebagai hasil mediasi jauh lebih baik bila dibandingkan dengan para pihak terus-menerus berada dalam persengketaan yang tidak pernah selesai, meskipun kesepakatan tersebut tidak seluruhnya mengakomodasikan keinginan para pihak (Syahrizal Abbas, 2011:26). Kemungkinan yang terjadi apabila kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan tersebut maka mediasi dianggap gagal. Dengan gagalnya proses mediasi tersebut maka bagi warga yang masih menuntut ganti rugi dan kompensasi harus menyelesaikan lewat jalur litigasi dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. Dengan menempuh jalur litigasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut maka kedua belah pihak terjebak dalam semua kelemahan jalur litigasi yaitu proses yang lama dan berbelit-belit, biaya mahal, hasil penyelesaian berupa win-lose, membuang banyak waktu, dan bagi pihak yang menang tidak bisa segera menikmati hasil kemenangannya itu. Dengan demikian penyelesaian perkara di pengadilan menghabiskan waktu bertahun-tahun serta terkesan tidak menyelesaikan masalah (I Made Sukadana, 2012:65).

Ketentuan pada Pasal 6 ayat (6) Undang-Undang No. 30 tahun 1999 menyatakan bahwa kesepakatan tertulis yang dihasilkan dalam proses mediasi bersifat final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan. Dalam ketentuan pasal tersebut tidak menyebutkan secara jelas tentang kekuatan eksekutorial dari kesepakatan hasil mediasi. Dalam sistem hukum di Indonesia kesepakatan mediasi diluar pengadilan merupakan sebuah perjanjian yang hanya mengikat para pihak dan pengingkaran terhadap syarat-syarat yang disepakati merupakan pelanggaran terhadap perjanjian (Takdir Rahmadi, 2010:77). Karena sifatnya adalah kontrak maka selalu timbul kemungkinan adanya wan prestasi. Upaya hukum ini mungkin dapat dipandang sebagian

pihak yang tidak beritikad baik. Kelemahan dari mediasi tersebut berusaha diatasi oleh pembuat Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 dengan ketentuan Pasal 6 ayat (7) yang menegaskan kesepakatan penyelesaian sengketa melalui mediasi wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 hari sejak penandatanganan. Akan tetapi ketentuan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tidak menyebutkan lebih lanjut apakah kesepakatan yang sudah didaftarkan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial seperti arbitrase. Dengan demikian kelemahan mediasi ini masih belum dapat diatasi. Namun dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, sesuai dengan ketentuan pada Pasal

23, kesepakatan-kesepakatan penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat diajukan kepada Pengadilan Tingkat Pertama di Lingkungan Peradilan Umum atau Peradilan Agama untuk kemudiaan dikuatkan dalam akta perdamaian. Prosedurnya adalah dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri dengan naskah atau dokumen perdamaian dan kesepakatan perdamaian tersebut merupakan kesepakatan para pihak yang diperoleh dengan jalan mediasi atau dibantu mediator.

Pihak yang mengajukan gugatan adalah pihak yang dirugikan dalam sengketa tersebut. Meskipun telah dicapai kesepakatan perdamian gugatan masih harus dibuat dan diajukan ke pengadilan. Syarat ini harus dipenuhi karena pengadilan terikat pada aturan prosedural dalam sistem hukum Indonesia bahwa pengadilan hanya dapat menjalankan fungsinya atas dasar adanya gugatan untuk sengketa dan permohonan untuk masalah yang bukan sengketa.

Terhadap kesepakatan hasil mediasi diluar pengadilan yang telah menghasilkan kesepakatan dan telah memperoleh akta perdamaian dari Pengadilan Tingkat Pertama, apabila ternyata ada salah satu pihak yang tidak mematuhi hasil kesepakatan tersebut maka bagi pihak lainya dapat mengajukan upaya hukum banding dan kasasi ke pengadilan.

beritikad baik dalam proses mediasi dan mencegah pihak yang tidak beritikad baik untuk menyalahgunakan proses mediasi untuk merugikan mitra rundingnya dalam proses mediasi. Namun kekuatan hukum kesepakatan perdamaian menurut sistem hukum di Indonesia harus dilihat dalam konteks perangkat hukum atau undang-undang yang mengatur penggunaan mediasi. Jika dalam undang-undang yang mengatur penggunaan mediasi tidak menyatakan bahwa kesepakatan mediasi memiliki kekuatan eksekutorial, maka kekuatan hukum kesepakatan mediasi hanya merupakan sebuah kontrak atau perjanjian dengan segala ciri yang melekat pada perjanjian (Takdir Rahmadi, 2010:81).

Pada Undang-Undang yang mengatur mengenai mediasi Ombudsman yaitu Undang-Undang No 37 Tahun 2008 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tidak menyebutkan mengenai kekuatan eksekutorial kesepakatan hasil mediasi Ombudsman, sehingga kesepakatan hasil mediasi Ombudsman berlaku sebagai sebuah perjanjian. Sebagai perjanjian maka pada kesepakatan hasil mediasi tersebut berlaku asas pacta sunt servanda yaitu perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Para pihak yang membuat kesepakatan mediasi dengan ini diharapkan dapat menjalankan kesepakatan berdasarkan komitmen yang telah mereka tunjukkan selama proses mediasi. Namun disini masih terbuka kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan hasil kesepakatan mediasi, sehingga untuk memantau dan pelaksanaan hasil kesepakatan mediasi ini, Ombudsman melakukan tindakan monitoring sampai seluruh kesepakatan dalam mediasi dilaksanakan kedua belah pihak. Akan tetapi monitoring pelaksanaan kesepakatan hasil mediasi dalam Ombudsman belum mempunyai pengaturan tersendiri. Pelaksanaan monitoring hasil kesepakatan mediasi tersebut masih didasarkan pada pengaturan monitoring rekomendasi.