TINJAUAN KONSEP KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ISLAM

2.2 Konsep Kepemimpinan

Secara umum, kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu sehingga dapat mempengaruhi, mendorong, menggerakkan orang lain agar dapat berbuat sesuatu demi mencapai tujuan tertentu. Menurut Mangunhardjana seperti yang dikutip oleh Baharuddin dan Umiarso, kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin. Dalam Bahasa Inggris, kepemimpinan dinamakan leadership, asal katanya adalah leader, dari akar kata to lead yang memiliki makna bergerak lebih awal, berjalan di awal, mengambil langkah awal, berbuat paling dulu, memelopori, membimbing, menuntun, mengarahkan pikiran atau pendapat orang lain, dan menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya. Hendiyat Soetopo dan Waty Soemanto mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah kegiatan untuk membimibing suatu golongan atau kelompok dengan cara sedemikian rupa hingga tercapai tujuan bersama dari kelompok tersebut. J. Salusu mengartikan kepemimpinan sebagai

kekuatan dalam memengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum 9 . Jadi, dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu

kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Kepemimpinan bisa terjadi sebagai bawaan lahir seseorang atau bisa juga dipelajari.

8Wawancara dengan Quraish Shihab. 9Baharuddin & Umiarso. Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media, 2012) hlm. 47.

2.3 Konsep Perempuan

Membicarakan tentang perempuan, tentunya kita tak bisa melepaskan diri dari pasangan jenisnya yakni laki-laki. Ada beberapa konsep yang mengatur hubungan antar dua

jenis kelamin ini. Salah satunya adalah teori 10 nature dan teori nurture . Teori nature menyatakan bahwa secara biologis perempuan dan lelaki memiliki perbedaan sejak lahir

dimana perbedaan ini tidak bisa dipertukarkan antara satu sama lain, contohnya, perempuan mengalami menstruasi, melahirkan dan menyusui sedangkan laki-laki tidak. Perbedaan ini menjadikan lelaki sering menjadi tokoh utama dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, karena laki-laki dianggap lebih potensial untuk mengemban tugas-tugas kemasyarakatan. Keadaan biologis perempuan dianggap sebagai kelemahan yang membatasi ruang gerak mereka, sehingga ia tak mampu mengemban tugas-tugas sosial kemasyarakatan. Sedangkan teori nurture menyatakan bahwa perbedaan peran dalam masyarakat antara kedua jenis kelamin ini bukan disebabkan oleh perbedaan biologis, namun lebih banyak disebabkan oleh bangunan kultural yang melekat dalam masyarakat. Peran sosial yang diberikan oleh teori nature ditolak oleh penganut teori nurture , karena hal tersebut bukanlah kehendak Tuhan, ajaran agama, dan bukan pula karena faktor biologis, melainkan karena konstruksi budaya dalam masyarakat yang memandang perempuan lebih lemah dari laki-laki.

Selain teori nature dan teori nurture , ada pula konsep gender dan seks yang membedakan antara lelaki dan perempuan. Prinsip dari konsep gender dan seks kurang lebih sama dengan dua teori sebelumnya. Awalnya kata gender dipadankan dengan kata seks yang merujuk pada perbedan jenis kelamin. Hingga kemudian muncul karya dari Charlotte Perkins Gilman Women and Economic s , yang menciptakan suatu konsep “pembedaan seks yang berlebihan” untuk merujuk kepada hal-hal yang sekarang ini disebut gender 11 . Nasaruddin

Umar membatasi dua pengertian konsep ini dengan mengatakan bahwa gender adalah tentang

10 Ajat Sudrajat. “Beberapa Persoalan Perempuan dalam Islam”. Makalah pdf diunduh dari http://staff.uny.ac.id/dosen/prof-dr-ajat-sudrajat-mag diakses pada 25 Maret 2014 pukul 11.30 WIB. hlm. 1-2.

11George Ritzer. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan terakhir Postmodern. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu, Rh. Widada, dan Eka Adinugraha. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) cat. kaki hlm. 775.

feminitas dan maskulinitas sedangkan konsep seksual adalah perbedaan berdasarkan komposisi kimia dalam tubuh 12 .

Oleh sebab itu, pembedaan terhadap perempuan dibandingkan dengan laki-laki lebih bersifat budaya daripada kodrati. Yang kemudian membuahkan peran berbeda antar dua jenis kelamin ini di masyarakat. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai perempuan dalam Islam akan dijabarkan pada pembahasan selanjutnya.

2.4 Konsep Kepemimpinan dalam Islam

Secara etimologis, kepemimpinan dalam I slam sering disebut sebagai khilafah , imamah atau imarah . Ketiga istilah tersebut memiliki makna yang sama, yaitu daya memimpin, kualitas seorang pemimpin, atau tindakan dalam memimpin. Secara terminologi, kepemimpinan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengajak orang lain agar mencapai

tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan 13 . Penulis hanya akan menjelaskan secara lebih rinci mengenai term khalifah.

Kata Khalifah, akar katanya terdiri dari tiga huruf, yaitu kha’, lam¸ dan fa. Terma khalifah ini memiliki arti mengganti kedudukan, belakangan, dan perubahan. Pengertian mengganti bisa diartikan sebagai pergantian generasi, atau penggantian kedudukan pemimpin untuk periode yang akan datang. Dari akar kata tersebut, ada dua bentuk kata kerja berbeda yang ditemukan dalam Al- Qur’an, yaitu khalafa-yakhlifu yang dipergunakan untuk makna mengganti, dan kata kerja istakhlafa-yastakhlifu yang digunakan untuk arti kata menjadikan. Bentuk jamak dari kata khalifah adalah khalaif dan khulafa. Kata khalaif digunakan dalam

pembicaraan mengenai orang mukmin, sementara khulafa digunakan untuk pembicaraan yang ditujukan kepada orang-orang kafir. S edangkan dalam konsep yang terkandung dalam kata kerja khalafa bermakna regenerasi kepemimpinan, dan dalam makna konotasinya diartikan sebagai seseorang yang diangkat sebagai pemimpin dan penguasa di bumi yang mengemban

tugas-tugas tertentu 14 . Kepemimpinan dalam Islam memiliki misi untuk menuntun manusia

12Nasaruddin Umar. Kodrat Perempuan dalam Islam (Jakarta: Fikahati Aneska, 2000) hlm. 10-11. 13Baharuddin & Umiarso. Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media, 2012) hlm. 80. 14Baharuddin & Umiarso. Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media, 2012) hlm. 81.

mencapai tujuan bersama yang diridhai oleh Allah SWT. Tujuan itu ialah pengabdian kepada Sang Pencipta untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

2.5 Konsep Perempuan dalam Islam

Dalam terminologi Islam, perempuan disebut sebagai al- Mar’ah, sedangkan bentuk jamaknya adalah an-Nisa yang sepadan dengan kata wanita, p erempuan dewasa atau lawan jenis pria. Penjelasan mengenai perempuan dalam konteks Islam, kita perlu merujuk pada dua sumber utama hukum Islam yakni al- Qur’an dan Hadits. Maka , penjelasan ini akan dibagi menjadi dua, yakni wacana perempuan dalam Al- Qur’an yang ditemui dalam kitab tafsir dan wacana perempuan dalam teks-teks hadits.

2.5.1 Perempuan dalam al- Qur’an Wacana tentang perempuan dalam al- Qur’an bisa kita temui dalam banyak ayat.

Bahkan beberapa surat dalam Al- Qur’an juga menggunakan nama perempuan. Contohnya Surat An Nisa dan surat Maryam. Di dalam surat Maryam dikisahkan putri dari Imran yang memiliki derajat ketakwaan paling tinggi di antara semua perempuan di masanya, bahkan mengalahkan laki-laki. Hingga kemudian ia dipilih untuk melahirkan Nabi Isa AS meski tak pernah berhubungan dengan laki-laki. Satu-satunya ibunda Nabi yang namanya diabadikan dalam Al- Qur’an hanyalah Maryam. Sebelum ia melahirkan Nabi Isa, Maryam digambarkan sebagai seorang perempuan mulia yang kesehariannya dihabiskan untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT. Ketika ia dipilih untuk mengandung bayi Nabi Isa tanpa seorang suami yang mencampurinya, Maryam telah menyadari konsekuensi yang akan ia terima berupa celaan dari masyarakat. Namun Maryam tetap menjalaninya sebagai ketetapan dari Allah SWT dan bukti kepasrahannya terhadap Allah.

Di dalam Al- Qur’an juga terdapat kisah seorang perempuan yang menjadi pemimpin dari sebuah kerajaan besar, yaitu Ratu Balqis dari kerajaan Saba’. Kisah tentang Ratu Balqis ada dalam dua surat dalam al- Qur’an, yakni surat an-Naml dan surat al-Anbiya . Kerajaan Saba’ digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai kerajaan yang makmur, rakyatnya sejahtera, dan

memiliki angkatan perang yang kuat. Ketika Nabi Sulaiman mengirimkan surat kepada Ratu Balqis yang berisi ajakan untuk mengadakan hubungan diplomatik dan menyeru agar Ratu

Balqis dan rakyatnya menyembah kepada Allah SWT, pada saat itu rakyat kerajaan Saba’ masih menyembah matahari 15 .

Selain Ratu Balqis dan Maryam ibu Nabi Isa AS, masih ada beberapa orang perempuan lagi yang kisahnya tercantum dalam al- Qur’an. Contohnya, ibu Nabi Musa AS , istri Imran, dan Zulaikha. Kecuali Zulaikha yang memperdaya Nabi Yusuf AS, kesemua perempuan yang diceritakan dalam al- Qur’an tersebut menempati posisi yang mulia, sebagai ibu atau istri dari laki-laki shalih yang mengabdi kepada Allah. Ada pula Istri dari Nabi Luth AS dan Nabi Nuh AS yang membangkang dari ajaran suaminya sehingga mendapatkan azab dari Allah.

Demikianlah, sekilas mengenai perempuan dalam pandangan al- Qur’an . Al Qur’an sebagai sumber hukum utama yang menjadi rujukan bagi umat muslim, memandang wanita sebagai makhluk yang mulia, baik dalam posisinya sebagai ibu maupun sebagai individu yang utuh. Dan apabila ia beriman dengan sebenar-benarnya iman, maka derajatnya bisa melebihi laki-laki.

2.5.2 Perempuan dalam Hadits Badriyah Fayuni dan Alai Najib menjelaskan menjelaskan posisi perempuan dalam

Islam melalui hadits-hadits Nabi SAW. Mereka membagi pembahasannya ke dalam empat perspektif gender dalam hadits, yakni sebagai berikut 16 .

 Secara esensial, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam masalah ibadah dan ajaran Islam. Semua hadits-hadits Nabi Muhammad SAW yang

menyangkut ajaran Islam berlaku untuk semua jenis kelamin. Seruan untuk menuntut ilmu, berbuat amal sholeh, dan ajakan untuk bersodakoh ditujukan kepada semua jenis manusia, tanpa memandang laki-laki ataupun perempuan. Kesetaraan jenis kelamin berlaku untuk semua jenis ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji. Bahkan

15Nasaruddin Umar dan Amany Lubis. Hawa Sebagai Simbol Ketergantungan: Relasi Gender dalam Kitab Tafsir dalam Ali Munhanif, ed. Mutiara Terpendam: Perempuan dalam Literatur Islam Klasik (Jakarta: Gramedia, 2002) hlm. 9-11.

16Badriyah Fayuni dan Alai Najib. Perempuan yang Paling Mendapat Perhatian Nabi: Perempuan dalam Hadits dalam Ali Munhanif, ed. Mutiara Terpendam: Perempuan dalam Literatur Islam Klasik (Jakarta: Gramedia, 2002) hlm. 55-57.

Nabi pun membolehkan perempuan untuk melakukan sholat Jum’at dan menganjurkan untuk mengikuti shalat Ied. Ini menandakan bahwa k esempatan untuk mendapatkan

pahala dan dosa, setara antara laki-laki dan perempuan.  Dalam beberapa hadits Nabi, perempuan diperlakukan secara istimewa sesuai

kodratnya, sebagaimana juga terdapat pengkhususan terhadap laki-laki sesuai dengan kodratnya. Perbedaan ini tidak dijadikan sebagai pembedaan yang mencolok yang bisa menimbulkan perpecahan. Tapi diakui sebagai keistimewaan masing-masing jenis kelamin.

 Perempuan diperlakukan secara khusus sesuai dengan kondisi-kondisi objektif yang menuntut terjadinya pengkhususan atas mereka. Kadang pula terjadi tawar-menawar

antara Nabi dan kaum perempuan dalam hal yang khusus ini. Hingga kemudian dicari jalan keluar yang bersifat akomodatif di kedua belah pihak. Hal yang sama juga terjadi pada laki-laki.

 Perempuan dipandang sebagai makhluk yang inferior dibanding laki- laki, namun pada saat yang sama, perempuan diberi kesempatan untuk menutupi kekurangannya agar

bisa mencapai derajat yang setara bahkan melebihi laki-laki. Contohnya, dalam permasalahan agama, wanita kurang agamanya karena tidak melakukan shalat dan puasa saat haid, akan tetapi mereka bisa menggantinya dengan bersodakoh sehingga perempuan tetap bisa mendapatkan pahala dari sodakoh. Terlebih lagi, meninggalkan shalat dan puasa saat sedang haid dan nifas merupakan perintah Allah yang jika ditaati akan mendapatkan pahala dan bila dilanggar mendapatkan dosa, seperti halnya larangan berzina dan memakan daging babi . Di sisi lain, laki-laki dipandang lebih superior daripada wanita namun superioritas ini membuahkan tanggung jawab besar yang harus dipikul oleh laki-laki. Jika tanggung jawab ini diabaikan oleh laki-laki, maka derajat lebih yang dimilikinya bisa berkurang atau bahkan hilang. Contohnya, laki-laki dianggap sebagai pemimpin bagi wanita dan laki-laki memiliki kelebihan beberapa derajat di atas wanita karena ia berkewajiban memberi nafkah, melindungi dan menjaga keselamatan bagi wanita. Jika tanggung jawab ini diabaikan, laki-laki akan jatuh ke tingkat derajat yang paling hina, bukan hanya di mata Allah, tapi juga di mata manusia.

Dari empat kategori perspektif gender dalam hadits yang diungkapkan oleh Badriyah Fayuni dan Alai Najib ini, ditemukan sebuah pemahaman bahwa Rasulullah tidak pernah membeda-bedakan antara umatnya. Pengkhususan satu jenis kelamin dari jenis kelamin yang lainnya dilakukan sesuai kebutuhan dari masing-masing jenis kelamin itu sendiri, dan bukan untuk memarginalkan satu jenis dari jenis lainnya. Adapun kelebihan dan kekurangan antara jenis kelamin yang satu dengan yang lainnya dibarengi dengan catatan-catatan penting yang tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa perempuan memiliki

kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam hadits-hadits Rasulullah SAW 17 .

2.6 Konsep Kepemimpinan Perempuan dalam Islam

H al yang selalu menjadi kontroversi dalam perbincangan mengenai sosok perempuan ialah tentang boleh tidaknya seorang perempuan menjadi pemimpin. Konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam yang akan dibahas dalam sub-bab ini dikhususkan pada pembahasan mengenai kepemimpinan dalam ranah publik di luar rumah tangga. Karena diskursus mengenai kepemimpinan perempuan di ranah publik ini lebih beragam dan kompleks dibandingkan dengan pembicaraan mengenai kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga.

Salah satu orang yang menolak kepemimpinan perempuan di ranah publik ini ialah Abbas Mahmud al-Aqqad . Dia menjadikan perbedaan fisik dan biologis sebagai landasan perbedaan tanggung jawab sosial yang diemban oleh kedua jenis kelamin. Dengan adanya perbedaan tanggung jawab sosial ini, maka laki-laki dinilai lebih berhak menjadi pemimpin karena laki-laki sudah terbiasa bertanggung jawab dalam keluarga dan masyarakat, sedangkan perempuan bertanggung jawab untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Ia menyatakan bahwa hak kepemimpinan bersumber pada kesanggupan alamiah yang tentu lebih dimiliki oleh kaum lelaki dibandingkan perempuan. Lebih jauh ia menyampaikan bahwa kerajaan seorang perempuan ada dalam rumah tangga, sedangkan kerajaan laki-laki ada di dalam

perjuangan hidup 18 .

17Badriyah Fayuni dan Alai Najib. Perempuan yang Paling Mendapat Perhatian Nabi: Perempuan dalam Hadits dalam Ali Munhanif, ed. Mutiara Terpendam: Perempuan dalam Literatur Islam Klasik (Jakarta: Gramedia, 2002) hlm. 58.

18Abbas Mahmud al-Aqqad. Filsafat Al-Qur'an: Filsafat, Spiritual dan Sosial dalam Isyarat Al-Qur'an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986) hlm. 74-75.

19 Lain halnya dengan Nasaruddin Umar , seorang cendekiawan muslim kontemporer yang menyatakan bahwa tidak ada satupun dalil, baik dari al- Qur’an maupun hadits yang

melarang kaum perempuan aktif di dunia politik. Hal ini merupakan hak yang dimiliki oleh seorang perempuan untuk terjun ke dalam bidang politik baik sebagai pejabat atau pemimpin negara. Fakta sejarah mengungkapkan bahwa perempuan-perempuan di sekitar Nabi terlibat aktif dalam dunia politik. Nasaruddin Umar juga menegaskan bahwa kata khalifah pada surat al-Baqarah ayat 30 tidak merujuk hanya kepada satu jenis kelamin tertentu, laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki fungsi sebagai khalifah di muka bumi yang akan

mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah SWT 20 . Hal yang serupa disampaikan oleh Husein Muhammad 21 , dengan terlebih dulu

menjabarkan pandangan ulama-ulama klasik yang tidak memberikan peluang sama sekali untuk perempuan terlibat dalam dunia politik. Husein Muhammad kemudian menguraikan bahwa sejak awal abad ke-20, dengan terbukanya akses pendidikan bagi kaum perempuan, maka peluang partisipasi politik bagi kaum perempuan juga semakin terbuka. Hal ini ditandai dengan perubahan-perubahan dalam undang-undang yang lebih mengakomodasi kepentingan perempuan di ranah publik negara-negara Islam seperti Mesir, Sudan, Yordania, Tunisia, Irak, Iran, dan Suriah. Di Indonesia sendiri, aktivitas politik kaum perempuan telah memiliki landasan yuridis dalam UUD 1945. Apalagi sekarang, dengan adanya kebijakan 30% kursi di parlemen harus diisi oleh perempuan, maka tidak ada lagi alasan untuk melarang perempuan terjun langsung ke dalam politik. Husein Muhammad memandang hal ini sebagai hal yang menarik, mengingat pada pemilu tahun 1999, banyak partai politik yang menolak presiden perempuan sekarang langsung menyetujui affirmative action 30% kuota tersebut tanpa ada penolakan ataupun perdebatan.

Kepemimpinan Aisyah di Perang Jamal di mana sejumlah sahabat Nabi yang terkenal bersatu di bawah komandonya merupakan bukti nyata bahwa perempuan juga mampu

19Nasaruddin Umar. Kodrat Perempuan dalam Islam (Jakarta: Fikahati Aneska, 2000) hlm. 49.

20 Fadlan. “Islam, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender dalam Al-Qur'an” Dalam Karsa: Jurnal Budaya

dan Sosial Keislaman Vol. 19 No. 2 STAIN Pamekasan. hlm. 115. 21Husein Muhammad. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2004)

hlm. 170-172.

memimpin laki-laki. Kaukab Siddique 22 menambahkan bahwa kepemimpinan Aisyah ini bukanlah suatu hal yang muncul tiba-tiba saat perang Jamal terjadi, karena jauh sebelum itu

yakni pada masa awal Islam Aisyah adalah orang yang selalu dimintai fatwa oleh para sahabat Nabi SAW seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman. Sebelum Aisyah terjun memimpin pasukan di perang Jamal, beliau telah lebih dulu menjadi seorang guru yang fatwanya diterima oleh semua kalangan baik laki-laki maupun perempuan. Banyak orang yang datang dari seluruh penjuru dunia Arab untuk mendap atkan pengajaran dari istri Nabi yang terkenal cerdas itu. Bahkan, tak sedikit ulama dan guru para imam yang terkenal pada masa itu yang dulunya merupakan murid Aisyah.

KH. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur, seorang ulama NU yang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia ini tidak menampik kemungkinan seorang perempuan menjadi pemimpin negara. Abdurrahman Wahid mengungkapkan bahwa sukses atau tidaknya perempuan menjadi seorang pemimpin sangat bergantung kepada penerimaan dari kaum laki-laki yang berada di bawah kepemimpinannya, apakah mereka bersedia bekerjasama di bawah komando perempuan tersebut atau tidak. Abdurrahman Wahid juga menyampaikan bahwa ungkapan ulama yang menyatakan bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki sehingga tidak bisa memimpin justru bertolak belakang dengan fakta sejarah bahwa banyak pemimpin negara yang sukses justru dari jenis kelamin perempuan. Misalnya Cleopatra, Ratu Balqis, Corie Aquino, Margaret Theatcher dan Benazir Butho. Bahkan Abdurrahman Wahid mengakui kemampuan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi seorang presiden, di samping karena ia memiliki nasab dari Soekarno yang merupakan pemimpin negara, kesuksesannya memimpin PDIP membuktikan bahwa Megawati memiliki kecerdasan dalam memimpin. Menurut pandangan Abdurrahman Wahid, apa yang dimiliki Megawati yaitu nasab dan kecerdasan dalam memimpin adalah landasan

yang bisa menjadikan seseorang sebagai pemimpin di masa depan 23 . Dari sini dapat disimpulkan bahwa pandangan ulama-ulama klasik mayoritas tidak

menyetujui jika perempuan menjadi pemimpin dalam ranah publik yang kebanyakan

22Kaukab Siddique. Menggugat Tuhan Yang Maskulin. Diterjemahkan oleh Arif Maftuhin. (Jakarta: Paramadina, 2012) hlm. 50-53.

23M.N Ibad. Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) hlm. 101-102.

dilakukan oleh laki-laki. Sedangkan ulama-ulama modern dan kontemporer saat ini lebih melihat ke dalam fakta sejarah dan realita yang ada sekarang bahwa banyak dari kaum perempuan yang memiliki kemampuan dalam bidang politik dan jabatan-jabatan penting di ra nah publik yang biasanya di-dominasi oleh laki-laki. Karenanya, menafikan peran perempuan dalam kancah perpolitikan sama halnya mengabaikan potensi separuh dari masyarakat itu sendiri.