KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ISLAM (2)

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ISLAM

(Studi Pemikiran M. Quraish Shihab)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Bidang Falsafah

dan Agama

Disusun Oleh:

Fitriyani

210000005

PROGRAM STUDI FALSAFAH DAN AGAMA FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN UNIVERSITAS PARAMADINA JAKARTA 2014

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puja dan puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat tak terhingga kepada penulis. Sholawat dan salam

penulis sampaikan kepada sang pemimpin ideal sepanjang masa, Nabi Muhammad SAW. Puji syukur, akhirnya penulis dapat merampungkan skripsi yang berjudul “Kepemimpinan

Perempuan dalam Islam (Studi Pemikiran M. Quraish Shihab)” sebagai syarat memperoleh gelar akademik di Universitas Paramadina. Tentunya, banyak pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibunda penulis, Komriyah, madrasah pertama dalam kehidupan penulis. Yang telah mengajarkan segalanya yang diperlukan dalam hidup kepada penulis, serta selalu mendoakan kelancaran studi dan kesuksesan penulis. Ayahanda Mustadi, yang telah berjasa membesarkan penulis dan memberikan pendidikan yang sangat “keras” agar penulis mampu bertahan dan tegar dalam mengarungi tantangan kehidupan yang sulit.

2. Saudara-saudara penulis. Jamaludin, kakak tertua yang selalu menjadi tauladan yang baik bagi adik-adiknya dan Rini Andriani, kakak ipar yang cantik dan baik hati beserta Akhdan Fatih Azizan, keponakan penulis yang selalu membuat hari menjadi lebih ceria dan bersemangat. Amrullah, kakak yang selalu jahil dan usil namun setia mengantar jemput penulis sejak penulis masih sekolah hingga penulis kuliah. Rizkiyana Dewi, adik yang beranjak dewasa, yang telah menggantikan peran penulis menjaga ibu dan adik-adik selama penulis menimba ilmu di Jakarta. Muhammad Abdul Muksit, adik lelaki yang sudah beranjak remaja yang nakal tapi penurut dan ringan tangan membantu orang tua dan saudara-saudaranya. Siti Fajriyati, yang selalu mengingatkan penulis tentang masa kecil yang begitu ceria dan menyenangkan. Zahrotusyita, si bungsu yang manja dan selalu memberi pelukan hangat penuh cinta jika penulis ada di rumah. Terima kasih untuk kehangatan cinta yang kalian berikan.

3. Universitas Paramadina dan PT Trikomsel Oke yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengenyam pendidikan tinggi di kampus peradaban ini melalui program Paramadina Fellowship 2010.

4. Pak Pipip Ahmad Rifa’i Hasan, Ph.D yang telah menjadi pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Mohammad Rahmatul Azis. Sahabat, guru, dan pembimbing pribadi penulis yang tak pernah henti memberikan support, membantu mencarikan referensi dan teman berdialog dalam wacana keilmuan kritis.

6. Program studi Falsafah dan Agama, tempat penulis menimba ilmu filsafat dan agama. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah berbagi ilmu kepada penulis sehingga penulis bisa merasakan manisnya lautan ilmu lewat tangan-tangan mereka, yakni; Aan Rukmana, MA, Mas Lukman Hakim, SS., M.Ag, M. Subhi-Ibrahim, M.Hum, Fuad Mahbub Siraj, Ph.D, Abdul Muis Naharong, MA, Prof. Dr. Abdul Hadi WM, Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, A. Luthfi Assyaukanie, Ph.D, Dr. Abdul Moqsith Ghazali, MA, Ihsan Ali-Fauzi, MA, Novriantoni Kahar, Lc., M.Si, Dr. Asep Usman Ismail, MA, Muhammad Baqir, MA, Dr. Abdul Muid Nawawi, MA, Rani Anggraeni, MA, mbak Fitri dan mbak Dwi selaku staf Prodi FA.

7. Keluarga di Asrama Al Mustaqim yang menjadi tempat penulis berbagi suka duka, canda tawa, tempat diskusi segala macam pemikiran yang tak kenal batas waktu, serta tempat mencurahkan segala keluh kesah penulis selama empat tahun terakhir. Fidia Larakinanti, Deti Yulianita, Nida Ulfia, Zahra Rahmani Rahmiyah, Intan Dewi Karlita, Septi Diah Prameswari, Nurazizah Fadhilah, Asri Nuraeni, Julianti, Tsamrotul Aniqoh, Winner Fransisca Manik, Nazifatur Rahmi, dan Indah Riadiani.

8. Teman-teman Prodi Falsafah dan Agama 2010; Joko Arizal, Aa Saepuddin, Ahmad Hayat Fathuroji, Deddy, Elmira Cahyanate, Firman, Fatimah Zahrah, Nurul Annisa Hamudy, Mahmud, Halim Miftahul Khoiri, Kusnandang, M. Luthfi Ghazali, M. Sholeh, Sholahuddin, Syaharbanu, Syamsul Rizal, dan Wandi yang telah mengajarkan penulis arti sesungguhnya kerukunan dalam perbedaan dan wadah penulis menemukan dialog peradaban.

9. Teman-teman Fellowship 2010: Harumi Kartini, Rona Mentari, Niken Ajar Wulan, Sherly Annavita, Nimas Ayu, Ayu Melisa, Resti Juliani, Nurmala Dewi, Nayla Avisha, Yeni Susanti, Aan Andrian, Indra Umbara, Sefchullisan, Hery Prasetyo, Andri Sumarno, Ardi Ramadhana, Asri Ramadhani, Arnaldi Nasrum, Azam Anas Furqan, Diky Saputra, Faras Dianda, Farid Kardana, Grio M. Akhir, Gema Wahyudi, Immanuel A. Cahyono, M. Imam Hidayat, Nazilil Asror, dan Said Jahasan.

10. Teman-teman HIMAFA Paramadina, Taekwondo Paramadina, KOMPAK Paramadina, Kafha Paramadina, DKM Paramadina serta kawan-kawan volunteer di Transparency International Indonesia (TII) dan Peace Women Across The Globe Indonesia yang telah menorehkan warna-warni berbeda dalam sejarah hidup penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menerima dengan terbuka segala saran, kritik dan masukan yang membangun. Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi khazanah keilmuan islam, serta memperkaya wacana tentang gender dan perempuan di Indonesia.

Jakarta, Agustus 2014 Penulis,

Fitriyani

ABSTRAK

Universitas Paramadina Falsafah dan Agama (2014)

Fitriyani / 210000005 Kepemimpinan Perempuan dalam Islam (Studi Pemikiran M. Quraish Shihab) (90 + xi)

Skripsi ini membahas pandangan Quraish Shihab mengenai konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam untuk mencari jawaban tentang apakah perempuan dalam ajaran Islam dibolehkan menjadi pemimpin politik. Quraish Shihab merupakan salah satu ulama tafsir terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Beliau juga masih tetap aktif menulis dan berceramah sampai saat ini. Selain itu pandangan-pandangan beliau menjadi pegangan banyak kalangan umat Islam Indonesia. Perbincangan mengenai kepemimpinan perempuan dalam konteks Islam merupakan topik yang selalu mengundang kontroversi. Ada yang pro dan ada yang kontra. Bagi mereka yang kontra terhadap kepemimpinan politik perempuan, banyak dalih yang diajukan untuk menentangnya. Salah satunya adalah dalil kitab suci, di mana dalam Al- Qur’an terdapat ayat yang secara eksplisit sering diartikan bahwa lelaki adalah pemimpin bagi perempuan. Sedangkan yang pro, mereka mengajukan fakta-fakta dalam sejarah Islam dan penafsiran ajaran Islam yang berbeda yang menunjukkan bahwa Islam membolehkan perempuan untuk menjadi pemimpin politik atau berkiprah di ranah publik. Konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam juga biasa dirujuk oleh mereka yang setuju dengannya pada konsep HAM yang memberikan hak sepenuhnya kepada setiap individu manusia untuk terjun ke wilayah politik praktis. Quraish Shihab sendiri menyatakan bahwa tidak ada dalil yang valid baik dalam ajaran Islam maupun akal pikiran (alasan rasional) yang bisa melarang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Namun demikian Quraish Shihab menggarisbawahi kewajiban perempuan untuk mengasuh dan memberikan pendidikan kepada anak-anaknya agar tidak diabaikan jika perempuan menjadi pemimpin masyarakat. Oleh karena itu Pandangan Quraish Shihab tentang kepemimpinan perempuan dapat digolongkan sebagai moderat.

Dalam studi ini penulis menggunakan metode historis-kualitatif dan deskriptis-analitis yaitu penelitian kepustakaan (library research) dengan mempelajari, menggambarkan dan menganalisis tulisan-tulisan Quraish Shihab baik yang berbentuk buku mau pun hasil penelitian, dan tulisan-tulisan yang membahas tentang pemikiran Quraish Shihab mengenai kepemimpinan perempuan, serta buku-buku lain yang relevan dengan topik yang penulis bahas. Selain itu penulis juga melakukan wawancara (metode interview) dengan Quraish Shihab untuk lebih memahami dan mendalami pandangan-pandangannya. Studi tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam merupakan salah satu subjek yang masih akan tetap "menantang" dan menarik karena berkaitan dengan problem bagaimana ajaran agama (Islam) dihadirkan dan bagaimana kaum Muslim melakukan respon dan terlibat dalam dinamika sosial-budaya yang semakin kompleks dan terbuka di era globalisasi dewasa ini.

Kata kunci : Pemimpin, Perempuan, Quraish Shihab, Hak, Islam. Daftar Pustaka: 74 (1985 s.d 2014)

ABSTRACT

Paramadina University Philosophy and Religion (2014)

Fitriyani / 210000005 Women Leadership in Islam (A Study of M. Quraish Shihab Thoughts) (90 + xi)

This thesis discusses the Quraish Shihab view of the concept of female leadership in Islam to seek an answer about whether women in Islam are allowed to become political leader. Quraish Shihab is one of the best interpreter of the Qur'an in Indonesia. He also still actively writes and gives lectures to this date. In addition, his views have had much influence among Indonesian Muslims. The discourse about women's leadership in Islamic context is a topic that always invites controversy. There are pros and cons. For those who cons of women's political leadership, many arguments were filed against it. One of the argument is sciptural,

i.e. there is a verse in the Qur'an often interpreted explicitly that men is leaders of women. While the pros, they apply the facts in the history of Islam and the different interpretations of Islam which show that Islam permits women to become political leaders or to engage actively in the public domain. The concept of female leadership in Islam is also commonly referred to by those who support it with the concept of human rights that gives full rights to every individual human being to plunge into the sphere of practical politics. Quraish Shihab has said that there is no valid argument both in Islamic teaching and reasoning (rational arguments) which forbid women to become a leader. However, Quraish Shihab underlines the obligation of women to nurture and educate their children so as not to be ignored if women become public leaders. Therefore Quraish Shihab's view on women's leadership can be classified as moderate.

In this study the author uses historical, qualitative, and descriptive-analytical methods namely library research (library research) to study, describe and analyze the writings of Quraish Shihab either in the form of books or research reports, and writings that discuss the views of Quraish Shihab on women leadership, as well as other books that are relevant to the topics which the author discusses. Moreover, the author also conducted interviews (interview method) with Quraish Shihab to better understand and explore his views. The study of female leadership in Islam is one of the subjects that will remain "challenging" and interesting because it deals with the problem of how religion (Islam) is presented and how the Muslims responding and engaging in socio-cultural dynamics in increased complex and more open global world.

Keywords: Leader, Female, Quraish Shihab, Rights, Islam. Bibliography : 74 (1985 - 2014)

PEDOMAN TRANSLITERASI

I. Vokal Pendek: a = _ ; i = -- ; u = _

II. Vokal Panjang: Bunyi a panjang ditulis ā (َف = falā), bunyi i panjang ditulis ī (ةفيلخ = khalīfa), dan u panjang

ditulis ū ( ش = syūrā), masing-masing dengan tanda ‘garis’(-) di atasnya. Bunyi Rangkap: ay = يأ ; aw = وأ

Kata Sandang

Kata sandang, yang dilambangkan dengan huruf ( لا), menjadi (l), baik ketika diikuti oleh huruf shamsiyya maupun qamariyya: al- rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-dīwān.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, pembahasan mengenai gender begitu sering tampil di permukaan, terutama soal penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kesadaran perempuan Indonesia untuk mengangkat derajatnya sudah semakin tumbuh. Hampir di setiap kota di Indonesia muncul organisasi atau komunitas yang bergerak di isu gender dan perempuan. Contohnya, Aceh Women For Peace Foundation yang memperjuangkan kesejahteraan perempuan di Aceh, Fahmina Institute yang aktif mengadakan diskusi mengenai gender di Cirebon, Peace Women Across The Globe Indonesia yang berpusat di Jakarta juga aktif melakukan serangkaian kegiatan yang mengusung tema pembebasan perempuan, dan lain-lain. Serta masih banyak lagi yang lainnya.

Kosakata gender berasal dari bahasa Inggris yang artinya jenis kelamin. Gender adalah sifat dan prilaku yang dibentuk secara sosial yang disematkan pada perempuan dan laki-laki 1 .

Konsep gender yang dipahami di Indonesia umumnya mengacu kepada peranan sosial dalam masyarakat yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Peranan sosial ini juga tidak serupa di semua tempat karena disesuaikan oleh keadaan budaya dan tradisi masyarakat setempat.

Dalam kajian di Indonesia, istilah gender sering dikaitkan dengan kata feminin. Istilah feminin digunakan untuk membedakan konsep gender antara laki-laki dan perempuan. Feminin merupakan kata serapan dari bahasa inggris feminine yang memiliki makna perempuan atau bersifat keperempuanan. Feminin diartikan sebagai suatu sifat lemah lembut, halus dan penuh perasaan yang melekat pada diri perempuan secara kodrati, serta tabu bagi lelaki untuk memiliki sifat feminin ini.

Gerakan yang mengusung pembebasan perempuan disebut feminisme, yang akar katanya bersinionim dengan kata 2 feminine . George Ritzer menjabarkan tiga gelombang

1Liza Hadiz. kata pengantar dalam buku Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru: Kumpulan Artikel Prisma (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2004) hlm. x-xi. 2George Ritzer. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Diterjemahkan oleh Tim Penerbit (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hlm. 779.

feminisme awal yang muncul di Amerika Serikat pada dekade 80-an hingga era 90-an. Gelombang pertama dimulai pada era 1830-an, agendanya berfokus pada perjuangan anti perbudakan, hak-hak politis perempuan terutama hak untuk memilih. Gelombang pertama ini berhasil membuat terjadinya konvensi pertama yang membicarakan mengenai hak-hak perempuan pada tahun 1848 bertempat di Seneca Falls, New York. Konstitusi Amerika tentang hak pilih perempuan akhirnya diamandemen dengan amandemen ke-19 pada tahun 1920, dengan adanya amandemen ini perempuan diberikan hak pilih untuk memilih dalam pemilihan umum. Feminisme gelombang kedua (1960-1990) merumuskan ulang mengenai konsep hubungan antara lelaki dan perempuan dalam konsep gender agar tercapai kesetaraan ekonomi dan kesetaraan sosial. Feminisme gelombang ketiga menyuarakan aspirasi dari para perempuan kulit berwarna, lesbian, dan perempuan kelas pekerja yang merupakan respon dari ide-ide yang digaungkan oleh para perempuan kulit putih yang menyatakan diri sebagai feminisme gelombang kedua. Feminisme gelombang ketiga ini juga mewakili gagasan dari pada perempuan dewasa yang akan menjalani abad kedua puluh satu di mana tantangan yang akan dihadapi jelas berbeda dengan perempuan-perempuan di abad sebelumnya.

Menurut Husein Muhammad, feminisme adalah gerakan yang berusaha memperjuangkan martabat kemanusiaan dan kesetaraan sosial (gender), yang diarahkan untuk

merubah sistem yang diskriminatif terhadap perempuan 3 . Yanti Muchtar sebagaimana dikutip oleh Nuruzzaman, Jalal, dan J. Ardiantoro 4 menulis dalam Jurnal Perempuan bahwa ada tiga

pandangan dalam mendefinisikan feminisme. Yang pertama, feminisme adalah teori yang mempertanyakan pola hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Yang kedua menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan feminis jika pandangan dan pemikirannya sesuai dengan kategori feminisme yang telah ada sebelumnya, yakni Feminis Radikal, Feminis Marxis, Feminis Liberal atau Feminis Sosialis. Yang ketiga adalah pandangan yang berpendapat bahwa feminisme merupakan sebuah gerakan atas dasar kesadaran tentang penindasan terhadap perempuan yang bergerak untuk melawan penindasan tersebut.

Konstruksi budaya mengenai perempuan tak pernah lepas dari ideologi patriarki yang menganggap bahwa laki-laki lebih superior daripada perempuan. Penulis mengambil contoh

3Husein Muhammad. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2004) hlm. 98.

4Nuruzzaman, Jalal, dan J. Ardiantoro. Pengantar Editor dalam buku Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2004) hlm. xxiii.

kultur di jazirah Arab dan negara Arab. Di sini penulis membedakan antara jazirah Arab dan negara Arab, jazirah Arab meliputi semenanjung Arabia dimana agama Islam turun dan berkembang pertamakali yakni Arab Saudi, sedangkan negara Arab ialah wilayah dimana negara yang menggunakan bahasa Arab serta kultur universal Arabisme diterapkan dalam segi sosial kemasyarakatan dan mempengaruhi kebijakan politik pemerintahan seperti di Mesir dan sekitarnya.

Negara Arab Saudi, negara yang menerapkan syariat Islam secara legal dan formal dengan menjadikan Islam sebagai agama negara. Negara tersebut dikenal sebagai satu-satunya negara yang memberlakukan hukum larangan mengemudi bagi perempuan, bahkan perempuan di Arab Saudi tidak dibolehkan pergi kemanapun tanpa seijin wali atau tanpa muhrim yang mendampinginya. Hak untuk terjun di bidang politik dan ekonomi bagi kaum perempuan di Arab Saudi bukanlah suatu hal yang mudah untuk dicapai. Bahkan hingga kini, perempuan di Arab Saudi tidak diberikan hak politik, baik untuk memilih, ataupun untuk

dipilih 5 . Adanya aturan bahwa perempuan Saudi boleh memiliki peranan dalam wilayah publik tanpa menanggalkan kewajiban mereka mengurus rumah tangga membuahkan peran

ganda yang membebani kaum perempuan Saudi. Tidak berbeda jauh dengan Arab Saudi, negara Arab seperti Mesir memiliki predikat

buruk dalam hal perlakuan terhadap perempuan. Perempuan Mesir diikat dengan begitu banyak norma sosial dan norma agama. Hak-hak mereka dibatasi. Meski pelayanan medis dan informasi mengenai kesehatan reproduksi sangat terbuka dan bisa diakses dengan mudah,

namun perlindungan terhadap kaum perempuan di Mesir belum memadai 6 .

Kesamaan antara jazirah Arab seperti Arab Saudi dan negara Arab seperti Mesir terletak pada segi kulturalnya, dimana norma agama menjadi panutan dan posisi perempuan dinomorduakan setelah laki-laki. Kekerasan dalam rumah tangga yang sering dialami perempuan Mesir mendapat pembenaran dari agama melalui surah An-Nisa ayat 34 yang berbunyi:

5Quraish Shihab. Perempuan: Dari Cinta sampai Seks dari Nikah Mut'ah sampai Nikah Sunnah dari Bias Lama sampai Bias Baru (Jakarta: Lentera Hati, 2005) hlm. 378.

6Shereen El Feki. Seks dan Hijab: Gairah dan Intimitas di Dunia Arab yang Berubah diterjemahkan oleh Adi Toha (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2013) 175-176.

” Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan

karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya

Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” Sehingga jika terjadi pemukulan oleh suami terhadap istrinya maka hal tersebut

dianggap wajar dan perempuan yang menjadi korban tak dapat berbuat apapun. Karena hukum di Mesir tidak ramah terhadap perempuan yang mengalami kasus kekerasan dalam rumah tangga. Pun bila sang perempuan mengajukan tuntutan cerai, maka akan dipersulit. Tidak saja dalam proses perceraiannya, bahkan setelah bercerai perempuan Mesir tetap kesulitan menjalani hidupnya disebabkan oleh sikap masyarakat Mesir yang tidak toleran terhadap perceraian dikarenakan adanya stereotip janda dalam masyarakat sebagai pemangsa seksual yang berkeliaran mencari laki-laki untuk memuaskan nafsunya. Yang mendapat stigma negatif atas terjadinya perceraian tentu saja pihak perempuan, mereka dipandang sebagai perempuan yang buruk, sedangkan pihak lelaki bisa melenggang dengan tenang dan

menikah lagi 7 . Seorang ulama besar Mesir yakni Syekh Muhammad al Ghazali sebagaimana yang

dikutip oleh Husein Muhammad 8 mengatakan: ”Sekalipun dunia sudah berubah, ternyata hubungan laki-laki dan perempuan berikut hak-hak mereka, baik yang umum maupun yang

khusus belum menempuh jalan yang benar.” Dalam konteks di Indonesia, masalah gender yang melingkupi peran antara laki-laki

dan perempuan sudah terjadi jauh sebelum Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia.

7Shereen El Feki. Seks & Hijab: Gairah dan Intimitas di Dunia Arab yang Beruba h. Diterjemahkan oleh Adi Toha. (Tangerang: Alvabet, 2013) hlm. 108-109.

8Husein Muhammad. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren. (Yogyakarta: Lkis, 2004) hlm. 13.

Dalam budaya Jawa, kepemilikan atas perempuan merupakan atribut yang wajar dari kekuasaan 9 .

Pada era kolonialisme Belanda, berkembang institusi selir di antara para lelaki Belanda yang bertugas di Indonesia. Selir adalah perempuan yang digauli tanpa dinikahi, hal ini didorong oleh sedikitnya perempuan Belanda yang datang ke Indonesia, sehingga untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, para lelaki Belanda mengambil perempuan pribumi untuk

digauli yang biasa disebut 10 Nyai . Perempuan-perempuan pribumi yang menjadi Nyai ini tak memiliki kuasa untuk menentukan nasibnya sendiri, bagi perempuan yang berasal dari

kalangan miskin, ia akan diserahkan kepada orang Belanda untuk mendapatkan uang (dijual), sedangkan bagi perempuan yang berasal dari kalangan menengah dan orangtuanya memiliki jabatan di pemerintahan kolonial Belanda, ia diserahkan kepada orang Belanda untuk

mengamankan jabatan atau agar orangtuanya bisa naik pangkat 11 . Para perempuan ini tak bisa melakukan apapun untuk menolak keinginan orangtuanya, tidak tersedianya pendidikan bagi

kaum perempuan pada masa itu membuat mereka tak mampu berbicara untuk hak mereka sendiri. Kehidupan para perempuan pribumi yang menjadi Nyai ini mungkin berubah menjadi lebih baik dari segi ekonomi karena ditopang oleh pejabat Belanda yang memeliharanya. Namun setelah ia melahirkan anak dari pejabat tersebut, maka ia akan dibuang dari kehidupan orang Belanda yang dulu merawat dan menggaulinya. Berkembang luasnya pergundikan ini disebabkan oleh para pejabat Belanda yang bertugas di Indonesia tidak diperkenankan untuk menikahi wanita pribumi karena pernikahan mereka tidak akan diakui oleh institusi gereja di

tempat asalnya 12 . Maka di sini, nasib perempuan pribumi hanya sebatas pemuas nafsu dan penghasil keturunan semata.

Pasca kemerdekaan Indonesia, peran perempuan masih terpinggirkan. Meski pada era Orde Baru ada organisasi Dharma Wanita yang mewadahi istri pegawai negeri dan pegawai negara di Indonesia, pada kenyataannya organisasi ini dibentuk dengan tujuan agar bisa

9Julia I Suryakusuma. Seksualitas dalam Pengaturan Negara. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 361.

10Onghokham. Kekuasaan dan Seksualitas: Lintasan Sejarah Pra dan Masa Kolonial. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 324.

11Linda Christanty. Nyai dan Masyarakat Kolonial Belanda. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 340.

12Linda Christanty. Nyai dan Masyarakat Kolonial Hindia Belanda. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 339.

membentuk seorang istri yang patuh dan taat kepada suami 13 . Meski demikian, Dharma Wanita ampuh menjadi tempat keluh kesah para istri pejabat negara yang mendapatkan

perlakuan kasar dari suaminya hingga pada tahun 1983, organisasi Dharma Wanita berhasil mendesak pemerintah untuk mengesahkan sebuah peraturan yang membatasi pejabat negara untuk memperlakukan istrinya dengan semena-mena. Peraturan Pemerintah Nomor 10 atau yang lebih popular di sebut PP 10 merupakan pelengkap Undang-Undang Perkawinan yang disahkan pada tahun 1974. Dengan adanya PP 10 ini, Pegawai Negeri yang hendak bercerai atau mengambil istri kedua harus mendapatkan izin dari atasannya, perceraian dapat membuat pegawai negara yang bersangkutan mendapatkan sanksi atau pemecatan jika alasan bercerai

tidak sesuai dengan PP 10 14 . Sekilas, PP 10 ini tampak menguntungkan perempuan, namun dalam implementasinya, timbul masalah-masalah baru yang membuat para istri pegawai

negara mengalami penderitaan dalam bentuk lain. Di antaranya ialah terjebak dalam perkawinan sandiwara, tidak mendapatkan nafkah batin, namun tak bisa bercerai karena konsekuensinya ialah suami akan kehilangan jabatan dan hidup mapan yang mereka rasakan akan berakhir. Akhirnya kaum perempuan ini tetap diam demi melanggengkan karir jabatan suaminya dan demi masa depan anak-anaknya. Kembali, perempuan tak memiliki daya untuk memperjuangkan nasib mereka sendiri. Karena meskipun ada di antara mereka berhasil membebaskan diri dari belenggu perkawinan yang tidak bahagia, maka mereka akan

mendapatkan citra negatif sebagai seorang janda cerai 15 . Begitu kompleks permasalahan tentang perempuan ini juga menarik perhatian

kalangan ulama Islam di Indonesia untuk ikut merumuskan permasalahan dan mencari solusinya dari sudut pandang Islam. Sebut saja Kiai Husein Muhammad yang mengaku tertarik untuk mencari tahu lebih dalam permasalahan perempuan dalam Islam setelah

mengikuti seminar tentang perempuan dalam pandangan agama-agama pada tahun 1993 16 . Sejak itu Husein Muhammad mulai menelaah kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan dalam

13Julia I Suryakusuma. Seksualitas dalam Pengaturan Negara. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 359.

14Julia I Suryakusuma. Seksualitas dalam Pengaturan Negara. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 361-362.

15Julia I Suryakusuma. Seksualitas dalam Pengaturan Negara. Dalam Liza Hadiz, ed. Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2004) hlm. 367.

16Nuruzzaman, Jalal, dan J. Ardiantoro. Pengantar Editor dalam buku Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2004) hlm. xxxii.

pendidikan di kalangan pesantren, dan beliau menemui cukup banyak bias gender yang ada dalam teks-teks tersebut.

Almarhum KH. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur memandang perempuan sebagai mahluk yang luar biasa rumit dari segi psikologi, karena faktor emosinya yang lebih bervariasi dibandingkan laki-laki. Namun di situlah menurut Gus Dur, perempuan

memiliki potensi untuk membuat capaian yang lebih besar daripada pria 17 . M. Quraish Shihab, yang pemikirannya dijadikan topik kajian dalam skripsi ini

memandang perempuan sebagai makhluk yang tercipta untuk menyempurnakan laki-laki. Maka dari itu, perempuan wajib dihormati dan dicintai. Karena ketidakhadiran perempuan

dalam dunia ini akan menyebabkan kehancuran bagi laki-laki 18 .

Salah satu hal yang sering diperdebatkan ketika berbicara tentang perempuan ialah apakah perempuan bisa menjadi pemimpin suatu kelompok yang didalamnya mayoritas laki- laki. Pembicaraan mengenai persoalan kepemimpinan perempuan di Indonesia mulai menghangat ketika Megawati Soekarnoputri mencalonkan diri menjadi presiden. Banyak pihak yang menentangnya bukan karena meragukan kemampuan Megawati untuk memimpin, melainkan karena jenis kelaminnya perempuan. Meski pada Pemilu tahun 1999 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dipimpin oleh Megawati memenangkan suara terbanyak, namun hal tersebut tidak otomatis membuat Megawati menduduki jabatan Presiden. Sebagian ulama bersikeras menentangnya, bahkan kalangan ulama NU pun menjadi

terpecah saat mendiskusikan tentang apakah mungkin perempuan menjadi pemimpin 19 .

Beberapa ulama yang menentang perempuan menjadi pemimpin biasanya bersandar pada Qur’an Surat An-Nisa ayat 34 berikut ini:

17M. N Ibad. Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur -Gus Miek (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) hlm. 137.

18Quraish Shihab. Perempuan: Dari Cinta sampai Seks dari Nikah Mut'ah sampai Nikah Sunnah dari Bias Lama sampai Bias Baru (Jakarta: Lentera Hati, 2005) hlm. x.

19M. N Ibad. Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur -Gus Miek (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) cat. kaki nomor 1 hlm. 89-90.

“ Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki- laki) atas sebahagian yang lain (wanita)…”

Abbas Mahmud al-Aqqad menjadikan ayat ini sebagai afirmasi bahwa ada perbedaan mendasar antara laki-laki dan perempuan yang bersifat alamiah, yang dia sebut sebagai asas pembawaan alamiah dan asas tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, hak atas kepemimpinan bersumber dari kesanggupan alamiah yang dimiliki oleh jenis kelamin laki-laki. Maka, bagi

al-Aqqad, hak atas kepemimpinan hanya bisa didapat oleh laki-laki 20 . Selain itu, beberapa ahli fiqih klasik seperti Ibn Hazm, Abu Ya'la al Farra, dan al-Mawardi dalam menetapkan hukun

tentang kepemimpinan mereka mensyaratkan agar seorang kepala negara tidak boleh perempuan. Alasannya ialah bahwa tugas seorang pemimpin sangatlah berat (menjaga

eksistensi agama, ijtihad, mengimami shalat, dan lain-lain) 21 .

Husein Muhammad, dalam menafsirkan ayat ini meletakkannya dalam konteks sosial pada masa al- Qur’an diturunkan, dimana masyarakat Quraisy menempatkan perempuan dalam kelas sosial yang rendah bahkan hampir tak memiliki hak, maka ayat ini berbicara tentang realitas sosial yang ada dalam masyarakat Arab pada masa itu yang dihadapi oleh umat Islam. Husein Muhammad menyatakan bahwa ayat ini bukanlah ayat normatif yang berlaku di segala zaman, karena Al- Qur’an sendiri tidak mengharuskan laki-laki menjadi

pemimpin baik dalam ranah domestik maupun ranah publik 22 . Adapun Quraish Shihab menafsirkan ayat ini dalam konteks kepemimpinan dalam

rumah tangga, walaupun ia tak menutup kemungkinan bahwa perempuan juga bisa menjadi kepala rumah tangga. Gus Dur sendiri dalam menafsirkan ayat ini berpegang pada pendapat bahwa laki-laki memiliki kelebihan dalam hal kekuatan fisik dibandingkan wanita sehingga laki-laki bertanggung jawab atas keselamatan perempuan, karena tanggung jawabnya inilah

20Abbas Mahmud al-Aqqad. Filsafat Al-Qur'an: Filsafat, Spiritual dan Sosial dalam Isyarat Al-Qur'an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986) hlm. 73-74.

21Sukron Kamil. Pemikiran Islam Tematik: Agama dan Negara, Demokrasi, Civil Society, Syariah dan HAM, Fundamentalisme, dan Antikorupsi (Jakarta: Kencana, 2013) hlm. 194-195.

22Husein Muhammad. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2004) hlm. 91.

laki-laki dijadikan sebagai pemimpin. Sedangkan dari segi yang lainnya tidak ada perbedaan antara laki-laki maupun perempuan 23 .

Sementara itu, Syaikh Mahmud Syaltut yang merupakan mantan pemimpin tertinggi Al Azhar seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab 24 menyatakan bahwa Allah telah

menganugerahkan potensi yang cukup kepada laki-laki dan perempuan untuk mengemban tanggung jawab sosial dan kemanusiaan. Potensi ini juga termasuk dalam hal kepemimpinan. Karena pada akhirnya setiap manusia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya kepada Allah SWT, maka tak ada alasan bagi pelarangan seorang perempuan menjadi pemimpin.

Keberagaman pendapat dari para ulama dan cendekiawan muslim inilah yang kemudian menarik minat penulis untuk mengangkat tema tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam yang dikhususkan kepada pemikiran M. Quraish Shihab. Penulis memilih Muhammad Quraish Shihab untuk dijadikan sebagai objek pembahasan dalam skripsi ini dengan alasan bahwa beliau adalah seorang ulama tafsir terkemuka di Indonesia dan pemikiran-pemikirannya jauh lebih terbuka dibandingkan kebanyakan ulama di negeri ini. Sebagai ulama, beliau juga tidak hanya giat berdakwah, namun terjun langsung dalam pemerintahan dengan menjabat sebagai Menteri Agama pada tahun 1998. Beliau juga pernah menjabat sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua periode dan pernah pula menjabat sebagai Ketua MUI Pusat. Semua kesibukan dan aktifitas dalam kesehariannya tidak menghalani beliau untuk tetap produktif menulis. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Tafsir al-Mishbah. Tafsir al-Mishbah di tulis dalam bahasa Indonesia, sehingga memudahkan masyarakat muslim Indonesia untuk memahami makna yang terkandung dalam al- Qur’an melalui Kitab Tafsir al-Mishbah tanpa harus menerjemahkan dulu tafsirannya dari bahasa lain. Inilah salah satu keunggulan kitab tafsir karangan Quraish Shihab dibandingkan kitab

tafsir lainnya yang beredar di Indonesia 25 .

23M. N Ibad. Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011) hlm. 57-58.

24Quraish Shihab. Perempuan: Dari Cinta sampai Seks dari Nikah Mut'ah sampai Nikah Sunnah dari Bias Lama sampai Bias Baru (Jakarta: Lentera Hati, 2005) hlm. 7.

25Naqi yah Mukhtar. “Kepala Negara Perempuan Muslimah: Analisis Wacana Terhadap Tafsir Quraish Shihab”. Dimuat dalam Komunika, Jurnal Dakwah dan Komunikasi Vol. 5 No. 2 STAIN Purwokerto tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah

Berdasarkan uraian yang penulis paparkan dalam latar belakang, muncullah permasalahan mengenai kepemimpinan perempuan dilihat dari sudut pandang agama Islam. Posisi perempuan yang subordinat dibanding laki-laki menyulitkannya untuk dapat memegang tampuk kepemimpinan atas laki-laki. Adapun batasan masalahnya ialah persoalan kepemimpinan perempuan dari sudut pandang agama Islam yang dikhususkan kepada pemikiran M. Quraish Shihab sebagai salah satu ulama tafsir Indonesia yang cukup terkenal dan diakui keahliannya dalam ilmu agama Islam. Adapun rumusan masalahnya ialah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah latar belakang sosial dan intelektual M.Quraish Shihab?

2. Bagaimanakah pandangan Quraish Shihab mengenai perempuan?

3. Bagaimanakah Quraish Shihab memandang persoalan kepemimpinan perempuan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang diuraikan di rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini

sesungguhnya ialah untuk mengetahui pandangan M. Quraish Shihab mengenai kepemimpinan perempuan dalam Islam. Adapun tujuan penelitiannya secara khusus ialah untuk mengetahui:

1. Latar belakang sosial dan intelektual Quraish Shihab

2. Pandangan Quraish Shihab tentang perempuan

3. Pemikiran Quraish Shihab mengenai persoalan kepemimpinan perempuan dalam Islam

1.3.2 Manfaat Penelitian Dengan hadirnya skripsi ini, penulis mengharapkan ada manfaat yang bisa dihasilkan.

Diantaranya ialah manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.3.2.1 Manfaat Teoritis Dari segi teoritis, penulis mengharapkan skripsi ini bisa menjadi kontribusi dalam

mengubah pandangan masyarakat yang kurang positif terhadap kepemimpinan perempuan dalam Islam. menambah khazanah keilmuan Islam, khususnya kajian tentang perempuan dan pemikiran Quraish Shihab. Juga memperkaya referensi tentang pembahasan gender di kalangan umat Islam.

1.3.2.2 Manfaat Praktis Dari segi manfaat praktis, penulis mengharapkan skripsi ini bisa menjadi acuan studi

dengan fokus kajian perempuan di Universitas Paramadina, mengingat bahwa studi yang membahas mengenai gender dan perempuan masih jarang dibahas di kampus ini.

1.4 Tinjauan Pustaka

Salah satu tulisan yang pernah diterbitkan mengenai pandangan Quraish Shihab tentang pemimpin perempuan adalah tulisan dari Naqiyah Mukhtar (Dosen Tetap STAIN Purwokerto) yang dimuat dalam jurnal Komunika, terbit pada tahun 2011. Tulisannya berjudul Kepala Negara Perempuan Muslimah: Analisis Wacana terhadap Tafsir Quraish Shihab. Dalam tulisannya ini, Naqiyah Mukhtar menganalisa tafsiran Quraish Shihab terhadap surat An Nisa ayat 34 dalam berbagai karya berbeda yang pernah ditulis oleh Quraish Shihab, yakni Membumikan Al-Qur ’an, Wawasan Al Qur’an, Tafsir Al Mishbah, dan Perempuan. Dengan menggunakan metode analisis wacana, Naqiyah Mukhtar menemukan ada inkonsistensi antara karya Quraish Shihab sebelum dan sesudah tahun 2000. Quraish Shihab menafsirkan kata ar Rijal dalam Tafsir Al Mishbah yang terbit pada tahun 2000 sebagai laki-laki secara umum, sedangkan dalam karya sebelumnya yakni Wawasan Al Qur’an (terbit 1996) dan Membumikan Al Qur’an ( terbit 1992) ia memaknai kata tersebut sebagai suami, hal yang sama ia kemukakan dalam buku Perempuan (2005), bahwa ar Rijal harus dimaknai sebagai suami. Naqiyah Mukhtar mengungkap suatu kemungkinan bahwa pemaknaan yang berbeda dari kata ar Rijal dalam Al Mishbah, dibandingkan karya sebelum dan sesudahnya mengindikasikan ketidaksetujuan Quraish Shihab terhadap wacana kepemimpinan Megawati Soekarnoputri yang sedang menjadi perbincangan hangat di kalangan intelektual muslim, dimana isu tersebut mencuat bertepatan dengan waktu Al Mishbah ditulis dan diterbitkan.

Perbedaan Skripsi ini dengan karya Naqiyah Mukhtar tersebut terletak pada kekuatan sumber yang digunakan, Naqiyah Mukhtar hanya mendasarkan pada karya-karya Quraish Shihab yang telah diterbitkan dan mengungkap beberapa kemungkinan. Sedangkan penulis menyusun skripsi ini dengan mewawancarai langsung objek yang bersangkutan yakni Quraish Shihab untuk menanyakan pandangannya mengenai konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam. Bila Naqiyah Mukhtar hanya melakukan analisis wacana terhadap penafsiran Quraish Shihab mengenai surah an Nisa ayat 34, penulis menyusun skripsi ini dengan menganalisa pandangan Quraish Shihab mengenai perempuan terlebih dulu melalui tafsirannya terhadap ayat-ayat lain yang diperkuat dengan beberapa hadits dan wawancara langsung yang dilakukan oleh penulis. Untuk mendapatkan gambaran bagaimana sebenarnya Quraish Shihab memandang sosok perempuan hingga pemikirannya tentang kepemimpinan perempuan bisa dijabarkan.

Beberapa tulisan lain mengenai pandangan-pandangan Quraish Shihab tentang masalah sehari-hari juga pernah dibuat. Salah satunya adalah skripsi dari salah satu mahasiswa di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo bernama Supriyati yang mengangkat topik Jilbab Menurut Quraish Shihab dan Implikasinya terhadap Bimbingan Muslimah dalam Berbusana . Skripsi tersebut menjabarkan poin-poin mengenai konsep aurat dan jilbab yang ada dalam buku berjudul Jilbab Pakaian Wanita Muslimah karya Quraish Shihab.

Tulisan lain yang mengutip pendapat Quraish Shihab tentang perempuan adalah milik Dr. Ajat Sudrajat, seorang Dosen Filsafat Sejarah di Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul Beberapa Persoalan Perempuan Dalam Islam , beliau mengutip pandangan Quraish Shihab mengenai kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga dan juga negara secara sekilas dalam salah satu penjelasan makalahnya.

Perbedaan tulisan-tulisan tersebut dengan tema yang penulis angkat ialah bahwa dalam skripsi ini, penulis tidak hanya sekedar mengutip, namun membedah pemikiran Quraish Shihab tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam secara runut dan mendalam. Runut dalam arti berurutan, yakni dipaparkan terlebih dulu pandangan Quraish Shihab mengenai perempuan, juga pendapat beliau tentang kepemimpinan, kemudian baru menjabarkan kepemimpinan perempuan dalam Islam menurut Quraish Shihab. Mendalam, karena apa yang disampaikan dalam skripsi ini tidak hanya sekedar mendeskripsikan pandangan Quraish Shihab, namun juga meninjau secara kritis pandangan Quraish Shihab mengenai Kepemimpinan Perempuan dalam Islam.

Setelah mendeskripsikan pandangan Quraish Shihab, penulis menyajikan analisis kritis dari setiap pandangan yang dikemuakan oleh Quraish Shihab dengan cara membandingkan pendapat tersebut dengan pendapat-pendapat dari intelektual lain, baik intelektual yang muslim maupun non-Muslim. Penulis dapat memastikan bahwa karya tulis ini bebas dari plagiasi dan memiliki diferensiasi dengan karya sejenis yang juga membahas tokoh yang sama.

1.5 Metode Penelitian

Metode Penelitian ialah suatu cara kerja yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan yang dimulai dengan merumuskan masalah hingga menarik kesimpulan 26 .

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini ialah kajian pustaka ( library research ) dengan menggabungkan sumber-sumber tertulis baik berupa buku, makalah, ataupun artikel di media massa yang sesuai dengan objek kajian penulis yakni kepemimpinan perempuan dalam Islam menurut pandangan Quraish Shihab. Kemudian dianalisis dengan cermat untuk memperoleh sebuah pemahaman baru mengenai konteks kepemimpinan perempuan dalam Islam.

1.6 Sistematika Penulisan

BAB 1, merupakan pendahuluan yang berisi uraian latar belakang yang memuat alasan-alasan mengapa penulis memilih topik kepemimpinan perempuan untuk dijadikan skripsi, rumusan dan batasan masalah membahas mengenai fokus kajian yang mencakup pemikiran Quraish Shihab tentang kepemimpinan perempuan, tujuan dan manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis, tinjauan pustaka yang menyajikan tulisan-tulisan sejenis yang membahas pemikiran Quraish Shihab serta diferensiasi dengan topik yang diangkat oleh penulis, metode penelitian yang memaparkan metodologi pengambilan informasi dan data dalam penyusunan skripsi ini, dan sistematika penulisan yang menerangkan secara singkat pembahasan bab per bab dalam skripsi ini.

BAB 2, membahas tinjauan konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam. Di sini akan dijelaskan pengertian Islam, kepemimpinan, perempuan, konsep feminisme, konsep kepemimpinan dalam Islam, perempuan dalam pandangan Islam, dan konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam.

26Cik Hasan Bisri & Eva Rufaidah. Kata Pengantar dalam buku Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2006) hlm. vi.

BAB 3, merupakan biografi M.Quraish Shihab yang berisi riwayat hidup dan rekam jejak sosial intelektual beliau dalam kiprahnya sebagai ulama tafsir di Indonesia. Juga akan dipaparkan karya-karya intelektual yang telah dihasilkan selama kurun waktu kehidupannya.

BAB 4, merupakan isi utama yang membahas pemikiran M. Quraish Shihab tentang konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam. Diawali dengan penjelasan pandangan Quraish Shihab tentang perempuan, pandangannya mengenai konsep kepemimpinan, dan tema utama yakni kepemimpinan perempuan dalam Islam. Kemudian di akhir pembahasan disajikan tinjauan kritis atas pemikiran Quraish Shihab mengenai kepemimpinan perempuan dalam Islam dengan konteksnya di Indonesia masa kini.

BAB 5, berisi kesimpulan dan penutup. Di sini akan disajikan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang ada di rumusan masalah. Kemudian di perkaya dengan saran dari penulis terkait wacana tentang perempuan.

BAB II TINJAUAN KONSEP KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ISLAM

Menurut J. Sudarminta, konsep adalah suatu representasi abstrak dan umum tentang sesuatu yang bersifat mental, merupakan medium yang menghubungkan subjek penahu

dengan objek yang diketahui, yakni pikian dan kenyataan 1 . Dalam bab ini, akan dipaparkan tentang konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam. Dengan lebih rinci penulis

menghadirkan konsep dari setiap kata yang tercantum dalam judul skripsi ini, yakni Islam, kepemimpinan, perempuan dan juga konsep kepemimpinan dalam Islam dan konsep perempuan dalam Islam. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam atas semua konsep yang terkandung dalam kalimat kepemimpinan perempuan dalam Islam.

2.1 Konsep Islam

Kata Islam berasal dari bahasa Arab salama dari akar kata salima yang memiliki arti menyelamatkan, pasrah, tunduk, berserah diri 2 . Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi

Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam, sebelum Nabi Muhammad telah hadir nabi-nabi lainnya yang membawa ajaran dan seruan untuk menyembah Allah SWT seperti Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, dan Nabi Isa AS. Ajakan yang mereka bawa adalah untuk menyembah hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Muhammad Isa Nuruddin, seorang filosof berkebangsaan Swiss sebagaimana yang dikutip oleh Mohammad Monib dan

Fery Mulayana 3 menyatakan bahwa Islam adalah konsep agama yang paling sempurna dari keseluruhan ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Nuh AS hingga Nabi Isa AS. Sementara itu,

Nurcholish Madjid mengungkapkan bahwa heterog enitas agama yang ada di dunia ini menjadi alasan logis mengapa ajaran Islam diturunkan ke bumi. Islam hadir untuk menyempurnakan ajaran-ajaran agama sebelumnya, mengukuhkan tauhid kepada umat

1J. Sudarminta. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 87. 2Nanang Tahqiq. Islam Agama Pasrah dalam Tim Penerbit Dian Rakyat, ed. Mengenal Islam Jalan Tengah:

Buku Daras Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Dian Rakyat, 2012) hlm. 9. 3Mohammad Monib & Fery Mulyana. Pelita Hati Pelita Kemanusiaan (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009) hlm.

manusia, dan meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di agama-agama sebelumnya karena kebodohan manusia itu sendiri 4 .

Nanang Tahqiq mengungkapkan bahwa Islam yang dipahami oleh masyarakat muslim pada umumnya adalah sesuai dengan apa yang tercantum dalam hadits Rasul SAW sebagai berikut.

“Melalui otoritas Abu 'Abd al -Rahman 'Abdullah, putra Umar bin Khattab berkata: Aku dengar Rasulullah bersabda, “Islam telah dibangn di atas lima (tiang): bersaksi tiada

Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan-Nya, mendirikan sholat, membayar zakat, pergi haji dan puasa ramadhan.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim) 5 .

Nurcholish, mendefinisikan kata Islam sebagai suatu sikap tunduk dan pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, masih menurut nya , jika dikembalikan pada asal muasalnya, semua agama mengajarkan ketundukan dan kepasrahan. Meski nama Islam baru muncul pada masa Nabi Muhammad SAW, pada dasarnya agama-agama samawi yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya juga bisa disebut Islam. Karena mengajarkan ketundukan

dan kepasrahan hanya kepada satu Tuhan 6 . Bagi Quraish Shihab, kata Islam dimaknai sebagai sebuah perdamaian. Seperti yang tercantum dalam ucapa Assalamu 'Alaikum (damai untuk

anda), melalui kalimat ini Islam mendambakan kedamaian bagi diri sendiri dan orang lain. Lebih lanjut Quraish Shihab menyatakan bahwa perdamaian merupakan salah satu ciri utama agama Islam yang lahir dari pandangan ajaran tentang Allah Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam hadits Rasulullah SAW juga disebutkan bahwa ciri seorang muslim adalah dia yang membuat

orang lain merasa damai dari gangguan lidah dan tangannya 7 .

Quraish Shihab juga menolak pandangan yang menyatakan bahwa syariat Islam mewajibkan perempuan untuk diam di dalam rumah. Menurutnya, perempuan yang

4Mohammad Monib & Fery Mulyana. Pelita Hati Pelita Kemanusiaan (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009) hlm. 145.