HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009 2010

(1)

commit to user

i

HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS)

NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010

SKRIPSI

Oleh :

FITRI NINGSIH K6406032

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

PENGAJUAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS)

NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010

Oleh : FITRI NINGSIH

K6406032

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(3)

commit to user

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(4)

commit to user

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan telah diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Kamis

Tanggal : 19 Agustus 2010

Tim Penguji Skripsi :

Ketua : Dr. Sri Haryati, M.Pd .. ... .

Sekretaris : Drs. H. Utomo, M.Pd ...

Anggota I : Winarno, S.Pd, M.Si ... .

Anggota II : Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd ………..

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Fitri Ningsih. HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Agustus. 2009.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif korelasional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010, yang terdiri dari 7 kelas sebanyak 319 siswa. Sampel diambil dengan teknik Proporsional Random Sampling, dan diperoleh sampel sebanyak 64 siswa. Teknik pengumpulan data untuk variabel pengetahuan moral (X) menggunakan tes dan variabel kesadaran moral (Y) menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi sederhana.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan keasadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010 yang dapat dibuktikan dengan hasil analisa yaitu diperoleh harga rxy= 0,253 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=64

diperoleh rtabel = 0,245, karena rxy >rtabel

1 yaitu 0,253 > 0,245 , maka menunjukkan

ada hubungan yang positif variabel X dengan Y. Sedangkan harga thitung=2,056 dan

pada taraf signifikansi 5% dengan N=64 diperoleh ttabel=2,00, karena thitung>ttabel yaitu

2,056>2,00 maka antara variabel X dengan Y terdapat hubungan yang signifikan atau berarti. Adapun prsamaan garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=84.5928+0.4509X, jadi dari persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel X maka diikuti kenaikan Y sebesar kemiringan gradien garis regresi sebesar 0,4509.


(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Fitri Ningsih. THE RELATION BETWEEN MORAL KNOWLEDGE AND

MORAL AWARENESS IN THE VII GRADERS OF MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS IN THE SCHOOL YEAR OF 2009/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. August. 2009.

The objective of research is to find out whether or not there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010.

This study employed a correlational descriptive method. The population of research was all VII graders of MTS NU Banat Kudus in School Year of 2009/2010, consisting of 7 class as many as 319 students. The sample was taken using Proportional Random Sampling, and 64 students were obtained as the sample. Technique of collecting data used for moral knowledge variable (X) was test and moral awareness variable (Y) was questionnaire . Technique of analyzing data employed was simple correlation analysis.

Considering the result of research, it can be concluded that there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of MTS NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010 that can be seen from the result of analysis in which the rxy value = 0.253 and at significance level of 5% with N = 64 is gotten rtable = 0.245, because rxy > rtable of 0.253 > 0,245, indicating that there is a positive relation between X and Y variables. Meanwhile t-statistic value = 2.056 and at significance level of 5% with N = 64 is gotten ttable = 2.00, because thitung > ttable of 2.056>2.00, therefore between the X and Y variable there is a significant relation. The simple linear regression equation obtained is Y = 84.5928 + 0.4509X, so from the regression equation, it can be describe that each one unit increase in the X variable is followed by the increase of Y as many as regression gradient slope of 0.4509.


(7)

commit to user

vii

MOTTO

“Aristoteles mengajarkan, manusia tidak akan menjadi bermoral dan bijak dengan sendrinya. Kalaupun akhirnya mereka bermoral dan bijak, itu berkat usaha sepanjang

hidup yang dilakukan mereka sendiri dan masyarakat”.


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk:

Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan

segalanya, semoga Allah SWT memberikan

kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat Mbak Siti, mbak Solikhatun, dan mbak Eni

Adib Khoironi, S.Pd.I yang selalu memberikan semangat dan motivasi

Teman-teman dekat dan teman-teman kost: Iva, Anick, Esti, Endah, Berti, Arum, Septi, mbak Phury, Noer, dan Nia

Teman-teman PPKn angkatan 2006 Almamater


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini

2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini

3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini.

4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi

5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi

6. Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan

pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 7. Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan

bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini

8. Moh. Muchtarom, S.Ag, M.Si, pembimbing akademik yang telah memberikan

bimbingan serta pengarahan

9. Dra. Dianah, Kepala Sekolah MTS NU Banat Kudus yang telah memberikan ijin


(10)

commit to user

x

10.Segenap Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini

11.Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis. Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan juga dunia pragmatika.

Surakarta, 2010


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Tinjauan tentang Moral ... 10

2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral... 22

3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral ... 26

4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Nilai Moral ... 30


(12)

commit to user

xii

6. Teori Konstruktivisme ... 40

7. Penelitian yang Relevan ... 41

B. Kerangka Berpikir ... 42

C. Perumusan Hipotesis ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

B. Metode Penelitian ... 45

C. Populasi dan Sampel ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 49

E. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 66

1. Gambaran Umum MTS NU Banat Kudus……... ... 66

2. Deskripsi Data Pengetahuan Moral... . 68

3. Deskripsi Data Kesadaran Moral... 70

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 71

1. Uji Normalitas ... 71

2. Uji Linieritas ... 72

C. Pengujian Hipotesis ... 73

1. Pengujian Hasil Analis Data………. 73

2. Penafsiran Pengujian Hipotesis ………74

3. Kesimpulan Pengujian Hopotesis ……….. . 75

4. Pembahasan Hasil Analisis data ... 75

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 78

B. Implikasi ... 78

C. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Waktu kegiatan penelitian ... 44

Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas ... 48

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Moral ... 69

Tabel 4. Distribusi frekuensi kesadaran moral ... 70


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema kerangka berpikir ... 43 Gambar 2. Histogram Variabel Pengetahuan Moral ... 69 Gambar 3. Histogram Variabel Kesadaran Moral... 71


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar sampel ... 84

Lampiran 2. Kisi-kisi uji coba tes pengetahuan moral ... 85

Lampiran 3.Lembar uji coba tes pengetahuan moral dan kunci jawaban ... 86

Lampiran 4. Uji validitas, reliabilitas, daya beda, dan derajat kesukaran tes. . 93

Lampiran 5. Kisi-kisi tes pengetahuan moral. ... 95

Lampiran 6. Lembar penelitian tes pengetahuan moral dan kunci jawaban .... 96

Lampiran 7. Contoh perhitungan uji validitas tes ... 102

Lampiran 8. Contoh perhitungan uji reliabilitas tes ... 103

Lampiran 9. Contoh perhitungan daya beda ... 106

Lampiran 10.Contoh perhitungan indeks kesukaran ... 107

Lampiran 11. Daftar nama siswa sebagai responden try out ... 108

Lampiran 12. Kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral.. ... 110

Lampiran 13. Lembar uji coba angket kesadaran moral .. ... 111

Lampiran 14. Uji validitas dan reliabilitas angket... ... 116

Lampiran 15. Kisi-kisi penelitian angket kesadaran moral ... 119

Lampiran 16. Lembar penelitian angket kesadaran moral ... 120

Lampiran 17. Contoh perhitungan uji validitas angket.... ... 125

Lampiran 18. Contoh perhitungan uji reliabilitas angket... 127

Lampiran 19. Rekapitulasi data penelitian ... 128

Lampiran 20. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel X ... 130

Lampiran 21. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel Y ... 132

Lampiran 22. Uji linieritas X terhadap Y ... 135

Lampiran 23. Perhitungan uji linieritas dan keberartian X terhadap Y ... 137

Lampiran 24. Perhitungan Koefisien korelasi sederhana antara X dan Y ... 140

Lampiran 25. Perhitungan uji keberartian koefisien korelasi ... 141

Lampiran 26. Garis regresi sederhana Y atas X ... 142

Lampiran 27. Permohonan ijin research / try out kepada rektor UNS di Surakarta... ... 143


(16)

commit to user

xvi

Lampiran 28. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q

pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ... 144 Lampiran 29. Surat keputusan dekan FKIP tentang ijin penyusunan

skripsi/ makalah ... 145

Lampiran 30. Surat Rekomendasi Research/Survey dari BAPPEDA kabupaten Kudus ... 146

Lampiran 31. Surat Rekomendasi dari Dinas P dan K kabupaten

Kudus... ... .. 147 Lampiran 32. Surat kepada kepala sekolah MTS NU Banat Kudus untuk

mengadakan research... 148 Lampiran 33. Surat keterangan telah mengadakan research di MTS NU Banat


(17)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu langkah untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut Kevin Carmady and Zane Berge (2005: 3) “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to

effect changes in knowledge, skill, and attitude of individuals, groups, and communities”. Artinya pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang

dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari individu , kelompok, dan komunitas. Dengan demikian, melalui pendidikan manusia dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya yang dapat berguna untuk membantu pelaksanaan pembangunan.

Oleh karena itu, pemerintah berupaya membangun sektor pendidikan secara terencana, terarah dan bertahap serta terpadu dengan keseluruhan pembangunan kehidupan bangsa baik ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial maupun budaya.

Berkaitan dengan usaha untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, pemerintah telah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap dunia pendidikan dengan berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional dengan langkah menyusun UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bab II pasal 3 dinyatakan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.

Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual sehingga mampu mengembangkan diri serta lingkunganya dalam rangka


(18)

commit to user

pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan suatu proses pendidikan. Paradikma pendidikan nasional harus bertumpu pada akar kebudayaan nasional yang bersumber dari kearifan-kearifan lokal yang diperoleh dari nilai-nilai budaya, adat-istiadat, moral dan budi pekerti yang berkembang dalam masyarakat.

Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Menurut Nurul Zuriah (2007: 22) ”pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan ”menyederhanakan” sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan”.

Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Akibat dari hanyutnya SQ (Spiritual Quetiont) pada pribadi siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek sosial yang buruk.

Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalah moral yang timbul seperti: 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahasa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74 dalam Lewa Karma, 2009, http://1titik.blogdetik.com/2009/12/30/merancang-pendidikan-moral-dan budi perketi/)

Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanaan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang


(19)

commit to user

sangat penting dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan, seperti: guru-guru, orang tua dan lingkungan. Akan tetapi unsur-unsur yang terkait untuk menumbuhkan moral anak terkadang belum maksimal.

Pendidikan di sekolah, guru terkadang terjerumus pada formalitas pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajar sehingga melupakan segi pembinaan penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap yang baik pada diri siswa. Kemudian orang tua dalam menanamkan moral harus memberikan suri tauladan pada anak-anaknya, karena dengan melihat perilaku orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak langsung akan melihat dan menirunya tetapi kurangnya bekal penguatan moral dari orang tua mengakibatkan perilaku yang kurang baik dalam masyarakat. Selanjutnya dalam lingkungan hendaknya tercipta pergaulan yang baik yaitu berkembangnya rasa tenggang rasa, saling menghormati atau menghargai dan patuh pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat namun lingkungan yang kurang mendukung bisa menyebabkan moral anak jelek karena untuk menumbuhkan moral anak tidak hanya sekedar mengetahui mana yang baik dan salah tapi anak harus faham dan mau melakukannya.

Diperlukan adanya pendidikan moral karena pendidikan ini dilaksanakan untuk membentuk watak kepribadian peserta didik secara utuh yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya yang baik. Dalam upaya untuk meningkatkan perilaku tersebut secara optimal, maka terkait penyajian materi pengetahuan tentang moral pada siswa dalam pendidikan ini harus dilaksakan secara terintegarasi.

Oleh karena itu upaya penanaman nilai-nilai moral melalui pengetahuan tentang moral dalam pendidikan sebenarnya telah banyak dilakukan, terutama di dunia persekolahan dengan ujung tombaknya melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) selain itu juga dalam pelajaran agama dan kegiatan-kegiatan di luar mata pelajaran.


(20)

commit to user

Pkn merupakan representasi dari pendidikan nilai, norma dan moral di sekolah. Nilai, norma dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, serta dalam hubungan antar umat manusia. Nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik. Pembelajaran nilai, norma dan moral harus melingkupi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang direncanakan, disajikan dan dievaluasi secara integralistik dan berkesinambungan. (Muhson, 2002, http://journal.um.ac.id/index.php/ppkn/article/view/1716). Suwarma Muchtar (2007) dalam Winarno (2008: 76) menyatakan bahwa “salah satu ciri sekaligus pendekatan PKn adalah sebagai pendidikan nilai moral secara lebih khusus lagi pendidikan nilai dan moral pancasila”. Pendapat lain diungkapkan oleh Winarno (2008: 76) “pedidikan kewarganegaraan adalah suatu pendidikan nilai dalam hal ini adalah nilai moral”. Sampai pada batas ini dapat disimpulkan bahwa dalam pelajaran PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai moral sebagai wujud pembentukan karakter peserta didik yang bertujuan untuk membentuk pribadi anak supaya menjadi baik dalam sikap dan perilakunya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa anak sejak dini membutuhkan pembinaan moral, sikap dan perilaku agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan perbuatan anak. Dengan pengetahuan moral diharapkan anak nantinya dapat bersikap dan berperilaku yang bermoral, tidak hanya mengetahui norma-norma yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari dan bertindak sadar akan moral.

MTS NU Banat Kudus merupakan MTS yang telah menyelenggarakan pendidikan bagi peserta didiknya. MTS NU Banat Kudus telah menanamkan nilai-nilai moral dalam pendidikan moral yang diwujudkan dalam pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) dan pendidikan agama seperti aqidah akhlak serta kegiatan-kegiatan di luar kegiatan mata pelajaran seperti dakwah. Dengan pendidikan tersebut dapat membekali siswa dengan moral baik, dapat dikatakan seorang individu yang tingkah lakunya menaaati kaidah-kaidah yang berlaku disebut baik secara moral dan jika tidak disebut jelek secara moral.

Kenyataan yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya siswa yang melanggar nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yakni


(21)

commit to user

banyaknya pelanggaran tata tertib di sekolah seperti membolos, mecotek, dan membawa Handphone ke sekolah. Dikarenakan dalam hal ini pengetahuan moral siswa masih rendah. Sesungguhnya dengan pengetahuan moral yang diberikan kepada siswa harus cukup sehingga mampu membekali anak dalam melakukan perbuatan moral tapi kenyataannya pengetahuan moral anak masih kurang yang dapat dilihat dari pembelajaran PKn yang menujukkan belum tercapainya ketuntasan belajar hal ini dapat diketahui dari adanya sebagian siswa yang nilainya belum memenuhi standar kelulusan. Seharusnya dengan pendidikan moral yang diberikan kepada peserta didik, siswa memiliki pengetahuan tentang moral khususnya dalam pembelajaran PKn sehingga dapat membuat siswa sadar akan perbuatan moralnya.

Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah. Akan tetapi meskipun dalam sekolah sudah dibuat peraturan tata tertib dan diajarkan materi tentang norma dalam Pendidikan Kewarganegaraan masih saja terjadi kurangnya kesadaran para siswa MTS NU Banat Kudus untuk mentaati padahal sudah diberlakukannya sanksi yang tegas dalam setiap pelanggarannya.

Thomas Lickona dalam Yeyen (2009) menjelaskan bahwa “karakter terdiri atas 3 bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral

knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan perilaku/tindakan bermoral

(moral action)”. Ketiga macam karakter di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengetahuan Moral (Moral Knowing) merujuk kepada aspek kognitif

tentang moraliti (akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik.

2. Perasaan Moral (Moral Feeling) merujuk kepada aspek afektif tentang

moraliti yang menghubungkan antara pengetahuan moral dengan tindakan moral. Perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) dan sikap empati.

3. Tindakan Moral (Moral Action) merujuk kepada melakukan perkara yang betul, dimana keputusan dan tindakan kita adalah berdasarkan pengetahuan moral dan perasaan moral.


(22)

commit to user

Jadi, untuk menanamkan moral kepada anak agar berkarakter setelah mendapat pengetahuan tentang moral juga harus mempunyai perasaan moral karena perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk bersikap dan berbuat baik, oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) yang selanjutnya akan mendorong terjadinya tindakan moral. Menurut Winarno (2006: 9) kesadaran moral adalah ”kesadaran dalam diri manusia bahwa tindakannya itu didasarkan atas rasa wajib, suka rela tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”. Pendapat lain diungkapkan oleh Wizanies (2007) bahwa kesadaran moral adalah “perasaan

wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral”

(http://wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html).

Berdasarkan pengertian tersebut diketahui bahwa kesadaran moral berkaitan dengan perasaan sehingga dapat dikatakan perasaan moral ini sama halnya kesadaran moral karena berhubungan dengan hati nurani. Menurut Asri Budiningsih (2008: 70) “penilaian kognitif berhubungan dengan perasaan” berarti moral selain didekati dari aspek kognitif juga dapat dikaji dari aspek afektif dan secara terintergrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong terjadinya tindakan. Dengan demikian, dengan pengetahuan moral yang diberikan membuat siswa mempunyai perasaan moral atau kesadaran moral sehingga dapat mengambil pendirian moral secara sadar karena dalam berbuat selalu mengikuti hati nurani sehingga tingkah laku (akhlaknya) baik.

Untuk meningkatkan moral pada setiap anak diperlukan adanya pendidikan moral khususnya peserta didik memiliki pengetahuan tentang moral, dimana pengetahuan moral tersebut didapatkan dalam pembelajaran PKn yang diajarkan pada anak di sekolah. Hal ini sepadan dengan pendapat yang diungkapkan Suriakusumah dalam Dasim Budimansyah (2007) bahwa “pendidikan kewarganegaraan membahas masalah moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi”. (http://pustaka.ut.ac.id).

Pendapat lain diungkapkan oleh Winarno (2008: 75) bahwa “PKn persekolahan sekarang ini masih mungkin di dalamnya mengemban fungsi


(23)

commit to user

sebagai pendidikan nilai moral meskipun tidak secara eksplisit ada dalam standar isi pendidikan kewarganegaraan persekolahan”. Namun, melihat fungsi PKn sebagai pendidikan nilai moral yang dapat disarikan dari pernyataan bahwa PKn berfungsi sebagai pembentukan karakter warganegara, yaitu berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dinyatakan bahwa mata pelajaran PKn persekolahan memfokuskan pada pembuatan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Menurut Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden (1986: 156) bahwa ”bertindak secara moral berarti menaati suatu norma”. Seperti diketahui bahwa nilai, norma, dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas manusia yaitu sikap dan perbuatan yang baik.

Dengan demikian, untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi tentang norma. Dalam pembelajaran PKn ruang lingkup norma yang terdapat di jenjang SMP/MTS terdapat pada kelas VII semester 1. Diharapkan dengan pengetahuan tentang moral yang diberikan dalam pembelajaran PKn khususnya setelah siswa menguasai SK menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan meningkatkan kesadaran moral siswa yang nantinya akan dapat membina sikap dan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berkenaan dengan hubungan pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut :


(24)

commit to user

1. Peran guru, orang tua, dan lingkungan sebagai unsur terkait untuk

menumbuhkan moral anak belum maksimal

2. Merosotnya tingkah laku moral pada diri siswa yang mengarah pada

pelanggaran nilai moral

3. Rendahnya pengetahuan tentang moral siswa

4. Tingkat kesadaran moral siswa rendah

5. Rendahnya tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan

kurangnya pengetahuan moral siswa

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah, maka pembatasan masalah diperlukan supaya penelitian ini lebih efektif dan terarah. Dalam hal ini penulis menentukan permasalahan yang difokuskan pada rendahnya tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan kurangnya pengetahuan moral pada diri siswa.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu ”adakah hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/ 2010”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah serta perumusan masalah di atas maka penulis mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus Tahun Ajaran 2009/ 2010.


(25)

commit to user

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang moral khususnya untuk meningkatkan kesadaran moral pada diri siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Memberikan masukan siswa untuk meningkatkan pengetahuannya tentang moral agar kesadaran moral siswa tinggi.

b. Bagi Sekolah

Memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk selalu memberikan dukungan yang baik kepada seluruh siswa-siswinya agar mereka tetap berperilaku dan bersikap baik serta sadar akan moral.

c. Bagi Guru

Memberi masukan bagi guru untuk berperan serta menumbuh kembangkan kesadaran moral siswa melalui pengetahuan moral yang diberikan.


(26)

commit to user

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan tentang Moral a. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata “mos” atau “mores” (jamak) dari bahasa Latin yang berarti adat istiadat, kebiasaan atau tingkah laku. Dalam bahasa Yunani moral dikenal dikenal dengan kata “ethos” yang selanjutnya menurunkan istilah etika. Dalam bahasa Arab, moral dikenal dengan istilah “akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku baku dalam hidup. Oleh Magnis Suseno dalam Asri Budiningsih (2008: 24) dikatakan bahwa ”kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia”.

Menurut Kaelan (2004: 93) moral adalah “suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik”. Selanjutnya Sjarkawi (2006: 28) mengatakan ”moral diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-tidaknya atau baik-benar-tidaknya tindakan manusia”.

Definisi lain menurut Poerwodarminta dalam Hamid Darmadi (2009: 50) mengatakan ”moral merupakan ajaran tentang baik buruknya perbuatan atau kelakuan”.

Dapat dilihat bahwa moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik dan buruk terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku ini mendasarkan diri pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral, bilamana


(27)

commit to user

orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat.

Dengan demikian moral adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. Perlu diingat baik dan benar menurut seseorang, tidak pasti baik dan benar menurut orang lian. Karena itulah diperlukan adanya prinsip-prinsip kesusilaan atau moral yang dapat berlaku umum, yang telah diakui kebenarannya dan kebaikan oleh semua orang. Jadi jelas, moral dipakai untuk memberikan penilaian atau predikat tingkah laku seseorang.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral adalah kumpulan peraturan tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik dalam hidup atau dengan kata lain perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik dan buruk. Moral pada dasarnya tumbuh dan berkembang dalam pergaulan dengan sesama manusia dan masyarakat, akhirnya terbentukkan moral dengan melalui tahap-tahap perkembangan.

b. Tahap Perkembangan Moral

Menurut L. Kohlberg dalam K. Bertens (2007: 80-84) mengemukakan enam tahap perkembangan moral dapat dikaitkan satu sama

lain dalam tiga tingkat (levels) berturut-turut yakni ”tingkat

prakonvensional, tingkat konvensional dan tingkat pascakonvensional”. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1). Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan-aturan yang baik serta buruk mulai mempunyai arti baginya, tetapi hal itu semata-mata dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilaian tentang baik buruknya perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar. Motivasi untuk penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan atas akibat atau konsekuensi yang dibawakan oleh perilaku si anak:


(28)

commit to user

hukuman atau ganjaran. Pada tingkat konvensional ini dapat dibedakan dua tahap, yaitu:

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan.

The Punishment and obidience orientation yaitu patuh karena tata

hukuman. Anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkret (orang tua, guru) dan atas hukuman yang akan menyusul, bila ia tidak patuh.

Tahap 2: Orientasi relativis instrumental.

The Instrumental Relatives Orientation yaitu patuh sekedar memuaskan

orang lain atau alasan pragmatis-pragmatis saja. Perbuatan adalah baik, jika instrumen atau alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Anak mulai menyadari kepentingan orang lain juga, tapi hubungan antara manusia dianggapnya seperti hubungan orang di pasar: tukar-menukar.

2). Tingkat Konvensional

Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa biasanya (tapi tidak selalu) anak mulai beralih ke tingkat ini antara umur sepuluh dan tiga belas tahun. Di sini perbuatan-perbuatan mulai dinilai atas dasar norma-norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Tingkat ini oleh Kohlberg disebut ”konvensional”, karena di sini anak mulai menyesuaikan (bahasa Latin: convenire) penilaian dan perilakunya dengan harapan orang lain atau kode yang berlaku dalam kelompok sosialnya. Singkatnya anak mengidentifikasikan diri dengan kelompok sosialnya beserta norma-normanya. Tingkat ke dua ini juga mencakup dua tahap:

Tahap 3: penyesusaian dengan kelompok atau orientasi menjadi ”anak manis”.

Interpersonal Concordance. Anak cenderung mengarahkan diri pada

keinginan serta harapan dari para anggota keluarga atau kelompok lain (sekolah di sini tentu penting). Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan dan membantu orang lain serta disetujui oleh mereka. Anak mengambil sikap: saya adalah ”anak manis” (good boy-nice girl),


(29)

commit to user

artinya, ia adalah sebagaimana diharapkan oleh orang tua, guru dan sebagainya ia ingin bertingkah laku secara ”wajar”, artinya, menurut norma-norma yang berlaku. Jika ia melanggar norma-norma kelompoknya, ia merasa malu dan berasalah.

Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban

Law and Order Orientation. Paham “kelompok” dengan mana anak

harus menyesuaikan diri di sini diperluas: dari kelompok akrab (artinya, orang-orang yang dikenal oleh anak secara pribadi) ke kelompok yang lebih abstrak, seperti suku bangsa dan agama. Tekanan diberikan pada aturan-aturan tetap, otoritas dan pertahanan ketertiban sosial. Perilaku yang baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi ketertiban itu sendiri. Orang yang melakukan aturan-aturan tradisional atau menyimpang dari ketertiban sosial jelas bersalah.

3). Tingkat Pascakonvensional

Oleh Kohlberg tahap ini disebut juga ” tingkat otonom” atau ”tingkat berprinsip” (principled level). Pada tingkat ketiga ini hidup moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Norma-norma yang ditentukan dalam masyarakat tidak dengan sendirinya berlaku, tapi harus dinilai atas dasar prinsip-prinsip yang mekar dari kebebasan pribadi. Tingkat ketiga ini pun mempunyai dua tahap:

Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis.

Social Contract legalistik orientation. Di sini disadari relativisme

nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha untuk mencapai konsensus. Dismping apa yang disetujui secara demokratis, baik buruknya tergantung pada nilai-nilai dan pendapat pribadi. Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus kemungkinan untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi demi kegunaan sosial (berbeda dengan pandangan suku tentang law and order


(30)

commit to user

dalam tahap 4). Selain bidang hukum, persetujuan bebas dan perjanjian adalah unsur pengikat bagi kewajiban.

Tahap 6: Orientasi prinsip etika yang universal.

Universal ethical principle oreintation. Di sini orang mengatur tingkah

laku dan penilain moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang mencolok adalah bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara universal. Pada dasarnya prinsi-prinsip ini menyangkut keadilan, kesedian membantu satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat untuk martabat manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar prinsi-prinsip hati nurani ini akan mengalami penyesalan yang mendalam (remorse). Ia mengutuk dirinya, karena tidak mengikuti keyakinan moralnya sendiri. Menurut Kohlberg, penelitiannya telah menunjukkan bahwa hanya sedikit orang yang mencapai tahap keanam ini.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga tingkatan tersebut terdapat enam tahap perkembangan moral dengan berbagai motif.

Menurut Asri Budiningsih (2008: 32) dari enam tahap tersebut secara ringkas dapat diketahui alasan-alasan atau motif yang diberikan bagi kepatuhan terhadap peraturan atau perbuatan moral sebagai berikut:

a) Tahap I :patuh pada aturan untuk menghindarkan

hukuman

b) Tahap II :menyesuaikan diri (conform) untuk mendapatkan

ganjaran, kebaikannya dibalas dan seterusnya

c) Tahap III :menyesuaikan diri untuk menghindarkan

ketidaksetujuan, ketidaksenangan orang lain

d) Tahap IV :menyesuaikan diri untuk menghindarkan

penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatnya

e) Tahap V :menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat

dari orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat

f) Tahap VI :menyesuaikan diri untuk menghindari

penghukuman atas diri sendiri

Dari penjelasan di atas dapat diketahui alasan-alasan patuh terhadap peraturan atau perbuatan moral yang terbagi dalam enam tahap,


(31)

commit to user

seseorang patuh terhadap peraturan jika peraturan tersebut mempunyai nilai dalam kehidupannya.

c. Nilai Moral

Hamid Darmadi (2009: 27-28) berpendapat ”nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standard logika (benar-salah), estetika (baik-buruk), etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) seta menjadi acuan dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan”.

Nilai atau ”value” (bahasa Inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya ”keberhargaan” (worth) atau kebaikan ”goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi, 2009: 67).

Menurut Winarno (2006: 5) “nilai merupakan sesuatu yang baik yang dicitakan manusia”. Di dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa “nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia” (Hamid Darmadi, 2009: 67). Jadi nilai itu pada hakekatnya sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. “Sesuatu yang mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sessuatu itu” (Kaelan, 2004: 87).

Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa, nilai adalah suatu kualitas yang melekat pada suatu hal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolongkan nilai-nilai tersebut dan penggolongan nilai tersebut amat beranekaragam, tergantung dalam sundut pandang dalam rangka penggolongan tersebut.

Menurut Notonegoro dalam Hamid Darmadi (2009: 68) membagi nilai menjadi tiga macam:


(32)

commit to user

1) Nilai material; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi

kehidupan jasmani dan manusia atau kebutuhan material ragawi manusia.

2) Nilai vital; segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3) nilai kerohanian; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam yaitu:

a) Nilai kesabaran; bersumber pada akal (ratio,budi, cipta) manusia.

b) Nilai keindahan atau estetis; bersumber pada unsur

perasaan (estethis, gevoel, rasa) manusia.

c) Nilai kebaikan atau nilai moral; bersumber pada unsur kehendak (wii, wollen, karsa) manusia

d) Nilai religius; merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak.

Setelah mengetahui pengertian nilai selanjutnya mengenai pengertian moral, menurut Hamid Darmadi (2009: 50) moral adalah ”ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan”. Moral juga merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi antara individu-individu dalam pergaulan.

Sebagai dua istilah yang memiliki kaitan satu dengan lainnya, nilai dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri. Bahkan dalam konteks tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Menurut Banu Supatono (2007: 16) ”nilai moral adalah penilaian tentang tindakan manusia sebagai manusia tentang yang baik dan buruk dimana nilai moral tersebut telah diyakini oleh anggota dalam masyarakat”. Hal senada diungkapkan oleh Sjarkawi (2006: 29) bahwa ”nilai moral adalah segala nilai yang berhubungan dengan konsep baik dan buruk”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan nilai moral adalah suatu nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai moral, tetapi nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik dan buruk. Sehingga terdapat ciri-ciri terkait dengan nilai moral.


(33)

commit to user

Menurut K. Bertens (2007: 143-147) mengemukakan ”ciri-ciri nilai moral yaitu berkaitan dengan tanggung jawab kita, hati nurani, mewajibkan, dan bersifat formal”.

Adapun penjelasannya sebagai berikut: (1) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita

Nilai moral ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab, dengan nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang dianggap bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab. (2) Berkaitan dengan Hati Nurani

Salah satu ciri khas nilai moral berkaitan dengan hati nurani yaitu bahwa nilai ini menimbulkan ”suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.

(3) Mewajibkan

Bahwa nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga nilai moral ini harus diakui dan harus direalisasikan. Tidak bisa diterima, bila seseorang acuh tak acuh terhadap nilai-nilai ini.

(4) Bersifat Formal

Nilai moral bersifat formal artinya bahwa kita merealisasikan nilai-nilai moral tersebut dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu tingkah laku moral. Tidak ada nilai-nilai moral yang ”murni”, terlepas dari nilai-nilai lain.

Jadi, dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan yang menjadi ciri khas dalam menandai nilai moral adalah tindakan manusia yang dilakukan secara sengaja, secara mau dan tahu dan tindakan itu secara langsung berkenaan dengan nilai pribadi (person) manusia dan masyarakat manusia. Dengan demikian perlu ditanamkan nilai moral supaya manusia mempunyai moral yang baik.

Menurut Lickona dalam buku Educating for character dalam Paul Suparno, dkk. yang dikutip oleh Asri Budiningsih (2008:6) “menekankan


(34)

commit to user

pentingnya memperhatikan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral, yaitu pengertian atau pemahaman moral (moral knowing), perasaan moral (moral

feeling), tindakan moral (moral action)”.

Adapun penjelasan dari ketiga unsur di atas adalah: (a) Pengertian atau pemahaman moral

Pengertian atau pemahaman moral menurut Asri Budiningsih

(2008: 6) adalah “kesadaran rasionalitas moral atau alasan mengapa seseorang harus melakukan hal itu, suatu pengambilan keputusan

berdasarkan nilai-nilai moral”. Selanjutnya pengetahuan atau

pemahaman moral ini merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti (akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik. Penalaran moral sebagai unsur pengetahuan moral (moral knowing) artinya “penalaran moral pada intinya bersifat rasional, suatu keputusan moral bukanlah soal perasaan, melainkan selalu mengandung tafsiran kognitif yang aktif dengan memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban, dan keterlibatan individu, atau kelompok terhadap hal-hal yang lain” (Asri Budiningsih, 2008: 27).

(b) Perasaan moral

Menurut Asri Budiningsih (2008: 7) bahwa Perasaan moral, lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak baik. Perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain merupakan ekspresi dari perasaan moral. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik.

Oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan

dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani dan sikap empati.

(c) Tindakan moral

Asri Budiningsih (2008: 7) mengatakan bahwa “Tindakan moral

yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan perasaan moral ke dalam perilaku-perilaku nyata”. Dengan semikian tindakan-tindakan moral ini perlu difasilitasi agar muncul dan berkembang dalam pergaulan sehari-hari. Maka lingkungan sosial yang kondusif untuk memunculkan


(35)

commit to user

tindakan-tindakan moral ini sangat diperlukan dalam pembelajaran moral.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai moral diperlukan untuk membentuk manusia yang berkarakter yaitu individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good), menginginkan dan mencintai kebaikan ( desiring and loving the good) dan melakukan kebaikan (acting the good).

Dari ketiga unsur nilai moral di atas, dalam penelitian ini peneliti menekankan pada unsur pengetahuan moral (moral knowing) dan perasaan moral (moral action). Perasaan moral dalam penelitian ini yaitu kesadaran moral, di sini antara perasaan moral dan kesadaran moral mempunyai makna yang sama dimana keduanya sama-sama berhubungan dengan hati nurani dan mencerminkan sikap yang baik dan benar, dimana dalam mengambil tindakan perlu diperhitungkan oleh akal budi dan perasaan.

Sebagai sikap, jelas budi pekerti atau moral berisikan suatu pandangan dari dalam orang itu, sedangkan sebagai perilaku budi pekerti atau moral harus berwujud tindakan yang mencerminkan sikap dasar orang itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap menjadi dasar bertindak, dan tindakan menjadi ungkapan sikap tersebut.

Menurut Paul Suparno, dkk (2002: 29) bahwa sikap mengandung lima jangkauan, antara lain (1) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan; (2) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri; (3) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga; (4) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia; (5) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekita.

Karena kesadaran termasuk pada domain afektif yaitu berhubungan dengan sikap sehingga dalam penelitian ini, berdasarkan lima jangkauan sikap dan perilaku menurut Paul suparno, maka yang dikaji adalah suatu pandangan dari dalam orang itu yaitu sikap.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:


(36)

commit to user

Sebagai makhluk, kita wajib menghormati Sang Pencipta dalam hidup yang rial. Hal itu dapat diwujudkan dalam sikap berbuat baik kepada semua manusia, semua makhluk ciptaan, termasuk pada diri sendiri. Pendidikan religiositas ini perlu real bukan hanya ditekankan pada pengertian kognitif tapi harus sampai pada tindakan nyata.

2). Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri

Sikap terhadap diri sendiri dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut:

a) Sikap jujur dan terbuka

b) Sikap pengembangan sebagai pribadi manusia, seperti: disiplin, bijaksana, cermat, mandiri, dan percaya diri

3). Sikap dalam hubungannya dengan keluarga

Sikap terhadap keluarga dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut:

a) Sikap tenggang rasa dan berlaku adil, suka mengabdi, ramah, sopan,

dan tepat janji.

b) Penghormatan dalam hidup berkeluarga

4). Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia.

Sikap terhadap masyarakat atau sesama manusia dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut:

a) Sikap demokratis

b) Nilai adat dan aturan sopan santun

5). Sikap dalam hubungannya dengan alam sekitar.

Dalam sekolah siswa dibimbing untuk menjaga lingkungan hidup, menggunakan barang secara bertanggung jawab, dan kritis terhadap persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat, seperti kesadaran dan kebiasaan untuk menjaga kebersihan lingkungan, melakukan penghijauan, membuang sampah pada tempatnya, tidak menambah polusi udara.

Nilai-nilai moral tersebut perlu diwujudkan atau diimplementasikan ke dalam norma supaya nilai tersebut dapat berfungsi praksis bagi manusia.


(37)

commit to user

Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam bentuk kiadah atau norma atau ukuran sehingga merupakan suatu perintah, keharusan atau larangan.

d. Norma Moral

Menurut Winarno (2006: 6) ”norma adalah acuan bagi manusia sebagai perwujudan dari nilai tentang bagaimana seyogyanya manusia berperilaku dalam kehidupan”. Selanjutnya Kaelan (2004: 92) mengatakan ”wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma”.

Pendapat lain diungkapkan oleh Sjarkawi (2006: 32) bahwa “kaidah atau norma merupakan petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang telah diyakini kebenarannya”.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma merupakan perwujudan dari nilai yang berisi anjuran, perintah, pengaturan, larangan untuk berbuat atau tidak berbuat bagi manusia.

Ukuran atau pedoman itu dinamakan norma. Norma bisa berbentuk tertulis atau tidak tertulis yang dapat digolongkan menjadi berbagai macam. Menurut Winarno (2006: 6) mengatakan “norma-norma yang berlaku di masyarakat secara umum digolongkan menjadi 4 macam”. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Norma agama yaitu peraturan hidup manusia yang berisi

perintah dan larangan yang berasal dari Tuhan.

2) Norma moral/kesusilaan adalah peraturan/kaidah yang

bersunber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.

3) Norma kesopanan dalah peraturan/kaidah yang bersumber dari

pergaulan hidup antar sesama manusia.

4) Norma hukum adalah peraturan/kaidah yang diciptakan oleh

kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat atau memaksa.

(Winarno, 2006: 7)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa norma dapat berupa norma agama, moral/kesusilaan, kesopanan dan hukum. Sehingga


(38)

commit to user

semua perilaku moral harus selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ada.

Setelah mengetahui pengertian norma selanjutnya membahas pengertian norma moral. Menurut Asri Budiningsih (2008: 24) ”norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang”. Pendapat lain diungkapkan oleh Kaelan (2004: 85) bahwa “norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan norma moral yaitu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam masyarakat dan itu harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral a. Pengertian Pengetahuan Moral

Menurut Soerjono Soekanto (2001: 6) ”Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul (supertitions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations)”.

Keraf (2001: 22) berpendapat ”pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, agasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya”.

Pendapat lain mengemukakan ”Pengetahuan adalah informasi atau

maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang” (http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan).

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.

Berdasarkan pengertian pengetahuan dan moral yang telah disampaikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan moral


(39)

commit to user

adalah sesuatu yang diketahui berkenaan dengan kumpulan peraturan atau norma tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik.

Menurut Lickona dalam Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah pengetahuan moral mencakup wawasan nilai moral (knowing

moral values). Nilai tersebut dapat diwujudkan dalam suatu norma,

sehingga pengetahuan nilai moral berkaitan dengan norma. Adapun materi norma menjadi salah satu materi dalam mata pelajaran khususnya Pendidikan Kewarganegaraan.

Pengetahuan tentang moral dapat diukur melalui tes. Pengetahuan moral menyangkut segi kognitif dari nilai moral. Artinya segi kognitif perlu disampaikan kepada siswa agar mengerti mengapa suatu nilai perlu dilakukan. Untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral (pengetahuan nilai moral) yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi tentang norma. Maka Tes yang terkait dapat dilihat dari penguasaan pengetahuan tentang materi pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diajarkan oleh guru PKn kepada para siswa yang ditunjukkan dalam pembelajaran PKn kelas VII semester I dengan Standar Kompetensi :

”Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”

Selanjutnya Kompetensi Dasar yang harus dikuasai oleh para siswa adalah ”Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat”.

Pendidikan kewarganegaraan di dalam suatu konsep pendidikan sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu jenjang pendidikan baik itu SD, SMP maupun di SMA serta perguruan tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang dalam kehidupan bernegara. Karakteristik pendidikan kewarganegaraan tahun 2006 atau PKn persekolahan sekarang ini dapat disimak dari uraian tentang pelajaran pendidikan kewaraganegaraan sebagaimana tertuang dalam standar isi dari pendidikan kewarganegaraan (Permendiknas No. 22 tahun 2006) dinyatakan


(40)

commit to user

bahwa mata pelajaran PKn persekolahan memfokuskan pada pembuatan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.

Dalam pengajaran, pada umumnya penguasaan siswa dalam aspek kognitif atau pengetahuan dibagi dalam beberapa tingkatan.

b. Tingkatan Pengetahuan

Dalam hubungannnya dengan satuan pelajaran, pengetahuan atau ranah kognitif memegang peranan paling penting. Yang menjadi tujuan pengajaran pada umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif.

Aspek kognitif atau tingkatan pengetahuan ini dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi Bloom dalam Daryanto (1997: 103) yaitu “pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian”. Masing-masing tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah aspek yang paling besar dalam taksonomi Bloom, seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya dan harus mengerti atau dapat menggunakannya.

2) Pemahaman (comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek dan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Penerapan (application)

Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dari situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi


(41)

commit to user

di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (analysis)

Analis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja misalnya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Penilaian (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilain terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria- kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan tes atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dengan tingkatan tersebut di atas.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa dalam aspek kognitif mulai dari jenjang pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, sampai evaluasi.

Kemampuan kognitif siswa akan mempengaruhi keberhasilan dalam pemahaman materi selanjutnya. Siswa yang mempunyai kemampuan kognitif tinggi biasanya lebih mudah memahami meteri selanjutnya dibanding siswa yang mempunyai kemampuan kognitif yang rendah.


(42)

commit to user

Untuk mengetahui lebih jelas definisi pengetahuan moral selanjutnya dijelaskan definisi konseptual pengetahuan moral.

c. Definisi Konseptual Pengetahuan Moral

Berdasar berbagai pendapat tentang pengetahuan moral di atas, maka dapat dirumuskan pengetahuan moral adalah sesuatu yang diketahui berkenaan dengan suatu kumpulan peraturan atau norma tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik.

Setelah diketahui definisi konseptual pengetahuan moral selanjutnya dijelaskan definisi operasional pengetahuan moral.

d. Definisi Operasional Pengetahuan Moral

Pengetahuan berkenaan dengan kumpulan peraturan atau norma tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik. Materi norma yang terdapat dalam pelajaran Pkn yaitu menguasai Kompetensi Dasar Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Selanjutnya indikator mendiskripsikan norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat yaitu:

1) Menjelaskan hakikat norma

2) Menjelaskan pentingnya norma dalam kehidupan bermasyarakat

3) menguraikan macam-macam norma serta sanksinya

4) Mengidentifikasi perbuatan yang sesuai dengan norma di lingkungan

sekolah dan masyarakat

3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral a. Pengertian Kesadaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 267) “ sadar berarti insaf, merasa, tahu dan mengerti”. Sedangkan dalam Kamus Inggris-Indonesia menurut John. M. Echols & Hassan Shadily (1997: 48) “aware yang berarti tahu, insaf”.


(43)

commit to user

Menurut A.W. Widjaja (1997:14) kesadaran adalah “Sikap atau perilaku mengetahui atau mengerti taat dan patuh pada peraturan dan ketentuan perundangan yang ada”.

Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa Latin dan bahasa-bahasa yang diturunkan dari padanya, dipakai kata conscientia. Kata itu berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con- (bersama dengan, turut).

Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “turut

mengetahui” (K. Bertens. 2007: 53). Kata conscientia yang sama dalam bahasa Latin (bahasa-bahasa yang disempurnakan dengannya) digunakan untuk menunjukkan “hati nurani”. Hati nurani merupakan semacam “sanksi” tentang perbuatan-perbuatan moral kita. Kenyataan itu di ungkapkan dengan baik melalui kata latin conscientia.

Menurut Nurul Zuriah (2007: 67) hati nurani (kata hati, suara hati, dan suara batin) adalah ”kesadaran untuk mengendalikan atau mengarahkan perilaku seseorang dalam hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan yang buruk”.

Dengan “hati nurani” kita maksudkan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang sangat konkret. Tidak mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan intergritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan kesadaran adalah sikap atau perilaku mengerti akan tentang kewajiban yang harus dilakukan.

Untuk mengetahui definisi tentang kesadaran moral secara utuh maka setelah dipaparkan tentang pengertian kesadaran dan moral seperti di atas selanjutnya akan diuraikan tentang pengertian kesadaran moral.


(44)

commit to user

b. Pengertian Kasadaran Moral

Berdasarkan pengertian kesadaran dan moral yang telah disampaikan di atas maka di sini akan di bahas mengenai kesadaran moral. Winarno (2006: 9) berpendapat ”kesadaran moral adalah kesadaran dalam diri manusia bahwa perbuatannya didasarkan atas rasa wajib, sukarela, tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”.

Selanjutnya Driyarkaya dalam Zaim Elmubarok (2009: 13) “Mengindikasikan bahwa kesadaran moral mengarahkan anak untuk mampu membuat pertimbangan secara matang atas perilakunya dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di masyatrakat”

Menurut Winarno (2006: 11) bahwa ”konsisensi bekerja dalam kesadaran manusia”. Dalam bekerja konsiensi berfungsi sebagai berikut:

1) Indeks atau Petunjuk

Konsiensi memberi petunjuk kepada manusia mana perbuatan baik atau buruk secara moral, sebelum perbuatan itu dilakukan.

2) Viundeks atau Penilai

Konsiensi memberi penilaian moral terhadap perbuatan yang tengah dilakukan. Konsiensi ini akan menilai perbuatan itu baik atau buruk.

3) Vindeks atau Pemberi Sanksi

Konsiensi memberi sanksi berdasar penilaiannya setelah perbuatan itu dilakukan. Konsiensi memberi sanksi yang negative terhadap perbuatan buruk dan memberi sanksi positif terhadap perbuatan baik.

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pribadi yang terdidik secara moral adalah pribadi yang memiliki perasaan yang “sehat”, baik terhadap dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Menurut Winarno (2006: 9) “Perbuatan manusia dinilai secara moral bilamana perbuatan itu didasarkan pada kesadaran moral”. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral itu ada dan terjadi dalam tiap hati sanubari manusia, siapapun, kapanpun dan dimanapun juga.

Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa kesadaran moral adalah sikap yang berkaitan dengan perasaan dan


(45)

commit to user

kebebasan untuk mampu membuat pertimbangan moral tanpa paksaan dari luar.

Dalam kesadaran moral tumbuh fenomena-fenomena sehingga

kesadaran tersebut akan tampak dalam perbuatannya.

c. Fenomena Kesadaran Moral

Menurut Winarno (2006: 10) “fenomena kesadaran moral adalah apa saja yang tampak dan kelihatan dalam kesadaran moral. Dalam fenomena kesadaran moral terdapat unsur-unsur, struktur dan aspek dari kesadaran moral”.

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1) Unsur-unsur Pokok dalam Kesadaran Moral

Adapun unsur-unsur kesadaran moral, antara lain:

a) Adanya rasa wajib yang tidak dapat ditawar

b) Kewajiban itu berlaku objektif, bukan subjektif berasal dari diri sendiri

c) Kewajiban itu logis, atau masuk akal (rasional)

d) Kesadaran bahwa kewajiban itu berlaku bagi dirinya

e) Disadari bahwa kewajiban itu disetujui pula oleh orang lain

f) Kesadaran bahwa pelaksanaan kewajiban itu bergantung pada diri

g) Putusan atas kewajiban merupakan tanggung jawabnya

h) Penilaian baik-buruk tergantung pada ketaatan pada kewajiban

2) Struktur Kesadaran Moral

a) Kewajiban bersifat mutlak

b) Kewajiban itu bersifat umum dan objektif

c) Kewajiban itu masuk akal dan pantas disetujui

d) Putusan melaksanakan kewajiban bergantung pada diri

e) Putusan itu menentukan nilai pribadi

3) Aspek Kesadaran Moral

a) Kewajiban moral bersifat mutlak


(46)

commit to user

c) Kewajiban moral menuntut tanggung jawab subjektif

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fenomena kesadaran moral menggambarkan apa yang terlihat dari kesadaran moral seseorang yang dapat dilihat dari unsur-unsur, struktur dan aspek dari kesadaran moral.

Untuk mengetahui lebih jelas definisi kesadaran moral selanjutnya dijelaskan definisi konseptual kesadaran moral.

d. Definisi Konseptual Kesadaran Moral

Berdasar berbagai pendapat tentang kesadaran moral di atas maka dapat dirumuskan konsep kesadaran moral adalah sikap yang berkaitan dengan perasaan dan kebebasan untuk mampu membuat pertimbangan moral tanpa paksaan dari luar.

Setelah diketahui definisi konseptual kesadaran moral selanjutnya dijelaskan definisi operasional kesadaran moral.

e. Definisi Operasional Kesadaran Moral

Atas dasar konsep tersebut maka dapat dirumuskan definisi operasional kesadaran moral yaitu sikap yang meliputi:

1. Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan

2. Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri

3. Sikap dalam hubungannya dengan keluarga

4. Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia

5. Sikap dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan

4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Nilai Moral a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan di dalam suatu konsep pendidikan sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu jenjang pendidikan baik itu SD, SMP maupun di SMA serta perguruan


(47)

commit to user

tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang dalam kehidupan bernegara.

Menurut Syahrial Syarbaini dkk (2006:4), mendefinisikan pendidikan kewarganegaraan sebagai berikut:

Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program kulikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultural, dan kajian ilmu kewarganegaraan.

Pendapat lain diungkapkan oleh Sumarsono S. (2002: 3) bahwa ”Pendidikan Kewarganegaraan adalah dimaksudkan agar warga negara memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila”. Semua itu diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya NKRI.

H.A Kosasih Djahiri (2008) mengemukakan bahwa PKN atau Civic

Education adalah program pendidikan/pembelajaran yang secara

programatik–prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudyakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya) menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/ yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan.

(http://gurupkn.wordpress.com/2008/05/13/esensi-pendidikan-nilai-moral-dan-pkn-di-era-globalisme/).

Sedangkan Suriakusumah dalam Dasim Dudimansyah (2007) dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dapat dibagi 2, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit, pendidikan

kewarganegaraan membahas masalah hak dan kewajiban.

Sedangkan dalam arti luas, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah: moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi (http://pustaka.ut.ac.id).

Maka dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan pendidikan kewarganegaraan adalah suatu pendidikan yang bertujuan untuk mendidik generasi muda agar menjadi warga negara yang memiliki rasa


(1)

commit to user

Setelah membuat tabel kerja langkah selanjutnya adalah melakukan

penghitungan sesuai dengan rumus yang telah ditentukan sebelumnya.

Perhitungan selengkapnya lihat pada lampiran 24 halaman 140.

Dari hasil perhitungan diperoleh besaranya koefisiensi korelasi antara X dan Y

dengan nilai r

xy

= 0,253. Hasil tersebut dikonsultasikan dengan nilai r

tabel

dengan

N=64 dan db=N-2= 62 dengan taraf signifikansi 5% sebesar 0.245. Karena r

hitung

>

r

tabel

atau 0,253 > 0,245 maka Ho ditolak dengan kata lain Ha diterima berarti

antara Pengetahuan Moral (X) dengan Kesadaran Moral Siswa (Y) ada hubungan

yang positif.

Setelah diuji keberartian atau signifikansi terhadap koefisiensi korelasi

yang telah diperoleh dengan menggunakan rumus t, maka diperoleh t

hitung

= 2,056.

Dari hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan nilai t

tabel

pada taraf

signifikasi 5% dengan N=64 dan db=N-2= 62 sebesar 2,00. Jadi, dari perhitungan

yang dilakukan maka t

hitung

>

t

tabel

atau t

hitung

= 2.056>t

tabel

= 2,00 maka koefisien

korelasinya antara X dan Y berarti atau signifikan (Penghitungan secara rinci

dapat dilihat pada lampiran 25 halaman 141).

Persamaan garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=a+bX

atau Y=84.5928+0.4509X (Penghitungan dapat dilihat pada lampiran 26 halaman

142).

2.

Penafsiran Pengujian Hipotesis

Langkah selanjutnya setelah melakukan analisis data adalah melakukan

penafsiran pengujian hipotesis untuk semua variabel yang telah dianalisis yaitu

sebagai berikut :

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh r

xy

= 0,253 dengan sampel 64

siswa dan db=62 pada taraf signifikasi 5 % diperoleh r

tabel

= 0,245. Selanjutnya

dengan demikian r

hitung

> r

tabel

atau r

hitung

= 0,253 > r

tabel

= 0,245 sehingga dapat

ditafsirkan ada hubungan yang positif antara pengetahuan moral (X) dengan

kesadaran moral siswa (Y) kelas VII MTS NU Banat Kudus tahun ajaran

2009/2010. Untuk uji keberartian koefisiensi korelasi sederhana dengan uji t

diperoleh t

hitung

>

t

tabel

atau t

hitung

= 2.056>t

tabel

= 2.00 yang berarti hubungan antara


(2)

commit to user

pengetahuan moral (X) dan kesadaran moral siswa (Y) adalah berarti. Persamaan

garis regresi linier sederhana diperoleh persamaan Y=84.5928+0.4509X. Jadi

dari persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu

unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel pengetahuan moral (X) maka

diikuti kenaikan kesadaran moral siswa (Y) sebesar kemiringan gradien garis

regresi sebesar 0.4509.

3.

Kesimpulan Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan untuk menguji hipotesis

dan penafsiran hipotesis maka peneliti dapat mengambil kesimpulan yaitu :

Hipotesis yang mengatakan ada hubungan yang positif dan signifikan

antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU

Banat Kudus tahun ajran 2009/2010 dapat diterima.

4.

Pembahasan Hasil Analisis Data

Berdasarkan analisa dan interprestasi hasil analisa, dapat dijelaskan

sebagai berikut :

Hipotesis yang berbunyi “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU

Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010”, dinyatakan diterima. Hal ini disebabkan

karena

r

x1y

>

r

tabel

, yaitu 0,253 > 0,245, selanjutnya dengan uji t diperoleh t

hitung

>

t

tabel

yaitu 2.056 > 2.00.. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang positif dan signifikan antara variabel pengetahuan moral dengan variabel

kesadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran

2009/2010. Persamaan regresi yang didapat menggambarkan bahwa setiap

kenaikan satu unit atau adanya kenaikan satu angka pada variabel pengetahuan

moral (X) maka diikuti kenaikan kesadaran moral siswa (Y) sebesar kemiringan

gradien garis regresi sebesar 0.4509.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa

pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa merupakan salah satu hal yang


(3)

commit to user

mempunyai hubungan yang erat. Dimana pengetahuan moral merupakan salah

satu dasar bagi siswa untuk meningkatkan kesadaran moral.

Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya

kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah

sehingga siswa memerlukan pengetahuan tentang moral dan diharapkan

pengetahuan yang mereka miliki tersebut akan lebih meningkatkan kesadaran

moral siswa. Dikarenakan hal tersebut ternyata memang saling berhubungan

dimana sebuah pengetahuan moral dapat mempengaruhi kesadaran moral siswa.

Jadi semakin tinggi pengaruh pengetahuan moral maka semakin tinggi pula

kesadaran moral siswa demikian pula sebaliknya jika semakin rendah pengaruh

pengetahuan moral maka semakin rendah pula kesadaran moral siswa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kesadaran

moral siswa berkaitan dengan pengetahuan moral yang dimiliki oleh siswa.

Artinya pengetahuan moral diperlukan untuk dapat meningkatkan kesadaran

moral siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Driyarkara dalam Zaim

Elmubarok (2009: 13) “perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan

afektif dalam proses pendidikan”. Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya

tidak cukup hanya dengan mengembangkan kecerdasan berpikir atau IQ anak

melalui dengan segudang ilmu pengetahuan, melainkan juga harus dibarengi

dengan pengembangan perilaku dan sikap.

Menurut Asri Budiningsih (2008: 71) bahwa ”moral selain dapat didekati

dari segi kognitif (penalaran moral) juga dapat dapat didekati dari segi afektif

(perasaan moral). Secara terintegrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong

terjadinya tindakan moral”.

Dari pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa moral selain

dapat dikaji secara kognitif yaitu mengenai pengetahuan tentang moral juga

menyangkut sikap seseorang dalam hal ini bahwa nilai, moral, etika berhubungan

langsung dengan sikap seseorang. Dengan demikian, semakin peserta didik

memiliki pengetahuan khususnya pengetahuan tentang moral maka semakin

tinggi tingkat kesadaran moral siswa.


(4)

commit to user

Berdasarkan hal tersebut berarti tinggi rendahnya pengetahuan moral yang

dimiliki siswa berhubungan dengan tinggi rendahnya kesadaran moral siswa.

Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki siswa tentang moral maka akan

meningkatkan kesadaran moral yang dimiliki siswa.


(5)

commit to user

78

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai hubungan

pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah

Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010 diperoleh kesimpulan

bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral

dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat

Kudus tahun ajaran 2009/2010.

Adanya kesimpulan tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang

selanjutnya diperoleh r

xy

sebesar 0,253, dimana hasil ini menunjukkan r

xy

lebih

besar dari r

tabel

atau

r

xy

>

r

tabel

1

yaitu 0,253 > 0,245 pada taraf signifikasi sebesar

5%. Besarnya hubungan menunjukkan keterangan bahwa variabel pengetahuan

moral mempunyai hubungan yang positif atau kuat terhadap variabel kesadaran

moral siswa. Sedangkan signifikansi atau keberartian hubungan kedua variabel

dibuktikan dengan harga t

hitung

lebih besar dari t

tabel

atau t

hitung

>

t

tabel

yaitu

2,056>2,00. Selanjutnya naik turunnya atau besar kecilnya kesadaran moral siswa

dapat diprediksi melalui persamaan regresi Y=84.5928+0,4509X.

B.

Implikasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh

implikasi sebagai berikut :

1.

Implikasi Teoritis

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan yang positif

dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa. Dengan

adanya pengaruh tersebut, maka implikasi teoritisnya adalah semakin banyak

pengetahuan moral yang dimiliki seorang siswa berarti semakin meningkat

kesadaran moral siswa jika dibanding dengan siswa yang kurang memiliki

pengetahuan.


(6)

commit to user

2.

Implikasi Praktis

Melihat dari penelitian yang telah dilakukan, karena kesadaran moral

terbentuk berdasarkan pengetahuan moral maka seharusnya guru, orang tua, dan

lingkungan (sekolah) dapat menanamkan pengetahuan moral sehingga dapat

menumbuhkan kesadaran moral pada anak.

C.

Saran

Sesuai dengan hasil kesimpulan dan implikasi yang telah diuraikan

diatas, maka dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran penulis

menyampaikan saran sebagai berikut :

1.

Bagi Siswa

Siswa hendaknya memilki pengetahuan moral yang baik karena dengan

adanya pengetahuan tersebut diharapkan siswa dapat mempunyai kesadaran moral

yang tinggi.

2.

Bagi Orang Tua

Orang tua hendaknya menanamkan moral kepada anak dengan

memberikan pengetahuan dan arahan pada anak-anaknya dalam bersikap, karena

dengan melihat sikap orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak

langsung akan melihat dan menirunya.

3.

Bagi Guru

Setiap pendidik atau guru hendaknya menjadi suri tauladan dan berperan

sebagai panutan dan dapat memberi motivator siswa dalam belajar untuk dapat

meningkatkan minat belajar siswa supaya pengetahuan khususnya pengetahuan

moral siswa lebih meningkat sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia

yang memiliki kesadaran moral yang lebih baik.

4.

Bagi Sekolah

Lingkungan sekolah memberikan nilai yang besar bagi siswa dalam

memperoleh pengetahuan. Oleh sebab itu disarankan kepada pihak sekolah untuk

meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dan hendaknya meningkatkan

kedisiplinan sekolah.