Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu langkah untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut Kevin Carmady and Zane Berge 2005: 3 “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to effect changes in knowledge, skill, and attitude of individuals, groups, and communities”. Artinya pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari individu , kelompok, dan komunitas. Dengan demikian, melalui pendidikan manusia dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya yang dapat berguna untuk membantu pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah berupaya membangun sektor pendidikan secara terencana, terarah dan bertahap serta terpadu dengan keseluruhan pembangunan kehidupan bangsa baik ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial maupun budaya. Berkaitan dengan usaha untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, pemerintah telah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap dunia pendidikan dengan berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional dengan langkah menyusun UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bab II pasal 3 dinyatakan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab. Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual sehingga mampu mengembangkan diri serta lingkunganya dalam rangka commit to user pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan suatu proses pendidikan. Paradikma pendidikan nasional harus bertumpu pada akar kebudayaan nasional yang bersumber dari kearifan-kearifan lokal yang diperoleh dari nilai-nilai budaya, adat-istiadat, moral dan budi pekerti yang berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Menurut Nurul Zuriah 2007: 22 ”pendidikan moral adalah suatu program pendidikan sekolah dan luar sekolah yang mengorganisasikan dan ”menyederhanakan” sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan”. Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Akibat dari hanyutnya SQ Spiritual Quetiont pada pribadi siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek sosial yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalah moral yang timbul seperti: 1. meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etikasopan santun pelajar, 2. meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3. berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4. meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5 munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6. berbahasa tidak sopan, 7. merosotnya etika kerja, 8. meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9. timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantikanarkoba dan perilaku bunuh diri, 10. timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah Koyan, 2000, P.74 dalam Lewa Karma, 2009, http:1titik.blogdetik.com20091230merancang-pendidikan-moral-dan budi perketi Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanaan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang commit to user sangat penting dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan, seperti: guru-guru, orang tua dan lingkungan. Akan tetapi unsur-unsur yang terkait untuk menumbuhkan moral anak terkadang belum maksimal. Pendidikan di sekolah, guru terkadang terjerumus pada formalitas pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajar sehingga melupakan segi pembinaan penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap yang baik pada diri siswa. Kemudian orang tua dalam menanamkan moral harus memberikan suri tauladan pada anak-anaknya, karena dengan melihat perilaku orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak langsung akan melihat dan menirunya tetapi kurangnya bekal penguatan moral dari orang tua mengakibatkan perilaku yang kurang baik dalam masyarakat. Selanjutnya dalam lingkungan hendaknya tercipta pergaulan yang baik yaitu berkembangnya rasa tenggang rasa, saling menghormati atau menghargai dan patuh pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat namun lingkungan yang kurang mendukung bisa menyebabkan moral anak jelek karena untuk menumbuhkan moral anak tidak hanya sekedar mengetahui mana yang baik dan salah tapi anak harus faham dan mau melakukannya. Diperlukan adanya pendidikan moral karena pendidikan ini dilaksanakan untuk membentuk watak kepribadian peserta didik secara utuh yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya yang baik. Dalam upaya untuk meningkatkan perilaku tersebut secara optimal, maka terkait penyajian materi pengetahuan tentang moral pada siswa dalam pendidikan ini harus dilaksakan secara terintegarasi. Oleh karena itu upaya penanaman nilai-nilai moral melalui pengetahuan tentang moral dalam pendidikan sebenarnya telah banyak dilakukan, terutama di dunia persekolahan dengan ujung tombaknya melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan civic education selain itu juga dalam pelajaran agama dan kegiatan-kegiatan di luar mata pelajaran. commit to user Pkn merupakan representasi dari pendidikan nilai, norma dan moral di sekolah. Nilai, norma dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, serta dalam hubungan antar umat manusia. Nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik. Pembelajaran nilai, norma dan moral harus melingkupi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang direncanakan, disajikan dan dievaluasi secara integralistik dan berkesinambungan. Muhson, 2002, http:journal.um.ac.idindex.phpppknarticleview1716. Suwarma Muchtar 2007 dalam Winarno 2008: 76 menyatakan bahwa “salah satu ciri sekaligus pendekatan PKn adalah sebagai pendidikan nilai moral secara lebih khusus lagi pendidikan nilai dan moral pancasila”. Pendapat lain diungkapkan oleh Winarno 2008: 76 “pedidikan kewarganegaraan adalah suatu pendidikan nilai dalam hal ini adalah nilai moral”. Sampai pada batas ini dapat disimpulkan bahwa dalam pelajaran PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai moral sebagai wujud pembentukan karakter peserta didik yang bertujuan untuk membentuk pribadi anak supaya menjadi baik dalam sikap dan perilakunya. Tidak dapat dipungkiri bahwa anak sejak dini membutuhkan pembinaan moral, sikap dan perilaku agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan perbuatan anak. Dengan pengetahuan moral diharapkan anak nantinya dapat bersikap dan berperilaku yang bermoral, tidak hanya mengetahui norma-norma yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya dalam kehidupan sehari- hari dan bertindak sadar akan moral. MTS NU Banat Kudus merupakan MTS yang telah menyelenggarakan pendidikan bagi peserta didiknya. MTS NU Banat Kudus telah menanamkan nilai-nilai moral dalam pendidikan moral yang diwujudkan dalam pelajaran pendidikan kewarganegaraan PKn dan pendidikan agama seperti aqidah akhlak serta kegiatan-kegiatan di luar kegiatan mata pelajaran seperti dakwah. Dengan pendidikan tersebut dapat membekali siswa dengan moral baik, dapat dikatakan seorang individu yang tingkah lakunya menaaati kaidah-kaidah yang berlaku disebut baik secara moral dan jika tidak disebut jelek secara moral. Kenyataan yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya siswa yang melanggar nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yakni commit to user banyaknya pelanggaran tata tertib di sekolah seperti membolos, mecotek, dan membawa Handphone ke sekolah. Dikarenakan dalam hal ini pengetahuan moral siswa masih rendah. Sesungguhnya dengan pengetahuan moral yang diberikan kepada siswa harus cukup sehingga mampu membekali anak dalam melakukan perbuatan moral tapi kenyataannya pengetahuan moral anak masih kurang yang dapat dilihat dari pembelajaran PKn yang menujukkan belum tercapainya ketuntasan belajar hal ini dapat diketahui dari adanya sebagian siswa yang nilainya belum memenuhi standar kelulusan. Seharusnya dengan pendidikan moral yang diberikan kepada peserta didik, siswa memiliki pengetahuan tentang moral khususnya dalam pembelajaran PKn sehingga dapat membuat siswa sadar akan perbuatan moralnya. Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah. Akan tetapi meskipun dalam sekolah sudah dibuat peraturan tata tertib dan diajarkan materi tentang norma dalam Pendidikan Kewarganegaraan masih saja terjadi kurangnya kesadaran para siswa MTS NU Banat Kudus untuk mentaati padahal sudah diberlakukannya sanksi yang tegas dalam setiap pelanggarannya. Thomas Lickona dalam Yeyen 2009 menjelaskan bahwa “karakter terdiri atas 3 bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral moral knowing, perasaan tentang moral moral feeling dan perilakutindakan bermoral moral action”. Ketiga macam karakter di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengetahuan Moral Moral Knowing merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti akhlak yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik. 2. Perasaan Moral Moral Feeling merujuk kepada aspek afektif tentang moraliti yang menghubungkan antara pengetahuan moral dengan tindakan moral. Perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani kesadaran dan sikap empati. 3. Tindakan Moral Moral Action merujuk kepada melakukan perkara yang betul, dimana keputusan dan tindakan kita adalah berdasarkan pengetahuan moral dan perasaan moral. Yeyen, 2009, http:tumoutou.net702_05123dwi_hastuti.html. commit to user Jadi, untuk menanamkan moral kepada anak agar berkarakter setelah mendapat pengetahuan tentang moral juga harus mempunyai perasaan moral karena perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk bersikap dan berbuat baik, oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani kesadaran yang selanjutnya akan mendorong terjadinya tindakan moral. Menurut Winarno 2006: 9 kesadaran moral adalah ”kesadaran dalam diri manusia bahwa tindakannya itu didasarkan atas rasa wajib, suka rela tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”. Pendapat lain diungkapkan oleh Wizanies 2007 bahwa kesadaran moral adalah “perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral” http:wizanies.blogspot.com200708akhlak-etika-moral.html. Berdasarkan pengertian tersebut diketahui bahwa kesadaran moral berkaitan dengan perasaan sehingga dapat dikatakan perasaan moral ini sama halnya kesadaran moral karena berhubungan dengan hati nurani. Menurut Asri Budiningsih 2008: 70 “penilaian kognitif berhubungan dengan perasaan” berarti moral selain didekati dari aspek kognitif juga dapat dikaji dari aspek afektif dan secara terintergrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong terjadinya tindakan. Dengan demikian, dengan pengetahuan moral yang diberikan membuat siswa mempunyai perasaan moral atau kesadaran moral sehingga dapat mengambil pendirian moral secara sadar karena dalam berbuat selalu mengikuti hati nurani sehingga tingkah laku akhlaknya baik. Untuk meningkatkan moral pada setiap anak diperlukan adanya pendidikan moral khususnya peserta didik memiliki pengetahuan tentang moral, dimana pengetahuan moral tersebut didapatkan dalam pembelajaran PKn yang diajarkan pada anak di sekolah. Hal ini sepadan dengan pendapat yang diungkapkan Suriakusumah dalam Dasim Budimansyah 2007 bahwa “pendidikan kewarganegaraan membahas masalah moral, etika, sosial, serta berbagai aspek kehidupan ekonomi”. http:pustaka.ut.ac.id. Pendapat lain diungkapkan oleh Winarno 2008: 75 bahwa “PKn persekolahan sekarang ini masih mungkin di dalamnya mengemban fungsi commit to user sebagai pendidikan nilai moral meskipun tidak secara eksplisit ada dalam standar isi pendidikan kewarganegaraan persekolahan”. Namun, melihat fungsi PKn sebagai pendidikan nilai moral yang dapat disarikan dari pernyataan bahwa PKn berfungsi sebagai pembentukan karakter warganegara, yaitu berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dinyatakan bahwa mata pelajaran PKn persekolahan memfokuskan pada pembuatan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Menurut Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden 1986: 156 bahwa ”bertindak secara moral berarti menaati suatu norma”. Seperti diketahui bahwa nilai, norma, dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas manusia yaitu sikap dan perbuatan yang baik. Dengan demikian, untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi tentang norma. Dalam pembelajaran PKn ruang lingkup norma yang terdapat di jenjang SMPMTS terdapat pada kelas VII semester 1. Diharapkan dengan pengetahuan tentang moral yang diberikan dalam pembelajaran PKn khususnya setelah siswa menguasai SK menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan meningkatkan kesadaran moral siswa yang nantinya akan dapat membina sikap dan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari. Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berkenaan dengan hubungan pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah MTS NU Banat Kudus.

B. Identifikasi Masalah