EVALUASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN ALOKASI ANGGARAN BELANJA DAERAH STUDI KASUS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR

(1)

EVALUASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN ALOKASI

ANGGARAN BELANJA DAERAH : STUDI KASUS PADA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

oleh:

MUH ANDRIANTO E B S, S.E. NIM : S4309039

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI


(2)

(3)

(4)

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tesis ini saya persembahkan

pada pacar saya, Ristafany Pahlevi dan


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis dengan judul “Evaluasi Penyusunan Anggaran dan Alokasi Belanja Daerah: Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten X” ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat Magister Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis berusaha semaksimal mungkin agar tesis ini bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca. Penulisan tesis ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan berbagai pihak, oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah berkenan memberikan bantuan kepada peneliti berupa Beasiswa Unggulan Diknas dalam menyelesaikan studi di program studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(7)

4. Bapak Dr. Bandi, M.Si, Ak, selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Drs. Muhammad Agung Prabowo, M.Si., Ph.D., Ak., selaku

pembimbing I yang telah meluangkan waktu, ilmu, ide dan tenaganya untuk membimbing dan memtotivasi penulis dalam penyusunan tesis ini.

6. Bapak Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak., selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu dan segala kemudahan serta kesabaran mengarahkan dalam penyusunan tesis.

7. Staff dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, terutama pak Timin.

8. Keluarga tercinta, papa, mama, dek mahendra, pakde2, bude2, om2, tante2, mas2, mbak2, adik2 yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini.

9. Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. 10.Ristafany Pahlevi, S.E. ☺

11.Semua pihak yang membantu atas terselesainya tesis ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik, saran serta masukan senantiasa penulis harapkan untuk kemajuan bersama. Terima kasih.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………...…...……... i

HALAMAN PERSETUJUAN………...……...… ii

HALAMAN PENGESAHAN………...………..……. iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...………...…...……..…. v

HALAMAN MOTTO... vi

KATA PENGANTAR………...……..…. vii

DAFTAR ISI …...………...……...…... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

ABSTRACT... xiv

ABSTRAKSI………. xv

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang ………..…... 1

B. Perumusan Masalah………. 5

C. Tujuan Penelitian...………... 6

D. Manfaat Penelitian..………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah …...….……..

B. Anggaran Berbasis Kinerja... 7 10


(9)

C. Penyusunan Anggaran... D. Alokasi Anggaran Belanja Daerah... E. Teori Agensi dan Hubungannya dengan Penganggaran... F. Teori Pilihan Publik dan Kekuasaan... G. Penelitian Terdahulu...

10 12 13 14 15

BAB III METODE PENELITIAN………. 19

A. Desain Penelitian………....………. 19

B. Data dan Teknik Pengumpulan Data... 21

C. Pengolahan data dan teknik analisis data... 24

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN………. 27

I. Gambaran Umum dan Kondisi Daerah Kab. Karanganyar... 27

a. Pemerintahan Kabupaten Karanganyar... 27

b. Kondisi Geografi, Luas Wilayah dan Sumber Daya Alam... 27

c. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)... 28

d. Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah... 29

II. Proses Penganggaran di Kabupaten Karangnyar... 29

III. Analisis Penganggaran dan Alokasi Belanja Kab Karanganyar 33 a. Analisis Proses Penganggaran Kabupaten Karanganyar... 33

1. Evaluasi terhadap jadwal penyusunan anggaran... 34

2. Evaluasi proses penyusunan Kebijakan Umum APBD.... 38


(10)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

6. Evaluasi proses penetapan APBD... 53

b. Analisis Alokasi Belanja Pemda Kabupaten Karanganyar.... 56

BAB V PENUTUP... 61

A. Kesimpulan... 61

B. Keterbatasan... 64


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Rasio Efektifitas Pemerintah Kabupaten X Tahun 2007 – 2009….. 5


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

IV.1 Siklus Penganggaran Daerah di Kabupaten Karanganyar... 31


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Unit kerja Kabupaten Karanganyar tahun 2007-2009 2 Komposisi Anggota DPRD Tahun 2007 dan 2008 3 Organisasi Pengelola Keuangan Daerah

4 Jadwal Perencanaan Anggaran Daerah 5 Alokasi belanja menurut unit kerja

6 Daftar Narasumber

7 Banyaknya Pencari Kerja menurut Tingkat Pendidikan 8 Review Kepatuhan Thd Permendagri 13/2006 dan 59/2007

9 Pertumbuhan Ekonomi PDRB (ADHK) 2007-2009

10 Inflasi di Kabupaten Karanganyar 2006-2008 11 Hasil Wawancara dengan Pujiyanto, S.Sos., M.Si. 12 Hasil wawancara dengan Catharina Nina Anggraeni, MT 13 Hasil wawancara dengan Drh. H. Muh. Hatta, MM 14 Hasil wawancara dengan Drs. Suparmi


(14)

ABSTRAKSI

EVALUASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN ALOKASI

BELANJA DAERAH : STUDI KASUS PADA PEMERINTAH

DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR

Muh Andrianto E B S NIM: S4309039

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi proses penyusunan anggaran keuangan dan pengalokasian anggaran belanja pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Pendekatan yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan dan studi kasus, dengan obyek penelitian proses penyusunan anggaran pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, khususnya setelah penerapan anggaran kinerja dengan periode amatan antara TA 2007 s/d TA 2009

Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap tahap-tahap dalam proses penyusunan anggaran beserta evaluasi terhadap alokasi belanja yang disajikan dalam bentuk diskripsi. Data yang dikumpulan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan informasi langsung yang diperoleh dari para pelaku penyusun anggaran melalui wawancara. Sementara data sekunder berasal dari dokumen-dokumen yang berhasil dikumpulkan. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya data tersebut diolah dan dievaluasi, diperbandingkan dengan teori dan ketentuan atau aturan-aturan yang ada untuk mengetahui tingkat kesesuiaannya ataupun penyimpangannya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tahap-tahap dalam proses penyusunan anggaran pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan ketentuan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007. Akan tetapi, walaupun setiap tahapan telah dilaksanakan namun Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar belum melaksanakan aturan-aturan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tersebut dengan konsisten. Hal ini dapat dilihat dengan belum sesuainya dalam jadwal dan indikator kinerja. Didalam alokasi belanja, walaupun Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar telah menggunakan angaran kinerja akan tetapi cara yang dilakukan dalam alokasi belanja masih menggunakan cara incremental.


(15)

ABSTRACT

EVALUATION OF BUDGET FORMULATION AND EXPENDITURE BUDGET ALLOCATION: A CASE STUDY IN LOCAL GOVERNMENT

DISTRICT KARANGANYAR

Muh Andrianto E B S NIM. S4309039

This research purpose to evaluate the process of budget formulation and expenditure budget allocation in Local Government of District Karanganyar. Approach used is case studies, with the research object is the process of budget formulation in District Government of Karanganyar, especially after the implementation of performance budgeting in observed period of FY 2007 to FY 2009.

Method used in this study is to evaluate stages in the process of budget formulation with the evaluation of budget allocation presented in a description format. Data collected comprise primary data and secondary data. The primary data are direct information acquired through interviews from people involved in formulating the budget. Meanwhile, the secondary data are gathered from documents collected, including regional and laws, etc. In the wake of data collection, the data are processed and evaluated, compared to theories and prevalent regulations in order to realize either the fitness or the deviation of the data.

The finding shows that stages in the process of budget formulation in District Karanganyar have been in line with the requirements stated in the Decree of Ministry of Home Affairs No. 13/2006 and Decree of Ministry of Home Affairs No. 59/2007. However, although each step has been undertaken, the District has yet to consistently follow the rules written in the Decree of Ministry of Home Affairs No. 13/2006 and Decree of Ministry of Home Affairs No. 59/2007. This fact can be seen from deviations in schedule and budget performance, and Expenditure Analysis Standard has not been formulated to be the framework of budget performance formulation. In the expenditure allocation, although District Karanganyar has utilized the budget performance, approaches to undertaking the expenditure allocation still use an incremental method.

Keyword : performance budgeting, Budget Formulations, Expenditure Budget Allocation


(16)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penyusunan anggaran dan alokasi anggaran belanja daerah di Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan peraturan-peraturan yang berlaku dengan praktek-praktek penyusunan anggaran yang ada di Kabupaten Karanganyar, sehingga akan diketahui sejauh mana penyimpangan atau ketidaksesuaian dengan peraturan.

Beberapa tahun terakhir ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah yang terjadi secara bersamaan, baik sosial, dan politik di berbagai daerah. Permasalahan tersebut antara lain meningkatnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran, melemahnya kegiatan produksi dan produktivitas masyarakat dan dunia usaha, menurunnya pelayanan prasarana dan sarana umum akibat mengecilnya penerimaan pemerintah daerah termasuk PAD, menurunnya ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, serta menurunnya ketentraman masyarakat terhadap birokrasi dalam rangka pelayanan kepada masyarakat (Mansyur 2004). Berbagai upaya ditempuh untuk menyelesaikan berbagai masalah tersebut diantaranya adalah dengan menganalisa sistem keuangan daerah termasuk didalamnya sistem penganggarannya (budgertary)

Menurut Nordiawan (2006: 48), anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang


(17)

dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Pengertian tersebut mengungkapkan peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik. Organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Disinilah fungsi penting anggaran.

Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategi telah selesai dilaksanakan. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun (Arniati et al. 2010).

Berbicara mengenai kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilakukan dengan menekankan pada konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Terbitnya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-undang No. 22 Tahun 1999 memberikan warna baru landasan penyelenggaraan pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan daerah berdasarkan pada Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tersebut bertumpu pada upaya peningkatan efisiensi, efektivitas,


(18)

Hal yang sama juga terjadi perubahan paradigma dalam pengelolaan keuangan daerah. Kondisi ini ditandai dengan keluarnya Undang-undang No 25 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah.

Secara operasional, asas umum dan pendekatan kinerja dalam perencanaan dan penganggran daerah dituangkan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang kemudian mengalami revisi menjadi Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang Perubahan Permendagri No. 13 tahun 2006. Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007.

Sementara itu, pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar semenjak tahun anggaran 2007 telah menerapkan anggaran dengan pendekatan kinerja. Di dalam proses penyusunan anggarannya, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar secara operasional mendasarkan pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007. Proses penyusunan anggaran merupakan suatu proses krusial, dimana dalam proses tersebut menyangkut proses penentuan jumlah alokasi dana bagi tiap-tiap program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk satu tahun yang akan datang. Karena proses penyusunan anggaran merupakan proses yang krusial, maka proses tersebut seharusnya selalu dilakukan evaluasi sehingga kedepannya akan semakin baik. Apalagi sampai saat ini masih banyak dikeluhkan masyarakat Kabupaten Karanganyar bahwa anggaran daerah, khususnya yang berkaitan dengan belanja daerah belum mampu berperan sebagai insentif dalam mendorong laju


(19)

pembangunan daerah (Lampiran 8). Masyarakat juga mengeluhkan tingginya harga-harga bahan kebutuhan pokok karena tingginya inflasi yang ada di Kabupaten Karanganyar (Lampiran 9), kemudian meningkatnya pengangguran dari tahun ke tahun juga semakin menguatkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar gagal dalam menjalankan roda pemerintahan (Lampiran 7). Disamping itu, masih banyak pula masyarakat di Kabupaten Karanganyar yang mempertanyaakan mengenai pengalokasian anggaran yang belum sesuai dengan kebutuhan dan skala prioritas masyarakat. Jika Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar memiliki governance yang bagus, seharusnya juga menghasilkan

outcome yang bagus.

Namun pada kenyataannya, kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar termasuk dalam kategori sangat efektif menurut Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996. Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996 mengatur tentang rasio efektivitas. Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi rasio efektivitas berarti kinerja pemerintah daerah semakin efektif.

Tabel 1.1

Rasio Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2007 – 2009

Realisasi PAD Target PAD Efektivitas

2007

56.923.919.078

53.050.726.320 107,30%


(20)

Dengan melihat perbandingan rasio efisiensi dengan pandangan masyarakat Kabupaten Karanganyar mengenai kinerja Kabupaten Karanganyar, dapat kita simpulkan bahwa telah terjadi manipulasi dalam penyusunan anggaran, sehingga membuat program-program yang dibuat tidak bisa mengenai sasaran dan tidak memenuhi harapan masyarakat Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan ketidakpuasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, diperlukan suatu penelitian untuk mengevaluasi penyusunan anggaran dan alokasi anggaran belanja pada Kabupaten Karanganyar, agar diperoleh gambaran yang komprehensif mengenai pencapaian kinerja yang sangat efisien tersebut dikarenakan tata kelola pemerintah daerah yang baik atau karena adanya manipulasi dalam penyusunan anggaran.

B. Perumusan Masalah

Organisasi sektor publik berkeinginan untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu diperlukan adanya penganggaran yang baik. Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar memiliki kinerja anggaran yang baik berdasarkan rasio efektivitas, akan tetapi masih terdapat ketidakpuasan masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Pemerintah Daerah Kabupaten


(21)

Daerah sehingga memiliki kinerja yang sangat efektif ditengah kendala-kendala yang sedang dihadapi?”

C. Tujuan Penelitian

Hasil wawancara dan hasil statistik menunjukan bahwa kehidupan masyarakat di Kabupaten Karanganyar masih jauh dari kesejahteraan. Adapun menurut Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1996 menyatakan bahwa kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar termasuk dalam kategori sangat efektif. Mengacu pada permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengevaluasi proses penyusunan APBD di Pemerintah Daerah

Kabupaten Karanganyar.

b. Untuk mengevaluasi pengalokasian anggaran belanja menurut organisasi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam hal peningkatan perencanaan penganggaran APBD untuk periode mendatang agar lebih mendekati kesesuaian dengan potensi yang dimiliki oleh daerah. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah bahan bacaan bagi yang berminat mempelajari permasalahan yang berkaitan dengan laporan keuangan daerah.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu rencana keuangan tahunan bagi suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Anggaran merupakan dokumen kebijakan ekonomi pemerintah yang sangat penting dan merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Mardiasmo (2005) menyatakan bahwa anggaran berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana anggaran merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengani apa yang akan dilakukan organisasi dimasa yang akan datang.

Pengertian anggaran menurut Mulyadi (1993) adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Sedangkan menurut Anthony dan Young (2003) anggaran merupakan suatu rencana yang disajikan secara kuantitatif, biasanya dinyatakan dalam satuan uang yang di susun untuk periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. Anggaran secara jelas mengekspresikan apa yang akan dilakukan selama satu tahun kedepan dan menyatakan juga otoritas penggunaan sumber daya keuangan yang diperlukan.


(23)

Anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan organisasi yang dinyatakan dalam unit (satuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu tertentu (Bastian 2006). Menurut Hansen et al. (2005) menyatakan bahwa anggaran merupakan komponen utama didalam suatu perencanaan, yaitu rencana keuangan untuk masa depan. Rencana tersebut mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya. Anggaran mengekspresikan sejumlah rencana tindakan oleh manajemen untuk periode tertentu dan membantu mengordinasikan apa yang perlu dilakukan dalam mengimplementasikan perencanaan.

Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan rencana-rencana manajerial untuk mengekspresikan tindakan dalam bantuk uang dengan batasan waktu tertentu. Pengertian tersebut di atas juga memberikan makna bahwa anggaran senantiasa beriksikan rencana-rencana yang berkaitan dengan aktivitas organisasi dengan menggunakan dan memanfaatkan berbagai sumber daya ekonomi yang dimiliki organisasi.

Dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 dan juga dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 dijelaskan pula bahwa APBD mempunyai beberapa fungsi, yaitu meliputi:

1. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.


(24)

2. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dsan efektivitas perekonomian.

5. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.

6. Fungsi stabilitsasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Berdasarkan Permendagri No. 13 tahun 2006, disebutkan bahwa struktur APBD terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pendapatan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pedapatan yang sah. Untuk belanja dikelompokan menjadi lima, yaitu Belanja Administrasi Umum, belanja operasi dan pemeliharaan, belanja modal, belanja bagi hail dan bantuan keuangan, serta Belanja Tidak Terduga. Sedangkan pembiayaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pembiayaan penerimaan daerah dan pembiayaan pengeluaran daerah.


(25)

B. Anggaran Berbasis Kinerja

Konsep Anggaran Berbasis Kinerja mulai diperkenalkan oleh Komisi Hoover dimana reformasi penganggaran berusaha untuk merubah penekanan anggaran dari pengendalian belanja line item kepada alokasi sumber daya berdasarkan tujuan program dan hasil terukur (GAO, 1993). Dalam mengalokasikan sumber daya, penganggaran berbasis kinerja didasarkan pada pencapaian outcome yang dapat diukur secara spesifik.

Robinson dan Brumby (2005) menjelaskan anggaran berbasis kinerja sebagai prosedur atau mekanisme yang dimaksudkan untuk memperkuat kaitan antara dana yang diberikan kepada entitas sektor publik dengan

outcome dan atau outcome mereka melalui penggunaan informasi kinerja

formal dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya. Dimana anggaran tersebut berfokus pada aktivitas atau fungsi yang memproduksi hasil dan sumber daya yang digunakan serta memperkenalkan proses penganggaran yang berusaha untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan sumber daya. Pada dasarnya tujuan utama anggaran berbasis kinerja ini adalah menigkatkan efisiensi dan efektivitas belanja publik.

C. Penyusunan Anggaran

Hansen (2005) menyatakan bahwa sebelum anggaran disiapkan, suatu organisai seharusnya mengembangkan suatu rencana strategis. Rencana


(26)

dimasa yang akan datang. Organsiasi dapat menerjemahkan strategi umum kedalam tujuan jangka panjang dan jangka pendek.

Selama ini yang terjadi didalam proses penyusunan anggaran adalah masih menggunakan pendekatan anggaran tradisional. Pendekatan trandisional ini yang menjadi cirinya adalah cara penyusunan anggaran yang didasarkan pada pendekatan incrementalialism dan menampilkan anggaran dalam perspektif sifat dasar (nature) dari sebuah pengeluaran atau belanja (Nordiawan 2006) .

Menurut Bastian (2006) masalah utama anggaran tradisonal adalah terkait dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money (ekonomi, efektif, dan efisien). Konsep ekonomi, efisiensi dan efektif seringkali dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran secara tradisional.

Dalam proses penyusunan anggaran berdasarkan paradigma baru, memerlukan peran serta dan partisipasi dari berbagai pihak secara lebih proaktif. Ketentuan tersebut seperti telah disebutkan dalam pasal 21 PP No. 105 tahun 2000 yang menyatakan bahwa dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, pemerintah daerah bersama DPRD menyusun arah dan kebijakan umum APBD. Hal ini berarti bahwa penyusunan APBD berdasarkan peraturan pemerintah tersebut harus melibatkan partisipasi masyarakat sejak awal.

Berdasarkan pasal 8 PP No. 105 tahun 2000 disebutkan bahwa APBD disusun dengan pendekatan kinerja. Dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan tersebut, anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran


(27)

yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.

Untuk menjamin agar APBD disususn dan dilaksanaakan dengan baik dan benar serta terdapat disiplin anggaran maka penyusunan anggaran baik pendapatan mupun belanja harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya apakah itu Undang-undang, Peraturan pemerintah, Keputusan menteri, Peraturan Daerah atau keputusan kepala daerah.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 disebutkan bahwa ada beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa 1) pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, seangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja, 2) penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi anggarannya dalam APBD atau perubahan.

D. Alokasi Anggaran Belanja Daerah

Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa belanja daerah meluputi semua pengeluaran yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi


(28)

dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan yang direncanakan. Belanja Tidak Langsung yaitu belanja yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Belanja daerah merupakan semua pengeluaran yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi pengeluaran kas daerah. Pengeluaran berperan untuk mempertemukan permintaan masyarakat dengan penyediaan sarana prasarana yang tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat sendiri, sehingga pengeluaran ini harus dikelola pemerintah dengan baik agar bisa ekonomis, efektif dan efisien (value for money) dalam penggunaan sumber daya yang dimiliki.

E. Teori Agensi dan Hubungannya dengan Penganggaran

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak di mana satu atau lebih pihak principal menyewa pihak lain (agent) untuk melakukan beberapa jasa. Fozard dalam Taufiq dan Iskandar (2010) menyatakan bahwa penganggaran dapat dilihat sebagai transaksi berupa kontrak mandat yang diberikan kepada agen (eksekutif) dalam kerangka struktur institusional dengan berbagai tingkatan yang berbeda. Sesuai dengan apa yang dinyatakan pada teori keagenan, bahwa pihak

principal dan agent memiliki kepentingan masing-masing, sehingga benturan

atas kepentingan ini memiliki potensi terjadi setiap saat. Pihak agent berkemampuan untuk lebih menonjolkan kepentingannya karena memiliki informasi yang lebih dibandingkan pihak pricipal, hal ini disebabkan karena


(29)

pihak agenlah yang memegang kendali operasional di lapangan. Sehingga pihak agen lebih memilih alternatif yang menguntungkannya, dengan mengelabuhi dan membebankan kerugian pada pihak principal.

F. Teori Pilihan Publik dan Kekuasaan

Teori pilihan publik memandang bahwa inti dari analisis adalah pelaku-pelaku individu, baik yang bertindak sebagai anggota dari partai politik, kelompok kepentingan, atau birokrasi, baik ketika individu itu bertindak sebagai pejabat yang diankat lewat pemilu atau sebagai warga biasa atau sebagai pemimpin perusahaan. Di arena politik para politisi dan birokrat bertindak semata-mata untuk memperbesar kekuasaan yang dimiliki. Perspektif ini bagi teori pilihan publik adalah hasil dari interaksi politik di antara para pelaku rasional yang ingin memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri (Caparasso dalam Taufiq dan Iskandar 2010).

Kekuasaan merupakan bentuk pengungkapan dari ide bahwa ide seseorang dapat mencapai tujuan maka ia harus melakukan sesuatu untuk mempengaruhi dan mengubah lingkungan sekitarnya. Menurut Caparaso dalam Taufiq dan Iskandar (2010), semua konsep kekuasaan didasarkan pada ide tentang tujuan atau kepentingan. Ketika kepentingan ini didasari oleh pelaku yang membuat keputusan (yaitu ketika pelaku secara sadar berusaha mengejar kepentingan mereka) maka dapat disebut sebagai kebutuhan (wants),


(30)

tentang pentingnya berbagai dampak tertentu bagi dirinya, maka kita dapat menyebutnya sebagai kepentingan (interest).

G. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai evaluasi penyusunan anggaran berbasis kinerja diantaranya adalah penelitian Crain dan O’Roack (2004) menemukan kehadiran anggaran berbasis kinerja baru dapat menurunkan belanja total dari negara bagian setidaknya sebesar 1,3% dari pendapatan di negara bagian, dan 2% per kapita. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil survey yang dilakukan oleh Willougby dan Melkers (2000) terhadap penganggar di 49 negara bagian, baik eksekutif maupun legislatif. Tanggapan para responden dalam survey tersebut belum mengindikasikan adanya kemajuan implementasi dalam mempengaruhi aprosiasi yang dapat dikaitkan langsung dengan outcome dalam implementasi anggaran berbasis kinerja, hanya mendapat sedikit respon yaitu sepertiga dari eksekutif dan 43% dari legislatif yang berpendapat setuju dan sangat setuju. Demikian juga atas pertanyaan efektivitas anggaran berbasis kinerja merubah tingkat apropriasi, rata-rata tanggapan sampel hanya menunjukan 1,54 dari skala likert 1 sampai 4.

Penelitian lain tentang anggaran berbasis kinerja yang mengindikasikan adanya kemajuan diantaranya dari survey yang sama dilakukan oleh Willougby dan Melkers (2001), menemukan bahwa secara keseluruhan implementasi anggaran berbasis kinerja telah memberikan dampak perbaikan pada efektivitas program lembaga dan pengambilan


(31)

keputusan dalam pemerintah. Sementara Jordan dan Hackbart (1999) dalam penelitiannya atas status anggaran berbasis kinerja diimplementasikan, maka pencapaian standar kinerja akan mempengaruhi rekomendasi dalam angaran gubernur (eksekutif) dan kinerja dapat mempengaruhi pendanaan tahun berjalan setelah aproriasi awal.

Broom (1995) menyimpulkan bahwa pemberian informasi kinerja dalam proses penganggaran, walaupun tidak mentransformasikan proses keputusan, namun memberikan nilai tambah pada pertimbangan. Konsisten dengan hal tersebut, Wang (2000) menemukan bahwa penggunaan pengukuran kinerja dalam penganggaran dipandang memiliki dampak positif pada kinerja organisasi. Penggunaan pengukuran kinerja dalam penganggaran disimpulkan dapat berdampak pada pemerintah, menentukan tujuan organisasi, memonitor praktik manajemen, dan dalam beberapa kasus membuat alokasi anggaran. Sedangkan penelitian Cavaluzo dan Ittner (2004) menunjukan pengukuran kinerja merupakan kepatuhan terhadap akuntabilitas laporan keuangan publik.

Terkait implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap terciptanya pengambilan keputusan pada dasarnya mendukung untuk terciptanya pengambilan keputusan yang lebih rasional (secara rasional). Penelitian Goodman dan Clynch (2004) atas pengambilan keputusan anggaran oleh analis anggaran baik dari eksekutif maupun legislatif mendukung bukti dari


(32)

Di Indoensia, Asmadewa (2006) melakukan penelitian tetang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi anggaran berbasis kinerja menunjukan bahwa yang meneliti faktor sumber daya dan informasi terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja pemerintah pusat. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya pengaruh yang signifikan pada faktor sumber daya dan informasi terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja di pemerintahan pusat.

Isbanianto (2007) melakukan penelitian mengenai evaluasi APBD di Pemerintah Kota Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa tahap-tahap proses penyusunan anggaran pada Pemerintah Kota Yogyakarta sudah sesuai dengan ketentuan dalam Kepemendagri No. 29 Tahun 2002. Adapun setiap tahapan telah dilaksanakan namun Pemerintah Kota Yogyakarta belum melaksanakan aturan-aturan dalam Kepemendagri No. 29 Tahun 2002 dengan konsisten. Hal ini dapat dilihat dengan belum sesuainya dalam jadwal waktu dan indikator kinerja, serta belum dibuatnya Standar Analisis Belanja (SAB) sebagai sebuah ketentuan dalam penyusunan anggaran kinerja.

Taufiq dan Iskandar (2010) mengevaluasi mengenai kemungkinan

incumbent memanfaatkan APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja,

untuk mencalonkan kembali dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). Peneliti menggunakan Proporsi Belanja Bantuan Sosial dan Proporsi Belanja Hibah sebagai indikator penggunaan anggaran oleh Kepala Daerah. Penelitian tersebut berhasil menunjukan bahwa incumbent memanfaatkan APBD untuk pencalonannya kembali sebagai kepala daerah.


(33)

Ariesta dan Taufiq (2010) mengevaluasi faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan dalam penyusunan APBD. Penelitian tersebut telah mengidentifikasi terdapat 5 faktor yang merupakan faktor penyebab terjadinya keterlambatan dalam penyusunan APBD. Kelima faktor tersebut terdiri dari faktor hubungan eksekutif dan legislatif, faktor latar belakang pendidikan, faktor indikator kinerja, faktor komitmen, dan faktor penyusunan APBD.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan evaluasi tahap-tahap dalam proses penyusunan anggaran pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar antara TA 2007 s/d 2009. Desain penelitian dilakukan sejalan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai peneliti. Menurut Neuman dalam Isbanianto (2007), tujuan penelitian sosial digolongkan dalam tiga kelompok berdasarkan apa yang coba diselesaikan oleh penelti, seperti: menyelidiki topik baru, menggambarkan fenomena sosial, atau menjelaskan mengapa sesuatu terjadi. Tujuan tersebut dapat digolongkan kedalam tiga golongan yaitu eksploratori, deskripsi, dan eksplanatori. Dalam suatu penelitian dapat mempunyai lebih dari satu tujuan, namun satu tujuan biasanya bersifat dominan. Sebagaimana telah dijelaskan dimuka bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk menginvestigasi proses penyusunan APBD di Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dan untuk mengevaluasi pengalokasian anggaran belanja menurut organisasi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, maka tujuan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah termasuk jenis deskriptif.

Jenis penelitian deskriptif mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran atau mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap obyek yang akan diteliti. Selanjutnya obyek yang akan diteliti dianalisis


(35)

melalui suatu penjelasan argumentatif yang memuat proses penalaran dan penafsiran yang logis.

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu, dimana peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta yang ada. Menurut Nawawi (1998), metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan obyek pada saat sekarang dan berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya.

Sementara menurut Neuman dalam Isbanianto (2007) meyatakan bahwa penelitian deskripsi memiliki ide yang lebih berkembang tentang fenomena sosial dan menghadirkan gambaran rinci tentang situasi, keadaan ataupun hubungan sosial.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan studi kasus (case study). Menurut Neuman dalam Isbanianto (2007) menyatakan bahwa studi kasus merupakan penelitian, dimana peneliti menguji secara mendalam banyak ciri-ciri dari sedikit kasus lebih dari satu durasi waktu. Kasus yang diteliti dapat berupa kasus perorangan, kelompok, organisasi, pergerakan, even-even atau unit-unit geografi. Data tersebut biasanya lebih detail, terinci, bervariasi dan ekstensif. Kebanyakan data kualitatif yang didapat berupa kasus-kasus kecil. Pada sebuah studi kasus, seorang peneliti secara intensif menginvestigasi satu atau dua kasus atau membandingkan satu set kasus yang terbatas. Studi kasus


(36)

perorangan dengan tingkat makro atau struktur skala sosial yang lebih besar beserta proses sosial itu sendiri.

Data dalam penelitian studi kasus dapat dikumpulkan dalam bilangan bulan, tahun, atau lintas zaman. Data dalam studi kasus dapat diperoleh termasuk melalui observasi langsung, invterview atau wawancara formal dan tidak formal, sensus statistik, pemetaan, foto-foto dan koran-koran lama, berbagai macam dokumen yang bernilai sejarah, catatan resmi dan lain-lain (Neuman dalam Isbaniatnto 2007).

Ada keuntungan dan kelemahan dalam penggunaan metode studi kasus untuk tujuan penelitian. Keuntungan metode ini adalah bahwa penelitian dapat dilakukan dengan mendalam serta kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar. Pelaksanaan penelitian secara mendalam mengakibatkan kajian kurang luas sehingga penemuan-penemuan dari penelitian sulit untuk digeneralisasi terhadap keadaan yang berlaku umum, karena hasil penemuan hanya diperoleh dari satu keadaan tertentu. Kelemahan lain dari metode ini berkaitan dengan sifat subyektif atau prasangka peneliti dalam studi kasus, sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi proses dan hasil penelitian atau menimbulkan bias di dalamnya.

B. Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data sebagai bahan baku penelitian mutlak diperlukan. Menurut Umar (2003) menyatakan bahwa data merupakan suatu fakta dan angka yang secara relatif belum dapat dimanfaatkan oleh pemakai data. Oleh karena itu data


(37)

harus ditransformasikan terlebih dahulu menjadi suatu informasi yang dapat berguna bagi pemakainya.

Dalam penelitian ini, data yang diperlukan berupa data primer maupun data sekunder. Data primer meliputi informasi langsung yang diperoleh dari para pelaku yang terlibat dalam penyusunan anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Data sekunder terdiri dari dokumen-dokumen penyusunan anggaran serta instrumen hukum yang terkait dengan penyusunan anggaran. Data sekunder umumnya berasal dari pemerintah daerah. Keterbatasan umum yang melekat pada setiap data sekunder dan berasal dari dokumen pemerintah daerah adalah terkadang informasi yang diperoleh tidak lengkap, atapun terkadang terjadi duplikasi peraturan yang justru menimbulkan penafsiran yang bias.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Dalam melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan data secara ekstensif tentang program atau peristiwa yang menjadi fokus penelitian yang dapat diperoleh melalui interview atau wawancara formal dan tidak formal serta berbagai macam dokumen yang berkaitan dengan materi perkuliahan, catatan resmi, dan lain lain. Secara garis besar, metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu:


(38)

Wawancara dalam studi kasus berbeda dengan wawancara dalam survey. Dalam penelitian ini, pertanyaan-pertanyaan selama wawancara terarah berdasarkan topik percakapan dan tidak terstruktur seperti kuesioner. Dengan demikian pertanyaan lebih bersifat mengalir, terbuka dan tidak baku. Oleh karena itu untuk proses penelitian ini, tidak disusun daftar pertanyaan atau kuesioner. Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang terkait dan terlibat dalam proses penyusunan anggaran dari berbagai instansi, diantaranya yaitu dari DP2KAD, badan perencanaan pembangunan daerah, bagian pengendalian pembangunan, kepala-kepala SKPD dalam lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, dan masyarakat Kabupaten Karanganyar.

2. Studi dokumen. Data penelitian juga akan diperoleh melalui studi dari berbagai dokumen, baik dokumen yang dipublikasikan secara umum maupun dari berbagai arsip yang ada. Dari dokumen-dokumen yang dikumpulkan, akan diperoleh informasi yang dibutuhkan diantaranya yaitu mengenai gambaran umum Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, proses penyusunan anggaran, data keuangan, maupun informasi pendukung lainnya berkenaan dengan obyek penelitian.

3. Observasi. Observasi adalah perilaku mencatat atau merekam suatu fenomena, dengan suatu instrumen tertentu. Observasi sering digunakan dalam penelitian studi kasus. Observasi menyediakan jawaban pada pertanyaan yang sedang diinvestigasi.


(39)

Data sekunder yang diperlukan sesuai dengan topik penelitian ini meliputi data sebagai berikut:

a. Dokumen Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah

Daerah Kabupaten Karanganyar, tahun anggaran 2007 sampai Tahun Anggaran 2009.

b. Dokumen Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, Tahun Anggaran 2007 sampai dengn Tahun Anggaran 2009.

c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Kabupaten Karanganyar tahun 2007-2009.

d. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Karanganyar tahun 2007-2009

e. Dokumen-dokumen tentang proses penyusunan anggaran pada

Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar.

f. Instrumen hukum atau peraturan perundangan yang berkaitan dengan proses penyusunan anggaran.

C. Pengolahan data dan teknik analisis data

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan pengelolaan data agar data yang masih terkesan bertebaran dapat disusun sedemikian rupa sehingga lebih mudah untuk dianalisis dalam rangka


(40)

dokumen dan lain-lain, termasuk juga dalam bentuk angka-angka. Agar data mentah tersebut dapat bermanfaat sebagai suatu informasi maka harus dilakukan pengolahan terhadap data-data yang berhasil dikumpulkan dan untuk tahap selanjutnya dilakukan suatu analisis terhadap data-data tersebut. Pengolahan data didasarkan pada data yang dihimpun, baik berupa data primer maupun data sekunder. Pengolahan data sekunder yang berupa dokumen-dokumen berkaitan dengan anggaran yang berbentuk angka-angka, dikelompokan atau disusun dan disederhanakan dalam tampilan tabel, tanpa mengubah angka-angka seperti yang ada dalam dokumen. Sementara pengolahan data primer berupa hasil wawancara akan menghasilkan suatu uraian yang menggambarkan mengenai praktek penyusunan anggaran yang sudah dilakukan, kendala-kendala dalam penyusunan anggaran, dan lain-lain. Dalam tahap analisis data, tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan identifikasi terhadap organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten

Karanganyar. Dalam tahap ini akan diketahui lebih jauh mengenai berbagai informasi secara rinci mengenai Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar.

2. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian praktek-praktek yang dilakukan dalam penyusunan angaran kinerja dengan peraturan-peraturan yang ada, maka dilakukan suatu evaluasi terhadap praktek-praktek penyusunan anggaran pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, yang kemudian diperbandingkan dengan peraturan-peraturan yang berlaku


(41)

sehingga akan diketahui sejauh mana penyimpangan atau ketidaksesuaian dengan peraturan.

3. Untuk mengetahui dasar yang digunakan dalam pengalokasi belanja khususnya alokasi belanja menurut fungsi belanja dan organisasi, maka dilakukan suatu evaluasi yang datanya berasal dari data APBD Kabupten Karanganyar, terutama APBD setelah perubahan dari tahun 2007 hingga tahun 2009. Dari evaluasi tersebut akan diketahui dasar-dasar yang digunakan Pemerintah Daerah dalam pengalokasian belanja kepada masing-masing urusan dan unit kerja mulai dari tahun anggaran 2007 sampai dengan 2009.


(42)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

I. Gambaran Umum dan Kondisi Daerah Kabupaten Karanganyar a. Pemerintahan Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar dipimpin oleh seorang Bupati dan didampingi oleh seorang Wakil Bupati. Bupati dan Wakil Bupati dipilih langsung oleh masyarakat Kabupaten Karanganyar. Dalam menjalankan tugasnya, Bupati dibantu oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang disesuaikan dengan fungsi dari SKPD masing-masing. Pada tahun 2009, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar melakukan perubahan pada struktur organisasi untuk meningkatkan kinerja dan potensi pendapatan pada masing-masing unit kerja baru. Daftar Organisasi Pemerintahan yang ada di Kabupaten Karanganyar tahun 2007-2009 ada di lampiran 1.

b. Kondisi Geografi, Luas Wilayah dan Sumber Daya Alam

1. Kondisi Geografi

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di antara 35 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Wilayah di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sragen dan Kabupaten Wonogiri; di sebelah barat berbatasan dengan Kota Solo dan


(43)

Kabupaten Boyolali; disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten G; serta di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan perhitungan garis bujur dan garis lintang, Kabupaten Karanganyar terletak antara 1100 40’’ – 1100 70’’ Bujur Timur dan 70 28’’ – 70 46’’ Lintang Selatan. Ketinggian rata-rata mencapai 511 meter dpl (diatas permukaan laut) serta beriklim tropis dengan temperatur antara 220 – 310 C.

2. Luas Wilayah

Pada tahun 2007, dari luas wilayah Kabupaten Karanganyar yang sebesar 77. 378, 64 Ha (atau sekitar 773, 78 km2), terdapat Tanah Sawah seluas 22. 478 Ha (atau sekitar 29,05% dari total) dan Tanah Kering seluas 54.899,08 Ha (atau sekitar 70,95% dari total). Luas tanah sawah di Kabupaten Karanganyar itu sendiri dari tahun ke tahun mengalami penurunan atau dengan kata lain telah terjadi pergeseran pemanfaatan lahan untuk sawah ke penggunaan lainnya.

c. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)

Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan


(44)

kebutuhan. TAPD juga berperan dalam membahas KUA dan PPA bersama dengan panitia anggaran DPRD.

d. Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Daerah

Menurut Pasal 32 UU Nomor 25/2004, Kepala Daerah menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan daerah di daerahnya. Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Kepala Bappeda. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Gubernur menyelenggarakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan antar kabupaten/kota. Bagan struktur organisasi Pemerintah Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Lampiran 3.

II. Proses Penganggaran di Kabupaten Karangnyar

Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar telah menerapkan anggaran dengan pendekatan kinerja sejak tahun anggaran 2007. Secara operasional, penyusunan anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar mendasarkan pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Peremendagri No. 59 Tahun 2007. Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Peremendagri No. 59 Tahun 2007 menyatakan bahwa dalam proses penyusunaan anggaran daerah dengan menggunakan pendekatan kinerja,


(45)

dimulai dari penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan ditetapkannya Rancangan APBD menjadi APBD, terdiri dari beberapa tahapan proses kegiatan yang saling terkait.

Gambar IV.1

Siklus Penganggaran Daerah di Kabupaten Karanganyar

Serangkaian tahap proses penyusunan anggaran berdasarkan jadwal sesuai Permendagri No 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 sebagai revisi atas Permendagri No 13 Tahun 2006 dapat disusun dalam bentuk tabel (Lampiran 4).

Dengan telah disosialisasikannya Permendagri No. 13 Tahun 2006 pada kuartalan ketiga tahun 2006 lalu oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar merespon positif dengan segera

Bappeda & DPRD Musrenbang RKPD

KUA&PPASS

RKA-SKPD yg disetujui

RAPBD

APBD Hearing DPRD

dan SKPD

Evaluasi Gubernur

TAPD

Membuat Acuan Acuan

SKPD


(46)

menggunakan bentuk anggaran baru yaitu anggaran surplus atau defisit yang menekankan pada pendekatan kinerja dengan menggunakan aturan-aturan yang telah ada yang dikeluarkan pemerintah pusat. Proses penganggaran tersebut di awali dengan menjaring aspirasi dari masyarakat atau yang dikenal dengan istilah Musrenbang.

Proses penyusunan anggaran selanjutnya adalah membuat Kebijakan Umum APBD. Kebijakan Umum APBD Kabupaten Karanganyar disusun oleh Pemerintah Daerah, kemudian dibahas bersama dengan DPRD Kabupaten Karanganyar. Setelah penyusunan Kebijakan Umum APBD Kabupaten Karanganyar selesai dilakukan dan telah ada kesepakatan dengan DPRD Kabupaten Karanganyar yang dituangkan dalam nota kesepakatan, tahap selanjutnya adalah menentukan prioritas APBD. Prioritas APBD diperlukan guna mengatasi berbagai kendala, tantangan dan masalah yang timbul serta untuk dapat memperlancar pencapaian Kebijakan Umum APBD.

Dengan telah selesainnya penyusunan Kebijakan Umum APBD Kabupaten Karanganyar dan prioritas APBD Kabupaten Karanganyar, Bupati atau Kepala Daerah menertibkan surat edaran (SE Bupati) untuk kepala unit kerja agar menyiapkan rancangan anggarannya. SE Bupati tersebut memuat antara lain Kebijakan Umum APBD, prioritas APBD, dan formulir RKA-SKPD (Rencana Kerja Anggran-Satuan Kerja Perangkat Daerah).

Setelah unit kerja selesai melakukan penyusunan RKA-SKPD, selanjutnya RKA-SKPD tersebut disampaikan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk diverifikasi. Tim Anggaran Pemerintah


(47)

Daerah (TAPD) terdiri dari: Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda, Kepala DP2KAD, Asisten Pemerintahan dan Pembangunan, Asisten Hukum dan Organisasi, Asisten administrasi, Inspektorat, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Kepala Bagian pengendalian Pembangunan, serta dibantu oleh tim teknis TAPD.

RKA-SKPD dapat dikembalikan kepada unit kerja jika menurut Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) perlu dilakukan revisi, perubahan atau penyempurnaan. Selanjutnya hasil evaluasi rancangan yang diusulkan oleh setiap unit kerja dalm RKA-SKPD oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) digunakan sebagai dasar untuk menyusun rancangan ABPD. Rancangan APBD pada dasarnya merupakan gabungan dari RKA-SKPD. Rancangan APBD selanjutnya diajukan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan kemudian menjadi RAPBD. RAPBD disampaikan ke Provinsi untuk dievaluasi. Jika ada perbaikan atau revisi atas RAPBD tersebut maka akan dikembalikan dan diperbaiki oleh TAPD.

Setelah dilakukan perbaikan atau revisi atas evaluasi oleh provinsi terhadap RAPBD Kabupaten Karanganyar, maka dokumen akan disahkan atau disetujui oleh DPRD. Pengesahan dari DPRD Kabupaten Karanganyar menandakan bahwa RAPBD berubah menjadi dokumen APBD, sehingga APBD dapat dicairkan atau direalisasikan sesuai dengan kebutuhan operasional Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar maupun


(48)

III. Analisis Proses Penganggaran dan Alokasi Anggaran Belanja Kabupaten Karanganyar

a. Analisis Proses Penganggaran Kabupaten Karanganyar

Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar setelah mendapatkan sosialisasi Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat. Adapun Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar telah melakukan serangkaian persiapan dalam penerapan anggaran kinerja yang berdampak pada semakin baik dan lancarnya proses penyusunan anggaran, akan tetapi proses tersebut seharusnya selalu dievaluasi dan dilakukan perbaikan guna mencapai suatu hasil yang lebih baik dari praktek-praktek sebelumnya.

Berikut ini akan disampaikan uraian dan gambaran mengenai tahap-tahap dalam praktek penyusunan anggaran dengan pendekatan kinerja beserta evaluasinya pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Data-data diperoleh diantaranya melalui teknik wawancara dengan pelaku penyusun anggaran yang masuk dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Bappeda, SKPD-SKPD, dan juga dari dokumen-dokumen pendukungnya. Evaluasi akan dibagi dalam beberapa bagian sebagai berikut:

1. Evaluasi terhadap jadwal penyusunan anggaran. 2. Evaluasi proses penyusunan Kebijakan Umum APBD.

3. Evaluasi proses penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara. 4. Evaluasi proses penyusunan RKA-SKPD.


(49)

5. Evaluasi proses verifikasi RKA-SKPD. 6. Evaluasi proses penetapan APBD.

1. Evaluasi terhadap jadwal penyusunan anggaran

Jadwal proses penyusunan anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, disusun oleh Bappeda dengan berpedoman pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007. Jadwal tersebut berisi serangkaian kegiatan dan waktu mengenai kapan suatu tahap kegiatan akan dilaksanakan. Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007 telah mengatur tahap-tahap kegiatan yang akan dilaksanakan beserta jadwal waktu mengenai kapan tahap kegiatan harus dilaksanakan dalam suatu proses penyusunan APBD. Kepatuhan terhadap jadwal yang ditentukan akan mempengaruhi kualitas APBD yang dihasilkan. Hal ini terkait dengan jumlah waktu minimal yang dibutuhkan dalam melakukan suatu tahap kegiatan dalam proses penyusunan anggaran. Semakin pendek atau sedikit waktu yang diberikan dalam suatu tahapan kegiatan akan mengakibatkan pada pelaksanaan tahapan kegiatan yang tergesa-gesa sehinga akan menghasilkan suatu output yang kurang baik. Disamping itu, karena proses penyusunan anggaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari beberapa tahapan, maka keterlambatan dapat


(50)

2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007 dengan jadwal yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, besarta realisasinya.

Pada Lampiran 5 dapat dilihat bagaimana realisasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam proses penyusunan anggaran, diperbandingkan dengan jadwal yang telah ditentukan. Secara umum, realisasi jadwal maupun jumlah waktu minimal yang dibutuhkan belum sesuai dengan aturan yang telah ditentukan, baik menurut Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007 maupun menurut jadwal yang dibuat oleh Bappeda. Apabila diperbandingkan antara realisasi dengan jadwal yang dibuat oleh TAPD, pelaksanaan kegiatan juga banyak mengalami keterlambatan. Kegiatan penyusunan kebijakan APBD yang seharusnya dilaksanakan pada bulan Juli mundur sampai bulan September, November. Bahkan penyusunan Kebijakan Umum APBD untuk TA 2009 justru dilaksanakan pada bulan Februari 2009, dimana APBD untuk TA 2009 juga ditetapkan pada tahun tersebut. Ini berarti bahwa penyusunan RKA-SKPD telah dilaksanakan dengan tidak menggunakan dasar Kebijakan Umum APBD. Namun demikian, keterlambatan proses penyusunan Kebijakan Umum APBD TA 2009 bisa dimaklumi, karena terdapat Pemilu Legislatif pada TA 2009. Sehingga membuat perumusan Kebijakan Umum APBD menjadi terhambat karena baik Bupati maupun DPRD berfokus pada jalannya Pemilu Legislatif di Kabupaten Karanganyar.


(51)

Selanjutnya proses penyusunan Prioritas APBD juga mengalami penundaan dari jadwal yang ditentukan. Penysusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Sementara untuk TA 2007 disusun bersamaan dengan penyusunan Kebijakan Umum APBD, dan mengalami keterlambatan 4 bulan dari jadwal yang ditetapkan. Sementara penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara untuk TA 2008 dilakukan kurang lebih tiga bulan setelah penyusunan Kebijakan Umum APBD yaitu disusun masing masing pada bulan Desember atau terlambat sekitar 5 bulan dari batas waktu yang telah ditentukan. Untuk TA 2009 dilakukan bersamaan dengan penyusunan Kebijakan Umum APBD, yaitu pada bulan Februari 2009.

Dengan tertundanya penyusunan Kebijakan Umum APBD serta penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, berakibat pada tahap penyusunan usulan RKA-SKPD. Unit kerja seharusnya melakukan penyusunan usulan RKA-SKPD pada bulan September mundur menjadi bulan Desember. Waktu penyusunan RKA-SKPD yang seharusnya kurang lebih satu bulan, menjadi hanya sekitar dua minggu saja. Terbatasnya waktu penyusunan RKA-SKPD berakibat pada penyusunan RKA-SKPD dikerjakan dengan tergesa-gesa dan kurang teliti baik menyangkut indikator kinerja maupun jumlah anggaran yang diusulkan dalam RKA-SKPD. RKA-SKPD yang belum


(52)

diajukan mengakibatkan proses verifikasi oleh TAPD harus mengalami banyak revisi dan perbaikan yang terkadang dilakukan sampai berulang kali. Hal ini menyebabkan pekerjaan yang dilakukan, baik oleh unit kerja maupun oleh TAPD tidak efektif dan efisien.

Pengajuan Rancangan APBD kepada DPRD oleh pihak eksekutif seharusnya dilaksanakan pada bulan Oktober. Akan tetapi pengajuan Rancangan APBD mengalami keterlambatan. Sebagai hasilnya, realisasi penetapan RAPBD menjadi APBD untuk APBD TA 2007, APBD TA 2008, dan APBD TA 2009 mengalami keterlambatan. APBD TA 2007 baru ditetapkan pada bulan Januari terlambat tiga bulan dari jadwal yang ditentukan, sementara APBD TA 2009 baru ditetapkan bulan Februari terlambat empat bulan dari jadwal yang ditentukan. Berdasarkan hasil wawancara, keterlambatan penetapan APBD tersebut dikarenakan berbagai macam sebab. Pada tahun 2007 dan 2008, penetapan terlambat karena membutuhkan waktu yang lama untuk menemukan persepsi yang sama antara DPRD dan unit kerja. Pada tahun 2009, penetapan APBD terlambat karena pada tahun 2009, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar sedang melaksanakan Pemilu Legislatif.

Sebagai akibat dari mundurnya penetapan APBD dari jadwal yang ditentukan berakibat pada pelaksanaan kegiatan pada tingkat unit kerja. Setelah APBD ditetapkan, masih dilakukan penjabaran APBD, yaitu pembuatan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja


(53)

Perangkat Daerah (DPA-SKPD) oleh unit kerja dengan mendasarkan pada RKA-SKPD yang sebelumnya sudah dibuat. Pembuatan DPA-SKPD oleh unit kerja sampai menjadi penjabaran APBD yang ditetapkan dengan SK Bupati, juga masih membutuhkan waktu paling tidak satu bulan semenjak penetapan APBD. Dengan penetapan APBD yang terlambat, akan berdampak bagi unit kerja didalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Kegiatan yang paling merasakan dampaknya adalah terutama untuk kegiatan-kegiatan pengadaan barang dan jasa yang memerlukan proses pelelangan, dimana proses pelelangan biasanya memakan waktu yang lebih lama dibanding dengan proses pengadaan barang atau jasa melalui penunjukan atau pemilihan secara langsung.

Sebagai konsekuensi mundurnya pelaksanaan kegiatan yang mendekati akhir tahun anggaran adalah sering dijumpai otuput dari suatu kegiatan mempunyai kualitas rendah karena hanya dikerjakan dengan asal-asalan, untuk mengejar batas waktu pelaksanaan kegiatan yang sangat terbatas. Disamping itu, dengan keterbatasan waktu akan membuka peluang adanya manipulasi yang dilakukan bersama oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.


(54)

(KUA) berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Didalam menyusun Kebijakan Umum APBD, diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat yang biasa dikenal dengan istilah Musrenbang.

Penyusunan Kebijakan Umum APBD merupakan proses awal dalam tahap penyusunan APBD, karena dokumen ini akan dijadikan dasar bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam menyusun anggarannya yang tertuang dalam Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) yang diajukan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sebagai bahan penyusunan Raperda APBD. Sebagai langkah awal dalam penyusunan Kebijakan Umum APBD, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar melakukan penjaringan aspirasi masyarakat hanya melalui satu mekanisme, yaitu melalui mekanisme formal. Mekanisme secara formal yang ada saat ini yaitu melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dan melalui survey terhadap masyarakat. Sementara pihak-pihak yang terlibat dalam proses penjaringan aspirasi masyarakat diantaranya yaitu masyarakat, LSM, ormas, asosiasi profesi, Perguruan tinggi, DPRD, Pemda Kabupaten Karanganyar dan masyarakat pemerhati, dll. Jika dibandingkan dengan daerah lain, penjaringan aspirasi masyarakat di Kabupaten Karanganyar masih kurang sempurna. Seharusnya penjaringan aspirasi masyarakat tidak hanya melalui mekanisme formal saja, tetapi juga dapat menggunakan mekanisme informal.


(55)

Mekanisme informal dapat dilakukan diantaranya melalui kotak saran, kotak pos, telepon, short message service (sms), web site, public

hearing. “Ketika membuat KUA, eksekutif menjaring aspirasi hanya

melalui Musrenbang.” (Pujiyanto, Kasi Pengendalian Anggaran DP2KAD Kabupaten Karanganyar).

Menurut pendapat penulis, dalam tata cara musrenbang inipun masih terdapat beberapa kelemahan. Misalnya, diberbagai daerah terutama wilayah perdesaan, masalah keterwakilan peserta masih menjadi kendala dalam proses implementasi Musrenbang. Para pemangku kepentingan yang diundang masih didominasi oleh kaum elit di wilayah tersebut. Untuk itu, notulen berita acara Musrenbang yang harus dihasilkan penyelenggara Musrenbang perlu ditambahkan dengan sebuah kontrol administrasi berupa formulir yang harus dilengkapi penyelenggara musrenbang sebagai indikator terpenuhinya keterwakilan peserta Musrenbang. Selain itu, seharusnya apa pun yang terjadi dalam proses Musrenbang tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara vertikal (pemerintah diatasnya) maupun horizontal (peserta musrenbang dan masyarakat luas). Karena dalam prakteknya, banyak aspirasi dalam musrenbang tidak diakomodasi dalam KUA dan PPA. Musrenbang lebih tepat disebut sebagai forum pengumuman Pemerintah Kabupaten atas prioritas


(56)

penyusunan KUA dan PPA tidak menggunakan hasil Musrenbang saja, melainkan RKPD, Pokok-pokok pikiran DPRD, dll. Sebagai akibatnya, hasil Musrenbang diabaikan.

Jika kondisi ini terus berulang, bisa berdampak fatal bagi peran serta masyarakat dalam pembangunan kabupaten. Masyarakat Kabupaten Karanganyar akan apatis. Mereka kemudian enggan menginventarisasi persoalan di daerah mereka dan kemudian merumuskannya menjadi usulan program pembangunan. Mereka akan beranggapan untuk apa repot merumuskan usulan program pembangunan jika kemudian ditolak, dicoret dengan dalih bukan sebagai prioritas.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Musrenbang hanya digunakan sebagai alat untuk melegitimasi proses penyusunan anggaran. Penyusunan anggaran dengan paradigma bottom-up juga masih jauh dari realisasi, karena program-program ditentukan oleh eksekutif tanpa atau hanya sedikit memperdulikan hasil Musrenbang.

Setelah rancangan Kebijakan Umum APBD selesai dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, lalu diajukan ke DPRD untuk dibahas bersama dan mendapatkan kesepakatan. Dalam kesempatan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar melakukan presentasi terhadap rancangan Kebijakan Umum APBD yang telah dibuatnya, sementara DPRD hanya mendengarkan dan atau selanjutnya mengkritisinya. Menurut pendapat penulis, akan lebih


(57)

bagus jika DPRD juga membuat rancangan Kebijakan Umum ABPD. Sehingga dengan adanya dua versi rancangan Kebijakan Umum APBD yaitu rancangan versi Pemerintah Daerah dan rancangan versi DPRD yang masing-masing dipresentasikan, akan diketahui kebijakan-kebijakan yang terbaik dari kedua versi kebijakan-kebijakan tersebut, yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Sehingga dengan demikian akan terjadi suatu kesepakatan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dan DPRD Kabupaten Karanganyar mengenai Kebijakan Umum APBD yang memuat komponen-komponen pelayanan dan tingkat pencapaian yang diharapkan dari setiap bidang kewenangan Pemerintah Daerah yang lebih baik. “DPRD tidak membuat draft KUA versi DPRD, karena anggota DPRD terdiri dari berbagai macam partai politik yang memiliki konstituen yang berbeda-beda. Dalam penyusunan KUA, DPRD lebih bersifat mengkoreksi.” (Suparmi, Anggota DPRD Kabupaten Karanganyar Komisi II).

Apabila dilihat dari jadwal waktu yang telah disampaikan pada pembahasan sebelumnya, terlihat bahwa penyusunan Kebijakan Umum APBD untuk TA 2007 s/d TA 2009 selalu mengalami keterlambatan dari jadwal yang telah ditentukan. Kondisi paling buruk terjadi pada penyusunan Kebijakan Umum APBD untuk TA 2009 yang justru disusun pada bulan Februari 2009, melampaui waktu


(58)

Kabupaten Karanganyar. Sehingga sulit bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar untuk menyusun Kebijakan Umum APBD sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Sementara itu, penyusunan Kebijakan Umum APBD untuk TA 2007 dan TA 2008 juga mengalami keterlambatan dari jadwal yang ditentukan. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh keterangan bahwa keterlambatan penyusunan Kebijakan Umum APBD ini disebabkan karena terdapat beberapa faktor yang menghambat kesepakatan dalam penyusunan Kebijakan Umum APBD. Menurut salah seorang responden yang berasal dari Bappeda, hal tersebut dikarenakan Bappeda menunggu informasi terkumpul terlebih dahulu, sehingga anggaran yang dibuat akan dapat dipakai. “Kami (Bappeda) selaku penanggung jawab penyusun KUA, ingin membuat KUA yang mendekati implementasi. Oleh karena itu, dalam penyusunan KUA, kami (Bappeda) mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, sehingga membuat penyusunan KUA melampaui waktu yang telah dijadwalkan. Kami (Bappeda) berargumen bahwa lebih baik terlambat dalam penetapan KUA daripada ditengah jalan harus melakukan perubahan-perubahan terhadap APBD. Kami (Bappeda) menganggap bahwa ketidakpatuhan terhadap jadwal penyusunan APBD bukanlah suatu tidakan yang melanggar hukum.” (Catharina Nina Anggraeni, Kasubag Perencanaan Bappeda Kabupaten Karanganyar).


(59)

Pembahasan KUA di DPRD juga memakan waktu yang lama, sehingga menyebabkan proses penyusunan anggaran selanjutnya mengalami kemunduran dari waktu yang telah ditetapkan. “Untuk tahun anggaran 2009, penetapan KUA mengalami kemunduran dari jadwal dikarenakan tahun 2008 Kabupaten Karanganyar sedang melaksanakan Pemilu Legislatif. Sedangkan pada tahun 2007 dan 2008, penetapan KUA mengalami kemunduran karena banyaknya hal yang perlu disinkronkan antara eksekutif dan legislatif.” (Suparmi, Anggota DPRD Kabupaten Karangnyar Komisi II.)

3. Evaluasi Proses Penyusunan PPAS APBD

Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara merupakan kategori perumusan kebijakan anggaran yang disusun dengan mendasarkan pada Kebijakan Umum APBD (KUA). Setelah penyusunan Kebijakan Umum APBD Kabupaten Karanganyar selesai dilakukan dan telah ada kesepakatan dengan DPRD Kabupaten Karanganyar yang dituangkan dalam Nota Kesepakatan, tahap selanjutnya adalah menentukan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara.

Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, dilakukan oleh TAPD dengan penanggungjawab dan koordinator kegiatannya adalah


(60)

guna meminta persetujuan mengenai kesesuaiannya dengan Kebijakan Umum APBD (KUA) yang telah disepakati bersama sebelumnya. Proses penyusunan dilakukan kurang lebih memakan waktu satu bulan. Akan tetapi dalam realisasinya banyak dijumpai ketidaksesuaian dengan jadwal yang telah ditetapkan. Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara untuk TA 2007 dan TA 2009 dilakukan bersamaan dengan penyusunan Kebijakan Umum APBD. Hal ini dikarenakan terbatasnya waktu yang tersedia pada saat itu. Disamping itu, sebenarnya penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara pada TA 2007 hingga TA 2009 juga sudah sangat terlambat, sehingga sebenarnya Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara TA 2007 hingga TA 2009 tersebut hanya untuk mematuhi ketentuan administrasi yang ada dalam Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007 saja.

Sesuai dengan hasil penelitian dan hasil wawancara diketahui bahwa pada saat penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara APBD, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar belum menggunakan suatu metode penyusunan yang memadahi karena tidak didahului dengan melakukan suatu analisis-analisis yang diperlukan, seperti misalnya mengunakan analisis SWOT (Strength, Weakness,

Opportunity, Threat) ataupun analisis-analisis lainya. Karena belum

dilakukannya analisis dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara APBD, mengakibatkan kriteria suatu program


(61)

atau kegiatan dapat diterima atau ditolak menjadi tidak jelasnya. Sementara dalam penentuan plafon anggaran hanya didasarkan pada perkiraan yang dibuat oleh tim ahli atau pertimbangan pada keterbatasan anggaran yang dimiliki. “Untuk menentukan prioritas, kita melihat pada RKPD, KUA, hasil Musrenbang. Kita tidak melakukan metode SWOT karena sampai sekarang tidak ada payung hukumnya. Kemudian untuk plafon anggaran, biasanya kita mendengarkan analisis dari tim ahli kami.” (Catharina Nina Anggraeni, Kasubag Perencanaan Bappeda Kabupaten Karangnyar).

4. Evaluasi proses penyusunan anggaran unit kerja

Penyusunan anggaran unit kerja dilaksanakan setelah adanya Surat Edaran Bupati untuk menyiapkan rencana anggaran oleh unit kerja. Anggaran yang diusulkan oleh unit kerja dituangkan dalam Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD), yaitu berupa form yang digunakan oleh TAPD dan unit kerja dalam menyiapkan penyusunan rancangan APBD. Menurut Pasal 89 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Surat Edaran tersebut memuat antara lain: Prioritas Plafon Anggaran yang dialokasikan untuk setiap program SKPD, Kebijakan Umum APBD, kode rekening APBD, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan Format RKA-SKPD.


(62)

sosialisasi dan pelatihan kepada masing-masing unit kerja pada awal bulan Oktober tahun 2006. Pelatihan dan sosialisasi tersebut hanya diperuntukan terbatas bagi antara lain: Kepala-kepala unit kerja, pejabat setingkat Ka Sub din, Ka Subbag Keuangan, dan Pemegang Kas. Materi yang diberikan dalam pelatihan yaitu mengenai anggaran berbasis kinerja termasuk petunjuk dan cara pengisian RKA-SKPD. Tetapi sayangnya pelatihan semacam ini, sampai saat ini baru dilakukan satu kali dan pesertanya juga sangat terbatas, sehingga sebenarnya pelatihan dan sosialisasi tersebut masih kurang dan masih diperlukan. Sedangkan saat ini yang bisa dilakukan dalam persiapan penyusunan usulan anggaran tahunan unit kerja adalah DP2KAD mengundang setiap unit kerja untuk diberikan bimbingan mengenai tatacara penyusunan usulan anggaran unit kerja. “Dulu waktu pertama kali dikeluarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006, kami melakukan sosialisasi secara komprehensif. Adapun sekarang sosialisasi hanya diberikan tentang penyusunan RKA-SKPD saja.” (Pujiyanto, Kasi Pengendalian Anggaran DP2KAD Kabupaten Karanganyar).

Dari hasil penelitian, apabila dilihat dari usulan-usulan kegiatan yang diajukan oleh unit kerja, ternyata masih banyak unit kerja yang mengajukan usulan kegiatan yang sama dari tahun-tahun sebelumnya, khususnya yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Hal ini menunjukan bahwa masih rendahnya kreatifitas dari unit-unit kerja dalam mencari rencana kegiatan yang mendukung tupoksi unit kerja


(63)

yang dapat dilaksanakan untuk tahun yang akan datang. Disamping itu, masih banyak pula dijumpai unit kerja yang mengajukan usulan kegiatan yang hanya dibuat dengan seadanya seperti tidak sesuai dengan tupoksi, cenderung memperbanyak kegiatan, anggaran yang diajukan melebihi standar yang ditentukan dan penentuan indikator kinerja yang tidak cermat atau tepat. Hal ini dikarenakan terbatasnya waktu penyusunan anggaran unit kerja yang hanya diberikan waktu sekitar dua minggu sehingga unit kerja kurang siap dalam melaksanakan penyusunan usulan anggarannya. Rendahnya pemahaman unit kerja khususnya personel yang ada terhadap substansi anggaran kinerja dan juga masih adanya pemikiran atau mind set bahwa semakin besar kegiatan yang disetujui maka semakin besar hasil yang akan diperoleh, juga merupakan faktor penyebab lainnya. “Untuk belanja-belanja yang sifatnya rutin, seperti pengadaan ATK, pasti dari tahun ke tahun akan sama. Mungkin belanja-belanja yang Anda (peneliti) lihat adalah belanja langsung yang kebetulan dari tahun ke tahun sama, seperti perbaikan jalan. Karena menurut pengalaman, setiap tahun pasti ada jalan yang rusak.” (Pujiyanto, Kasi Pengendalian Anggaran DP2KAD Kabupaten Karanganyar).

Sebagai tambahan, untuk membantu penyusunan anggaran pada pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar khususnya dalam


(64)

Daerah (SIMDA). Simda merupakan suatu sistem yang digunakan dalam sistem keuangan daerah, dimana sistem ini akan membantu pada saat penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Namun, sistem ini belum terhubung kepada setiap instansi yang ada pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Pada praktek penyusunan anggaran unit kerja, masing-masing unit kerja dapat menyusun anggaran dengan langsung mengisi form RKA-SKPD yang terdapat pada layar komputer, sehingga sebenarnya dengan sistem ini penyusunan RKA-SKPD akan semakin mudah dan cepat, karena komputer dapat langsung melakukan perhitungan secara otomatis dan hasil penyusunan anggaran unit kerja yang sudah selesai dapat langsung dikirim kepada TAPD secara tetapi belum secara online. Transfer data antar instansi pemerintah masih menggunakan

flashdisk. “Kami (Pemkab) sudah memiliki SIMDA guna kelancaran

pembuatan RKA-SKPD. Adapun dalam prakteknya belum bisa online, sehingga dalam pertukaran data masih menggunakan flashdisk.” (Pujiyanto, Kasi Pengendalian Anggaran DP2KAD Kabupaten Karanganyar).

Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa pelatihan penggunaan sistem ini hanya dilakukan satu kali saja pada waktu pertama kali pengadaan peralatan tersebut. Pelatihan tersebut merupakan bagian dari kegiatan pengadaan, dan itupun hanya terbatas pada dua orang personel untuk tiap unit kerja. Sehingga dengan


(65)

keadaan ini, untuk mengoptimalkan penggunaan sistem yang ada seharusnya masing-masing unit kerja memberdayakan personel yang ikut dalam pelatihan tersebut dengan mengajarkan ilmunya kepada personel atau staf lainnya. “Pelatihan SIMDA pernah dilakukan di Aula Kabupaten pada tahun 2006. Kami melatih operator SIMDA untuk tiap-tiap SKPD. Pelatihan hanya dilakukan satu kali, namun jika ada perubahan peraturan, kami akan melakukan pelatihan lagi.” (Pujiyanto, Kasi Pengendalian Anggaran DP2KAD Kabupaten Karanganyar).

5. Evaluasi proses verifikasi RKA-SKPD

Verifikasi usulan RKA-SKPD dilaksanakan pada akhir bulan Oktober. Verifikasi dilaksanakan oleh tim teknis TAPD yang dibagi dalam tiga kelompok TAPD dengan waktu selama sekitar dua minggu. TAPD mempunyai tugas mengevaluasi setiap usulan RKA-SKPD yang totalnya mencapai 46 unit kerja dari seluruh unit kerja yang ada pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar. Verifikasi harus sudah diselesaikan selama dua minggu atau masih pada bulan oktober agar pengajuan Rancangan APBD kepada DPRD dapat dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditentutkan yaitu sekitar bulan November.


(66)

menyebabkan verifikasi dilakukan sampai malam hari. Dengan kondisi tersebut, faktor manusia seperti kelelahan, kebosanan dan lain akan sangat mempengaruhi ketelitian didalam proses verifikasi terhadap usulan anggaran unit kerja. Sehingga tentu saja hal ini juga akan mempengaruhi pada hasil verifikasi usulan anggaran yang dilakukan oleh tim teknis tersebut.

Verifikasi RKA-SKPD dilaksanakan secara beturut-turut sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh DP2KAD dan bertempat di kantor DP2KAD Kabupaten Karanganyar. Jadwal verifikasi biasanya dikirmkan ke masing-masing unit kerja beberapa hari sebelum pelaksanaan verifikasi. Verifikasi yang dilakukan untuk suatu unit kerja biasanya tidak cukup diselesaikan satu kali saja. Hal ini dikarenakan terkadang usulan yang diajukan unit kerja masih terdapat kesalahan-kesalahan yang harus diperbaiki atau direvisi, sehingga unit kerja harus memperbaiki dan diajukan pada kesempatan lain. Namun demikian, setelah verifikasi yang pertama, verifikasi (atau lebih tepatnya disebut konsultasi) selanjutnya dapat langsung dilakukan secara personal ke angota tim teknis TAPD di ruang kerjanya.

Kemampuan dan kesiapan unit kerja dalam membuat atau menyusun RKA-SKPD juga akan sangat mempengaruhi frekuensi konsultasi. Ada unit kerja yang harus bolak-balik melakukan konsultasi dengan anggota tim teknis karena RKA-SKPD nya selalu


(67)

salah, tetapi ada juga yang hanya beberapa kali melakukan konsultasi sudah dianggap benar oleh tim teknis.

Pembahasan RKA-SKPD unit kerja dengan tim teknis terkadang juga terjadi masalah yang ditimbulkan oleh ketidaksepahaman sesama anggota tim teknis sendiri. Ada anggota tim teknis yang pada waktu dilakukan konsultasi secara personal memberikan arahan atau koreksian tertentu dan segara dilaksanakan oleh unit kerja tetapi setelah hasil RKA-SKPD koreksian diajukan lagi ternyata disalahkan oleh anggota tim teknis lainnya. Sebagai akibatnya RKA-SKPD harus mengalami perubahan lagi yang berdampak pada penambahan waktu dan biaya. Kejadian ini menunjukan bahwa dalam tim teknis sendiri masih terdapat pemahaman yang berbeda dalam melakukan verifikasi terhadap RKA-SKPD. Sehingga hal ini mengindikasikan perlu adanya panduan dan aturan-aturan yang jelas bagi mereka dalam menjalankan tugasnya. “Memang biasanya terdapat ketidaksepahaman antar anggota TAPD, tetapi setelah ada rekonsiliasi, hal tersebut tidak menjadi masalah.” (Pujiyanto, Kasi Pengendalian Anggaran DP2KAD Kabupaten Karanganyar).

Dengan adanya penajaman usulan anggaran unit kerja, TAPD diberi kebebasan untuk melakukan pencoretan terhadap suatu kegiatan dan pemotongan usulan anggaran yang diajukan oleh suatu unit kerja


(68)

Setelah serangkaian verifikasi yang dilakukan oleh tim teknis terhadap usulan anggaran dari seluruh unit kerja selesai dilaksanakan, hasil verifikasi dibahas lagi dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota TAPD, untuk mempersiapkan Rancangan APBD. Dalam rapat tersebut, akan dibahas lagi pematangan RKA-SKPD hasil verifikasi. Dalam kesempatan itu, Bupati mempunyai peran dan otorisasi yang sangat besar dalam menentukan maupun merubah besarnya alokasi anggaran belanja untuk suatu proram atau kegiatan. Dengan adanya peran dan otorisasi yang sangat besar tersebut terkadang berakibat pada hasil verifikasi yang telah dilakukan oleh tim teknis justru tidak terpakai. “Apabila Bupati merasa ada hal yang perlu dikoreksi, maka Bupati akan mengembalikan kepada TAPD.” (Pujiyanto, Kasi Pengendalian Anggaran DP2KAD Kabupaten Karanganyar).

6. Evaluasi proses penetapan APBD

Setelah selesai dilakukan proses verifikasi RKA-SKPD, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyusun Raperda tetang APBD beserta lampiran-lampirannya yang hasilnya kemudian dikirimkan kepada DPRD untuk dimintakan pembahasan dan persetujuan. Dengan telah dikirimkan Raperda tentang APBD oleh pihak eksekutif, DPRD menyelenggarakan rapat Panitia Musyawarah (Panmus) untuk menentukan jadwal rapat-rapat pembahasan Raperda APBD. Untuk pembuatan jadwal, kewenangan penjadwalan


(69)

pembahasan Raperda APBD sepenuhnya menjadi hak dari pihak legislatif, namun biasanya pihak Eksekutif juga akan diminta untuk memberikan masukan.

Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, Bupati Kabupaten Karanganyar menyampaikan pidato pengantar Nota Keuangan tentang Raperda APBD didepan rapat paripurna DPRD tahap pertama. Setelah penyampaian pidato pengantar Nota Keuangan tentang Raperda APBD, langkah selanjutnya yaitu pembahasan Raperda APBD pada komisi-komisi. Dalam pembahasan ini, komisi-komisi di dewan akan mengundang dinas/instansi mitra kerjanya untuk melakukan pembahasan yang berkaitan usulan anggaran unit kerja yang telah diajukannya. Dalam rapat dengan komisi, unit kerja akan diminta keterangannya mengenai setiap detil usulan anggaran dari kegaitan-kegiatan yang direncanakan. Termasuk dalam tahap ini, akan dibahas diantaranya mengenai masalah indikator kinerja, kewajaran anggaran yang diajukan, urgensi kegiatan yang diusulkan dan masalah-masalah teknis lainya.

Setelah pembahasan di komisi telah selesai dilaksanakan, tahap selanjutnya yaitu akan diselenggarakan rapat paripurna tahap kedua. Pada rapat paripurna tahap kedua berisi penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Raperda APBD yang telah diajukan oleh


(1)

Misalnya dari hasil analisis tim ahli, pertumbuhan tahun mendatang diperkirakan 10%, artinya pertumbuhan anggaran belanja untuk tahun mendatang maksimal 10%.” (Catharina Nina Anggraeni, Kasubag Perencanaan DP2KAD Kabupaten Karangnyar).

Dari hasil wawancara diatas, kita dapat melihat bahwa penyusunan anggaran belanja hanya dibatasi maksimal 10% dari tahun lalu. Program-program yang dirasa penting bagi masyarakat, tetapi tidak masuk dalam prioritas tidak akan mendapatkan anggaran. Kemungkinan besar, hal inilah yang menyebabkan kekecewaan di masyarakat akan pemenuhan kebutuhan publik. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa tidak ada perubahan paradigma dalam penyusunan anggaran pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemerintah daerah menghadapi berbagai macam permasalahan politik, sosial, ekonomi yang datang secara bersamaan. Banyak masyarakat yang merasa tidak puas dengan kinerja pemerintah daerah karea mereka tidak mendapatkan kesejahteraan yang mereka inginkan. Disamping itu juga banyak dikeluhakn bagaimana pengalokasian anggaran antar proyek yang satu dengan proyek yang lain. Oleh karena itu, diperlukan adanya analisis terhadap sistem keuangan daerah termasuk sistem penganggaran yang ada di daerah.

Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar menggunakan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 sebagai landasan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap proses penyusunan anggaran belanja untuk TA 2007 s/d TA. 2009 menunjukan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar telah melaksanakan tahapan kegiatan dalam penysunan anggaran sesuai dengan yang diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007. Adapun masih terdapat aturan-aturan di dalam Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 yang belum dilaksanakan atau pelaksanaannya belum sesuai dengan ketentuan, sehingga berakibat pada waktu pelaksanaan tiap-tiap tahapan menjadi semakin pendek, penentuan indikator kinerja kegiatan yang


(3)

tidak cermat. Belum dilengkapinya aturan-aturan tersebut oleh Pemda menyebabkan hambatan pada saat proses penyusunan anggaran, baik pada saat pembuatan usulan RKA-SKPD oleh unit kerja maupun pada saat proses verifikasi oleh TAPD. Disamping itu dengan pendeknya waktu dalam penyusunan usulan SKPD unit kerja juga menyebabkan usulan RKA-SKPD dibuat dengan seadanya sehinga berakibat pada proses verifikasi yang dilakukan oleh TAPD kurang efektif dan efisien karena berulang kali harus disempurnakan oleh unit kerja.

Musrenbang yang seharusnya sebagai wadah untuk menjaring aspirasi masyarakat dari tingkat bawah, akhirnya berubah menjadi forum pengumuman Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar atas prioritas pembangunan tahun depan, dan prioritas pembangunan itu tidak berdasar pada kebutuhan masyarakat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Musrenbang hanya digunakan sebagai alat untuk melegitimasi proses penyusunan anggaran.

Disamping hal hal tersebut diatas, apabila dilihat dari segi sumber daya manusia, masih banyak para pelaku penyusun anggaran baik pada pihak eksekutif dari berbagai level manajemen maupun pihak legislatif yang belum benar-benar memahami mengenai substansi anggaran kinerja. Hal itu ditunjukan dengan kurangnya kepatuhan mereka terhadap aturan yang ada, serta kurang seriusnya pada pelaku penyusun anggaran dalam menjalankan peran masing-masing pada saat proses penyusunan anggaran. Kondisi ini mengindikasikan bahwa masih kurang kesiapan, kemampuan serta kemauan


(4)

dari pelaku penyusun anggaran baik pihak Eksekutif maupun Legislatif didalam menerapkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Hasil evaluasi terhadap alokasi belanja menunjukan bahwa jumlah anggaran belanja ke dalam unit kerja selama tiga tahun berturut-turut terus menerus mengalami kenaikan. Apabila dilihat dari proporsinya selama dua tahun, yaitu pada tahun 2007 dan 2008, masing-masing unit kerja selalu mempunyai jumlah proporsi anggaran belanja yang hampir selalu sama. Hal ini menunjukan bahwa kenaikan jumlah anggaran tiap tahunnya juga mempunyai proporsi yang hampir sama. Sempitnya waktu yang dimiliki unit kerja dalam penyusunan RKA-SKPD dan rendahnya kemampuan SDM dalam penyusunan anggaran kinerja menyebabkan banyak unit kerja yang hanya mengusulkan kegiatan hampir sama dari tahun sebelumnya. Anggaran yang diajukan hanya dilakukan dengan cara merubah volume dan menambah jumlah anggaran dari tahun sebelumnya dengan prosentase tertentu. Hal ini menunjukan bahwa dasar alokasi anggaran yang digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar masih menggunakan dasar incremental. Penyusunan anggaran yang masih menggunakan metode incremental dan penetapan prioritas yang tidak jelas membuat outcome yang dihasilkan menjadi tidak optimal. Sebagai akibatnya, masih banyak masyarakat yang kecewa dengan kinerja pemerintah daerah. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa tidak ada perubahan paradigma dalam penyusunan anggaran pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar.


(5)

B. Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini memiliki keterbatasan pada subjektivitas responden.

Keterbatasan ini membuat penelitian rentan terhadap biasnya jawaban responden. Untuk itu temuan dalam penelitian ini harus dimaknai dengan hati-hati.

2. Berdasarkan pengamatan peneliti, banyak sekali informasi yang enggan

diungkapkan oleh beberapa responden. Hal ini dikarenakan rasa takut untuk membuka terlalu banyak informasi privat ke publik. Adapun peneliti sudah memberikan penekanan bahwa penelitian ini hanya untuk kepentingan akademis, bukan untuk dipublikasikan.

3. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, sehingga

penelitian ini memiliki validitas eksternal yang rendah. Dengan demikian, penelitian ini memiliki kemampuan generalisasi yang rendah.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang telah disampaikan dalam penelitian ini, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya mencakup evaluasi terhaap proses penyusunan

anggaran saja. Untuk penelitian selanjutnya, penelitian dapat diperluas dengan mengevaluasi pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Sehingga dari hasil evaluasi penyusunan, pelaksanan dan


(6)

pertanggungjawaban, akan didapat gambaran yang lebih jelas mengenai pengelolaan keuangan daerah.

2. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan metode survey untuk

membuktikan keefektifan impelementasi dan melengkapi hasil temuan dalam penelitian ini.

3. Penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan di daerah lain dengan


Dokumen yang terkait

Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

10 82 122

Pengaruh Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah ( Apbd) Terhadap Pengalokasian Belanja Daerah Di Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang

6 97 79

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN

0 6 78

Evaluasi penyusunan Anggaran Dan Realisasi Anggaran Belanja pada Pemerintah Daerah (studi kasus pada Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta periode 2012-2014).

5 23 125

Evaluasi implementasi anggaran pendidikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah studi kasus di Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman.

0 2 156

EVALUASI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN BELANJA DAERAH TAHUN 2010-2014 :STUDI KOMPARATIF KABUPATEN KARANGANYAR DAN KABUPATEN SRAGEN.

0 0 13

EVALUASI KEBIJAKAN ANGGARAN BELANJA NEGA

0 0 19

ANALISIS KEUANGAN DAERAH PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 (STUDI KASUS PADA PEMERINTAH KABUPATEN BERAU)

1 6 11

Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 1 29

Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 5 12