commit to user
pihak agenlah yang memegang kendali operasional di lapangan. Sehingga pihak agen lebih memilih alternatif yang menguntungkannya, dengan
mengelabuhi dan membebankan kerugian pada pihak principal.
F. Teori Pilihan Publik dan Kekuasaan
Teori pilihan publik memandang bahwa inti dari analisis adalah pelaku-pelaku individu, baik yang bertindak sebagai anggota dari partai
politik, kelompok kepentingan, atau birokrasi, baik ketika individu itu bertindak sebagai pejabat yang diankat lewat pemilu atau sebagai warga biasa
atau sebagai pemimpin perusahaan. Di arena politik para politisi dan birokrat bertindak semata-mata untuk memperbesar kekuasaan yang dimiliki.
Perspektif ini bagi teori pilihan publik adalah hasil dari interaksi politik di antara para pelaku rasional yang ingin memaksimalkan keuntungan bagi
dirinya sendiri Caparasso dalam Taufiq dan Iskandar 2010. Kekuasaan merupakan bentuk pengungkapan dari ide bahwa ide
seseorang dapat mencapai tujuan maka ia harus melakukan sesuatu untuk mempengaruhi dan mengubah lingkungan sekitarnya. Menurut Caparaso
dalam Taufiq dan Iskandar 2010, semua konsep kekuasaan didasarkan pada ide tentang tujuan atau kepentingan. Ketika kepentingan ini didasari oleh
pelaku yang membuat keputusan yaitu ketika pelaku secara sadar berusaha mengejar kepentingan mereka maka dapat disebut sebagai kebutuhan wants,
pilihan preference, atau tujuan goal. Adapun ketika para pelaku tidak sadar
commit to user
tentang pentingnya berbagai dampak tertentu bagi dirinya, maka kita dapat menyebutnya sebagai kepentingan interest.
G. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai evaluasi penyusunan anggaran berbasis kinerja diantaranya adalah penelitian Crain dan O’Roack 2004 menemukan
kehadiran anggaran berbasis kinerja baru dapat menurunkan belanja total dari negara bagian setidaknya sebesar 1,3 dari pendapatan di negara bagian, dan
2 per kapita. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil survey yang dilakukan oleh Willougby dan Melkers 2000 terhadap penganggar di 49 negara bagian,
baik eksekutif maupun legislatif. Tanggapan para responden dalam survey tersebut belum mengindikasikan adanya kemajuan implementasi dalam
mempengaruhi aprosiasi yang dapat dikaitkan langsung dengan outcome dalam implementasi anggaran berbasis kinerja, hanya mendapat sedikit respon
yaitu sepertiga dari eksekutif dan 43 dari legislatif yang berpendapat setuju dan sangat setuju. Demikian juga atas pertanyaan efektivitas anggaran
berbasis kinerja merubah tingkat apropriasi, rata-rata tanggapan sampel hanya menunjukan 1,54 dari skala likert 1 sampai 4.
Penelitian lain tentang anggaran berbasis kinerja yang mengindikasikan adanya kemajuan diantaranya dari survey yang sama
dilakukan oleh Willougby dan Melkers 2001, menemukan bahwa secara keseluruhan implementasi anggaran berbasis kinerja telah memberikan
dampak perbaikan pada efektivitas program lembaga dan pengambilan
commit to user
keputusan dalam pemerintah. Sementara Jordan dan Hackbart 1999 dalam penelitiannya atas status anggaran berbasis kinerja diimplementasikan, maka
pencapaian standar kinerja akan mempengaruhi rekomendasi dalam angaran gubernur eksekutif dan kinerja dapat mempengaruhi pendanaan tahun
berjalan setelah aproriasi awal. Broom 1995 menyimpulkan bahwa pemberian informasi kinerja
dalam proses penganggaran, walaupun tidak mentransformasikan proses keputusan, namun memberikan nilai tambah pada pertimbangan. Konsisten
dengan hal tersebut, Wang 2000 menemukan bahwa penggunaan pengukuran kinerja dalam penganggaran dipandang memiliki dampak positif
pada kinerja organisasi. Penggunaan pengukuran kinerja dalam penganggaran disimpulkan dapat berdampak pada pemerintah, menentukan tujuan
organisasi, memonitor praktik manajemen, dan dalam beberapa kasus membuat alokasi anggaran. Sedangkan penelitian Cavaluzo dan Ittner 2004
menunjukan pengukuran kinerja merupakan kepatuhan terhadap akuntabilitas laporan keuangan publik.
Terkait implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap terciptanya pengambilan keputusan pada dasarnya mendukung untuk terciptanya
pengambilan keputusan yang lebih rasional secara rasional. Penelitian Goodman dan Clynch 2004 atas pengambilan keputusan anggaran oleh
analis anggaran baik dari eksekutif maupun legislatif mendukung bukti dari penelitian-penelitian sebelumnya yang membenarkan kompleksitas faktor-
faktor yang mempengaruhi keputusan analis anggaran.
commit to user
Di Indoensia, Asmadewa 2006 melakukan penelitian tetang faktor- faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi anggaran berbasis kinerja
menunjukan bahwa yang meneliti faktor sumber daya dan informasi terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja pemerintah pusat. Hasil dari
penelitian ini menunjukan adanya pengaruh yang signifikan pada faktor sumber daya dan informasi terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja
di pemerintahan pusat. Isbanianto 2007 melakukan penelitian mengenai evaluasi APBD di
Pemerintah Kota Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa tahap-tahap proses penyusunan anggaran pada Pemerintah Kota Yogyakarta sudah sesuai
dengan ketentuan dalam Kepemendagri No. 29 Tahun 2002. Adapun setiap tahapan telah dilaksanakan namun Pemerintah Kota Yogyakarta belum
melaksanakan aturan-aturan dalam Kepemendagri No. 29 Tahun 2002 dengan konsisten. Hal ini dapat dilihat dengan belum sesuainya dalam jadwal waktu
dan indikator kinerja, serta belum dibuatnya Standar Analisis Belanja SAB sebagai sebuah ketentuan dalam penyusunan anggaran kinerja.
Taufiq dan Iskandar 2010 mengevaluasi mengenai kemungkinan incumbent memanfaatkan APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja,
untuk mencalonkan kembali dalam pemilihan umum kepala daerah pemilukada. Peneliti menggunakan Proporsi Belanja Bantuan Sosial dan
Proporsi Belanja Hibah sebagai indikator penggunaan anggaran oleh Kepala Daerah. Penelitian tersebut berhasil menunjukan bahwa incumbent
memanfaatkan APBD untuk pencalonannya kembali sebagai kepala daerah.
commit to user
Ariesta dan Taufiq 2010 mengevaluasi faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan dalam penyusunan APBD. Penelitian tersebut
telah mengidentifikasi terdapat 5 faktor yang merupakan faktor penyebab terjadinya keterlambatan dalam penyusunan APBD. Kelima faktor tersebut
terdiri dari faktor hubungan eksekutif dan legislatif, faktor latar belakang pendidikan, faktor indikator kinerja, faktor komitmen, dan faktor penyusunan
APBD.
commit to user
BAB III METODE PENELITIAN