Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia tercinta adalah sebuah negara hukum rech staat bukan negara kekuasaan mach staat, berdasarkan ideologi pancasila dan Undang- undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia HAM serta menjamin segala hak warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan. 1 Sudah berabad-abad lalu Indonesia yang terdiri dari gugusan berbagai pulau baik besar maupun kecil yang jumlahnya tidak kurang 13.000 buah sepanjang garis katulistiwa, dijuluki sebagai untaian zamrud yang amat mempesona merupakan daya pikat yang mengundang kekaguman banyak kalangan Nasional dan Internasional. Berbagai jenis sumberdaya alam atau panorama indah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, sungguh merupakan modal yang tak ternilai harganya. Indonesia sebagai negara kepulauan, sarana maritim yang tangguh merupakan keharusan yang tak mungkin ditawar, disamping itu untuk memenuhi tuntutan sarana transportasi yang relatif lebih cepat, yakni lewat udara, juga merupakan kebutuhan yang tak bisa di abaikan. Sehubungan dengan itu, maka peran pesawat udara selaku alat trasportasi akan menjadi alternatif yang strategis. Harus diakui bahwa angkutan lewat udara memiliki krakteristik dan keunggulan tersendiri kalau dibandingkan dengan jenis transportasi lainnya 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan perubahannya. Indonesia sebagai negara yang memiliki sarana dan prasarana transportasi yang lengkap baik di darat, di laut dan di udara. Dengan luasnya negara ini maka perlu adanya sarana dan prasarana yang memadai. Sebagai bukti bangsa berkembang, transportasi mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam memantapkan perwujudan wawasan nusantara, mampu memperkokoh pertahanan nasional dan mempercepat hubungan antar bangsa dalam rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. pertumbuhan ekonomi dan politik negara yang dipengaruhi oleh perkembangan transportasi domestik sangat signifikan. Ciri masyarakat yang lebih maju adalah mobilitas manusia, barang dan jasa. Penerbagngan sebagai salah satu alat transportasi tidak dapat dipisahkan dari alat- alat transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional yang dinamis, dituntut untuk mampu mengadaptasi kemajuan yang makin pesat berkembang. Dengan memiliki karakteristik mampu mencapai tujuan dalam waktu singkat, berteknologi tinggi dan ditunjang dengan tingkat keselamatan yang memadai. Sehingga mampu mengatasi kendala kemajuan zaman yang pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan modern ini, tidak menutup kemungkinan tindak pidana dapat terjadi dibidang sarana dan prasarana penerbagan yang memiliki teknologi tinggi, jelas memberikan pertanda bahwa sarana angkutan udara pada masa- masa mendatang akan semakin penting kedudukannya dalam sketsa kehidupan bangsa Indonesia. Untuk mendukung itu semua amat diperlukan suatu kebijakan Nasional yang sifatnya dapat mengintegrasikan dan mendinamisasikan segala unsur pendukung transportasi udara, baik yang menyangkut sarana, prasarana, peraturan perundangan, maupun lainnya. Hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di Indonesia, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menetukan perbuatan-perbuatan, mengacu pada pengertian teoritik, menurut Prof. Muljanto, S.H., hukum pidana adalah hukum yang menjadi bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk: 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, disertai ancaman atau sangsi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut; 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.; dan 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut 2 Begitu pula dalam ajaran Islam, cukup banyak ayat al-Qur’an maupun Hadits yang berkaitan tentang hukum pidana untuk saling menghormati dan memelihara jiwa manusia hifdz al-nafs. Jiwa, meskipun merupakan hak asasi manusia tetapi ia adalah anugerah dari Allah SWT. 3 Oleh karenanya, seseorang sama sekali tidak berwenang dan tidak boleh melenyapkan tanpa kehendak dan aturan Allah sendiri. Di antara firman Allah yang menyinggung soal jiwa atau nafs adalah: ﺮ ا نﻮ راﻮـ ا و و ﺎﱠإ و : Artinya: “Dan sesungguhnya benar-benar kamilah yang menghidupkan dan mematikan, dan kami pulalah yang mewarisi ” QS. al-Hijr: 2. 2 Prof, Muljanto, SH. Azaz-azaz Hukum Pidana, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1993, h. 1 3 Chuzaimah Tahido Yanggo dan Hafidz Anshory, Problematika Hukum Islam Kontemporer IV, Jakarta, PT Pustaka Firdaus, 2002, cet ke III, h. 69 ا ﺎ أ و تﺎ أ ﻮه ﻪﱠإ و : ٤٤ Artinya: “Dan bahwasanya dialah yang mematikan dan menghidupkan” QS. al-Najm: 44. Agar supaya manusia tidak memandang murah terhadap jiwa manusia, maka Allah memberikan ancaman bagi mereka yang meremehkannya. Tindakan merusak atau menghilangkan jiwa milik orang lain maupun jiwa milik sendiri adalah perbuatan melawan hukum Allah. Tindakan menghilangkan jiwa hanya diberikan kepada lembaga peradilan Pemerintah Islam sesuai dengan aturan pidana Islam. Ini pun dilakukan dalam rangka memelihara dan melindungi jiwa manusia secara keseluruhann. Sebagaimana tergambar dalam firman Allah SWT dalam surat al- Baqarah ayat 179: ةﺮ ا ناﻮ ﱠ ﻜﱠ ﻷا ؤﺂ ةﻮ صﺎ ا ﻜ و : Artinya: “Dan dalam Qishash itu terdapat jaminan kelangsungan hidup bagimu, hai orang- orang yang berakal supaya kamu bertakwa” QS. al-Baqarah: 179 Begitu besarnya penghargaan Islam terhadap jiwa, sehingga segala perbuatan yang merusak atau menghilangkan jiwa manusia diancam dengan hukuman yang setimpal Qishas atau Diyat. Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, dalam implementasinya tidak begitu saja menerapkan hukum syari’at tentang kejahatan yang terjadi dalam sarana dan prasarana penerbangan. Proses dialektika sosial dan kreatifitas produk hukum manusia tidak harus selalu dieliminasi, dibasmi atau dianggap musuh yang membahayakan. Melainkan sebagai partner dan element yang harus diadopsi secara selektif dan proporsional. Melalui penelitian skripsi ini semoga dapat menjadi acuan untuk lebih memahami kejahatan yang berkenaan dengan sarana dan prasarana penerbangan khususnya pembajakan pesawat udara. Setelah perang dunia kedua, kemajuan teknologi pesawat udara sangat pesat dan dapat dibuatnya motor penggerak yang sangat kuat seperti mesin jet dan turbo jet. Secara komersial penggunaannya bukan hanya terbatas pada pengangkutan penumpang saja, tetapi semua jenis barang yang sangat banyak. Ini semua menuntut kemajuan dibidang penerbangan, apalagi ditambah dengan perkembangan helikopter 4 . Telah kita ketahui bahwa didalam perkembangan penerbangan tidak hanya terbatas pada penerbangan komersil saja, tetapi juga meliputi penerbangan non komersil. Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan: “penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan penerbangan, serta kegiatan dan fasilitas lain yang terkait”. Sedangkan yang dimaksud dengan penggunaan pesawat terbang secara komersil adala, menurut SK Menteri perhubungan No. SK. 13S1971 tentang syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan mengenai penggunaan pesawat terbang secara komersil di Indonesia, dalam pasal 1 ayat 1 menyatakan “ penggunaan pesawat terbang secara komersil ialah usaha pengangkutan melalui udara dari penumpang-penumpang, barang-barang dan pos, atau kegiatan keudaraan lain dengan memungut bayaran”. 5 Pembentukan peraturan-peraturan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan nasional yang hanya bisa terwujud apabila didukung oleh cara dan 4 R. Ali Ridh. SH. Hukum dagang tenttang aspek-aspek hukum asuransi udara dan perkembangan perseroan terbatas Bandung, PT Remaja Karya, 1984 h. 5 5 R. Ali Ridh. SH. Hukum dagang tenttang aspek-aspek hukum asuransi udara dan perkembangan perseroan terbatas Bandung, PT Remaja Karaya, 1984 h. 158 metode yang relevan, dalam Islam membuat kerusakan atau merugikan orang lain adalah perbuatan yang sangat tercela secara moral kemanusiaan, karena akan membahayakan kelangsungan hidup manusia, juga merupakan perbuatan yang dilarang oleh agama. Seperti dalam firman Allah SWT surat al-Qashas ayat 77: ☺ ☯ ☺ ⌧ ☺ Artinya: “Dan carilah pada apa yang dianugrahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Dalam rangka penegakan hukum dan menjamin kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia.sesuai dengan tujuan dibuatnya undang-undang di Indonesia dan sesuai dengan sifat dasarnya agama Islam yang menyukai kesejahteraan dan kedamaian. Dalam Islam tindak pidana kejahatan penerbangan dikenal dengan istilah Ta’zir, yaitu suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’ dan diserahkan kepada pemerintah ulil Amri untuk menetapkannya. 6 Hukuman ta’zir dapat dijatuhkan apabila hal itu dikehendaki oleh kemaslahatan umum, meskipun perbuatan awalnya bukan maksiat melainkan mubah, perbuatan-perbuatan yang termasuk kelompok ini tidak dapat ditentukan sebab perbuatan tersebut tidak diharamkan karena zatnya melainkan karena sifatnya. Apabila sifat tersebut ada, maka perbuatannya mubah sifat yang menjadi alasan illat 6 Drs, H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, h. 249. dikenakan atas hukuman tersebut adalah membahayakan atau merugikan kepentingan umum. Melihat beberapa permasalahan tersebut diatas itulah, sebagai mahasiswa fakultas syariah dan hukum, Penulis merasa berkepentingan membahas persoalan ini. yang menarik perhatian penulis serta menjadi alasan bagi penulis untuk menulis judul skripsi tentang “TINDAK PIDANA PEMBAJAKAN PESAWAT UDARA MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF” dalam sebuah skripsi sebagai tugas akhir jenjang S1 yang ditempuh penulis.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah