e. Pasal 479p yang berisi memberikan informasi yang tidak benar yang dapat
membahayakan keselamatan penerbangan yang juga sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 e Konvensi.
F. Pesawat Udara Sebagai Objek Hukum
3. Batasan Pesawat Udara
Batasan pesawat udara aircraft dalam arti luas mencakup segala macam pesawat udara seperti pesawat terbang, kapal terbang, helikopter, pesawat terbang
laying, balon yang bebas dan dapat dikendalikan seperti yang digunakan untuk bidang metreologi.
14
Perlu dikemukakan bahwa dalam menggunakan batasan pesawat udara adalah penting untuk memperhatikan kriteria pokok, yaitu:
a. Kemampuan suatu pesawat udara untuk bergerak dalam ruang
udara, dan b.
Kemampuan suatu pesawat udara untuk mengangkut orang dan barang.
15
Disamping kriteria tersebut diatas menurut tujuan penggunaan pesawat udara, terdapat pula kriteria yang melihat pada sifat jasa penerbangan pesawat
udara tersebut, kriteria lain adalah mengaitkan pesawat udara dengan status pihak
14
Priyatna Abdurrasyid, Kedaulatan Negara Di Ruang Udara, Bandung: Bina Cipta, 1972, cet. I, h. 41
15
Mieke Komar Kantaatmadja, lembaga Jaminan Kebendaan Pesawat Udara Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Udara,
Bandung: PT. Alumni, 1989, cet. I, h. 26
pemilik pesawat udara, yaitu apakah dimiliki Negara, perseorangan, atau badan hukum lainnya.
16
Suatu masalah yang dapat dikemukakan berkaitan dengan kriteria di atas, adalah: apabila suatu pembajakan terjadi diatas pesawat udara, maka diperlukan
hukum apa yang digunakan, apakah hukum Negara yang memiliki pesawat tersebut atau hukum internasional. Untuk mengatasi penyelesaian hukum yang
terjadi diatas udara. 4.
Status Hukum Pesawat Udara
Mengenai pembahasan status hukum pesawat udara sebagai obyek hukum, dalam lingkup baik hukum Nasional maupun hukum Internasional, atau lebih
tepat pesawat udara sebagai objek hukum dari hukum nasional yang diakui dalam hukum Internasional, mengutip pandangan ahli hukum angkasa yang ternama,
yaitu, J. C. Cooper, yang berpendapat bahwa pembahasan tentang status hukum suatu pesawat udara, dapat ditinjau dari segi:
a. Status hukum pesawat udara dalam hukum publik, dan
b. Status hukum pesawat udara dalam hukum perdata.
17
Menurut J. C. Cooper, hal pertama akan mempermasalahkan hubungan hukum antara suatu pesawat udara dengan suatu negara tertentu. Karena, masalah
status hukum pesawat udara dalam hukum publik, yang berkaitan dengan pemberian tanda nasionalitas, dan tanda registrasi pesawat udara adalah amat
16
Ibid, h. 26-27
17
Ibid, h. 30
penting. Hal ini akan menentukan hukum nasional mana yang menguasai peswat udara dalam hubungan hokum publik, yang diakui pula oleh hukum internasional.
Dalam Undang-undang penerbangan Indonesia juga di perjelas pada bab v pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara serta penggunaannya sebagai jaminan,
yaitu: Pasal 9
1. Pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda
pendaftaran. 2.
Pesawat udara sipil yang dapat memperoleh tanda pendaftaran Indonesia adalah pesawat udara yang tidak didaftarkan di negara lain
dan memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut : a.
dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia;
b. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan
dioperasikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal dua tahun
secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha atau bentuk perjanjian lainnya;
c. dimiliki oleh instansi Pemerintah;
d. dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan Pemerintah.
3. Ketentuan mengenai pendaftaran pesawat udara sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat 2 dan pendaftaran pesawat udara Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10 1
Selain tanda pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1, pesawat terbang dan helikopter yang dioperasikan di Indonesia
wajib mempunyai tanda kebangsaan. 2
Tanda kebangsaan Indonesia hanya diberikan kepada pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia.
3 Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh dan mencabut tanda
kebangsaan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan jenis-jenis pesawat terbang dan helikopter tertentu yang dapat
dibebaskan dari kewajiban memiliki tanda kebangsaan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11 1
Dilarang memberi atau mengubah tanda-tanda pada pesawat udara sipil sedemikian rupa sehingga menyerupai pesawat udara negara.
2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya berlaku
terhadap pesawat terbang dan helikopter. Pasal 12
1 Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda
pendaftaran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani hipotek.
2 Pembebanan hipotek pada pesawat terbang dan helikopter
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus didaftarkan.
18
18
Departemen Perhubungan, Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Jakarta: Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, tt, h. 4-5
BAB III TINDAK PIDANA PEMBAJAKAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM