Pembentukan Yukaku Kebijakan Pemerintah yang Mempengaruhi Baishun

14 di kampung tidak mempunyai pilihan lain selain menjadi pelacur Pangastoeti 2009:141.

2.2.2 Pembentukan Yukaku

Istilah yang paling umum bagi seorang wanita yang bekerja di sebuah rumah bordil yukaku yang berarti wanita yang bermain, yu berasal dari kata kerja asobu yang berarti untuk bermain Swington 1995:58. Gadis-gadis dan wanita yang bekerja disana mendapat pemeriksaan kesehatan dan makanan dan tempat tinggal sebagai imbalan untuk menjual tubuh mereka, tetapi mereka dijual kerumah bordil untuk setidaknya sepuluh tahun, yang setidaknya menjadi standar. Untuk pekerjaan yang mereka tampilkan, mereka mendapat seperti uang muka untuk layanan sepuluh tahun, tetapi mereka berusaha mencari pelamar kaya yang bersedia membayar untuk pembebasan mereka dan menjadi gundik atau istri. Kebanyakan yujo ini berhasil keluar lebih awal, karena selama zaman Edo pria kalah jumlah dari wanita, dan bahkan untuk “bebek jelek”, menemukan seorang pria untuk menikah bukan perbuatan susah Helgadottir 2011:36. Untuk yujo dari rumah bordil di Yoshiwara, kehidupan seorang gadis dimulai saat tiba di rumah bordil, dimana dia diperiksa oleh dokter dan dinyatakan siap untuk mulai bekerja. Biasanya gadis- gadis mendapat gelar kamoro gadis- gadis remaja pembantu perempuan kelas atas tapi setelah terus menerus dinilai, mereka mendapat peringkat yujo, yang berarti bahwa mereka bisa memulai pembelajaran mereka, tetapi dalam istila itu ada berbagai jajaran yang diberikan secara teratur tergantung pada nilai mereka untuk yukaku tersebut. Kehormatan tertinggi dari yujo biasanya dijuluki ta yu, status yang begitu tinggi dan pria sangat Universitas Sumatera Utara 15 mengincar perhatian mereka. Tepat dibawah mereka adala koshi yang mengira mereka juga berpangkat tinggi tetapi hanya sepertiga dari harga tayu. Berikutnya adalah sancha , perempuan yang dulunya bekerja sebagai pelayan di rumah teh tetapi ternyata pelacur dan biaya mereka adalah sepertiga dari koshi. Wanita yang berasal dari salah satu dari tiga yang disebutkan diatas biasa menyebut diri mereka oira n pangkat tinggi pelacur, tetapi dibawah mereka ada tsubone, pelacur yang bekerja dari kamar mereka sendiri dan yang terendah adalah hashi yang biayanya begitu sedikit, sekitar seperseratus dari harga tayu Helgadottir 2011:37. Toyotomi Hideyoshi membangun yukaku dengan alasan mengumpulkan banyaknya yujo yang berkeliaran di kota guna merapikan Osaka dan Kyoto dan mengawasi yujo lebih efisien. Yukaku pertama di Jepang dibangun di Osaka dan Kyoto. Ini adalah asal-usul Shimabara Yukaku di Kyoto dan Shinamachi Yukaku di Osaka dan nantinya dipanggil “Tiga Yukaku Besar” bersama-sama dengan Yoshiwara Yukaku di Edo. Pada zaman Edo, Tokugawa membangun Yoshiwara Yukaku. Yoshiwara adalah rumah bordil yang paling terkenal di zaman Edo. Pada tahun 1612 pengusaha sebuah rumah bordil yang bernama Jin’emon mengajukan petisi kepada keshogunan Tokugawa meminta pemerintah baru untuk mengenali bisnis dan memberinya sebidang tanah dimana ia dan rekan-rekannya bisa menjalankan perdagangan mereka. Dia menyusun penjelasannya dengan hati- hati. Ketika rekan- ekannya telah mengajukan petisi ke shogun untuk diakui sebagai serikat pada tahun 1605, para hakim telah menjawab bahwa mereka tidak melihat alasan untuk memperpanjang hak-hak istimewa untuk pengusaha rumah bordil. Kali ini Universitas Sumatera Utara 16 Jin’emon ingin memastikan bahwa permintaannya akan dipertimbangkan, sehingga ia mengajukan banding terhadap kepentingan keshogunan dalam melestarikan tatanan sosial dan politik. Pertama, dia mengambil stok situasi di pertumbuhan kota benteng, yang memiliki peningkatan pesat dan populasi didominasi oleh kaum laki-laki. Ini telah menciptakan permintaan yang kuat terhadap jasa seks, yang pengusaha rumah bordil bersemangat menyediakannya. Tapi, perdagangan seks yang tidak diatur menyebabkan sejumlah masalah, yang dipastikan Jin’emon untuk menguraikan secara rinci; gadis-gadis muda dari keluarga “baik” bisa diculik dan dijual kerumah bordil, samurai bisa merencanakan pemberontakan di apartemen pribadi pelacur, dan pedagang magang bisa menghamburkan- hamburkan upah mereka dengan pesta pora bersama wanita. Setelah menekankan bahaya meninggalkan pasar yang berkembang tidak diatur, Jin’emon mengusulkan solusi: jika shogun memberinya sebidang tanah dan monopoli pada perdagangan seks, dia akan menjamin menahan bahaya ini. Sebagai gambaran etikad baik, pemilik bordil akan m embatasi operasi mereka yang baru dibuat “kuartal kesenangan” dimana mereka akan merekam datang dan perginya pelanggan dan melaporkan kegiatan yang mencurigakan. Permintaan Jin’emon bukan tanpa presenden, pada tahun 1589, 2 samurai tidak bertuan ronin telah mengajukan proposal yang mirip kepada Hideyoshi yang menguasai ibukota Kyoto, dan Hideyoshi memberikan mereka sebuah hadiah menguntungkan yakni tanah dipusat kota, Jin’emon mengharapkan penyelesaian serupa di Edo. Setelah menunggu jawaban selama 5 tahu n, akhirnya pada tahun 1617 pemerintah memberikan permintaannya, memberikannya sebidang tanah yang nyaman tapi berawa di pinggiran kota. Menjelaskan bahwa Universitas Sumatera Utara 17 hadiah itu bergantung pada tawaran Jin’emon membatasi kekacauan yang terkait dengan baishun. Shogun menegaskan bahwa pemilik bordil harus mematuhi peraturan sumtuary, tindakan memantau pelanggan, dan melarang perempuan mereka untuk bekerja di luar kabupaten Stanley 2012:45-46.

2.2.3 Pembentukan rumah bordil pasca perang dunia II