25
II.3. METODE PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR
II.3.1. Sejarah dan Prinsip Perkerasan Jalan Sebelum secanggih sekarang ini, perencanaan perkerasan jalan memiliki latar
belakang sejarah. Melihat perkembangannya seperti sekarang ini, perkerasan jalan dulunya hanya terbuat dari pasangan batu yang dipilih ukuran dan bentuknya
kemudian disusun sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti jalan yang memiliki bentuk yang berbeda dengan tanah biasa. Hal ini dibuat karena perkembangan
manusia dahulu dalam mencari kebutuhan hidup sangat sulit apabila hanya dengan berjalan kaki. Untuk itu dipergunakan alat transportasi dengan memperkerjakan
hewan sebagai alat transportasi tersebut. Teknologi perkerasan jalan dapat mulai berkembang pesat sejak
ditemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum Masehi di Mesopotamia dan zaman keemasan Romawi. Perencanaan perkerasan jalan pada masa itu sedikit lebih baik
dari zaman alat transportasi hewan yang hanya terdiri dari pasangan batu. Pada zaman tersebut sudah menggunakan prinsip tebal perkerasan, walau lebih tebal dari
perencanaan perkerasan saat ini. Dan pada zaman itu belum menggunakan aspal atau semen sebagai perekat perkerasan jalan. Setelah pada zaman ditemukannya roda,
muncul lah nama yang dapat dikatakan sebagai bapak perkerasan jalan, yaitu Thomas Telford dan John Lauden Macadam.
Menurut Washington State Department of Transport WSDOT dalam buku Silvia Sukirman 2010, Thomas Telford 1757
– 1843 dari Skotlandia, seorang ahli tentang batu, membangun jalan di atas lapisan tanah dasar dengan kemiringan tidak
lebih dari 1:30. Struktur perkerasan di atas tanah dasar terdiri dari 3 lapis dengan
26
tebal total antara 35 – 45 cm. Ciri khas Telford adalah lapisan batu dibangun di atas
tanah dasar dimana lapis pertama terdiri dari batu besar dengan lebar 10 cm dan tinggi 7,5
– 18 cm, lapis kedua dan ketiga terdiri dari batu dengan ukuran maksimum 6,5 cm tinggi lapis kedua dan ketiga sekitar 15
– 25 cm, dan paling atas diberi lapisan aus dari kerikil dengan ukuran 4 cm. Lapisan perkerasan ini diperkirakan
mampu memikul beban 88 Nmm lebar.
Gambar 2.3 Perkerasan Telford Jhon L. Macadam 1756
– 1836 orang Skotlandia, mengamati bahwa pada saat itu kebanyakan perkerasan jalan dibangun dengan menggunakan batu bulat. Oleh karena
itu, dia memperkenalkan struktur perkerasan yang dibangun dari batu pecah. Disamping itu, Macadam memperhatikan juga kebutuhan drainase dengan membuat
struktur perkerasan di atas lapisan tanah dasar yang memiliki kemiringan lapisan Telford dibangun di atas lapisan tanah dasar yang hampir rata. Keistimewaan lain
dari perkerasan Macadam adalah memperkenalkan penggunaan batu pecah ukuran kecil maksimum 2,5 cm untuk membuat permukaan perkerasan rata. Batu pecah
dengan ukuran maksimum 7,5 cm diletakkan di atas lapisan tanah dasar dalam dua lapis. Tebal total kedua lapis adalah 20 cm. Lapisan aus dibangun dengan ketebalan
sekitar 5 cm terdiri dari agregat berukuran maksimum 2,5 cm. Jadi tebal total struktur
27
perkerasan Macadam adalah 25 cm, lebih tipis dari perkerasan Telford. Lapisan perkerasan Macadam diperkirakan mampu memikul beban 158 Nmm lebar.
Gambar 2.4 Perkerasan Macadam Setelah desain perkerasan jalan Telford dan Macadam, desain perkerasan
jalan semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Mulai tahun 1900-an mulai banyak perkembangan jalan yang dikembangkan oleh berbagai peneliti di dunia.
Perencanaan perkerasan dikembangkan dengan menitikfokuskan kekuatan struktur perkerasan dalam menerima beban kendaraan. Karena volume lalu lintas yang
semakin meningkat, perencanaan desain perkersan jalan semakin disesuaikan dengan mengevaluasi kinerja permukaan jalan yang telah lalu. Metode yang dipergunakan
dalam titik fokus kekuatan suatu perencanaan perkerasan berdasarkan serviceability indeks kualitas pelayanan perkerasan yang dikembangkan berdasarkan percobaan
test track. Pada tahun 1960-an The AASHO Road Test melakukan eksperimen dimana eksperimen inilah yang menjadi panduan metode AASHTO. Metode ini
dikembangkan dengan cara uji laboratorium atau percobaan tes lajur dengan kurva model yang dilengkapi dengan parameter-parameter tertentu sebagai datanya dikenal
dengan metode empiris. Metode empiris ini hanya berlaku untuk bahan-bahan
28
tertentu dan kondisi iklim sesuai dengan percobaan yang dilakukan di tempat metode tersebut dikembangkan.
Semakin berkembangnya teknologi, semakin berkembang pula metode desain perkerasan jalan. Yang sebelumnya metode desain hanya memakai prinsip kekuatan
struktur dengan menggunakan tebal yang berbeda-beda disetiap lapis perkerasan, saat ini beberapa metode muncul bersamaan dengan penggunaan material perkerasan baru
dalam desain perkerasan jalan. Parameter desain yang baru dalam perencanaan perkerasan jalan diperlukan untuk memasukkan mekanisme kegagalan metode
kegagalan. Dengan kata lain, dalam merencanakan perkerasan jalan selain mengharapkan kekuatan struktur yang baik, perencanaan harus mempertimbangkan
bentuk kegagalan perkerasan tersebut, misalnya kelelahan retak dan deformasi permanen dalam kasus beton aspal. Contoh metode yang menggunakan prinsip
kegagalan ini adalah metode yang dikembangkan oleh Asphalt Institute dan Shell. Metode ini yang pertama menggunakan teori linear-elastis untuk menghitung respon
strukturdengan kombinasi model empiris untuk memprediksi jumlah kegagalan untuk perkerasan lentur khususnya.
Namun, dalam aplikasinya material perkerasan yang dipergunakan dalam desain tidak menunjukkan perilaku sederhana seperti yang diasumsikan dalam teori
isotropic linier elastis. Parameter seperti ketidakseragaman material, waktu dan temperatur dalam perkerasan, dan anisotropi merupakan hal yang rumit untuk
diamati. Untuk itu diperlukan model dalam perencanaan perkerasan seperti ini. Pendekatan desain mekanistik didasarkan pada teori mekanika yang berhubungan
dengan perilaku struktur dari perkerasan serta faktor diluar perkerasan seperti beban kendaraan dan lingkungan.
29
Secara umum, dalam perencanaan perkerasan lentur dikenal tiga metode, yaitu metode empiris, metode mekanistik dan metode mekanistik empiris.
II.3.2. Metode Empiris Metode empiris merupakan metode yang dibuat dan dikembangkan dari
pengalaman penelitian perencanaan suatu perkerasan jalan yang dimodelkan untuk tujuan penelitian tersebut ataupun dengan jalan yang sudah ada. Jadi metode ini
menggunakan material dan parameter desain perkerasan tertentu. Dalam buku Yang H. Huang 2004 menjelaskan bahwa metode empiris
diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu metode empiris tanpa uji kekuatan tanah dan metode empiris dengan tes kekuatan tanah. Penggunaan metode empiris tanpa uji
kekuatan tanah berasal dari pengembangan Public Roads PR sistem klasifikasi tanah, di mana tanah dasar tersebut diklasifikasikan menjadi seragam dari A-1
sampai A-8 dan seragam dari B-1 sampai B-3. Sistem PR kemudian dimodifikasi oleh Highway Research Board HRB, di mana tanah dikelompokkan dari A-1
sampai A-7 dan ditambahkan grup indeks untuk membedakan kelompok masing- masing tanah. Steele membahas penerapan klasifikasi HRB dan grup indeks sebagai
dasar dalam memperkirakan tebal perkerasan tanpa tes kekuatan. Metode empiris dengan Uji Kekuatan pertama kali digunakan oleh California Highway Department
pada tahun 1929. Ketebalan perkerasan berhubungan dengan California Bearing Ratio CBR. CBR didefinisikan sebagai ketahanan penetrasi tanah dasar relatif
terhadap standar batu pecah. Desain metode CBR dipelajari secara luas oleh U. S. Corps of Engineers selama Perang Dunia II dan menjadi metode yang sangat populer
setelah perang.
30
Kelemahan dari metode empiris ini adalah metode ini hanya dapat dipergunakan untuk desain perkerasan jalan lentur dengan kondisi lingkungan,
material dan kondisi pembebanan tertentu sesuai dengan percobaan yang dilakukan dalam pengembangan metode empiris ini. Oleh karena itu apabila seorang perencana
mau menggunakan metode empiris, harus dikembangkan terlebih dahulu dengan cara trial dan error untuk menyesuaikan dengan kondisi yang baru.
II.3.3. Metode Mekanistik Metode mekanistik merupakan metode yang dikembangkan dari kaidah
teoritis dari karakteristik dari suatu material yang digunakan dalam perencanaan perkerasan, termasuk estimasi terhadap respons struktur perkerasan terhadap beban
kendaraan yang diterima oleh perkerasan. Metode mekanistik mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur multi-layer elastic structure untuk
perkerasan lentur dan suatu struktur beam on elastic foundation untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya, yang dalam hal ini dianggap
sebagai beban statis merata, maka akan timbul tegangan stress dan regangan strain pada struktur tersebut. Tempat bekerjanya tegangan ataupun regangan yang
memiliki nilai paling maksimum yang terjadi akibat pembebanan suatu perkerasan jalan akan menjadi kriteria perncanaan tebal struktur perkerasan dengan cara metode
mekanistik ini. II.3.4. Metode Mekanistik-Empiris
Metode ini merupakan metode pada prinsip perencanaan perkerasan jalan yang dikembangkan dari kombinasi metode meknistik dan empiris. Masing-masing
metode yang telah dijelaskan di atas memiliki kelemahan dalam penggunaannya
31
dalam desain perkerasan. Oleh karena itu peneliti mengembangkan metode ini dengan tujuan semakin baiknya kinerja perencanaan perkerasan jalan.
Metode desain mekanistik-empiris didasarkan pada mekanika bahan yang berhubungan dengan data yang diperlukan seperti beban roda, respon perkerasan,
seperti tegangan dan regangan. Nilai respon digunakan untuk memprediksi tekanan dari tes laboratorium dan data kinerja lapangan. Sangat perlu dilakukan pengamatan
pada kinerja perkerasan karena teori saja belum terbukti cukup untuk desain perkerasan secara realistis. Kerkhoven dan Dormon pertama kali menyarankan
penggunaan regangan tekan vertikal pada permukaan tanah dasar sebagai kriteria kegagalan untuk mengurangi deformasi permanen. Saal dan Pell merekomendasikan
penggunaan regangan tarik horisontal di bawah lapisan aspal untuk meminimalkan kelelahan retak, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Penggunaan konsep
untuk desain perkerasan pertama kali disajikan di Amerika Serikat oleh Dormon dan Metcalf Huang, 2004.
Gambar 2.5 Konsep Desain Perkerasan Pertama
32
Penggunaan regangan tekan vertikal untuk mengontrol deformasi permanen didasarkan pada fakta bahwa regangan plastis sebanding dengan regangan elastis
pada bahan perkerasan. Dengan demikian, dengan membatasi regangan elastis pada tanah dasar, regangan elastis pada bahan di atas tanah dasar juga dapat dikontrol atau
dikendalikan, maka besarnya deformasi permanen pada permukaan perkerasan juga dapat dikendalikan dan dikontrol pada akhirnya. Kedua kriteria telah diadopsi oleh
Shell Petroleum International, dan oleh Asphalt Institute Huang, 2004. Dari bahasan di atas, dapat dilihat bahwa metode mekanistik-empiris ini memiliki
kelebihan dalam desainnya yaitu perencana perkerasan lentur dapat memprediksi kerusakan yang akan terjadi pada perkerasan tersebut, menigkatkan nilai reliabilitas
dari desain juga memungkinkan melakukan perencanaan perkerasan lentur dengan data dari laboratorium dan lapangan yang sangat terbatas dikarenakan pada metode
ini memakai prinsip nilai tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan. II.3.5. Metode Bina Marga 2013
Prosedur-prosedur ini harus diikuti sebagaimana diuraikan pada sub bab refrensi Bina Marga 2013 untuk mencapai solusi optimum dalam desain perkerasan
lentur.
33
1. Tentukan umur rencana dari tabel 2.2
Umur Rencana Perkerasan Dalam Bina Marga 2013 dicantumkan umur rencana untuk masing-
masing tipe perkerasan untuk jalan baru. Tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru UR
Jenis Perkerasan
Elemen Perkerasan Umur Rencana
tahun
Perkerasan lentur
lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB 20
pondasi jalan
40 semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak
diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan,
terowongan. Cement Treated Based
Perkerasan Kaku
lapis pondasiatas, lapis pondasi bawah, lapis beton semen, dan pondasi jalan.
Jalan tanpa penutup
Semua elemen Minimum 10
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02MBM2013
Catatan : 1. Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana di atas, maka dapat digunakan
umur rencana berbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan discounted whole of life cost, dimana ditunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat memberikan discounted whole of life
cost terendah. Nilai bunga diambil dari nilai bunga rata-rata dari Bank Indonesia, yang dapat diperoleh dari http:www.bi.go.idwebenMoneterBI+RateData+BI+Rate.
2. Umur rencana tidak boleh diambil melampaui kapasitas jalan pada saat umur rencana
34
2. Tentukan nilai-nilai CESA
4
untuk umur desain yang telah dipilih Dalam Bina Marga 2013 pada Sub Bab 4 menjelaskan tentang Lalu
Lintas, dimana di dalamnya terdapat penjelasan mengenai Beban Sumbu standar Kumulatif atau dikenal dengan Cumulative Equivalent Single Axle
Load CESA yang merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana yang ditentukan sebagai :
ESA = Σjenis kendaraan LHRT x VDF …………………. 2.1
CESA = ESA x 365 x R ……………………………………... 2.2
Dimana ESA : lintasan sumbu standar ekivalen equivalent standard axle untuk 1 satu hari
LHRT : lintas harian rata – rata tahunan
untuk jenis kendaraan tertentu CESA : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama
umur rencana
R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
Dimana ………………………………….. 2.3
R : faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
i : tingkat pertumbuhan lalu lintas tahunan
UR : umur rencana tahun
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data – data
pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid, bila tidak ada maka pada tabel 2.3 digunakan sebagai nilai minimum
35
Tabel 2.3 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas i Minimum Untuk Desain
2011 – 2020
2021 – 2030
Arteri dan perkotaan 5
4 Kolektor rural
3,5 2,5
Jalan desa 1
1
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02MBM2013
3. Tentukan nilai Traffic Multiplier TM
TM atau Traffic Multiplier merupakan nilai yang dihitung untuk mengoreksi kerusakan atau kelelahan dari lapisan aspal, dimana perhitungan nilai
TM masih berpedoman pada percobaan AASHTO. Dalam Bina Marga 2013 mencantumkan bahwa nilai TM ini digunakan hanya untuk desain dengan
menggunakan program CIRCLY. Untuk perkerasan lentur, kerusakan yang disebabkan lalu lintas
desaindinyatakan dalam ekivalen Sumbu Standar 80 kN. Berdasarkan jalan percobaan AASHTO, faktor ekivalen beban dihitung sebagai berikut:
Kerusakan perkerasan secara umum
…………………………………………………………
2.4
Dimana Lij
= beban pada sumbu atau kelompok sumbu SL
= beban standar untuk sumbu atau kelompok sumbu nilai SL mengikuti ketentuan dalam pedoman desain Pd T-05-2005.
Kinerja perkerasan lentur dipengaruhi oleh sejumlah faktor, namun tidak semua faktor tersebut tercakup di dalam persamaan diatas.Misalnya faktor
kelelahan. Hubungan kelelahan lapisan aspal asphalt fatigue untuk lapis beraspal
36
tebal berkaitan dengan regangan strain sebagaimana terlihat dalam persamaan berikut:
Kerusakan lapisan aspal …………………………....... 2.5
Dimana RF
= tingkat kepercayaan diambil nilai 1 untuk reliabilitas Vb
= volume bitumen Smix
= kekakuan aspal μɛ
= regangan Kerusakan yang diakibatkan oleh lalu lintas yang dinyatakan dalam ESA4
memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan kerusakan akibat kelelahan lapisan aspal asphalt fatigue akibat overloading yang signifikan. Persamaan TM
yang dapat digunakan untuk mengoreksi ESA
4
akibat kelelahan lapisan aspal : Kerusakan lapisan aspal
…………………………… 2.6
Dimana ESAaspal = jumlah pengulangan sumbu standar untuk desain lapisan aspal total dengan tebal
lebih besar dari 50 mm tidak berlaku untuk lapisan yang tipis.
ESA4 = jumlah pengulangan sumbu standar dihitung dengan menggunakan rumus
pangkat 4
yang digunakan
untuk desainPondasi jalan.
Nilai TM kelelahan lapisan aspal TM lapisan aspal untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8 - 2. Nilai yang akurat berbeda-beda
37
tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk.LAMPIRAN B memberikan dasar untuk VDF kelompok kendaraan dan
perhitungan TM untuk Indonesia. 4.
Hitung CESA
5
= TM x CESA
4
dan gunakan untuk semua bab dari prosedur ini
Nilai CESA tertentu pangkat 4 untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5,
CESA
5
= TM x CESA
4
…………………………………………… 2.7 Sama halnya juga untuk mengakomodasi deformasi tanah dasar dan lapis
perkerasan dengan pengikat semen masing-masing juga mengikuti aturan pangkat 7 dan pangkat 12, sehingga juga dibutuhkan penggunaan faktor TM untuk desain
mekanistik, desain dalam manual ini didasarkan pada nilai CESA pangkat 4 dan 5 yang sesuai. Karena itu sangat penting untuk menggunakan nilai CESA yang benar
sebagai masukan dalam penggunaan desain.
Pangkat 4 digunakan untuk bagan desain pelaburan tipis Burda dan perkerasan tanpa penutup.
Pangkat 5 digunakan untuk perkerasan lentur
Desain perkerasan kaku membutuhkan jumlah kelompok
sumbu kendaraan berat dan bukan nilai CESA
38
5. Tentukan tipe perkerasan dari Tabel 2.4 atau dari pertimbangan biaya
analisis dicounted whole of life cost Setelah dilakukan perhitungan beban lalu lintas dengan Traffic Multiplier,
Perhitungan selanjutnya menentukan tipe perkerasan apa yang akan digunakan dalam desain. Secara umum hanya terdapat 2 jenis perkerasan pada jalan raya, yaitu
perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
39
Tabel 2.4 Pemilihan Jenis Perkerasan
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02MBM2013
Solusi yang lebih diutamakan lebih murah Alternatif
– lihat catatan
Catatan: tingkat kesulitan: 1 kontraktor kecil - medium 2
kontraktor besar dengan sumber daya
yang memadai
3 membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus
-dibutuhkan kontraktor spesialis Burda
Struktur Perkerasan Desain
ESA 20 tahun juta pangkat 4 kecuali disebutkan lain
0 - 0.5 0.1 - 4
4 - 10 10
– 30 30
Perkerasan kaku dengan lalu lintas berat
4 2
2 2
Perkerasan kaku dengan lalu lintas rendah desan
dan daerah perkotaan 4A
1,2 AC WC modifikasi atau
SMA modifikasi dengan CTB pangkat 5
3 2
AC dengan CTB pangkat 5
3 2
AC tebal ≥ 100 mm dengan lapis pondasi
berbutir pangkat 5 3A
1,2 AC atau HRS tipis di atas
lapis pondasi berbutir 3
1,2 Burda atau Burtu dengan
LPA Kelas A atau batuan asli
Gambar 6
3 3
Lapis Pondasi Soil Cemnet 6
1 1
sPerkerasan tanpa penutup Gambar
6 1
40
6. Tentukan seksi-seksi subgrade yang seragam dan daya dukung subgrade
Subgrade merupakan lapisan pertama dalam desain perkerasan yang dikerjakan baik dilakukan perbaikan timbunan maupun langsung dilakukan
pemadatan. Subgrade harus benar-benar diperhatikan dalam perkerasan, Karena distribusi beban yang berasal dari permukaan perkerasan akan ditransfer sampai ke
subgrade. Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Modulus Tanah
Dasar akibat Variasi Musiman
Musim Faktor Penyesuaian
Minimum untuk CBR dari pengujian DCP
Faktor Penyesuaian Minimum Pengukuran
Lendutan Musim Hujan dan
Tanah Jenuh 0.90
1 Peralihan
0.80 1.15
Musim Kering 0.70
1.13
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02MBM2013
Nilai desain CBRlendutan = hasil bacaan DCP atau data lendutan x faktor penyesuaian
Pendekatan umum untuk desain pondasi harus diambil konservatif, yang mengasumsikan kondisi terendam pada tingkat pemadatan yang disyaratkan
.
7. Tentukan struktur pondasi jalan
Dalam mendesain perkerasan jalan, perencana perlu menentukan struktur pondasi jalan yang bagaimana akan dipergunakan dalam perencanaan tersebut. Dalam Bina
Marga 2013 dicantumkan bagan alir dalam pemilihan metode desain pondasi jalan.
41
Gambar 2.6 Bagan Alir Desain Pemilihan Metode Desain Pondasi Jalan
YA Periksa data proyek dan gambar
rencana dan bagilah dalam seksi- seksi yang homogeny dengan daya
dukung pondasi yang hamper sama
Tanahnya alluvial dengan
kepadatan Tanahnya jenuh
atau berpotensial
TIDAK
TIDAK
Metode Desain A prosedur subgrade standar
YA
Metode Desain B tanah alluvial jenuh
Metode Desain C tanah alluvial kering
42
Selain bagan tersebut, untuk mempermudah dalam desain pondasi jalan, dicantumkan juga tabel perkiraan nilai CBR tanah dasar untuk beberapa jenis kondisi tanah
dan juga dan tabel desain pondasi jalan minimum seperti dibawah ini :
43
Tabel 2.6 Bagan Desain 1 : Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar
44
Tabel 2.7 Bagan Desain 2 : Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum
45
8. Tentukan struktur perkerasan yang memenuhi syarat dari desain 3
Maksud dari syarat desain 3 adalah pertimbangan desain pada perkerasan lentur dengan menggunakan Bina Marga 2013 didasarkan pada pengoptimalan biaya desain
tersebut dengan menggunakan bagan-bagan desain yang diberikan seperti berikut :
46
Tabel 2.8 Bagan Desain 3 : Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum Termasuk CTB
47
Tabel 2.9 Bagan Desain 3A : Desain Perkerasan Lentur Alternatif
48
Tabel 2.10 Alternate Bagan Desain 3A : Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis Pondasi Berbutir
Periksa apakah setiap hasil perhitungan secara struktur sudah cukup kuat menggunakan Pd T-01-2002-B
1
1
atau Desain Mekanistik misalnya Austroads 2008
49
9. Tentukan standar drainase bawah permukaan yang dibutuhkan
Seperti peraturan lainnya, drainase bawah permukaan sub surface pavement drainage juga harus diperhatikan dalam desain perkerasan jalan lentur. Dalam Bina
Marga 2013 dicantumkan ketentuan dalam desain drainase bawah permukaan : Tabel 2.11
Koefisien Drainase ‘m’ untuk Tebal Lapis Berbutir
50
10. Tetapkan kebutuhan daya dukung tepi perkerasan
Dalam Bina Marga 2013 dicantumkan ketebalan lapisan yang diijinkanuntuk pembatasan pada tepi perkerasan
Tabel 2.12 Ketebalan Lapisan yang Diijinkan Untuk Pembatasan
51
11. Tetapkan kebutuhan pelapisan sealing bahu jalan
Tahap terakhir adalah dilakukannya pelapisan bahu jalan sealing yang dijelaskan dalam Bina Marga 2013 pada lampiran. Pada lampiran tersebut diberikan
ketentuan dalam desain sealing.
II.4. MULTI-LAYERED ELASTIC SYSTEM