Analisis Potensi Ekonomi Wilayah Provinsi Sumatera Utara

(1)

ANALISIS POTENSI EKONOMI WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA

OLEH :

MONANG PUTRA DINATA SINAGA 090501057

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi ekonomi Provinsi Sumatera Utara, daya saing sektor-sektor ekonomi, dan menentukan sektor unggulan di Provinsi Sumatera Utara dalam memprioritaskan pembangunan wilayah supaya dapat bersaing di perekonomian nasional. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu (time series) PDRB atas dasar harga konstan Provinsi Sumatera dan Indonesia tahun 1996-2011 dan dianalisis dengan menggunakan dengan metode

Location Quotient (LQ), analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP), analisis Overlay, dan analisis Shift Share.

Hasil analisis overlay yang merupakan analisis modifikasi dari LQ dan MRP, menunjukkan potensi ekonomi yang menjadi sektor unggulan Provinsi Sumatera ada dua sektor yaitu sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi. Sementara dari hasil analisis Shift share sektor jasa sektor yang memiliki keunggulan/daya saing kompetitif dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil empat alat analis yang digunakan, memberi makna bahwa yang menjadi sektor basis ada tiga sektor yaitu sektor perdangangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa.


(3)

ABSTRACT

This research aims to assess the economic potential of the North Sumatra Province, the competitiveness of economic sectors, and determine theleading sectors in the North Sumatra Province in order to prioritize areas to compete in the national economy. This research uses secondary data time series GDP at constant prices Sumatra and Indonesia range ot time in 1996-2011 and analyzed using the method of Location Quotient (LQ), Growth Ratio analysis model (MRP), overlayanalysis, and shift share analysis.

The Results of the overlay analysis (modification of analysis LQ and MRP), showing economic potential to be the leading sectors Sumatra there are two sectors, namelytrade, hotel and restaurant sector, and transport and communicationsector. However based on Shift share analysis, service sector that has the advantage/competitiveness in the economy of the North Sumatra Province.

Based on the results of four analysts tools used, concluded that thesector basisin North Sumatra province, namely trade, hotels and restaurants, transport and communications sector, and services sector.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Yesus Kristus, karena atas kasih dan anugerah-Nya, dimampukan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Potensi Ekonomi Wilayah Provinsi Sumatera Utara”.

Skripsi ini merupakan tujuan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan, dorongan, bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan, yaitu kepada:

1. Orangtua saya yang tercinta, Ibunda Elly M Sihombing atas segala dukungan dalam dana, doa dan daya. Kepada adik-adik penulis Riwike Sinaga, Parlindungan Sirait, Ludrio Manurung, Edzoghel Frans Purba, Andrika Kembaren Sembiring, Lina Silitonga, Dian Aritonang, Putri Batu Bara, Gina Batu Bara, dan Rohani yang telah mendoakan penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum M.ec selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc, Phd selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

5. Bapak Prof. Dr. Lic.Rer.Reg Sirozujilam, SE., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

8. Teman – teman mahasiswa Ekonomi Pembangunan 2008 yang telah banyak memberikan dukungan moril kepada penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juli 2013

Monang Putra Dinata Sinaga


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang ... 1

1.2.PerumusanMasalah ... 7

1.3.TujuandanManfaatPenelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengembangan Wilayah ... 9

2.1.1. PendekatanSektoral ... 12

2.1.2. Pendekatan Regional ... 13

2.2. Pembangunan Ekonomi Regional ... 16

2.3PertumbuhanEkonomi Regional ... 21

2.3.1. TeoriEkonomiKlasik ... 23

2.3.2.TeoriPertumbuhan Neo-Klasik ... 25

2.3.3. Teori Basis Ekspor ... 26


(7)

2.3.5. TeoriPusatPertumbuhan ... 27

2.3.6. Teori Basis Ekonomi ... 28

2.4.SektorUnggulan ... 32

2.5. PenelitianTerdahulu ... 37

2.6. Kerangka Pemikiran ... 41

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. JenisPenelitian ... 43

3.2. TempatdanWaktuPenelitian ... 43

3.3. BatasandanRuangLingkupPenelitian ... 44

3.4. JenisdanSumber Data ... 44

3.5. MetodePengumpulan Data ... 44

3.6. MetodeAnalisis Data ... 45

3.7.1. AnalisisLocation Quotient (SektorUnggulan) ... 45

3.7.2. AnalisisShift-Share (PergeseranPerekonomian) ... 47

3.7.3. Analisis ModelRasioPertumbuhan (IdentifikasiSektorEkonomi) ... 53

3.7.4. AnalisisOverlay ... 57

3.7. DefenisiOperasionalVariabelPenelitian ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

4.1. GambaranUmum Daerah Penelitian ... 61

4.1.1. LetakGeografis Wilayah Sumatera Utara ... 61

4.1.2. Topografis ... 61

4.1.3. Wilayah Administrasi ... 62


(8)

4.1.5 KondisiPerekonomian Sumatera Utara ... 64

4.1.6 Kependudukan Wilayah Sumatera Utara ... 65

4.2. HasilAnalisis Data ... 66

4.2.1. AnalisisLocation Quotient (SektorUnggulan) ... 67

4.2.2. Analisis Model RasioPertumbuhan(IdentifikasiSektorEkonomi) ... 70

4.2.3. AnalisisOverlay ... 76

4.2.4. AnalisisShift Share (PergeseranPerekonomian)... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1. Kesimpulan ... 82

5.2. Saran-saran ... 82

LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1.1 PotensiSumberdayaProvinsi Sumatera Utara ... 5

Tabel 3.1 KlasifikasiSektorEkonomi ... 52

Tabel 3.2 KlasifikasiMetodedanAlatAnalsisiPenelitian ... 59

Tabel 4.1 Pembagian Wilayah AdministrasiProvinsi Sumatera Utara ... 63

Tabel 4.2 NilaiLocation QuotientProvinsi Sumatera Utara ... 68

Tabel 4.3 Rata-Rata Nilai LQ Provinsi Sumatera Utara ... 69

Tabel 4.4 Koefisien MRP Provinsi Sumatera Utara ... 73

Tabel 4.5.KlasifikasiHasilAnlisis MRP ... 74

Tabel 4.6 Analisis Overlay Provinsi Sumatera Utara ... 77

Tabel 4.7 HasilAnalisis Shift Share Provinsi Sumatera Utara ... 79


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 TigaElemenPokokPengembangan Wilayah ... 13

Gambar 2.2 SkemaKerangkaPemikiranPenelitian ... 42

Gambar 4.2 PertumbuhanEkonomiProvinsi Sumatera Utara ... 64


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 PDRB Provinsi Sumatera Utara 1996-2011 ... 85

Lampiran 2 PDB Indonesia 1996-2011 ... 86

Lampiran 3 HasilAnalisisLocation QuotientProv.SUMUT ... 87


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi ekonomi Provinsi Sumatera Utara, daya saing sektor-sektor ekonomi, dan menentukan sektor unggulan di Provinsi Sumatera Utara dalam memprioritaskan pembangunan wilayah supaya dapat bersaing di perekonomian nasional. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu (time series) PDRB atas dasar harga konstan Provinsi Sumatera dan Indonesia tahun 1996-2011 dan dianalisis dengan menggunakan dengan metode

Location Quotient (LQ), analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP), analisis Overlay, dan analisis Shift Share.

Hasil analisis overlay yang merupakan analisis modifikasi dari LQ dan MRP, menunjukkan potensi ekonomi yang menjadi sektor unggulan Provinsi Sumatera ada dua sektor yaitu sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi. Sementara dari hasil analisis Shift share sektor jasa sektor yang memiliki keunggulan/daya saing kompetitif dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil empat alat analis yang digunakan, memberi makna bahwa yang menjadi sektor basis ada tiga sektor yaitu sektor perdangangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa.


(13)

ABSTRACT

This research aims to assess the economic potential of the North Sumatra Province, the competitiveness of economic sectors, and determine theleading sectors in the North Sumatra Province in order to prioritize areas to compete in the national economy. This research uses secondary data time series GDP at constant prices Sumatra and Indonesia range ot time in 1996-2011 and analyzed using the method of Location Quotient (LQ), Growth Ratio analysis model (MRP), overlayanalysis, and shift share analysis.

The Results of the overlay analysis (modification of analysis LQ and MRP), showing economic potential to be the leading sectors Sumatra there are two sectors, namelytrade, hotel and restaurant sector, and transport and communicationsector. However based on Shift share analysis, service sector that has the advantage/competitiveness in the economy of the North Sumatra Province.

Based on the results of four analysts tools used, concluded that thesector basisin North Sumatra province, namely trade, hotels and restaurants, transport and communications sector, and services sector.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pengembangan wilayah (Regional Development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah.Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi ekonomi, budaya,dan geografis yang berbeda anatara suatu wilayah dengan wilayah lainnya.Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah yang bersangkutan.

Secara umum, pengembangan wilayah mengandung makna yang luas, tetapi pada prinsipnya merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di suatu wilayah tertentu.Menurut Prod’homme (1985), pengembangan wilayah merupakan program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah (Alkadri et al, 1999).

Pengembangan wilayah juga salah satu cara untuk mewujudkan pembangunan ekonomi.Secara umum pembangunan ekonomi dapat diartikan suatu proses meningkatnya GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat dalm kurun waktu yang panjang.Pembangunan bersifat mulitidimensi,


(15)

dan salah satu untuk mewujudkan pembangunan ekonomi daerah yaitu dengan pengembangan wilayah.

Di Indonesia masalah pengembangan wilayah menjadi semakin menarik setelah diberlakukannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pemberlakuan Undang-Undang tersebut mendorong tiap-tiap daerah semakin memacu pertumbuhan ekonomi guna peningkatan kesejahteraan masyrakat sebagai bagian dari tujuan penyelenggaran otonomi daerah yaitu peningkatan pelayanan publik serta memajukan perekonomian daerah.

Indikator makro ekonomi, yang kerap menjadi barometer dalam mengevaluasi kinerja pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi.Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu faktor penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu daerah.Konsep pertumbuhan saling terkait dengan pembangunan, yang memberi makna bahwa idealnya pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan pembangunan ekonomi dalam rangka pencapaian tujuan kesejahteraan sosial.

Dalam upaya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi regional dan peningkatan kontribusi terhadap pembentukan total Produk Domestik Bruto, maka penentuan dan pembangunan sektor unggulan dapat menjadi roda


(16)

penggerak pembangunan ekonomi, dengan mengoptimalkan potensi sumberdaya dengan sektor unggulan yang ada dalam suatu wilayah.

Pencapaian keberhasilan pembangunan daerah melalui pembangunan ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi dan potensi-potensi masing-masing serta diperlukan perencanaan pembangunan yang terkoordinasi antar sektor.Keterbatasan sumber daya di suatu daerah baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya lainnya merupakan masalah umum yang dihadapi oleh sebagian besar daerah untuk dapat menggerakkan roda perekonomian yang mampu sebagai penggerak utama untuk memacu laju pembagunan.

Dalam realitanya, setiap daerah/wilayah/regional, memiliki beberapa persamanan dan perbedaan kondisi daerah.Perbedaan kondisi ini yang akan mengakibatkan corak pembangunan yang berbeda yang akan diterapkan, oleh karena itu dalam pembangunan suatu daerah maka kebijakan yang diambil harus disesuaikan dengan kondisi daerah yang bersangkutan

Demikian halnya, dengan Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu Provinsi di Indonesia dari salah satu kepulauan besar, yaitu Sumatera. Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 71.680,68 km2 atau 3,73% dari luas wilayah Republik Indonesia dan Provinsi terluas ke-3 di Pulau Sumatera, setelah Provinsi Sumatera Selatan (91.592,43 km2) dan Riau (87.023,66 km2), dan memiliki perairan laut


(17)

110.000 km2, dengan total jumlah 213 pulau yang telah memiliki nama, dengan 6 pulau di wilayah pantai timur termasuk Pulau Berhala sebagai Pulau terluar yang berbatasan dengan selat malaka 207 pulau di wilayah pantai barat dengan Pulau Wunga dan Pula Simuk sebagai Pulau terluar wilayah Pantai Barat. Secara regional pada posisi geografisnya Provinsi Sumatera Utara berada pada Jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.Secara umum yang menjadi komoditas utama Provinsi Sumatera Utara adalah perkebunan kelapa sawit.Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara cukup berkembang dengan baik, hal ini terbukti dengan bertambahnya areal perkebunan. Luas areal perkebunan Provinsi Sumatera Utara 1.081.870 Ha dengan total produksi 15.726.08 ton kelapa sawit, luas areal tanaman karet 583.549 Ha dengan total produksi 510.270 ton karet. Provinsi Sumatera Utara juga merupakan salah satu daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia dengan luas areal tanaman kakao 75.910 Ha dengan total produksi 65.258. Adapun potensi sumberdaya yang dimiliki provinsi Sumatera Utara akan disajikan dalam tabel berikut :


(18)

Tabel 1.1 Potensi Sumberdaya Provinsi Sumatera Utara 2007

No Sumber Daya Areal Panen

(Ha)

Produksi (Ton) 1 Pertanian

1.1 Padi dan Hortikultuta 1.697.293 7,3

1.2 Sayuran dan Buahan 108.398 2,5

1.3 Perkebunan 1.081.923 4,2

2 Perikanan

2.1 Budidaya 41.310 51.027

2.2 Penangkapan/laut - 354.898

3 Peternakan

3.1 Kulit - 11.280

3.2 Telur - 352.931

3.3 Daging - 90.344

4 Kehutanan

4.1 Hasil Hutan 1.035.690 1.617.155

Sumber : Bappeda Provinsi Sumatera Utara

Dengan melihat potensi yang ada, seharusnya pertumbuhan ekonomi meningkat, dengan sumber daya alamnya yang besar, seharusnya dapat memicu dalam pertumbuhan bahkan memiliki potensi untuk diekspor hingga ke luar negeri namun pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara stagnan yang menunjukkan adanya permasalahan dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh dalam perwujudan pembangunan ekonomi.

Untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari perkembangan PDRB, maka sangat diperlukan pembangunan ekonomi yang mengacu pada sektor unggulan, selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur perekonomian wilayah. Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi


(19)

perekonomian secara nasional dan regional.Sektor-sektor tersebut bukan hanya merupakan penyumbang dalam pembentukan produk nasional maupun domestik, tetapi juga memberikan lapangan kerja utama bagi penduduk. Sektor-sektor perekonomian yang mampu menyerap tenaga kerja dan dapat dijadikan indikasi pertumbuhan ekonomi nasional dan domestik adalah: 1) Sektor Pertanian, 2) Sektor Pertambangan dan Penggalian, 3) Sektor Industri Pengolahan, 4) Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum, 5) Sektor Bangunan (Konstruksi), 6) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, 7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, 8) Sektor Keuangan, Asuransi, usaha persewaan dan Real estate,dan 9) Sektor Jasa-jasa lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka identifikasi dan analisis sektor ekonomi yang menjadi unggulan dalam perencanaan dalam perwujudan pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan melakukan perbandingan terhadap kondisi perekonomian nasional sangat penting dikaji secara lebih terperinci, sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi unggulan di Provinsi Sumatera Utara dapat lebih dikembangkan dengan mengetahui potensi ekonomi yang layak dikembangkan, dengan demikian penulis melakukan penelitan yang berjudul “Analisis Potensi Ekonomi Wilayah Sumatera Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : Sektor Ekonomi apa saja yang Layak dikembangkan untuk pengembangan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara?


(20)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi ekonomi yang menjadi sektor unggulan dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis dari studi ini adalah pengembangan dari Ilmu perencanaan dan pembangunan wilayah dimana akan dipaparkan potensi ekonomi dalam suatu wilayah.

2. Manfaat praktis dari studi ini adalah memberikan masukan kepada Pemerintah Provinsi dalam perencanaan pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Utara. 3. Sebagai informasi dan bahan bacaan bagi penelitan-penelitian yang akan


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan.Di sisi sosial ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyrakat. Di sisi lain secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan(Alkadri et al, 1999).

Alasan mengapa diperlukan upaya pengembangan wilayah pada suatu daerah tertentu, biasanya terkait dengan masalah ketidakseimbangan demografi tingginya biaya atau ongkos produksi, penurunan taraf hidup masyarakat ketertinggalan pembangunan, atau adanya kebutuhan yang sangat mendesak (Pinchemel, 1985).

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah Indonesia lahir dari suatu proses iterative yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapanya yang bersifat dinamis.


(22)

Menurut Sandy (1992) Pengembangan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suati wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta mentaati peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994) Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyrakat, atau ada memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada (Jayadinata, 1992)

Pengembangan wilayah mempunyai dua makna yaitu wilayah yang objektif dan wilayah subjektif (Ananta,1992). Wilayah objektif adalah suatu wilayah yang oleh perencana dibagi menjadi beberapa wilayah pembangunan, sedangkan wilaya subjektif adalah perwilayahan yang dibentuk atas dugaan suatu cara mengenal masalah. Hal ini dilakukan untuk menentukan klasifikasi, yang selanjutnya wilayah subjektif dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Wilayah homogen, yaitu wilayah yang mempunyai karakteristik yang saa secara fisik dan sosial ekonomi

2. Wilayah fungsional, yaitu wilayah yang dibentuk berdasarkan atas adanya hubungan fungsional antara unsur-unsur tertentu yang ada pada wilayah tertentu.


(23)

Dengan demikian pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup institusi, ekonomi, sosoal, dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat.

Telah banyak definisi tentang pengembangan wilayah, seperti salah satu juga yang didefenisikan oleh Prod’homme (1985), bahwa pengembangan wilayah merupakan program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungakan sumberdaya yang ada dan kontribusinya pada pengembangan suatu wulayah.

Dari defenisi tersebut, ada beberapa yang menjadi perhatian penting dalam pengembangan wilayah, yaitu :

Program Menyeluruh dan Terpadu

Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan suatu wilayah harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu.Hal ini dapat berupa berbagai program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyrakat setempat.Dalam mengembangkan wilayah terdapat dua pendekatan yang dilakukan, yakni pendekatan sektoral atau fungsional (yang dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral), dan pendekatan regional atau territorial yang dilakukan oleh daerah.


(24)

2.1.1. Pendekatan Sektoral

Pendekatan sektoral adalah dimana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor.Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan di mana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Caranya adalah masing-masing sektor dianalisis sehingga terdapat kelompok-kelompok bersifat homogen. Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor lain terpisah dalam analisis. Pendekatan sektoral pada umumnya less-spatial (kurang memperhatikan aspek ruang secara keseluruhan). Dalam pendekatan sektoral, untuk tiap-tiap sektor/komoditi termaktub analisis berikut :

1. Sektor/komoditi apa yang memiliki competitive advantage di wilayah tersebut, artinya komoditi tersebut dapat bersaing di pasar global

2. Sektor/komoditi apa yang basis dan nonbasis

3. Sektor/komoditi apa yang memiliki nilai tambah yang tinggi

4. Sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan minimal wilayah tersebut

5. Sektor/komoditi apa yang banyak menyerap tenaga kerja persatuan modal.

Atas dasar berbagai kriteria tersebut di atas dapat ditetapkan skala prioritas tentang sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan di wilayah tersebut berdasarkan


(25)

sasaran yang ingin dicapai. Penetapan skala prioritas sangat dibutuhkan dalam pengembangan wilayah, karena keterbatasan sumber daya.

2.1.2. Pendekatan Regional

Pendekatan regional sangat berbeda dengan pendekatan sektoral walaupun tujuan akhirnya adalah sama. Pendekatan regional dalam pengertian sempit adalah memperhatikan ruang dengan segala kondisinya. Setelah melalui analisis diketahui bahwa masih ada ruang yang belum dimanfaatkan atau penggunaannya belum optimal, kemudian direncakan kegiatan apa sebaiknya diadakan di lokasi tersebut. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sasaran akhir dari dua pendekatan tersebut adalah sama. Perbedaannya hanya terletak pada cara memulai dan sifat analisnya. Dalam pengertian yang lebih luas pendekatan regional selain memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan-jaringan penghubung sehingga berbagai konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien.Pendekatan regional adalah pendekatan yang memandang wilayah sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan potensi dan daya tariknya masing-masing.

Sumberdaya yang Tersedia dan Kontribusinya kepada Wilayah

Sumberdaya yang dimiliki oleh suatu wilayah terbagi dalam SDA dan SDM. Dalam suatu upaya pengembangan wilayah nasional, M.T. Zen (1980) menyebutkan


(26)

Teknologi

Sumberdaya Alam Sumberdaya Manusia

bahwa perkembangan Indonesia dalam dua-tiga dasawarsa mendatang akan sangat tergantung pada kemampuannya mengerahkan tiga unsur pokok, yakni :

1. Ketersediaan SDA 2. Kemampuan SDM 3. Pemanfaatan Teknologi

Semua unsur tersebut harus ditujukan terutama untuk kesejahteraan masyarakat. Hubungan di antara ketiga unsur tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1.Tiga Elemen Pokok Pengembangan Wilayah Sumber: Badan Pengkajian dan Penerapaan Tekonologi 1999

Berkembangnya suatu wilyah sangat oleh tingkat pemanfaatan dari ketiga sumberdaya tersebut, seningga upaya pengembangan yang harus dilakukan akan berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. J.A. Katili (1983)

Pengembangan Wilayah


(27)

menyebutkan bahwa masalah yang berhubungan erat dengan pembangunan regional di Indonesia terletak pada proses perencanaan manajemen SDA dalam kaitannya dengan penduduk.

Wilayah yang Dikembangkan

Dalam pengembangan wilayah tidak mungkin dapat dilakukan secara serentak seluruhnya. Untuk itu harus diprioritaskan kepada kawasan-kawasan yang memenuhi kriteria antara lain :

1. Mempunyai potensi untuk cepat tumbuh.

2. Mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan

pertumbuhan ekonomi di daerah sekitarnya.

Sebagai pertimbangan dalam menetapkan kawasan prioritas, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWN) 1997 telah ditetapkan bahwa kawasan yang diprioritaskan pengembangannya adalah kawasan andalan dan kawasan tertentu.

Kawasan andalan adalah kawasan dalam kawasa budidaya yang memiliki potensi tertentu, baik yang sudah berkembang maupun yang prospektif untuk dikembangkan.Kawasan ini strategis bagi pembangunan serta pengembangan wilayah nasional. Kawasan andalalan yang sudah berkembang merupakan daerah aglomerasi dari satu kota atau aglomerasi dari sektor produksi. Sedangkan kawasan andala yang berpotensi berkembang biasanya baru mempunyai SDA dan mempunyai akses terhadap pusat pertumbuhan.


(28)

Sedangkan kawasan tertentu adalah kawasan yang telah ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataa ruangnya diprioritaskan.

Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasana, barang atau jasa dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Para ahli ilmu regional barat terutama di Eropa lebih menitik beratkan bahwa pengembangan wilayah kepada empat aspek utama yaitu: aspek kelembagaan, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek ekologi.

2.2. Pembangunan Ekonomi Regional

Pembangunan atau pengembangan, dalam arti development, bukanlah suatu kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya, sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki, guna meningkatkan kualitas hidup. Pembangunan regional (regional development) sangat terkait dengan perkembangan regional itu sendiri.Pembangunan ekonomi oleh beberapa ekonom dibedakan pengertiannya dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai:


(29)

a)Peningkatan perkapita masyarakat, yaitu tingkat pertambahan PDB/GNP pada suatu tingkat tertentu adalah melebihi tingkat pertambahan penduduk.

b)Perkembangan PDB/GNP yang berlaku dalam suatu daerah/negara diikuti oleh perombakan dan modernisasi struktur ekonominya.

Dalam pengertian ekonomi yang murni, pembangunan secara tradisional mengandung pengertian kapasitas perekonomian nasional, yang kondisi awalnya kurang lebih berada dalam keadaan statis untuk jangka waktu yang lama, untuk menghasilkan dan mempertahankan tingkat kenaikan produksi nasional kotor (PNK) sekitar 5 sampai 7 persen atau lebih dalam setiap tahunnya ( Todaro, 2003).

Pembangunan biasanya didefinisikan sebagai “upaya yang secara sadar dilaksanakan oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan nasional, melalui pertumbuhan dan perubahan secara terencana “. Jadi tidak ada satu negara yang akan mencapai tujuan nasionalnya tanpa melakukan berbagai jenis kegiatan pembangunan.

Dalam perkembangannya muncul pandangan bahwa tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi bukan lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya, melainkan penghapusan atau pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan,dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang.


(30)

Pembangunan harus dimengerti sebagai suatu proses multi-dimensi yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi dari seluruh sistem sosial dan ekonomi yang ada. Selain masalah-masalah yang menyangkut peningkatan pendapatan dan produksi, pembangunan umumnya juga melibatkan perubahan-perubahan yang radikal dalam struktur kelembagaan sosial dan administrasi, dan juga sikap nilai-nilai bahkan adat kebiasaan dan kepercayaan (Todaro,2003).

Jadi dalam perkembangannya, tiap-tiap negara didunia memiliki sistem dan strategi pembangunan yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan oleh perbedaan yang ada diantara tiap negara, baik itu faktor ekonomi maupun faktor non-ekonomi. Tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai kebijaksanaan, secara umum disimpulkan sebagai berikut:

1. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta pertumbuhan produksi nasional yang cepat.

2. Mencapai tingkat kestabilan harga dengan kata lain mengendalikan tingkat inflasi yang terjadi diperekonomian.

3. Mengatasi masalah pengangguran dan perluasan kesempatan kerja bagi seluruh angkatan kerja.


(31)

Menurut Adisasmita (2008:13),Pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan (kewiraswastaan),kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.

Blakely dalam Kuncoro ( 2004: 100), mendefinsikan pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut.

Jadi secara umum, pengertian pembangunan daerah adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan manusia dan masyarakat daerah yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan daerah dan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan daerah, nasional dan global. Pengertian daerah disini mencakup daerah Kabupaten/Kota dan Daerah Provinsi, masing-masing sebagai daerah otonom.

Pembangunan daerah adalah kesatuan dari semua kegiatan pembangunan baik yang dibiayai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta maupun swadaya


(32)

masyarakat.Pembangunan setiap daerah di Indonesia menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.Rakyat yang bermukim di Sumatera atau Jawa ikut bertanggung jawab atas pembangunan didaerah Irian, demikian pula sebaliknya. Daerah yang lebih kaya menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk membantu pembangunan daerah yang jauh lebih miskin, baik secara langsung maupun melaui pusat.

Modal dasar pembangunan masing-masing daerah berbeda sesuai dengan keadaan alam dan perubahan yang dilakukan oleh manusia.Modal dasar pembangunan daerah meliputi:

a. Keadaan dan fisik daerah, meliputi kedaan topografi, tanah, penyebaran wilayah, letak geografi, hidro-orologi dan ekologi daerah.

b. Sumber daya alam potensial dan sumber daya riil yang ada diseluruh wilayah.

c. Jumlah dan kemampuan penduduk.

d.Keadaan dan sifat sosial budaya, meliputi politik dan geo-politik, budaya serta hubungan timbal balik dengan budaya didaerah sekitarnya, jumlah dan persebaran serta keragaman suku dan adat istiadat penduduk.

e. Keadaan ekonomi, meliputi keadaan ekonomi dan serta hubungan ekonomi dengan daerah lain dan hubungan ekonomi antar pelaku ekonomi.

f. Lembaga dan aparatur pemerintah daerah


(33)

Keberhasilan pembangunan ekonomi, baik pembangunan ekonomi daerah maupun pembangunan ekonomi nasional, ditentukan oleh lima (5) faktor utama, yakni:

1. Keadaan daerah, meliputi keadaan sosial, politik, budaya, keamanan, fisik daerah dan sarana umum.

2. Rencana pembangunan, meliputi tujuan, sasaran dan target pembangunan, strategi dan rencana pelaksana.

3. Sarana pembangunan, meliputi kelembagaan, dana dan sumberdaya manusia serta sumber daya alam yang tersedia.

4. Pengaruh luar, meliputi pengaruh keadaan sosial politik, ekonomi dan keamanan dunia serta kekuatan yang secara khusus mempengaruhi, dan keadaan nasional bagi pembangunan daerah.

5.Pelaksanaan, meliputi pelaksanaan ketentuan-ketentuan serta pengaturan dan pelaksanaan rencana pembangunan.

2.3.Pertumbuhan Ekonomi Regional

Kuznets dalam Jhingan (2000;53) mendefinisikan, Pertumbuhan ekonomi sebagai “kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian


(34)

kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya”. Defenisi ini memiliki 3(tiga) komponen; pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian dibidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Atau dalam bahasa lain, perkembangannya baru terjadi bila jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan kenaikan seluruh nilai tambah ( value added) yang tercipta disuatu daerah.


(35)

Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) juga merupakan perubahan nilai kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun untuk satu periode ke periode yang lain dengan mengambil rata-ratanya dalam waktu yang sama, maka untuk mengatakan tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan tingkat pendapatan nasional dari tahun ketahun.

Berikut adalah beberapa teori yang terkait langsung dengan kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah:

2.3.1. Teori Ekonomi Klasik

Yang mencakup teori pertumbuhan dari Adam Smith, DavidRicardo, Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Pencetus teori ekonomi klassik adalah Adam Smith. Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi 5 tahap yang berurutan yang dimulai dari masa berburu, masa beternak, masa bercocok tanam, masa berdagang, dan tahap industri. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi. Dalam hal ini, pekerja adalah sebagai salah satu input bagi proses proses poduksi. Inti dari ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukannya. Menurut Smith sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi, membawa ekonomi pada kondisi full employment dan


(36)

menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary state). Posisi ini akan terjadi apabila sumberdaya alam telah termanfaatkan secara keseluruhan.

Dalam hal ini, pemerintah tidak terlalu dominan dalam mencampuri urusan ekonomi. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian.Menurut teori ini juga, akumulasi akan menentukan cepat lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu daerah. Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkatitan satu sama lainnya.

David Ricardo (1828) mengatakan bahwa peranan teknologi akan dapat menghambat berlangsungnya the law of diminishing return, meskipun dasarnya teknologi itu memiliki sifat kaku, dan hanya berubah dalam jangka panjang.

Teori pertumbuhan ekonomi klassik dilambangkan oleh fungsi:

O = Y = f (K,L,R,T)

Dimana:

O = Output

Y = Pendapatan


(37)

L = Labor ( tenaga kerja)

R = Tanah

T = teknologi

2.3.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klassik

Teori ini diwakili oleh teori pertumbuhan Alfred Marshall, Robert M Solow, Joseph Scumpeter, dan Trevor Swan. Model Solow dan Swan, menggunakan unsur pertumbuhan penduduk akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan besarnya output yang saling berinteraksi. Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori ekonomi klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Paham neo-klasik melihat peran kemajuan teknologi/ inovasi sangat besar dalam memacu pertumbuhan wilayah. Oleh sebab itu pemerintah perlu mendorong kretivitas dalam masyarakat. Analisis paham ini menunjukkan bahwa bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth) diperlukan suatu tingkat saving yang tepat dan seluruh keuntungan pengusaha dalam suatu wilayah di investasikan kembali diwilayah tersebut.

Menurut Suryana dalam Adearman (2006), pendapat neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut;

1. Adanya akumulasi kapital merupakan penting dalam pembangunan ekonomi;


(38)

2. Perkembangan merupakan proses yang gradual;

3. Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif;

4. Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan;

5. Aspek internasional merupakan faktor dalam perkembangan.

2.3.3. Teori Basis Ekspor (Ekspor Base Theory)

Teori basis ekspor (ekspor base theory) merupakan bentuk model pendapatan regional yang paling sederhana. Penganjur pertama teori ini adalah Tiebout yang dalam perkembangannya dikembangkan lagi oleh Richardson. Perbedaan pandangan antara Tiebout dan Richardson adalah, Tiebout melihat teori basis dari sisi produksi sedangkan Richardson melihatnya dari sisi pengeluaran. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat dalam satu wilayah atas; pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan services (pelayanan) atau non basis.

Asumsi pokok dari teori ini menurut Richardson(1978); bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur otonom dalam pengeluaran. Semua komponen pengeluaran lainnya dianggap sebagai fungsi dari pendapatan, dan fungsi pengeluaran serta fungsi impor kedua-duanya diasumsikam tidak mempunyai intersep tetapi bertolak dari titik nol. Jadi secara tidak langsung hal ini berarti diluar pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor lain terikat peningkatannya oleh peningkatan pendapatan daerah.


(39)

Strategi pembangunan daerah yang dihasilkan dari teori ini adalah adanya penekanan terhadap pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasinya kebijakan yang mencakuppenguranganatau penghapusan hambatan dan batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan didaerah itu.

2.3.4. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat Yang Disenergikan (Turnpike)

Teori yang diperkenalkan oleh Samuelson (1955), mengatakan bahwa setiap negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan jumlah modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan milai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Menggabungkan jalur cepat (turnpike), dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

2.3.5. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory)

Poles Theory adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi. Dengan demikian teori pusat pengembangan adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional


(40)

yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya

memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasikankehidupanekonomibaik kedalam maupun keluar (daerah belakangnya).Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada dikota tersebut.

Bila kegiatan industri (ekonomi) yang saling berkaitan dikonsentrasikan pada suatu tempat tertentu maka pertumbuhan ekonomi dari daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan lebih cepat dibandingkan kalau industri tersebut tersebar dan terpencar diseluruh pelosok daerah (Richardson dalam Sirozujilam).

Dengan demikian apabila sebuah pusat pegembangan didirikan pada suatu daerah yang relatif masih kurang berkembang dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya, maka daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan sehingga perbedaan kemakmuran antar daerah secara bertahap akan dapat dikurangi.

2.3.6. Teori Basis Ekonomi ( Economic Base Theory)

Bendavid-Vall dalam Sirojuzilam(2005) mengatakan, secara umum dan sederhana, basis ekonomi wilayah diartikan sebagai sektor-sektor ekonomi yang


(41)

aktivitasnya menyebabkan suatu wilayah itu tetap hidup, tumbuh, dan berkembang atau sektor ekonomi yang pokok disuatu wilayah yang dapat menghidupi wilayah tersebut beserta masyarakatnya. Sedangkan menurut teori basis ekonomi, pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah tergantung kepada adanya permintaan dari luar terhadap produksi wilayah tersebut, sehingga perekonomian dibagi menjadi sektor basis atau basis ekspor dan sektor non-basis. Sektor basis yang mengekspor produksinya keluar wilayah disebut sebagai basis ekonomi. Apabila permintaan dari luar wilayah terhadap sektor basis meningkat, maka sektor basis tersebut berkembang dan pada gilirannya dapat membangkitkan pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor non-basis didalam wilayah yang bersangkutan, sehingga akhirnya mengakibatkan berkembangnya wilayah yang bersangkutan.

Dalam kegiatan ekonomi, perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor : kegiatan-kegiatan basis ( basic activities) dan kegiatan bukan basis (non-basic activities). Kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ketempat diluar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan bukan basis (non-basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang atau jasa yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal didalam batas-batas perekonomian yang bersangkutan.


(42)

Kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi; luas lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka yang terutama adalah bersifat lokal (Glasson,1977).

Meningkatnya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan kedalam wilayah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa didalamnya, menimbulkan volume kegiatan non basis dan begitu juga sebaliknya. Peningkatan kegiatan basis disebabkan oleh;

a. Perkembangan jaringan pengangkutan dan komunikasi

b. Peningkatan pendapatan atau permintaan dari luar wilayah,

c. Perkembangan teknologi dan usaha-usaha pemerintah pusat atau daerah setempat untuk mengembangkan prasarana sosial ekonomi.

Dengan demikian, kegiatan sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak pertama (prime mover role), dimana setiap perubahan dalam kegiatan ekonomi tersebut akan mempunyai efek pengganda terhadap perubahan perekonomian wilayah (Richardson dalam Sirojuzilam, 2005).

Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan melakukan survey langsung untuk mengidentifikasikan sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dilakukan untuk menentukan sektor basis dengan tepat, akan


(43)

tetapi memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang cukup besar. Oleh karena itu maka sebagian pakar ekonomi menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yang terdidiri atas beberapa metode,yaitu;

1. Metode Arbritrer, dilakukan dengan cara membagi secara langsung kegiatan perekonomian kedalam kategori ekspor dan non ekspor tanpa melakukan penelitian secara spesifik ditingkat lokal. Metode ini tidak memperhitungkan adanya kenyataan bahwa dalam sesuatu kelompok industri/kegiatan ekonomi bisa terdapat industri-industri yang menghasilkan barang yang sebagian di ekspor atau dijual kepada lokal atau duanya.

2. Metode Location Quotient (LQ), merupakan suatu alat analisa untuk melihat peranan sektor tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam wilayah yang lebih luas. Asumsi yang digunakan adalah produktivitas rata-rata/konsumsi rata-rata antar wilayah yang sama. Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan produk domestik regional bruto(PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Metode LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis sektor-sektor basis dalam suatu daerah. Walaupun teori ini mengandung kelemahan, namun sudah banyak studi empirik yang dilakukan dalam usaha-usaha memisahkan sektor basis dan non basis. Karena disamping memiliki kelemahan, metode ini juga mempunyai dua kebaikan penting, pertama ia


(44)

memperhitungkan ekspor tidak langsung dan ekspor langsung. Kedua

metode ini tidak mahal dan dapat menggunakan data historik untuk mengetahui trend (Prasetyo dalam Nudiathulhuda, 2007).

3. Metode Kebutuhan Minimum (minimium requirements) adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari employment yang diperlukan untuk menopang industri regional dan bukannya distribusi rata-rata. Metode ini sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregasi. Disagregasi yang terlalu terperinci dapat mengakibatkan hampir semua sektor menjadi basis atau ekspor. Persentase minimium ini dipergunakan sebagai batas dan semua employment didaerah-daerah lain yang lebih tinggi dari persentase dipandang sebagai employment basis. Proses ini dapat diulangi untuk setiap industri didaerah bersangkutan untuk memperoleh employment basis total.

Dari ketiga metode tersebut Glasson dan Richardson menyarankan menggunakan metode LQ dalam menentukan sektor basis. Richardson menyatakan bahwa teknik LQ adalah yang paling lazim digunakan dalam studi-studi basis empirik. Asumsinya adalah jika suatu daerah lebih berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang tertentu, maka wilayah tersebut mengekspor barang tersebut sesuai dengan tingkat spesialisasinya dalam memproduksi barang tersebut.


(45)

Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non basis. Teori basis ini mempunyai kebaikan mudah ditetapkan, sederhana dan dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak umum dari perubahan-perubahan jangka pendek. Keterbatasan teori ini tidak terlalu ketat dan dapat menjadi landasan yang sangat bermanfaat bagi peramalan jangka pendek.

2.4. Sektor Unggulan

Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan.(Susantono, 2009).

Menurut Sambodo dalam Harisman 2007; Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya : pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang


(46)

tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

Persoalan pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada sumberadaya dan potensi yang dimiliki guna menciptakan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.Untuk mewujudkan tujuan tersebut ada kerjasama Pemerintah dan masyrakat untuk dapat mengindentifikasi potensi-potensi yang tersedia dalam daerah dan diperlukan sebagai kekuatan untuk pembangunan perekonomian wilayah.

Pengembangan wilayah diartikan sebagai semua upaya yang dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan wilayah yang ditandai dengan pemerataan pembangunan dalam semua sektor dan pada seluruh bagian wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua tempat dan semua semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor terntentu pula. Disebutkan juga bahwa investasi diprioritaskan pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam jangka waktu relatif singkat (Glasson, 1990).Dari defenisi tersebut dimaksudkan bahwa wilayah yang memiliki potensi berkembang lebih besar akan berkembang lebih pesat, kemudian pengembangan wilayah tersebut akan merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor


(47)

yang memiliki potensi berkembang lebih besar cenderung dikembangkan lebih awal yang kemudian diikuti oleh perkembangan sektor lain yang kurang potensial.

Dalam pengembangan wilayah/daerah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor yang potensi berkembangnya cukup besar, atau biasa disebut sebagai sektor unggulan. Karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi sektor potensial tersebut. Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lain sehingga membentuk

forward linkage dan backward linkage. Pertumbuhan yang cepat dari sektor potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan.

Menurut pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi didaerah yang kaya sumber daya alamnya akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan didaerah miskin sumber daya alam. Perbedaan tingkat pembangunan yang didasarkan atas potensi suatu daerah, berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar peranan potensi sektor ekonomi yang


(48)

memiliki nilai tambah terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB disuatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan PDRB daerah tersebut

Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan kriteria.Selnjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi.Hal ini atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah (Sambodo dalam Ghufron, 2008).

Menurut Amabardi dan Socia (2002) kriteria daerah lebih ditekankan pada komoditas unggulan yang bisa menjadi motor penggerak pembanguan suatu daerah, diantaranya:

1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama

pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan dapat memberikan kontrsibusi yang sangat signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran.

2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya. 3. Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wiayah

lain di pasar nasional dan pasar Internasional baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek lainnya.


(49)

4. Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku.

5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui invasi teknologi.

6. komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkulitas, secara optimal, sesuai dengan skala produksinya.

7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu mulai dari fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan. Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penuruanan. Begitu komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya.

8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak ekstenal dan internal 9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendaptkan berbagai

dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disentif, dan lain-lain.

10.Pengembangan komoditas unggulan beroritenasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.

Jadi pengembangan suatu sektor unggulan dapat menciptakan peluang bagi berkembanganya sektor lain yang terkatait baik sebagai input bagi sektor unggulan maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor unggulan yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal ini yang memungkinkan pengembagan


(50)

sektor unggulan dilakukan sebagai langkah dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai sektor unggulan telah dilakukan oleh beberapa peneliti di berbagai daerah. Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan olehpeneliti terdahulu yang dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini, antara lain oleh Marwa (2000), dengan judul penelitian Analisis sektor basis di Provinsi Sumatera Selatan, dengan alat analsisis LQ, dan Shift Share. Dari hasil penelitian tersebut didapati bahwa sektor pertanian sebagai sektor basis di Provinsi Sumatera Selatan adalah sektor pertanian, pertambangan migas dan perdagangan. Namun berdasarkan analisis shift share, sektor dan subsektor yang relatif bisa dikembangkan adalah sektor pertanian, subsektor penggalian nonmigas, subsekor industri migas, sektor perdagangan dan sektor jasa.

Ahmad Mahruf (2003), dengan judul Penentuan Sektor Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan alat analisis shift share, LQ, Model Rasio Pertumbuhan, Rasio Pertumbuhan Wilayah, dan Overlay. Dari penelitian ini didapati bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki basis ekonomi pada empat sektor yaitu (1) Sektor Jasa, (2) Sektor Keuangan, persewaan bangunan, dan jasa (3) Sektor pengangkutan dan komunikasi dan (4) Sektor bangunan.


(51)

Binar Rudatin, tahun 2003, dengan judul Analisis Sektor Basis dalam Rangka Pengembangan Pembangunan Wilayah Studi Kasus Kabupaten-Kabupaten Jawa Tengah, dengan pendekatan analisis shift share, LQ, Tipologi daerah. Dari penelitian ini didadpati bahwa sektor pertanian sebagai sektor basis 22 Kabupten yang ada, dari 29 Kabupten yang ada hanya dua Kabupaten masuk dalam tipologi maju.

Maria Yuvita Gobay, (2003) dengan judul Identifikasi Pengembangan Wilayah di Provinsi Papua dengan pendekatan analisis Growth Ratio Model Analysis, LQ, Overlay, dan Entropi Theil Index. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode 1993-2000 kabupten/kota di provinsi Papua memiliki corak perekonomian yang bervariasipengelompokan kegiatan sektoralnya.Daerah yang dikatakan maju dan cepat tumbuh: Kabupaten Sorong Daerah Maju tertekan: Kabupaten Jayapura, Kab. Fak Fak, Kab.Manokwari, Kab. Yapen Waropen, Kab. Biak Numfor, dan Kota Jayapura. Selama periode 1993-2000 ketimpangan yang semakin menyempit.Pada masing-masing kabupaten/ Kota di Provinsi Papua memiliki potensi wilayah yang memiliki keuanggulan komparatif.

Bayu Wijaya dan Hastarini Dwi, tahun 2006 dengan judul Analsisis Pengembangan Wilayah dan Sektor Potensial Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga, dengan menggunakan alat analisis LQ, Shift share, Tipologi sektoral, dan Analisis SWOT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sektor basis yang dimiliki Kota Salatiga adalah sektor listrik, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa.Hasil analisis Shift Share menunjukkan Kota Salatiga


(52)

berspesialisasi pada sektor pertambangan, listrik, perdagangan.Sektor yang berpotensi untuk dikembangkan adalah sektor bangunan, pengangkutan, keuangan, persewaan dan jasa.

Nudhiatulhda (2007) dengan judul Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tengah dengan alat analisisi LQ, Shift Share, Model Rasio Pertumbuhan, dan Ovelay. Hasil penelitian ini didapat bahwa dari analisis overlay

menunjukkan tidak satupun mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif Hasil analisis Shift Share menunjukkan tidak terdapat satupun Kabupaten/Kota yang memiliki sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif, tetapi hanya memiliki spesialisasi. Berdasarkan Tipologi Klassen terdapat 3 Kabupaten/Kota yang termasuk daerah maju tertekan, sedangkan 7 Kabupaten lainnya masuk daerah relatif tertinggal

Fachurazy(2009) dengan judul Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Kabupaten Aceh Utara dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB, dengan pendekatan analisis klassen tipologi, LQ, Shft Share.Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan tumbuh pesat, sektor basis dan kompetitif adalah sektor pertanian.

Gita Irina Arief (2009) dengan judul Identifikasi Dan Peran Sektor Unggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menunujukkan bahwa sektor yang menjadi sektor unggulan di DKI Jakarta adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor


(53)

pengangkutan dan komunikasi , sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.sektor unggulan yang memiliki daya saing yang lebih baik apabila dibadingkan dengan wilayah lainnya hanya sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.


(54)

5.2.Kerangka Pemikiran

Pencapaian tujuan dari pengembangan wilayah adalah terciptanya pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dari perkembangan indikator ekonomi yang ada salah satunya menggunakan PDRB.Pembangunan ekonomi diarahkan dengan keterkaitan yang kuat dan salinng mendukung antar sektor yang menjadi unggulan di Provinsi Sumatera Utara. Adapun sektor-sektor ekonomi di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari sembilan sektor-sektor antara lain:Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum, Sektor Bangunan (Konstruksi), Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Asuransi, usaha persewaan dan Real estate,dan Sektor Jasa-jasa lainnya.

Dengan melihat segala keterbatasan sumber daya masing-masing dalam suatu region, maka dalam perencanaan pembangunan tersebut perlu ditentukan sektor-sektor yang menjadi unggulan dan prioritas agar pembagunan tersebut dapat terarah.


(55)

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Keterbatasan Sumberdaya

dan Potensi Wilayah

Analsis Daya Saing Identifikasi Potensi Ekonomi

Unggulan

Potensi Ekonomi dan Sektor Unggulan


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kuantitatif.Menurut Namawi (2003:64) metode deskriptif yaitu metode-metode penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah akutal pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional dan akurat.Dengan demikian penelitian ini menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian berdasarkan fakta yang ada dan menganilisis data yang diperoleh.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara karena didasarkan memiliki potensi yang potensial untuk dikembangkan. Dengan struktur fisik wilayah yang beragam dan sebagai salah satu daerah yang terus mengalami perkembangan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan perencanaan pembangunan sektor-sektor ekonomi di Provinsi Sumatera Utara. Dimana penelitian ini menggunakan waktu dengan rentang antara tahun 1996-2011 ( 15 tahun).


(57)

3.3. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dengan menggunakan data sekunder yaitu data PDRB Simalungun, memiliki beberapa batasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Data PDRB yang diteliti adalah data PDRB Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah studi dan data PDBIndonesia sebagai daerah referensi dengan atas dasar harga konstan.

2. Rentang waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk analisis Shift-Share (Pergeseran Perekonomian), Analisis Location Quotient (Sektor Unggulan), Analisis Model Rasio Pertumbuhan (Identifikasi sektor Ekonomi), dan Analisis Overlaymenggunakan rentang waktu tahun 2004-2011.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam penelitian ini adalah data Produk Domestik Regional Bruto PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari tahun 1996-2011 (15 tahun), disertai dengan data-data sekunder lain yang relevan dengan tujuan penulisan penelitian ini.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi yang mana cara pengumpulan data melalui dokumen-dokumen tertulis, terutama berupa


(58)

arsip dan juga termasuk buku-buku tertentu, pendapat, teori, atau hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dokumen yang diperlukan adalah data PDRB Provinsi Sumatera Utara dan PDB Indonesia menurut lapangan usaha tahun 1996-2011 atas dasar harga konstan.

3.6. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu menganalisis sektor unggulan dalam pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara, dan untuk mencapai tujuan penelitian ini digunakan metode analisis LQ, Analisis Shift-Share, Model Rasio Pertumbuhan, dan Overlay.

3.6.1. Analisis Location Quotient (Sektor Unggulan)

Location Quotient (LQ) digunakan untuk melihat sektor-sektor yang termasuk kedalam kategori sektor unggulan. Perhitungan Location Quotient digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara peranan sektor tingkat regional dengan peran sektor diwilayah tingkat atasnya. Hasil dari perhitungan LQ dapat membantu dalam melihat kekuatan dan kelemahan wilayah dibandingkan relatif dengan wilayah yang lebih luas.

Dalam analisis ini dilakukan perbandingan antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) disektor i Provinsi Sumatera Utara terhadap PDRB total semua sektor di Provinsi Sumatera Utara dengan Produk Domestik Bruto (PDRB) disektor i


(59)

metode yang digunakan adalah mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro(2004) sebagai berikut;

LQ =

PDRBina i PDRBina,

i PDRBs,

PDRBs

Dimana :

PDRBS,i = PDRB sektor i di Provinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu. ∑PDRBS = Total PDRB di Provinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu. PDRBina,i = PDRB sektor i di Indonesia pada tahun tertentu.

∑PDRBina = Total PDRB di Indonesia pada tahun tertentu.

Dari analis ini diharapkan didapat sektor-sektor basis di Provinsi Sumatera Utara yang pertumbuhannya dapat dipacu guna meningkatkan pertumbuhan PDRB di Provinsi Sumatera Utara.Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan diatas, maka nilai LQ dapat dibagi dalam beberapa penggolongan. Kriteria penggolongannya adalah;

1. Jika LQ > 1, artinya sektor yang ada di Provinsi Sumatera Utara tersebut merupakan sektor basis yang mampu mengekspor hasil industrinya ke daerah lain. Dalam hal ini tingkat spesialisasi sektor i di Provinsi Sumatera Utara lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Indonesia. Jadi sektor i tersebut adalah sektor basis dan potensial dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Provinsi Sumatera Utara. 2. Jika LQ < 1, artinya sektor yang ada di Provinsi Sumatera Utara merupakan


(60)

Ini berarti tingkat spesialisasi sektor i di Provinsi Sumatera Utara lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Indonesia. Jadi sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Provinsi Sumatera Utara. 3. Jika LQ = 1, artinya adalah produk domestik yang dimiliki Provinsi Sumatera

Utara habis hanya untuk dikonsumsi daerah Provinsi Sumatera Utara. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Provinsi Sumatera Utara adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Indonesia.

3.6.2. AnalisisShift-Share (Pergeseran Perekonomian)

Analisis Shift-Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan perekonomian daerah. Metode ini dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menkankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada daerah yang lebih tinggi atau nasional.

Analisis ini digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian di atasnya.

Untuk mengkaji kinerja berbagai sektor ekonomi yang berkembang di suatu daerah dan membandingkannya dengan perekonomian regional maupun nasional dapat menggunakan analisis Shift-Share, selain dapat mengamati


(61)

penyimpangan-penyimpangan dari berbagai perbandingan kinerja perekonomian antar wilayah, keunggulan kompetitif suatu wilayah juga dapat diketahui.

Metode analisis Shift-Share diawali dengan mengukur perubahan nilai tambah bruto atau PDRB suatu sektor-i di suatu region-j (Dij) dengan formula (Soepono, 1993) :

Dij = Nij + Mij + Cij ………...……… (1) di mana:

Nij = Eij. rn ………...………. ………(2)

Mij = Eij (rin - rn) ...………..………….. .(3)

Cij = Eij (rij – rin) .….…..………….………..…………. (4) Dari persamaan (2) sampai (4), rij mewakili pertumbuhan sektor/subsektor i di wilayah j, sedangkan rn dan rin masing-masing laju pertumbuhan agregat nasional/provinsi, yang masing-masing dapat difenisikan sebagai berikut :

rij = (Eij,t – Eij)/Eij ……...…..………..……...……….. (5)

rin = (Ein,t – Ein)/Ein...…………...………..….(6)

rn = (En,t - En)/En ……….…..……..……..………….……..(7) Keterangan:

Di,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara Ni,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara

yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan ekonomi secaranasional Mi,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara


(62)

yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan sektor i secaranasional Ci,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara

yang disebabkan oleh keunggulan kompetitif sektor i tersebut di Provinsi Sumatera Utara

Eij : PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara tahun awalanalisis Ein : PDB sektor/subsektor i di Indonesia tahun awal analisis

En: PDRB total di Indonesia tahun awal analisis

Eij,t : PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara tahun akhiranalisis Ein,t: PDRB sektor/subsektor i di Indonesia tahun akhir analisis

En,t : PDRB total di Indonesia tahun akhir analisis

Menurut Budiharsono dalam Ghufron (2008) analisis Shift-Share ini menganalisis perubahan indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerjapada dua titik di suatu wilayah. Analisis Shift-Share memiliki kemapuan untuk menunjukkan: perkembangan sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi yang lebih luas; perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya; perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antarwilayah; dan perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya.


(63)

Persamaan (2) sampai (4) juga menunjukkan bahwa peningkatan nilai tambah suatu sektor wilayah (Dij) dapat diuraikan menjadi 3 faktor berpengaruh, yaitu (Sjafrizal, 2002) :

1. Regional Share (Nij) : adalah merupakan komponen pertumbuhan ekonomi daerah yang disebabkan oleh faktor luas yaitu : Peningkatan kegiatan ekonomi daerah akibat kebijakan nasional yang berlaku pada seluruh daerah.

2. Proportional Shift (Mij) atau PS : adalah komponen pertumbuhan ekonomi daerah yang disebabkan oleh struktur ekonomi daerah baik, yaitu berspesialisasi pada sektor yang pertumbuhannya cepat seperti industri.

3. Differential Shift (Cij) atau DS: adalah komponen pertumbuhan ekonomi daerah karena kondisi spesifik daerah yang bersifat kompetitif daerah yang yang dapat mendorong pertumbuhan ekspor daerah.

Melalui ketiga komponen tersebut dapat diketahui komponen atau unsur pertumbuhan yang mana yang telah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Nilai masing-masing komponen dapat saja negatif atau positif, tetapi jumlah keseluruhan akan selalu postif , bila pertumbuhan ekonomi juga positif, demikian juga sebaliknya.

Berdasarkan persamaan (1) sampai (7) di atas, maka untuk suatu wilayah, pertumbuhan nasional atau regional , bauran industri dan keunggulan kompetitif dapat ditentukan bagi suatu sektor i atau dijumlah untuk semua


(1)

2.

Walaupun di Provinsi Sumatera Utara hanya terdapat tiga sektor yang menjadi sektor

unggulan, dan kedua sektor tersebut menjadi prioritas utama dalam perekonomian,

namun tidak dapat diabaikan keberadaan enam sektor lainnya. Sektor lain yang

tergolong sebagai sektor relatif tertinggal, seperti sektor industri pengolahan,

pertambangan dan penggalian walaupun dari tahun ketahun kontribusi sektor ini dalam

kegiatan perekonomian Sumatera Utara selalu mengalami penurunan

3.

Dalam hal ini pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara harus mengambil kebijakan

yang bertujuan untuk memantapkan dan meningkatkan juga sektor-sektor ekonomi non

unggulan agar nantinya dapat menjadi sektor-sektor memberikan kontribusi yang terus

meningkat dalam pembentukan PDRB Sumatera Utara. Oleh karena itu Pemerintah

Sumatera Utara perlu melakukan revitalisasi terhadap sektor-sektor dalam perekonomian

daerah, baik itu sektor yang non basis maupun sektor basis, serta berusaha untuk

menstimulus peningkatan produktivitas dan pengelolaan sektor-sektor potensial agar

mempunyai daya saing yang meningkat/kompetitif sehingga meningkatkan pendapatan

daerah Sumatera Utara.

4.

Bagi para pihak investor yang ingin melakukan investasi di Sumatera Utara, diharapkan

penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam melihat sektor-sektor

potensial dalam berinvestasi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Agus tri Basuki dan Utari Gayatri, 2009.”Penentu Sektor Unggulan Dalam Pembangunan Daerah

Kabupaten Ogan Komering Hilir”,

Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan

, Volume 10

Nomor 1, hal 34-50.

Alkadri, dkk, 1999.

Tiga Pilar Pengembangan Wilayah

.Direktorat Kebijaksanaan Tekonologi

untuk Pengembangan Wilayah BPPT, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, (1996-2011). Sumatera Utara Dalam Angka. Provinsi

Sumatera Utara

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, (1996-2011). Statistik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara.

Bayu Wijaya dan Hastarini Dwi, 2006.”Analisis Pengembangan Wilayah dan Sektor Potensial

Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga”,

Jurnal Dinamika Pembangunan

,

Volume 3 Nomor 2, hal 1-18.

Jhingan, M.L, 2004

. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan

, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Kuncoro, Mudrjat, 2003. Metode Riset untuk Ekonomi dan Bisnis, Erlangga, Jakarta.

Richardson, Harry, 1985.

Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional

, Edisi Revisi 2001. Lembaga

Penerbit FE-UI, Jakarta.

Sirojuzilam dan Kasyfull Mahalli, 2010.

Regional : Pembangunan, Perencanaan, dan Ekonomi,

USU Press, Medan.

Tarigan, Robinson, 2002.

Perencanaan Pembangunan Wilayah: Pendekatan Ekonomi dan

Ruang,

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional,

Medan.

_______, 2003.

Perencanaan Pembangunan Wilayah

, Bumi Aksara, Jakarta.

_______, 2005.

Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi,

Edisi Revisi, PT Bumi Aksara, Jakarta.

Susantono, Bambang, 2009.

Strategi Dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah,

Kata

Hasta Pustaka, Jakarta Selatan.

Todaro, Michael, 2006.

Pembangunan Ekonomi

, Edisi Kesembilan, PT Gelora Akasara Pratama,

Jakarta.


(3)

Lampiran 1

PDRB Provinsi Sumatera Utara 1996-2011

No Sektor 2001 2002 2003 2004 2005

1 Pertanian 20,182.42 20,182.42 20,689.49 21,465.42 22,191.30 2 Pertambangan dan penggalian 1,066.29 1,146.16 1,130.65 1,009.92 1,074.75 3 Industri pengolahan 17,251.97 18,504.47 19,298.24 20,337.03 21,305.37 4 Listrik, gas, dan air minum 577.21 626.85 660.80 681.20 716.25 5 Bangunan dan konstruksi 4,103.89 4,278.72 4,536.03 4,883.08 5,515.98 6 Perdagangan hotel dan restoran 13,289.19 13,951.00 14,353.40 15,230.32 15.184,93 7 Pengangkutan dan komunikasi 5,036.34 5,346.58 5,905.55 6,702.18 7,379.92 8 Keuangan, asuransi dan sewa Perusahaan 4,190.99 4,445.81 4,749.77 5,077.30 5,440.50 9 Jasa-jasa 6,498.52 6,707.12 7,481.69 7,942.51 8,288.79 Total PDRB 72,186.73 75,189.14 78,805.70 83,328.95 87,897.79

No Sektor 2006 2007 2008 2009 2010 2011

1 Pertanian 22,724.49 23,856.15 25,300.64 26,526.92 20,875.20 29,376.58 2 Pertambangan dan penggalian 1,119.58 1,229.05 1,304.35 1,322.98 1,400.45 1,494.85 3 Industri pengolahan 22,470.57 23,615.20 24,305.23 24,977.11 26,105.21 26,548.66 4 Listrik, gas, dan air minum 738.31 739.92 772.94 816.00 873.64 943.75 5 Bangunan dan konstruksi 6,085.61 6,559.30 7,090.60 7,554.36 8,066.15 8,754.63 6 Perdagangan hotel dan restoran 17,095.26 18,386.28 19,515.52 20,575.43 21,914.84 23,693.43 7 Pengangkutan dan komunikasi 7,379.92 8,259.20 9,883.24 10,630.44 11,633.90 12,676.43 8 Keuangan, asuransi dan sewa

Perusahaan

5,440.50 5,977.57 7,479.84 7,939.21 8,795.15 9,992.49 9 Jasa-jasa 8,876.81 9,609.20 10,519.96 11,216.75 11,976.16 12,969.81

No Sektor 1996 1997 1998 1999 2000

1 Pertanian 6,197.98 6,958,166.67 6,761,596.17 7,153,613.72 7,480,207.24 2 Pertambangan dan penggalian 5,98.99 371,664.76 305,578.13 297,371.84 331,209.29 3 Industri pengolahan 5,762.75 5,980,102.72 4,989,743.10 4,985,862.82 5,160,550.91 4 Listrik, gas, dan air minum 237.52 329,032.82 343,063.43 356,731.94 378,672.36 5 Bangunan dan konstruksi 1,043.36 1,134,565.11 951,156.00 964,610.66 1,025,844.15 6 Perdagangan hotel dan restoran 4,453.03 4,669,081.51 3,859,891.91 3,991,367.61 4,125,230.53 7 Pengangkutan dan komunikasi 72,049.15 2,200,184.46 1,811,295.53 1,868,580.84 2,020,335.84 8 Keuangan, asuransi dan sewa Perusahaan 1704,55 1,799,388.35 1,537,203.58 1,509,564.56 1,665,683.49 9 Jasa-jasa 1667,41 1,953,218.60 1,773,162.07 1,782,382.45 1,838,861.53 Total PDRB 414,418.90 25,065,405 22,332,689.92 22,910,086.44 24,911,084.44


(4)

Lampiran 2

No

PDB Indonesia 1996-2011

Sektor 1996 1997 1998 1999 2000

1 Pertanian 63,742.6 64,468 63,609.5 64,985.3 66,208.9 2 Pertambangan dan penggalian 37,568.6 38,538.2 37,474.0 36,865.8 38,896.4 3 Industri pengolahan 102,259.7 107,692.7 95,320.6 99,058.5 104,986.9 4 Listrik, gas, dan air minum 4,840.5 5,479.7 5,646.1 6,112.9 6,574.8 5 Bangunan dan konstruksi 32,923.7 35,346.4 22,456.3 22,035.6 23,278.7 6 Perdagangan hotel dan restoran 69,372.0 73,532.8 60,130.7 60,093.7 63,498.3 7 Pengangkutan dan komunikasi 29,701.1 31,782.5 26,975.1 26,772.1 29,072.1 8 Keuangan, asuransi dan sewa Perusahaan 37,400.6 38,543 28,278.7 26,244.6 27.449,4 9 Jasa-jasa 36,610.1 37,934.5 36,475.0 37,184.0 37,184.0 Total PDRB 414.418,9 433,245.9 376,374.9 379,352.5 379,352.5

No Sektor 2001 2002 2003 2004 2005

1 Pertanian 246,298.2 281,590.8 305,783.5 247,163.60 253,881.7 2 Pertambangan dan penggalian 191,762.4 160,921.4 167,572.3 160,100.50 165,222.6 3 Industri pengolahan 362,031.2 523,199.6 568,920.3 469,952.40 491,561.4 4 Listrik, gas, dan air minum 21,183.9 15,392.0 19,114.2 10,879.60 11,584.1 5 Bangunan dan konstruksi 85,263.2 110,527.4 125,337.1 96,334.40 103,598.4 6 Perdagangan hotel dan restoran 234,262.6 312,186.9 335,100.4 271,142.20 293,645.0 7 Pengangkutan dan komunikasi 75,795.9 97,970.1 118,916.4 96,896.70 109,261.5 8 Keuangan, asuransi dan sewa Perusahaan 91,438.4 154,442.3 174,074.5 151,123.30 161,252.2 9 Jasa-jasa 141,362.2 165,602.9 198.825.9 152,906.10 160,799.3 Total PDRB 1,449,398.1 1,821,833.4 2,013,674.6 1,656,516.8 1,750,815.2

No Sektor 2006 2007 2008 2009 2010 2011

1 Pertanian 262,402.8 271,401.2 284,619.10 295,883 304,777.1 315,036.80 2 Pertambangan dan penggalian 168,028.9 171,422.1 172,496.30 180,200.5 187,152.5 189,761.40 3 Industri pengolahan 514,100.3 538,084.6 557,764.40 570,102.5 597,134.9 633,781.90 4 Listrik, gas, dan air minum 12,251.1 13,517.1 14,994.40 17,136.80 18,050.2 18,921 5 Bangunan dan konstruksi 112,233.6 121,901.0 131,009.60 140,276.8 150,022.4 159,993.40 6 Perdagangan hotel dan restoran 312,520.8 338,807.2 363,818.20 368,463 400,474.9 437,199.70 7 Pengangkutan dan komunikasi 124,975.7 142,327.2 165,905.50 192,198.80 217,980.4 241,298 8 Keuangan, asuransi dan sewa

Perusahaan

170,074.3 183,659.3 198,799.60 209,163 221,024.2 236,146.6 9 Jasa-jasa 170,705.4 181,972.1 193,049 205,434.20 217,842.2 232,537.7 Total PDRB 1,847,292.9 1,963,091.8 2,082,456.1 2,178,850.4 2,314,458.8 2,464,676.5


(5)

Lampiran 3

Hasil Analisis Location Quotient Provinsi Sumatera Utara

No

SEKTOR

TAHUN

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

1 Pertanian 1.699 1.866 1.791 1.823 1.720 1.645 1.737 1.729 1.726 1.741 1.714 1.729 1.744 1.751 1.336 1.818 2 Pertambangan dan

penggalian 0.279 0.167 0.137 0.134 0.130 0.112 0.173 0.172 0.125 0.130 0.132 0.141 0.148 0.143 0.146 0.154

3 Industri pengolahan 0.985 0.960 0.882 0.833 0.749 0.957 0.857 0.867 0.860 0.863 0.865 0.863 0.855 0.856 0.853 0.816 4 Listrik, gas, dan air

minum 0.857 1.038 1.024 0.966 0.877 0.547 0.987 0.883 1.245 1.232 1.193 1.077 1.011 0.930 0.944 0.972

5 Bangunan 0.554 0.555 0.714 0.725 0.671 0.966 0.938 0.925 1.008 1.061 1.073 1.059 1.062 1.050 1.049 1.067 6 Perdagangan hotel dan

restoran 1.122 1.098 1.082 1.100 0.989 1.139 1.083 1.094 1.117 1.030 1.083 1.068 1.052 1.091 1.068 1.056

7 Pengangkutan dan

komunikasi 1.206 1.197 1.132 1.156 1.058 1.334 1.322 1.269 1.375 1.345 1.169 1.142 1.168 1.080 1.041 1.024

8 Keuangan, asuransi dan

sewa perusahaan 0.796 0.807 0.916 0.952 0.924 0.920 0.697 0.697 0.668 0.672 0.633 0.640 0.738 0.741 0.776 0.825


(6)

Lampiran 4

Hasil Analisis Shift Share Provinsi Sumatera Utara 1996-2011

No sektor Eij rn Nij rin Mij Cij Dij

1 Pertanian 63,742.60 4.95 315354.22 3.942327 -64060 -12915.9 238378.35

2 Pertambangan dan penggalian 37568.6 4.95 185863.40 4.051064 -33670.6 -96004.5 56188.26

3 Industri pengolahan 102259.7 4.95 505910.15 5.197768 25612.05 -159736 371786.53

4 Listrik, gas, dan air minum 4840.5 4.95 23947.44 2.908894 -9866.94 311.9988 14392.50

5 Bangunan dan konstruksi 32923.7 4.95 162883.66 3.859521 -35814 116262.9 243332.64

6 Perdagangan hotel dan restoran 69372 4.95 343204.59 5.30225 24623.11 -68089.1 299738.61 7 Pengangkutan dan komunikasi 29701.1 4.95 146940.47 7.124211 64656.43 -57561.4 154035.53 8 Keuangan, asuransi dan sewa

perusahaan 37400.6 4.95 185032.26 5.313979 13713.74 -16896.4 181849.57