BAB III PERDA TENTANG KETERTIBAN UMUM DI DKI JAKARTA:
TINJAUAN TERHADAP ISI DAN IMPLEMENTASINYA
A. Latar Belakang Terbitnya Perda 11 Tahun 1988 dan Perda Nomor 8 Tahun 2007
Secara makro, terbitnya Perda Nomor 11 Tahun 1988 yang kemudian disempurnakan menjadi Perda Nomor 8 Tahun 2007 tidak terlepas dari penerapan
ideologi developmentalisme sebagai strategi pembangunan yang dipilih oleh rezim Orde Baru. Ideologi developmentalisme menjadikan pertumbuhan ekonomi
sebagai tolok ukur utama keberhasilan pembangunan. Demi mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerintah giat berhutang ataupun
mengundang investor untuk mendanai proyek-proyek dan pembukaan usaha berskala besar. Dalam konteks kota Jakarta, program pembangunan kota yang
dilaksanakan sejak Orde Baru lebih memprioritaskan pada industrialisasi, dimana implementasinya adalah pembangunan proyek-proyek besar seperti real estate,
lapangan golf, pabrik, waduk, mal, jalan tol dan jalan layang susun tiga triple decker
, gedung-gedung bertingkat dan sebagainya. Karena kebijakan pembangunan yang lebih mengarah pada pembangunan
investasi, menyebabkan semakin meningkatnya orang miskin di Jakarta. Kebijakan yang mensentralisir kegiatan ekonomi ke pusat kota semakin
meminggirkan orang miskin karena dampak pembangunan investasi tersebut
kemudian menjadikan perumahan, tanah dan lainnya semakin mahal. Padahal, implementasi proyek-proyek besar di suatu kawasan seharusnya tidak akan
menciptakan orang miskin baru jika kompensasi yang diberikan cukup memadai dan ada syarat bagi pemilik proyek disamping dari Pemda sendiri untuk turut
andil dalam menyiapkan lokasi pengganti serta tidak menggunakan security approach
dalam menangani dan mendekati masyarakat yang tergusur. Masyarakat miskin yang semakin bertambah dan urbanisasi yang tak
terkendali di satu sisi, terbatasnya lapangan pekerjaan dan sempitnya lahan di sisi lain membuat berbagai permasalahan sosial ekonomi di Jakarta seperti
pengangguran, kejahatan, pemukiman liar dan berbagai gangguan keamanan dan ketertiban umum juga menjadi semakin meningkat.
38
Untuk mengatasi permasalahan kota Jakarta tersebut, Pemerintahan Propinsi DKI Jakarta mengeluarkan sejumlah kebijakan yang selanjutnya
dituangkan dalam perda, seperti kebijakan ekonomi, sosial, budaya, politik, penataan kota, pendirian bangunan, pengolahan limbah, perburuhan dan lain
sebagainya. Itu semua dimaksudkan untuk menciptakan Jakarta yang tertib, indah, aman, nyaman dan bersahabat. Dalam konteks inilah, Peraturan Daerah Nomor 11
Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum di wilayah DKI Jakarta dibuat dan diberlakukan.
38
Lihat, Andrinof Chaniago “Bisnis yang Diaku Pembangunan” dalam “Gagalnya Pembangunan
”, Jakarta : LP3ES, 2000.
Perkembangan kota yang semakin pesat berjalan seiring dengan berbagai problematika sosial yang mengikutinya. Atas dasar pemikiran tersebut,
Pemerintah DKI Jakarta menganggap bahwa Perda Nomor 11 Tahun 1988 tidak lagi mampu mengakomodasi dan merespon berbagai persoalan sosial yang
berkembang, sehingga membutuhkan penyesuaian. Maka revisi terhadap Perda 11 Tahun 1988 dilakukan dan kemudian muncullah Perda Nomor 8 Tahun 2007.
Namun demikian, meski tujuan dari pemberlakuan perda ini dalam rangka mewujudkan tata kehidupan kota Jakarta yang tertib dan melindungi seluruh
warga kota dan prasarana kota beserta kelengkapannya, dalam praktiknya objek dari perda ini bukanlah seluruh warga Jakarta, melainkan kaum miskin kota dan
masyarakat yang termarjinalkan seperti gelandangan, pengemis, asongan, pak ogah, joki three in one, becak, PKL, WTS dan penyandang masalah kesejahteraan
sosial PMKS lainnya. Dilihat dari prioritas sasarannya, perda ini sepertinya menjadikan rakyat miskin sebagai sumber terjadinya pelanggaran hukum dan
menghalangi ketertiban umum kota Jakarta.
B. Telaah Terhadap Isi Perda Tentang Ketertiban Umum B.1. Perda Nomor 11 Tahun 1988