Ketertiban Umum Dalam Islam

ketertiban umum tersebut. Dengan demikian, pembatasan hak yang didasarkan atas alasan ketertiban umum harus dilihat kasus perkasus. 33 Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut datas, kajian Komnas HAM menyimpulkan bahwa pembatasan hak tertentu yang didasarkan pada alasan ketertiban umum haruslah sesuai dengan persyaratan ketertiban untuk kasus-kasus khusus. Hal itu hanya dapat dibenarkan dalam situasi atau tindakan seseorang yang merupakan ancaman yang cukup serius terhadap ketertiban umum. Oleh karena itu, kontrol dari badan mandiri, apakah itu lembaga politik parlemen, badan peradilan pengadilan atau badan apapun lainya amatlah penting. 34

D. Ketertiban Umum Dalam Islam

Islam sangat menghargai dan menganjurkan terciptanya suasana tertib dan stabil, baik dalam kehidupan sosial, politik maupun ekonomi. Tugas utama seorang pemimpin, di dalam banyak literatur keislaman adalah hirasat al- di’n wa siyasat al-dunya melindungi agama dan memelihara ketertiban sosial-politik, menunjukkan bahwa Islam menaruh perhatian yang besar bagi terciptanya tata kehidupan yang tertib dan stabil. 35 Kekacauan sosial, instabilitas politik dan kesemerawutan tata kehidupan sangat tidak dikehendaki didalam Islam. 36 Ketertiban umum merupakan bagian dari –apa yang di dalam Islam dikenal sebagai konsep al-maslahah al-‘ammah kemaslahatan umum. 33 Ibid, hal. 17. 34 Ibid, hal. 17. 35 Abdul Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur`an, Jakarta: Rajawali Press, 2002, hal. 17. 36 Lihat, Abu Ihsan Al-Atsari, Koreksi Total Masalah Politik Pemikiran dalam Perspektif Al- Qur’an As-Sunnah , Jakarta : Darul Haq, 2002, hal 24-29. Secara etimologi, maslahah berarti manfaat, kemanfaatan atau pekerjaan yang mengandung manfaat. Sedangkan secara terminologis maslahah berarti mengambil manfaat dan menolak mudlarat untuk memelihara tujuan-tujuan syari’at. Ditinjau dari materinya, maslahat terbagi dalam dua jenis, yakni al- maslahah al-amah kemaslahatan umum dan al-maslahah al-kh’assahal- maslahah al-ainiyah kemaslahatan pribadi. Menurut KH. Ali Yafie, mengutip Imam Ar Rafi’i, al-maslahah al-‘ammah adalah urusan umum yang menyangkut kepentingan-kepentingan mashalih tegaknya urusan agama dan dunia dalam kehidupan kita, di antara al-maslahah al-‘ammah adalah mencegah kemelaratan orang banyak kaum muslim, menciptakan lapangan kerja untuk mewujudkan mata pencaharian bagi anggota-anggota masyarakat, menegakkan kontrol sosial melalui amar maruf nahi mungkar, mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui pendidikan, bimbingan keagamaan fatwa dan penyebaran buku-buku. 37 Islam memelihara kemaslahatan pribadi dan umum secara bersamaan tanpa harus ada yang dikorbankan. Namun demikian di saat terjadi pertentangan antara kepentingan pribadi dan umum maka yang didahulukan adalah kemaslahatan umum, dengan catatan, kemaslahatan umum tetap harus selaras dengan tujuan dari syariat itu sendiri, yakni terpeliharanya lima hak dan jaminan dasar manusia al-dharuriyat al-khamsah yang meliputi; keselamatan jiwa hifdzu al-nafs, keselamatan akal hifdzu al-aql, keselamatan keturunan hifdzu al-nasl , keselamatan harta benda hifdzu al-maal, dan keselamatan agama hifdzu al-din. 37 Ali Yafie, Konsep-konsep Istihsan, Istishlah, dan Mashlahat Al Ammah, Makalah pada Seminar MUI, 1999. Catatan ini penting untuk digarisbawahi karena sekali-kali tidak dibenarkan adanya sebuah keputusan yang dibuat, dengan mengatasnamakan kemaslahatan umum, kemudian melanggar hak-hak dasar manusia yang menjadi tujuan syariat. Sebab diturunkannya syariat di tengah kehidupan umat manusia adalah untuk mewujudkan keamanan dan kesejahteraan kemaslahatan umat manusia di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu, agar keamanan dan kesejahteraan kemaslahatan umat manusia di dunia dan di akhirat dapat terwujud maka segala ikhtiar yang dilakukan umat manusia di muka bumi harus selalu sejalan dengan tuntunan syariat. Untuk memenuhi tuntutan dan kepentingan manusia serta merespon berbagai dinamika kehidupan, maka setiap pengambilan keputusan harus memenuhi kriteria kepentingan umum al maslahah al ammah yang dibenarkan oleh syara’.

BAB III PERDA TENTANG KETERTIBAN UMUM DI DKI JAKARTA: