1
BAB I PENDAHULUAN
1.7. Latar Belakang Masalah
Tujuan Negara Republik Indonesia adalah membentuk suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
1
Demokrasi mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan
jalannya organisasi negara dijamin. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan
dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan
Dan untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia yang menganut prinsip demokrasi memberikan hak sepenuhnya kepada
rakyat untuk menentukan sendiri siapa pemimpinnya yang dipercaya mampu mengemban tugas dan tanggung jawab dalam mencapai Indonesia yang adil dan
makmur. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang menganut
sistem pemerintahan presidensil, dengan prinsip demokrasi yang memberikan kebebasan kepada warga Negara untuk memilih Kepala Negara serta wakil-wakil
rakyat yang duduk dalam parlemen melalui proses Pemilihan Umum yang diadakan setiap 5 tahunan. Melalui proses Pemilu diharapkan masyarakat dapat
berperan aktif dalam politik untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia.
1
Dra. Soelistyati Ismail Gani, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1984, hal. 78
Universitas Sumatera Utara
2
rakyat. Demokrasi sebagai sistem dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk
mewujudkan suatu cita-citanya. Ciri utama dari demokrasi adalah ide bahwa para warga negara seharusnya
terlibat dalam bidang tertentu dibanding pembuatan keputusan-keputusan politik baik langsung maupun melalui para wakil pilihan mereka. Keterlibatan warga
negara mencakup partisipasi aktif mereka dalam suatu partai, kelompok penekan, berpartisipasi dalam pendapat publik maupun rapat-rapat politik. Namun ciri
utama demokrasi adalah adanya keterlibatan atau pertisipasi warga negara baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui pemilihan umum pemilu
di dalam proses-proses pemerintahan.
2
Partai politik merupakan salah satu institusi inti pelaksana demokrasi modern. Yang mana demokrasi modern mengandaikan sebuah sistem
keterwakilan, baik itu keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan seperti ParlemenDewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun keterwakilan aspirasi
masyarakat dalam institusi kepartaian.
3
2
Lyman Tower Sargent, Ideologi Politik Kontemporer, Jakarta : PT Bina Aksara, 1986, hal.44.
3
Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi : Menakar Kinerja Partai Politik Era Transisi di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004, hal. 1.
Perwakilan Representation adalah konsep bahwa seseorang atau sesuatu kelompok mempunyai kemampuan atau
kewajiban untuk berbicara dan bertindak atas nama rakyat atau suatu kelompok yang lebih besar sehingga anggota DPR pada umumnya mewakili rakyat melalui
partai politik.
Universitas Sumatera Utara
3
Dalam sejarahnya, Indonesia tercatat mengalami perubahan sistem kepartaian sebanyak tiga kali, dimulai pada era Pemerintahan Soekarno yang
menggunakan sistem multi partai, kemudian Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto menerapkan Sistem dua partai di tambah dengan satu partai Dominan
Partai Golkar, dan pada era reformasi hingga sekarang ini Indonesia kembali menerapkan sistem Multi partai.
Pemilu merupakan salah satu jalan penting dalam proses demokrasi. Pemilu seharusnya dipahami bukan sebagai ajang untuk mengukuhkan kekuasaan
yang sudah ada, melainkan proses untuk membentuk pemerintahan baru. Di masa Orde Lama, pemilu telah dipasung dan diposisikan sebagai alat legitimasi
kekuasaan. Proses panjang ini telah membuat masyarakat apatis terhadap proses pemilu. Kalaupun mereka hadir dalam pemilu, maka hal tersebut tidak lebih
daripada formalitas belaka. Masyarakat bukan tidak tahu, melainkan sangat memahami dan oleh karena itu, masyarakat mendangkalkan pemilu, dengan hanya
menjadikannya sebagai ritual 5 tahunan. Era transisi politik dari rezim otoriter menuju pemerintahan demokrasi
antara lain ditandai dengan berlangsungnya demokrasi pemilihan umum pemilu yang relatif bebas, adil, jujur, dan demokratis. Melalui pemilu yang demokratis
diharapkan dapat dihasilkan lembaga-lembaga demokrasi baru yang berisi para wakil rakyat yang pada akhirnya berpihak serta berjuang untuk kepentingan
rakyat pula. Seperti yang dikemukakan oleh Samuel P. Huntington, prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat
Universitas Sumatera Utara
4
yang mereka pimpin.
4
Sebagus apapun sebuah pemerintahan itu dirancang, ia tidak bisa dianggap demokratis kecuali bila pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secara
bebas oleh warga negara dalam cara yang terbuka dan jujur untuk semuanya. Pelaksanan pemilu bisa saja bervariasi, namun intisarinya tetap sama untuk semua
masyarakat demokratis: akses bagi semua warga negara yang memenuhi syarat untuk mendapatkan hak pilih, perlindungan bagi tiap individu terhadap pengaruh-
pengaruh luas yang tidak diinginkan saat ia memberikan suara, dan penghitungan suara yang jujur dan terbuka terhadap hasil pemungutan suara.
Meskipun demikian, pemilu yang berlangsung secara bebas dan demokratis tidak selalu menjamin lahirnya pemerintahan yang lebih
bertanggungjawab kepada rakyat.
5
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Sejak bergulirnya era orde baru, Indonesia memasuki babak baru yang ditandai dengan reformasi di berbagai bidang, yang tujuannya adalah
mengembalikan kedaulatan kepada rakyat seutuhnya melalui proses demokrasi. Demikian halnya dengan sistem Pemilu yang berubah dari tahun ke tahun adalah
semata-mata untuk membangun sistem demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia menuju ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam sistem pemilu di Indonesia secara jelas dapat kita lihat dalam Undang-Undang Pemilu yang mengalami amandemen dari tahun ke tahun.
4
Syamsuddin Haris dan Moch Nurhasim. Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di Indonesia, Jakarta: LIPI Pers, 2000, hal.1
5
Melvin I.Urofsky, Demokrasi, Office Of International Information Pragrams U.S. Department Of State, hal.2.
Universitas Sumatera Utara
5
Dasar tahun 1945. Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD KabupatenKota dengan sistem proporsional dengan
daftar calon terbuka sedangkan Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.
6
Pemilu Legislatif 2004 yang lalu dilaksanakan berdasarkan Undang-
Undang No 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut menentukan 2 cara penetapan calon
legislatif terpilih, yaitu : Berdasarkan angka Bilangan Pembagi Pemilih BPP dimana calon yang memperoleh suara melebihi atau sama dengan BPP terlebih
dahulu ditetapkan sebagai calon terpilih, dan berdasarkan nomor urut dari daftar calon yang diajukan Parpol peserta Pemilu di daerah pemilihan masing-masing.
Selain sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, pemilu juga akan menghasilkan kabinet dipemerintahan dan
juga wakil masyarakat yang akan duduk di parlemen. Oleh karena itu, sistem pemilu akan mempengaruhi kualitas kabinet dan juga kualitas para wakil rakyat
yang duduk di parlemen, yang akan menjalankan roda pemerintahan bangsa Indonesia untuk masa 5 tahun.
7
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, mekanisme penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota sebagaimana
tertulis dalam Pasal 107 ayat 2b menyatakan bahwa Penetapan nama calon yang tidak mencapai angka BPP, penetapan calon terpilih ditetapkan berdasarkan
nomor urut pada daftar calon di daerah pemilihan yang bersangkutan. Hal ini
6
Pemilu 2004, dibuat berdasarkan Website DPR RI www.dpr.go.id
7
Joko J. Prihatmoko dan Moestafa, Menang Pemilu di Tengah Oligarki Partai, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
6
berarti bahwa calon dengan nomor urut kecil lebih memiliki peluang untuk duduk dalam lembaga legislatif dibanding calon dengan nomor urut besar, meskipun
calon dengan nomor urut kecil mendapatkan suara yang lebih sedikit dari pada calon dengan nomor urut besar.
Secara umum Sistem pemilu yang digunakan pada pemilu 2004 adalah adalah sistem proporsional terbuka setengah. Sistem proporsional terbuka
setengah dapat diartikan sebagai sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka dan secara bebas dipilih oleh rakyat, akan tetapi dalam hal penetapan
caleg terpilih didasarkan pada nomor urut terkecil bagi yang tidak mencapai angka BPP. Dengan kata lain meskipun nomor urut besar memiliki suara yang
lebih banyak dari nomor urut kecil akan tetapi suaranya akan tetap di berikan kepada nomor urut yang lebih kecil. Dikatakan setengah karena dalam hal ini
partai masih memegang peranan penting dalam menentukan nomor urut. Partai sebagai kendaraan politik memiliki standart tertentu dalam proses rekrutmen para
calon legislatif. Namun idealnya dalam proses rekrutmen caleg, sebuah partai seharusnya wajib mempertimbangkan kualitas, sumber daya serta akuntabilitas
seseorang yang ingin mencalonkan diri. Akan tetapi dengan sistem pemilu proporsional terbuka setengah, pertimbangan-pertimbangan tersebut bisa jadi
terabaikan. Kendala utama dalam hal ini adalah karena mekanisme penentuan caleg terpilih didasarkan atas nomor urut terkecil bagi yang tidak mencapai angka
BPP. Hal ini menjadi sorotan publik tentang kualitas anggot a legislatif . Kinerja
para anggota legislatif yang notabene adalah mandataris dari rakyat diragukan legalitasnya. Mekanisme penetapan calon legislatif terpilih berdasarkan nomor
Universitas Sumatera Utara
7
urut sebagaimana yang dilaksanakan pada pemilu 2004 yang lalu, menuai kontroversi karena dianggap kurang demokratis. Hal ini memicu sekelompok
orang untuk melakukan uji materi terhadap UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilu kepada Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Selasa, 23 Desember 2008, mengabulkan sebagian permohonan pemohon terkait uji materi UU No 10 Tahun
2008 tentang Pemilu, salah satunya adalah Pasal 214 ayat 2b, sehingga penetapan caleg terpilih untuk pemilu 2009 apabila jumlah suara yang diperoleh tidak
mencapai angka BPP akan ditentukan dengan sistem suara terbanyak.
8
Dengan keputusan tersebut, maka sistem pemilu yang digunakan pada pemilu 2009 adalah sistem proporsional terbuka terbatas. Dikatakan terbatas
karena yang berhak mendapatkan kursi adalah partai-partai yang mendapatkan suara mencapai angka BPP atau mendekati angka BPP melalui akumulasi suara
yang didapatkan oleh para caleg dari partai tersebut di suatu daerah pemilihan, MK menilai kedaulatan rakyat dan keadilan akan terganggu. Jika ada dua
caleg yang mendapatkan suara yang jauh berbeda ekstrem, terpaksa caleg yang mendapatkan suara terbanyak dikalahkan caleg yang mendapatkan suara kecil,
tetapi nomor urut lebih kecil. MK juga menyatakan, memberi hak kepada caleg terpilih sesuai nomor urut sama artinya dengan memasung suara rakyat untuk
memilih caleg sesuai pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak.
8
Ratna Ariani, Putusan MK: Suara Terbanyak - Wajah Demokrasi Indonesia [artikel on line], www.ratnaariani.com, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
8
kemudian wakil rakyat akan ditentukan berdasarkan perolehan suara terbanyak pada daftar caleg partai yang mendapatkan kursi tersebut. Sistem pemilu ini
sedikit lebih demokratis dibandingkan dengan sistem pemilu pada tahun 2004. Selain itu, aturan ini juga mengurangi konflik internal partai. Para caleg tidak
perlu berebut nomor urut melainkan terdorong meraih dukungan semaksimal mungkin. Dengan cara ini kompetisi antar caleg menjadi lebih sehat. Bagi
pemilih, selain memilih partai mereka bebas memilih caleg yang lebih disukainya. Suara pemilih jadi lebih berarti karena caleg terpilih ditentukan berdasarkan
perolehan suara terbanyak. Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut bagi kebanyakan pihak
dianggap sebagai keputusan yang tepat dan lebih demokratis dibandingkan dengan sistem penetapan caleg terpilih berdasarkan nomor urut. Hal ini memberikan
kesempatan yang sama bagi setiap calon legislatif untuk dapat menduduki kursi parlemen, dan terlebih keputusan ini telah memberikan kebebasan kepada
masyarakat dalam menentukan pilihannya, karena selama ini meskipun bebas memilih, akan tetapi pilihan masyarakat masih terbentur dengan sistem penentuan
caleg berdasarkan nomor urut. Selain itu, keputusan Mahkamah Konstitusi ini juga mengurangi
kemungkinan terjadinya money politik, karena selama ini para caleg berlomba untuk mendapatkan nomor urut kecil nomor urut satu yang dianggap sebagai
nomor jadi, bahkan para caleg tidak segan-segan mengeluarkan sejumlah uang hanya untuk mendapatkan nomor urut tersebut untuk dapat duduk di kursi
legislatif, sedangkan selama ini kinerja dan akuntabilitas para anggota legislatif terpilih yang duduk di kursi legislatif, hasilnya bisa dikatakan nihil, hal ini dapat
Universitas Sumatera Utara
9
dilihat dari kurangnya atau minimnya menghasilkan produk hukum berupa peraturan daerah yang pro rakyat dan demi kesejahteraan rakyat. Para anggota
legislatif seolah-olah dalam intervensi eksekutif.
9
Dari uraian di atas, penulis merasa bahwa perlu diadakan penelitian mengenai perubahan sistem pemilu, mengingat sistem pemilu di Indonesia masih
Perubahan sistem pemilu pada hasil pemilihan umum tahun 2009 melahirkan harapan dan optimisme dikalangan masyarakat mengingat akumulasi
kekecewaan publik terhadap akuntabilitas dan penampilan partai-partai politik di lembaga-lembaga legislatif produk pemilu sebelumnya.
Pemilu 2009 dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No 10 tahun 2008 tentang Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang tersebut mengalami beberapa perubahan dari Undang-Undang sebelumnya.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem pemilu di Indonesia khususnya pada sistem pemilu 2009 tentunya membawa dampak terhadap tingkat
akuntabilitas anggota legislatif terpilih pada pemilu 2009, karena anggota legislatif terpilih tersebut dianggap pilihan terbaik dari masyarakat yang telah
memilih secara demokratis, dimana pertanggung jawaban atau akuntabilitas merupakan salah satu konsep yang lekat dalam teori dan praktek demokrasi.
Karena dalam konteks demokrasi yang berarti dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat maka perlu pertanggung jawaban dari instrument demokrasi seperti
legislatif kepada rakyat.
9
Zulfan Heri. 2005.Legislator Menuai Kritik. Riau : ISDP. Hal 78
Universitas Sumatera Utara
10
belum menemukan format yang ideal dalam pelaksanaanya. Dalam sejarahnya, sistem pemilu di Indonesia selalu berubah-ubah dari tahun ke tahun. Apa lagi
setelah masa reformasi, tuntutan demokrasi oleh masyarakat yang ingin sepenuhnya diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya telah
mempengaruhi para tokoh-tokoh politik nasional untuk berpikir bagaimana menerapkan sistem demokrasi yang seutuhnya bagi bangsa Indonesia saat ini. Dan
melalui sistem pemilu yang lebih baik dan lebih demokratis, diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat selama ini.
Secara khusus penulis memilih judul ini karena selama ini penulis melihat tidak adanya konsistensi Undang-undang Pemilu yang ditandai dengan revisi dan
perbaikan-perbaikan dari tahun ke tahun. Selain itu penulis juga tertarik dengan penerapan sistem suara terbanyak dalam penetapan caleg terpilih bagi yang tidak
mencapai angka BPP, karena selain merupakan hal yang baru, hal ini juga pada prinsipnya mempengaruhi calon legislatif untuk duduk dalam parlemen. Berbeda
dengan pemilu sebelumnya, pada pemilu kali ini, suara rakyat akan sangat berarti dalam menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga parlemen.
Perubahan sistem pemilu itu juga pada dasarnya akan merubah pola pikir para pemilih untuk lebih selektif dalam menjatuhkan pilihannya kepada sosok yang
dianggap benar-benar mampu menyampaikan aspirasinya. Harapan segenap rakyat Indonesia kepada anggota legislatif terpilih tahun 2009 adalah untuk
menunjukan hasil yang optimal dalam hal memperjuangkan kepentingan rakyat. Dalam kaitan ini, maka partisipasi masyarakat harus juga dipandang sebagai
faktor penting yang dapat mempengaruhi akuntabilitas legislatif. Pengawasan dari masyarakat juga sangat penting karena akan menjadi faktor yang akan mendorong
Universitas Sumatera Utara
11
anggota legislatif untuk bertanggung jawab dalam mengemban tugas dan amanat rakyat. Sejauh mana kepentingan masyarakat diperjuangkan oleh anggota
legislatif juga merupakan salah satu indikasi yang digunakan untuk menilai aspek akuntabilitasnya.
1.8. Perumusan Masalah