BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam mewujudkan tercapainya Indonesia sehat 2010 Pertanian merupakan salah satu sektor yang perlu diperhatikan. Petani merupakan kelompok kerja terbesar
di Indonesia, meski ada kecenderungan menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian , masih berjumlah 42 juta orang atau sekitar 40 dari angkatan kerja.
Faktor resiko kesehatan pada sektor pertanian sangat kompleks dan saling terkait sehingga perlu penaganan yang komprehensif .
Masalah kesehatan yang dihadapi di bidang pertanian tidak terlepas dari penggunaan tekhnologi yang digunakan untuk mengolah lahan pertaniaan. Dalam
perspektif kesehatan, penerapan tekhnologi adalah suatu health risk. Ketika terjadi perubahan ataupun pemilihan sebuah teknologi, secara implisit akan terjadi
perubahan faktor resiko kesehatan. Teknologi mencangkul digantikan dengan traktor, pemberantasan hama dengan predator digantikan dengan penggunaan pestisida, akan
mengubah faktor resiko kesehatan yang dihadapi Achmadi, 2008. Penerapan teknologi baru memerlukan adaptasi sekaligus keterampilan.
Demikian pula dengan penggunaan pestisida, ada banyak faktor yang harus diperhatikan, seperti indikasi hama, kapan saat menyemprot hama, takaran, teknik
penyemprotan, dan lain-lain. Ironisnya, teknologi baru ini memiliki potensi bahaya khusunya pada saat kritis pencampuran. Banyak kasus dan penelitian yang sudah
membuktikan banyak korban yang sudah berjatuhan akibat penggunaan pestisida.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1996 di Filipina, 52 orang masuk rumah sakit akibat keracunan pestisida, 35 diantaranya keracunan berat. Tahun 1999 di Peru, 24 anak beberapa
diantaranya masih berumur 4 tahun meninggal setelah kantong susu yang mereka minum dicampur dengan parathion, jenis insektisida yang digunakan untuk
membunuh anjing dan tikus health modul, 1999. Disamping dapat menimbulkan keracunan melalui kontak langsung dengan
pestisida, Penggunaan pestisida dapat mencemari lingkungan dengan meninggalkan residu dalam tanah serta dalam bagian tanaman seperti buah, daun, dan umbi. Data
lapangan menunjukkan adanya residu insektisida pada beras dan tanah sawah di Jawa, berupa organofosfat, organoklorin, dan karbamat Widianto, 1994.
Residu pestisida pada tanaman dapat berasal dari hasil penyemprotan pada tanaman. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti batang, daun,
buah, dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat pada permukaan maupun daging dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci atau dimasak residu pestisida ini
masih terdapat pada bahan makanan. Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh badan Standar Nasional Indonesia SNI 2008, tentang batas maksimum residu
pestisida pada tanaman, Residu pestisida untuk golongan organofosfat klorpirifos masih diperbolehkan ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah ditentukan,
khusus untuk beras batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 0,5 mg. Berdasarkan hasil penelitian soemirat 2003 residu insektisida golongan
organofosfat ditemukan pada berbagai jenis sayuran seperti bawang merah dengan konsentrasi 1,167-0,565 ppm, kentang 0,125-4,333 ppm, cabe dan wortel
Universitas Sumatera Utara
mengandung profenos 0,11 mgkg, detakmetrin 7,73 mgkg, klorfiripos 2,18 mgkg, tulubenzuron 2,89 mgkg, dan permetrin 1,80 mgkg.
Menurut Pandit 2006 tingkat keracunan pestisida jenis insektisida dapat dibedakan menjadi 3, yaitu acute poisoning, yaitu keracunan yang terjadi akibat
masuknya sejumlah besar pestisida sekaligus ke dalam tubuh. Misal, kasus salah makan ataupun bunuh diri. Gejala dari keracunan akut, mual, muntah-muntah, sakit
kepala, pusing, panik, kejang otot, dan lemah otot. Sub acut poisoning, merupakan keracunan yang ditimbulkan oleh sejumlah
kecil pestisida yang masuk ke dalam tubuh, namun terjadinya secara ber ulang-ulang. Sementara untuk chronic poisoning, yaitu keracunan akibat msuknya sejumlah kecil
pestisida dalam waktu yang lama dan pestisida mengalami kecenderungan untuk terakumulasi dalam tubuh.
Gunung tua merupakan salah satu daerah sentra produksi beras di Kabupaten Padang Lawas Utara. Kebanyakan masyarakatnya masih menggantungkan
penghidupannya pada lahan pertanian. Berbagai macam varietas beras di tanam dan di produksi tiap tahunnya oleh petani. Ada 5 macam varietas beras yang paling
banyak ditanam oleh petani, yaitu jenis siherang, IR 64, Santana, IR 66, dan sendang sri.
Di dalam mengolah lahan pertaniannya, petani menggunakan berbagai macam bahan kimia untuk mengolah lahan pertaniaan Sepeti pupuk dan pestisida, untuk
meningkatkan hasil pertaniaannya. Di dalam penggunaan bahan kimia, khususnya pestisida, dikhawatirkan akan menimbulkan efek yang negatif terhadap kesehatan dan
kualitas hasil produksi pertanian yang disebabkan oleh penggunaan pestisida yang
Universitas Sumatera Utara
tidak sesuai sehingga menimbulkan pencemaran pestisida, seperti residu pestisida pada beras yang dihasilkan.
Kebiasaan petani di daerah Kecamatan Portibi Kabupaten Padang Lawas Utara dalam menggunakan pestisida masih berdasarkan pengalaman dan informasi
yang mereka dapatkan dari sesama kalangan petani. Hal yang demikian tentunya cukup berisiko untuk menimbulkan penggunaan pestisida yang tidak sesuai. Dengan
kondisi yang demikian pestisida yang digunakan pada saat penyemprotan berpotensi meninggalkan residu pada hasil pertaniannya yaitu beras. Dimana pada umumnya
pestisida mempunyai sifat teradsopsi dan terabsorpsi ketika digunakan. Pemerintah setempat, melalui dinas pertaniannya, telah berupaya melakukan
sosialisasi di dalam hal penggunaan pestisida, seperti penyuluhan pertanian untuk meningkatkan pengetahuan petani, pelatihan cara penyemprotan pestisida, dan
menyediakan alat pelindung diri seperti masker untuk mengurangi keterpaparan petani terhadap pestisida. Tetapi hal tersebut belum bisa di terapkan oleh petani
sewaktu menggunakan pestisida.
1.2. Perumusan Masalah