Ketidakpuasan Konsumen Pasca Pembelian

terhadap merek vokal. Pengertian tentang sikap relatif melibatkan upaya pembandingan sikap menyangkut merek karena sikap relatif merupakan tingkat di mana evaluasi konsumen terhadap satu merek mendominasi merek lainnya. Menurut kedua peneliti tersebut bahwa loyalitas yang sesungguhnya terjadi hanya saat pola pengulangan muncul bersama sikap relatif yang tinggi. Konsumen yang mendapat kepuasan atas produk yang dibelinya cenderung melakukan pembelian ulang produk yang sama. Salah satu faktor penting yang dapat membuat konsumen puas adalah kualitas. Kualitas dapat digunakan pemasar untuk mengembangkan loyalitas merek dari konsumennya, jika pemasar memperhatikan kualitas dan diperkuat dengan periklanan yang intensif, loyalitas konsumen pada merek yang ditawarkan akan lebih mudah diperoleh.

H. Ketidakpuasan Konsumen Pasca Pembelian

Ketidakpuasan konsumen dapat timbul karena adanya proses informasi dalam evaluasi terhadap suatu merek. Konsumen akan menggunakan informasi masa lalu dan masa sekarang untuk melihat merek-merek yang memberikan manfaat yang mereka harapkan. Kepuasan konsumen adalah fungsi seberapa dekat harapan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan atas produk tersebut. Bila kinerja produk lebih rendah daripada harapan konsumen, maka konsumen akan mengalami ketidakpuasan. Konsumen membentuk harapan mereka berdasarkan pesan yang diterima dari 52 produsen. Jika produsen melebih-lebihkan manfaat suatu produk, harapan konsumen tidak akan tercapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan Kotler,2007:243. Dalam Shellyana dan Basu Swstha 2002, Hasil evaluasi merek yang dilakukan konsumen adalah niat atau keinginan membeli, atau tidak membeli melalui proses pengambilan keputusan yang kompleks Assael, 1995. Dalam Heru Aulia Azman 2007, ketidakpuasan konsumen dissatisfaction muncul ketika harapan pra pembelian ternyata tidak cocok serta negatif. Yaitu, kinerja suatu produk ternyata lebih buruk dari kinerja yang diharapkan. Jika mereka tidak dipuaskan mereka cenderung beralih serta mengajukan keberatan pada produsen, pengecer, dan bahkan menceritakannya kepada konsumen lainnya. Semakin positif persepsi tentang kepekaan pengecer terhadap keluhan konsumen, semakin tinggi kecenderungan terjadinya kecaman Peter dan Olson, 2000:160. Dalam Heru Aulia Azman 2007, bahwa Kotler 2003 dan Irawan 2004 menyebutkan ada lima faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan yaitu : 1. Kualitas Produk Pelanggan akan puas bilamana hasil evaluasinya terhadap produk yang dikonsumsinya adalah berkualitas. Dimensi yang berpengaruh dalam bentuk kualitas produk adalah performance, reliability, conformance, durability , dan feature. 53 2. Kualitas Pelayanan Pelanggan akan puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik dan sesuai dangan harapan mereka. Dimensi yang berpengaruh dalam membentuk kualitas pelayanan ini menurut A. Parasuraman,et al Kotler,2003 terdiri dari lima dimensi yaitu: reliability, reponsivesness, assurance, emphaty dan tangible. 3. Harga Apabila harga untuk produk relatif sama lebih murah dari tempat lain, pelanggan merasa memperoleh nilai value yang lebih tinggi. Value yang lebih tinggi ini merupakan faktor yang meningkatkan kepuasan pelanggan. 4. Faktor Emosional Faktor ini berkaitan dengan social value, dimana seseorang merasa bangga dan derajat sosialnya meningkat dimata orang lain bilamana menggunakan suatu merek tertentu yang telah ternama. Kebanggaan ini cendereung mempunyai tingkat kepuasan yang tinggi. 5. Biaya dan Kemudahan mendapatkan Produk Pelanggan akan lebih puas apabila untuk mendapatkan produk yang diinginkan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu menunggu antrian atau menempuh jarak yang cukup jauh untuk mencapai lokasi. 54

I. Perpindahan Merek Brand Switching

Tugas pemasar tidak berhenti begitu penjualan terjadi, karena pembeli akan mengevaluasi alternatif sesudah pembelian seperti halnya sebelum pembelian. Jika keterlibatan tinggi, bukan tidak lazim pembeli mengalami periode yang seketika dan sementara berupa penyesalan atau keraguan sesudah keputusan. Ini dapat menimbulkan dampak pada apakah pembeli bersangkutan puas atau tidak puas dengan transaksinya. Keyakinan dan sikap yang terbentuk pada tahap ini akan langsung mempengaruhi niat pembelian masa datang, komunikasi lisan dan perilaku keluhan. Gambar 2.4 Model Pembelian dan Hasilnya Proses Keputusan Pengenalan kebutuhan Pencarian Sumber : James E. Engel, Roger D, Paul W.1995:2000 Evaluasi Alternatif Hasil Ketidakpuasan Kepuasan Pencarian External Kepercaya an sikap Nilai Pembelian 55 Brand switching is when a consumer or group of consumers switches their allegiance from one brand of a certain type of product to another. This brand switching may be temporary, example: if Marlboro cigarettes are not availaible at the shop a consumer may buy Camel as their next preference or it may be longer lasting, perhaps for example in the case of products that last longer or from which switching away is harder www.sticky-marketing.net Menurut pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa brand switching terjadi ketika suatu konsumen atau kelompok konsumen mengalihkan kesetiaannya dari satu merek produk kepada merek dari produk lainnya. Brand Switching ini dapat bersifat sementara atau dapat juga untuk waktu yang lama.tingkat brand switching ini juga menunjukan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal. Semakin tinggi brand switching, maka semakin tidak loyal pelanggan. Hal itu berarti semakin beresiko juga merek yang dikelola karena bisa dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggan.Sumarketer, Senior Business Analyst, MarkPlusCo. Konsumen beralih dari satu merek ke merek lain pada dasarnya disebabkan karena empat hal www.mars-e.com , yaitu: 1. Kebutuhan tidak terpenuhi dengan produk atau jasa sebelumnya digunakan core product problem 2. Tidak puas dengan layanan yang diberikan oleh pemilik merek augmented product problem 3. Ada merek lain yang memberikan benefit yang lebih baik tidak berarti dissatisfied terhadap produk sebelumnya 4. Adanya keinginan mencoba sesuatu yang lain variety 56 Menurut Bilson Simamora 2004:22 dalam Ribhan 2006 dapat dijelaskan bahwa konsumen yang seringkali melakukan peralihan merek brand switching dalam pembeliannya termasuk dalam tipe perilaku pembelian yang mencari keragaman Variety Seeking Buying Behaviour. Peralihan merek brand Switching ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendiferensiasikan keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut. Peralihan merek brand switching juga ditandai dengan keterlibatan yang rendah low involvement. Konsumen tidak melalui tahap-tahap keyakinan, sikap atau perilaku yang normal. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi mengenai merek, melainkan meupakan penerimaan informasi pasif information catching. Konsumen tidak mmebentuk keyakinan merek brand conviction, tetapi memilih suatu merek karena merek tersebut terasa akrab brand familiarity. Kendala yang dihadapi konsumen untuk pindah dari satu merek ke merek lain ternyata tidak sesederhana perasaan puas dan tidak puas saja, melainkan munculnya biaya financial dan non financial yang harus ditanggung oleh konsumen semakin besar biaya ini muncul maka semakin besar pula keengganan konsumen untuk pindah. Pengambilan keputusan perpindahan merek yang dilakukan konsumen terjadi karena adanya ketidakpuasan konsumen yang diterima konsumen setelah melakukan pembelian. ketidakpuasan konsumen ini muncul karena 57 pengharapan konsumen tidak sama atau lebih tinggi daripada kinerja yang diterimanya dari pemasar. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan yang dapat mempengaruhi sikap dan niat untuk melakukan pembelian pada masa konsumsi berikutnya.

J. Penelitian Terdahulu