Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II , 2008.
USU Repository © 2009
Bersama dilihat dari segi hubungan kerja adalah merupakan suatu karakteristik yang essensial yang diakui oleh pengusaha, pekerja dan oleh pemerintah.
Perjanjian Kerja Bersama juga merupakan induk dari perjanjian kerja. Dengan demikian perjanjian kerja tidak dapat mengeyampingkan isi Perjanjian Kerja
Bersama PKB. Tetapi sebaliknya Perjanjian Kerja Bersama PKB dapat mengeyampingkan isi dari perjanjian kerja. Atau dengan kata lain Perjanjian
Kerja Bersama PKB tidak dapat mengeyampingkan isi dari Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tetapi sebaliknya Undang-undang No. 13
tahun 2003 dapat mengeyampingkan isi dari Perjanjian Kerja Bersama PKB.
C. Perlindungan Hak-Hak Buruh Perkebunan
Perjuangan untuk memperoleh upah yang layak telah menjadi perjuangan kelas buruh sejak dahulu. Kurang lebih 8000 tahun lalu, para pekerja yang
menggarap pembangunan piramida-piramida di Mesir telah mengadakan pemogokan untuk menuntut jatah makan lebih layak. Mereka memang bukan
kelas buruh industrial seperti yang kita temui di jaman ini. Pada masa-masa tanam, mereka bekerja sebagai petani. Namun, dimasa paceklik atau dimasa antar-
waktu tanam, mereka dipekerjakan oleh kerajaan Mesir untuk membangun berbagai monumen, antara lain piramida dan makam para raja. Namun di saat
bekerja sebagai buruh pembangun monumen, mereka menerima upah layaknya sistem kerja buruh modren.
77
77
Internet, www.google.com, Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat, Upah Buruh Perkebunan Dibawah UMR, 2008.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II , 2008.
USU Repository © 2009
Sedemikian panjang sejarah perjuangan buruh untuk mendapatkan upah layak. Sampai hari ini pun perjuangan itu belum berakhir. Apalagi penetapan
Upah Minimum Propinsi, Kota ataupun sektoral belumlah benar-benar sesuai dengan kebutuhan buruh. Buruh masih harus berjuang keras guna terlepas dari
ketertindasan dan kemelaratan. Bagi pemerintah penetapan UMP mungkin hanyalah ritual tahunan yang
harus dikerjakan. Tapi bagi buruh UMP ini merupakan titik awal perjalanan memenuhi kebutuhannya dan keluarganya untuk satu tahun kedepan. Karena itu
wajar saja jika tiap tahun gejolak mengenai tuntutan upah layak tak kunjung padam. Gejolak upah timbul akibat upah yang ditetapkan oleh pemerintah tidak
pernah mencukupi kebutuhan hidup buruh. Buruh harus terseok-seok menutupi kebutuhan hidupnya. Mulai dari mencari sampingan sampai gali lobang tutup
lobang pun dijalani. Kenyataan itu pulalah yang membuat kehidupan buruh semakin sengsara. Upah yang selama ini ditetapkan tidak sesuai dengan
kebutuhan hidup.
78
Jangankan untuk hidup dengan layak, untuk layak hidup saja saat ini sudah sulit. Bagaimana tidak, tidak ada satupun instrumen pemerintah yang berpihak
pada buruh. Jika keberpihakan dianggap berlebihan setidaknya ada sedikit keadilan. Selama ini cost biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar
upah buruh hanya berkisar 6-7 dari biaya produksi keseluruhan, buruh dianggap bukanlah manusia namun bagian dari alat produksi perusahaan.
79
78
Internet, www.google.com, Anwar Ma’aruf,Upah Buruh Perkebunan Dibawah UMR, 2008.
79
Ibid.
Penetapan upah selama ini hanya dianggarkan agar si buruh dapat makan
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II , 2008.
USU Repository © 2009
dan minum, tidak lebih dari itu. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 17 tahun 2005 yang menjadi dasar penetapan UMP tidak berpihak pada buruh. Selain
karena dirasa tidak benar-benar dapat menampung aspirasi buruh, Permenakertras ini juga nyata-nyata berpihak kepada pengusaha.
80
Di Negeri yang kaya ini, nilai kenaikan upah kaum buruh sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan trend kenaikan gaji dan tunjangan buat
birokrasi pemerintahan, pejabat negara baik eksekutif maupun legislatif. Perbandingan itu menunjukkan buruh diperlakukan sebagai rakyat kelas kesekian
yang tuntutannya tidak perlu dipenuhi. Akibatnya, kesenjangan social antara si kaya dan si miskin semakin menganga.
Polemik pun selalu terjadi tiap tahun menjelang penetapan UMP. Krisis kepercayaan buruh terhadap pemerintah semakin besar ketika kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah semakin memarginalkan kaum buruh. Apalagi standart dan item yang dimasukkan sebagai dasar perhitungan upah minimum
sangat minimal rendah. Akibatnya rakyat merasa pemerintah tidak menjalankan fungsinya untuk menjamin kehidupan yang layak bagi masyarakatnya.
Akhirnya, demonstrasi-demonstrasi kaum buruh menuntut keadilan upah tak dapat dibendung. Aksi-aksi buruh dibeberapa belahan negeri ini
menggambarkan betapa mereka ingin hidup layak.
81
Keselamatan dan kesehatan kerja selanjutnya disingkat K-3 merupakan masalah penting dalam dunia perburuhan. Selain sebagai hak dasar buruh, K-3
80
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
81
Internet, op. cit.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II , 2008.
USU Repository © 2009
penting karena pihak yang berkaitan dengan masalah tersebut harus berusaha untuk mengurangi kemungkinan resiko dan bahaya dalam bekerja aspek
preventif, memungkinkan tercapainya pengobatan aspek kuratif dan pemulihan kesehatan aspek rehabilitatif bagi buruh khususnya mereka yang mengalami
kecelakaan kerja.
82
Buruh harus bekerjasama erat dengan pengusaha dan otoritas pengawas regulasi mempromosikan keselamatan kerja. Para buruh pekerja melalui wakil
mereka mempunyai hak dan tugas berperan serta dalam semua hal yang terkait dengan K-3, mencakup hak untuk memperoleh informasi yang tepat dan
menyeluruh dari pengusaha tentang resiko, memperhatikan tindakan dan kelalaian mereka di tempat kerja, memelihara alat kerja dan pelindung kerja, melaporkan
bila buruh percaya bahwa pelindung K-3 yang disediakan perusahaan tidak sesuai atau tidak cukup atau percaya bahwa pengusaha mereka gagal memenuhi
ketentuan hukum, aturan dan prosedur kode praktek K-3 dan membawa masalah ke tingkat pengawas ketenagakerjaan atau badan lain yang berkompeten, serta
pekerja mempunyai hak untuk pemeriksaan kesehatan tanpa dipungut biaya dan penanggulangan apabila oleh kondisi tertentu dalam kerja menyebabkan
gangguan kesehatan dan atau kecelakaan kerja.
83
Umumnya penyebab kecelakaan kerja adalah tempat kerja yang tidak aman seperti lokasi yang tidak rata menyulitkan memanen, lokasi kerja bersemak
82
Internet, www.google.com, Manginar Situmorang, Karakteristik Kecelakaan Kerja Di Perkebunan, 2008.
83
Ibid.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II , 2008.
USU Repository © 2009
tempat bersemainya binatang berbisa jalan licin dan berlobang terpeleset.
84
Dengan demikian di sektor perkebunan, potensi kecelakaan kerja cukup tinggi. Sayangnya masih kerap terjadi di lingkungan perkebunan yang tidak
mengidentifikasi potensi resiko, penyebaran informasi yang cukup bagi buruh tentang resiko dan penanggulangan kecelakaan terutama penyediaan P3K dan
pondok berlindung ketika cuaca buruk serta pembiaran buruh bekerja tanpa menggunakan peralatan perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja K3.
Tidak ada antisipasi pencegahan keracunan dan perlindungan kesehatan buruh. Untuk mencegah kecelakaan kerja seharusnya pihak perkebunan memberikan
pendidikan tentang bahaya, resiko dan dampak zat-zat kimia yang digunakan, melakukan pemerikasaan kesehatan buruh kepada dokter ahli, dan merotasi buruh
yang bekerja di bagian yang berhubungan dengan bahan kimia yang berbahaya. Serta
budaya kerja kurang beradap seperti alat pelindung kerja tidak cukup atau tidak memenuhi standart keselamatan kerja dan perilaku tidak mengindahkan kerja
yang benar terutama akibat minimnya sosialisasi dan pelatihan kerja bagi buruh perkebunan.
85
Hal ini mengakibatkan banyak buruh kebun belum mengerti K-3 termasuk hak dan kewajiban perusahaan perkebunan, pemerintah baik dalam
bentuk pengetahuan dan kaitannya dengan operasi kerja mereka. Pada hal K-3 berfungsi untuk melindungi dan menjaga diri buruh tersebut agar terhindar dari
kecelakaan kerja yang merugikan mereka. Pemberiaan alat kerja dan pelindung
84
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm 142.
85
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm 147.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II , 2008.
USU Repository © 2009
kerja yang tidak cukup dan tidak memenuhi standart keselamatan kerja. Sebagai contoh, kaca mata yang diberikan perusahaan tidak menutup keseluruhan
permukaan mata, dan kalau digunakan mudah terkena embun menyebabkan penglihatan kabur.
86
Akibatnya rata-rata buruh tidak menggunakan karena mengganggu proses kerja sementara target-target yang tinggi juga menjadi salah satu pertimbangan
buruh untuk menggunakannya. Sementara upah rendah yang diterima buruh seringkali menjadi kendala menyebabkan mereka bekerja tidak memperdulikan
aspek keselamatan kerja. Banyak buruh perkebunan bekerja tanpa memiliki alat kerja dan pelindung kerja yang memadai.
87
Dari sisi ekonomi, buruh tidak mampu menyediakan alat dan pelindung kerja karena upah rendah, membeli makanan bergizi untuk mengganti sel-sel
tubuh mereka yang keracunan karena upah yang mereka terima sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimum setiap hari. Oleh karena itu,
buruh kebun akan bekerja sebanyak mungkin dengan melibatkan seluruh anggota keluarga hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan makan dengan kualitas yang
memprihatinkan, sementara beban kerja memerlukan energi yang tinggi tidak sebanding dengan kualitas makanan yang dikonsumsi setiap hari. Itulah realitas
kecelakaan kerja yang tinggi di perkebunan di tengah tumpukan dollar yang dihasilkan oleh buruh kita.
88
86
Internet, www.google.com, Manginar Situmorang, Karakteristik Kecelakaan Kerja Di
Perkebunan, 2008
87
Ibid.
88
Ibid.
Cariny F. Marbun : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perkebunan Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara II , 2008.
USU Repository © 2009
BAB VI MASALAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA