Upaya penegakkan hukum kejahatan hacking terhadap bank

BAB IV UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI

KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK

A. Upaya penegakkan hukum kejahatan hacking terhadap bank

Penyidik Polri memulai penyidikan tindak pidana menggunakan parameter alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP yang dikaitkan dengan segitiga pembuktian triangle evidence untuk memenuhi aspek legalitas dan aspek legitimasi untuk membuktikan tindak pidana yang terjadi, namun hanya beberapa Perundang- Undangan di Indonesia yang mengatur tentang digital evidence yaitu: a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya sebagai alat bukti yang sah. 165 b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU mengatur mengenai alat bukti elektronik digital evidence yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. 166 165 Lihat Pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang menyatakan bahwa alat penyimpan informasi bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan, misalnya CD-ROM dan WORM. 166 Lihat Pasal 38 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 142 c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang mengatur mengenai alat bukti elektronik yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik denga alat optik atau yang serupa dengan itu. 167 d. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik. 168 e. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga ada mengatur tentang bukti elektronik digital evidence. 169 167 Lihat Pasal 27 huruf b Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 168 Lihat Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 169 Pasal 29 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 menyatakan bahwa alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang hukum formil pidana, dapat pula berupa: informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada 143 f. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, secara komprehensif mengakui alat bukti elektronik sebagai perluasan alat bukti yang ada dalam hukum formil baik pidana maupun perdata dan sebagai perluasan alat bukti dalam hukum formil yang ada pada saat ini. Dalam Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, untuk setiap orang yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi, wajib membuktikan, sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan tetapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta bendanya diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi, maka hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk negara. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jelas terlihat bahwa pembuktian terbalik oleh terdakwa dilakukan dalam proses perkara pidana dan dikaitkan dengan proses pidana itu sendiri. Untuk mengejar hasil-hasil kejahatan hacking terhadap bank perlu diperkenalkan suatu aturan yang mengatur penyitaan aset secara perdata atau pidana dengan hukum acara khusus atau luar biasa, misalnya dengan memberikan beban pembuktian mengenai harta kekayaan yang berasal dari tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau huruf, tanda, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. 144 kejahatan hacking terhadap bank kepada terdakwa. Hukum acara luar biasa extraordinary ini diperlukan karena tindak pidana yang dihadapi juga bersifat luar biasa. 170

B. Upaya lain penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank