Petugas patroli merupakan penyedia utama layanan kepolisian dan paling banyak melakukan komunikasi dengan anggota masyarakat. Patroli
yang dilakukan dengan metode patroli jalan kaki dapat memberikan suatu citra yang lebih lembut. Selain itu juga bagi masyarakat, dalam
kesehariannya akan lebih mudah berhubungan, mendekati dan berinteraksi dengan Polisi. Petugas patroli bisa langsung berinteraksi kepada para
pemilik warnet yang ada wilayah patrolinya sambil melakukan monitoring kepada seluruh pengunjung warnet tersebut. Patroli bersepeda, bersepeda
motor atau berkuda juga akan membuat polisi lebih dekat dengan masyarakat. Petugas patroli yang bekerja di suatu daerah dalam jangka
waktu yang lama dan tidak sering dimutasi akan memahami cara kerja dan kebiasaan masyarakat di daerah tersebut. Seringnya anggota Polisi berada
ti tengah masyarakat merupakan langkah awal untuk membangun rasa percaya. Meskipun begitu, polisi pun harus memiliki strategi-strategi
proaktif yang jelas untuk membangun rasa percaya dari masyarakat.
2. Upaya revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
a. Redifinisi pengertian dan peristilahan
Untuk menghindari beragam penafsiran perlu dilakukan redefinisi mengenai pengertian atau peristilahan dalam peraturan perundang-
undangan Informasi dan Transaksi Elektronik ITE sehingga terdapat
152
batasan dan kejelasan makna serta tidak menimbulkan celah hukum loopholes, seperti pengertian mengenai :
1 Membobol sistem keamanan.
Pasal 30 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer danatau Sistem Elektronik dengan cara apa
pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
178
Sehubungan dengan itu, redifinisi pengertian mengenai dengan sengaja dan tanpa hak menjebol sistem pengamanan dari
sebuah sistem elektronik mutlak diperlukan karena untuk mengetahui sejauh mana sebuah produk baru dari sistem elektronik
akan dibiarkan produk tersebut dibobol oleh para hacker. Seperti hal nya group micosoft meluncurkan produk elektronik nya akan
membiarkan produk tersebut dibobol untuk mengetahui sampai sejauh mana sistem keamanan dari sistem tersebut.
Dengan demikian apakah tindakan para hacker tersebut dapat dikategorikan sebagai pembobol sistem keamanan seperti
yang dimaksud dalam pasal tersebut. Apabila jawabannya adalah
178
Lihat Pasal 30 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
153
termasuk kategori pembobolan berarti Undang-Undang tersebut mengabaikan proses yang berlaku secara tak tertulis di dunia siber
khususnya di kalangan para hacker.
2 Melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem
elektronik. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik danatau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi
tidak bekerja sebagaimana mestinya.
179
Sehubungan dengan hal itu juga mutlak harus dilakukan redifinisi dari setiap orang yang melakukan tindakan apapun yang
berakibat terganggunya sistem elektronik karena banyak kegiatan- kegiatan di dunia nyata yang secara nyata tidak ada hubungannya
dengan cybercrime namun karena kalimat dari pasal ini kegiatan tersebut dapat dikategorikan kejahatan. Seperti halnya seringnya
dilakukan pemadaman listrik di suatu daerah, maka sedikit
179
Lihat Pasal 33 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
154
banyaknya akan berdampak terhadap sebuah sistem elektronik suatu perusahaan.
3 Masyarakat dapat mengajukan gugatan.
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa
masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik. Apakah kalimat
ini berlaku juga bagi nasabah uang nya ada di dalam bank yang menjadi korban hacking.
180
b. Penyempurnaan rumusan delik cybercrime
Rumusan kriminalisasi perbuatan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan sebuah sistem elektronik
masih terlalu banyak unsur yang harus dibuktikan. Dalam Pasal 30 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer danatau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
180
Ibid.
155
Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak dijelaskan tentang definisi
cybercrime, jadi tidak diketahui sampai sejauh mana yang dinyatakan dengan unsur cybercrime, apakah akan melakukanpercobaan melakukan
kejahatan cybercrime dapat dikategorikan kejahatan belum jelas tertulis di dalamnya.
Apabila kita lihat dari tahapan kegiatan hacking, ada kegiatan yang belum termasuk dalam unsur sebuah kejahatan dan ada kegiatan yang
hanya dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ringan saja. Untuk itu, rumusan delik melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
pengamanan harus disempurnakan sehingga menjadi lebih jelas dan
membuktikan unsur-unsurnya.
c. Penyempurnaan hukum acara pemeriksaan cybercrime
Untuk lebih meningkatkan efektifitas dan keberhasilan penegakkan hukum dunia siber, maka ketentuan yang mengatur mengenai hukum
acara cybercrime atau pemeriksaan dalam setiap tingkatan perlu lebih diperjelas dan diperkuat. Kedudukan dan hubungan antara UU ITE dan
peraturan perundang-undangan terkait lainnya harus jelas dan harmonis agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda sehingga
156
menimbulkan keragu-raguan dari aparat penegak hukum dalam mengambil tindakan.
Mengacu kepada Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang menerapkan prinsip sistem pembuktian terbalik, maka hukum acara
cybercrime diharapkan dapat juga menerapkan prinsip yang sama agar dapat lebih menjerat kepada pelaku kejahatan dunia siber.
d. Pembalikan beban Pembuktian
Dalam Pasal 480 KUHP tentang pidana penadahan, maka proses hukum atas tindak pidana penadahan tidak perlu menunggu putusan
hukum yang berkekuatan tetap inkracht dari perkara pencurian. Meskipun tidak dijelaskan secara nyata dalam UU ITE, maka sebaiknya
terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana hacking terhadap bank tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak
pidana asalnya. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, pembuktian dakwaan jaksa tetap
merupakan beban penuntut umum Pasal 37 A ayat 3. Walaupun demikian, untuk setiap orang yang didakwa melakukan tindak pidana
korupsi, wajib membuktikan, sebaliknya terhadap harta benda miliknya
157
yang belum didakwakan tetapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta
bendanya diperoleh bukan katena tindak pidanan korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi, maka hakim
berwenang menutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk negara.
181
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jelas terlihat bahwa pembuktian terbalik oleh terdakwa dilakukan dalam proses perkara pidana dan
dikaitkan dengan proses pidana itu sendiri. Jika perbuatan korupsi terdakwa tidak dapat dibuktikan, dalam perkara pidana, maka hampir
tidak ada alasan untuk melakukan gugatan perdata. Melihat hal tersebut, maka sebaiknya untuk mempercepat
penyitaan harta kekayaan hasil kejahatan hacking terhadap bank hendaknya dilakukan pendekatan perdata yang terpisah dari pendekatan
pidana. Untuk mengejar hasil-hasil kejahatan hacking terhadap bank perlu diperkenalkan suatu aturan yang mengatur penyitaan aset secara perdata
atau pidana dengan hukum secara khusus atau luar biasa, misalnya dengan memberikan beban pembuktian mengenai harta kekayaan yang berasal
181
Lihat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
158
dari tindak pidana hacking terhadap bank kepada terdakwa. Pembuktian terbalik jelas bukan untuk memberikan hukuman badan kepada pelaku
tindak pidana kejahatan hacking terhadap bank. Hal ini memang masalah baru, sehingga yang diperlukan bukan saja undang-undang baru tetapi
juga mindset pemikiran yang juga baru yang berbeda dengan yang lama.
182
3. Upaya Pembentukan Satuan Tugas Gabungan