BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian bab-bab dimuka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Pengaturan kejahatan hacking terhadap bank di Indonesia masih lemah. Kelemahan dari perangkat hukum yang dimiliki adalah:
a. Penanganan terhadap pelaku kejahatan hacking.
1 Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik tidak disebutkan secara rinci tentang : a
Apakah kejahatan hacking terhadap bank tersebut lebih ringan, lebih berat atau sama dengan kejahatan hacking yang dilakukan
terhadap objeksasaran lainnya. b
Apakah percobaan melakukan kejahatan hacking terhadap bank dapat dihukum.
c Apakah turut serta melakukan atau bersama-sama melakukan
kejahatan hacking terhadap bank hukumannya sama, lebih ringan atau lebih berat dari pelaku utama.
2 Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang menjadi dasar penanganan kejahatan dunia siber hanya menyatakan bahwa semua kegiatan memasuki jaringan
161
orang lain adalah kejahatan, tidak dijelaskan secara rinci apa saja yang termasuk kejahatan siber atau mungkin dijelaskan tentang adanya
pelanggaran dunia siber. 3
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 masih mementingkan pihak Pemerintah dan Pembuat Undang-Undang saja, tidak melihat
kepentingan pengembangan pengetahuan, sehingga Undang-Undang ITE menyatakan bahwa apapun kegiatannya apabila masuk kedalam
sistem orang lain hacking adalah suatu kejahatan. Kenyataan yang terjadi adalah bahwa kegiatan hacking tidak selalu sebuah kejahatan.
Hacking dilakukan sekelompok orang hacker topi putih untuk menguji sistem keamanan sebuah website.
4 Hukum formil yang dipakai untuk menangani kejahatan hacking
terhadap bank masih memakai Hukum formil yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang No 8 Tahun 1981, yang pada
praktek dilapangan banyak menemui kendala, sehingga masih diperlukan undang-undang lain selain undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik untuk menangani masalah kejahatan hacking terhadap bank.
b. Penanganan terhadap bank korban kejahatan hacking.
1 Semua undang-undang perbankan yang ada belum secara jelas
menyebutkan tentang kejahatan hacking terhadap bank, bahkan dalam
162
peraturan Bank Indonesia sendiri belum ada aturan tentang bagaimana bila sebuah bank menjadi korban kejahatan hacking.
2 Undang-undang Perbankan Indonesia tidak menyebutkan pengaturan
terhadap bank gagal akibat dari kejahatan hacking. c.
Pengananan terhadap nasabah bank korban kejahatan hacking. 1
Secara jelas tidak digambarkan dalam semua Perundang-Undangan perbankan tentang bagaimana penanganan nasabah bank korban
hacking, yang ada hanya penanganan nasabah bank korban dari likuidasi.
2 Prosedur penanganan nasabah korban hacking masih dapat
menggunakan perudang-undangan yang ada. 2.
Masih banyaknya kendala yang dihadapi Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank.
a. Kendala Eksternal.
1 Perangkat hukum, baik itu perangkat hukum materiil maupun hukum
formil, dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank masih lemah. Menyebabkan masih belum padu nya penanganannya oleh
aparat penegak hukum Criminal Justice System. 2
Pemerintah sebagai regulator belum memainkan perannya secara maksimal baik dengan memanfaatkan perangkat pemerintahan yang
163
berkompeten maupun memanfaatkan kelompok masyarakat yang terkait dalam penanganan kejahatan hacking terhadap bank.
3 Bank Indonesia selaku bank sentral belum segera melakukan
pembenahan baik pembenahan doktrin, perangkat hukum serta kegiatan pelaksanaan yang menyangkut perilaku cybercrime.
4 Masyarakat masih acuh tak acuh terhadap perkembangan teknologi
yang dianggap tidak berpengaruh terhadap kehidupan mereka di dunia nyata. Masyarakat masih berpikir bahwa dunia siber adalah dunia yang
tidak ada hubungannya dengan dunia nyata. b.
Kendala Internal. 1
Landasan bekerja aparat Polri, yaitu Undang-Undang no 2 Tahun 2002 dan peraturan pelaksanaan dibawahnya belum tersentuh dengan
kegiatan-kegiatan yang bernuansa dunia siber, sehingga pelaksanaan kegiatan tugas pokok Polri sebagai Pelindung, Pengayom dan
Pelayanan Masyarakat serta menegakkan hukum hanya kegiatan di dunia nyata saja.
2 Struktur Organisasi yang ada dalam tubuh Polri saat ini masih
menempatkan unitsatuan yang menangani kegiatan di dunia siber di dalam struktur yang non operasional.
3 Kegiatan fungsional di Polri masih fokus terhadap kegiatan
kemasyarakat di dunia nyata.
164
4 Sarana dan prasarana yang hanya dimiliki oleh unit cybercrime
Bareskrim Mabes Polri. 5
Tidak ada anggaran dalam penanganan kegiatan di dunia siber. 3.
Upaya Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank masih lemah.
a. Upaya penegakkan hukum Penal
1 Polri menjerat pelaku kejahatan hacking terhadap bank dengan
menggunakan peraturan Perundang-Undangan yang ada. 2
Meskipun sulit untuk melakukan kegiatan beracara dalam menangani kasus kejahatan hacking terhadap bank, Polri tetap melakukan
koordinasi dengan aparat penegak hukum criminal justice system untuk menyeret pelaku kejahatan hacking terhadap bank agar dapat
disidangkan di pengadilan. 3
Koordinasi melalui lembaga kepolisian internasional guna penanganan pelaku kejahatan dunia siber.
b. Upaya pencegahan Non Penal
1 Melakukan tindakan fungsional Intel, Bimmas dan Samapta di
tempat-tempat yang diduga akan menimbulkan perilaku menyimpang di dunia siber, seperti di warnet-warnet, perusahaan pengguna jasa
siber dan tempat lainnya yang berhubungan dengan dunia siber.
165
2 Koordinasi dengan pemerintah khususnya Badan Informasi dan
Komunikasi untuk melakukan penyuluhan ke warnet-warnet, sekolah- sekolah dan perusahaan pengguna jasa siber.
3 Menyebarkan brosur, pamflet, leaflet dan maklumat kepolisian yang
isinya membantu untuk mencegah munculnya kejahatan dunia siber cybercrime.
4 Memberikan latihan kepada personel kepolisian tentang pengetahuan
dunia siber.
B. Saran