29
sesauia dengan hadits rasulullah Sampaikan sesuatu yang datang dariku walauoun hanya satu ayat.
b. Dakwah Kolektif dakwh fardlu kifayah Agama Islam juga memerintahkan untuk berdakwh secara
kolektif organisasi yaitu dakwah yang dilakukan oleh keompok individu, institusi atau lembaga untuk menuju kepada satu kekuatan
yang lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka mengaktualisasikan nilai-nilai Islam ditengah masyarakat. Karena
dengan dakwah secara kolektif maka kegiatan dakwah dapat diarahkan kepada pengorganisasian secara lebih profesional dan melibatkan
banyak orang untuk mencapai tujuan tertentu sehingga efektivitas dakwah dapat dilaksanakan secara maksimal.
Ada beberapa alasan mengapa dakwah kolektif organisasi menjadi fardlu kifayah karena dalam dakwah kolektif yang
terorganisir terdapat kegiatan yang bermanfaat yang tercermin sebagai berikut:
22
1. Kegiatan tersebut bertujuan untuk melayani masyarakat, misalnya organisasi Majelis Ta’lim seperti BKMT dan FKMT adalah
melayani jamaah dalam merespon kebutuhan dan persoalan2 yang dibutuhkan umat.
22
Muhamad Sulthon, Design Ilmu Dakwah: Kajian Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis, Jogjakarta: pustaka Pelajar 2003 h. 118-121.
30
2. Unruk mencapai sasaran yang sulit atau tidak mungkin dicapai seorang diri.
3. Untuk mempertahankan suatu pengetahuan atau idealisme. 4. Untuk menyediakan karis dan terciptanya pengkaderan.
23
Adapun kewajiband akwah kolektif ini tertuang dalam firman Allah SWT:
Artinya: Dann hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Q.S Ali
‘Imran:104
Dari pemahaman ayat yang disebutkan di ata, Sayyid Quthub mengindikasikan keharusan didirikannya sebuah koletivitas dakwh di
tengah komunitas masyarakat yang tujuan utamanya adalah menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah
kemungkiran. Keharusan tugas dakwah ini menurutnya dilakukan oleh pemerintahpenguasa di mana kelompok ini dianggap memiliki
kekuasaan untuk mengajak seluruh aparat, unit-unit yang dibawh naungannya, dan masyarakatnya dalam rangka melaksanakan aturan-
23
Ati Cahayati, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Penerbit PT. Grafindo, 2003, h. 5.
31
aturan yang telah ditetapkan Allah SWT.
24
Aturan-aturan tersebut berupa hukum-hukum yang telah ditetpkan dalam al-Quran dan hadits
yang orientasinya diarahkan pada pembentukn perwujudan rasa keadilan, terciptanya kesejahteraan, kedamaian dan kebahgiaan di
tengah-tengah masyarakat. Seorang da’i harus memiliki keimanan yang mendalam yaitu
keyakinan akan kebenaran agama Allah. Posisi keimanan tersebut harus mampu membangun diri menjadi manusia paripurna atau
manusia digital.
25
Manusia seperti itu hanya mengenal bilangan 0 nol dan 1 satu. 0 nol mengosongkan otak dari fikiran yang jelek dan
hati yang rusak dalam memposisikan diri di hadapan Sag Khalik. Satu 1 hanya berprinsip kepada yang Esa. Ketika diri seseorang telah
mencapai titik nol 0 berarti ia siap membangun mental tauhid. Mental tauhid inilah sebagai bekal keimanan sejati dalam menjalankan
dakwah. Keimanan ini harus terus diyakininya sekalipun ia hanya seorag diri, da’i tidak boleh goyah kendatipun orang-orang kafir dalam
jumlah dan kekuan yang besar. Keimanan yang kuat dan pemahaman yang benar terhadap ajaran Islam akan menjadi daya dorong
munculnya semangat juang untuk melakukan jihad di jalan Allah.
24
Sayyid Quthub: Tafsir Fi Dzilali Al-Qur’an, Jilid. 1, hal. 444.
25
Ary Ginanjar Agustian, ESQ Mencerahkan Emosi dan Spiritual, dalam “NEBULA” Nomor 02, hal. 3.
32
Keimanan tersebut akan termanifestasi dalam sifat-sifat mulia antara lain:
1. Zero Paradigma. Yaitu sebuah keadaaan dimana seseorang mampu untuk berjiwa jernih kemudian menemukan siapa Tuhannya.
Sehingga pada akhirnya ia menemukan potensi tersembunyi dalam dirinya untuk meraih goal tujuan perjuangan.
2. Rasa Cinta Mahabbah kepadaAllah. Cinta atu mahabbah merupakan ruh bagi kecerdasan ruhani yaitu keinginan untuk
memberi dan tidak mengharapkan imbalan pamrih. Rasa cinta yang mendalam kepada Allah merupakan kecerdasan ruhaniah
yang mampu mengatasi seluruh perasaan yang bersifat jasadi. Kecerdasan ini mampu memberikan kesempatan kepada manusia
untuk berbuat dengan sebaik-baiknya yang disertai dengan tanggung jawab sebagai bentuk cinta kepada Allah mahabbah
lillah yang merupakann kebenaran tertinggi.
26
3. Rasa Takut, yaitu rasa takut kepada Allah SWT. Kondisi ini merupakan puncak dari segala hikmah. Barang saipa takut kepada
Allah maka ia tidak akan takut kepeda siapapun, dengan demikian
26
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah Trancendental Intelligence: membentuk Kepribadian Yang Bertanggung Jawab, Profesional dan Berakhlak Jakarta: Gema Insani Press, 2001 h. x-xi
33
apapun yang terjadi rintangan didalam kegiatan dakwahnya, tidak akan membuatnya surut dalam menegakkan kebenaran illahi.
27
2. Objek Dakwah mad’u
Dalam litertur dakwah tidak ada kesepakatan dikalangna ilmaun dakwah mengenai jumlah rumpun mad’u. sementara dalam sural Al-
Baqarah mad’u dikelompokan dalam tiga rumpun yaitu, mu’min, kafir dan munafik. Sebagaimana dikatakan mujahid: “Empat ayat di awal surat
Al-Baqarah mendeskripsikan tentang sifat orang mukmin, dua ayat mendeskripsikan sifat orang kafir dan ketiga belas ayat berikutnya
mendeskripsikan sifat orang munafik”
28
ayat tersebut adalah:
27
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah Trancendental Intelligence: membentuk Kepribadian Yang Bertanggung Jawab, Profesional dan Berakhlak Jakarta: Gema Insani Press, 2001 h. x-xi
28
Yunan Yusuf, Metode dakwah, Seri panduan Majelis Ta’lim Jakarta: FKMT tt h. 12.
34
Artinya: Alif laam miin. Kitab Al-Quran ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab Al Quran yang telah diturunkan kepadamu
dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat
petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka,
kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka,
dan penglihatan mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang Amat berat. Di antara manusia ada yang mengatakan: Kami beriman kepada Allah
dan hari kemudian, pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang- orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Q.S Al-Baqarah:1-9
Dalam realitanya, kelompok mad’u dapat dibagi dalam berbagai kelompok baik pendidikan, ekonomi, status sosial dan sebagainya. Karen
itu pula Dr. Yunan Yusuf mengelompokan mad’u dari berbagai tinjauan yaitu:
29
1 Ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran Islam, madu terbagi dua, muslim dan non muslim.
2 Mad’u ditinjau dari tingkat pengetahaun agamanya terbagi tiga, ulama, pembelajar, dan awam.
3 Mad’u ditinjau dari struktur terbagi tiga: pemerintah al-mala, masyarakat maju al-mufrathin dan terbelakang al-mustadh’afin.
29
Yunan Yusuf, Metode dakwah, Seri panduan Majelis Ta’lim Jakarta: FKMT tt h. 12.
35
4 Madu ditinjua dari prioritas dakwah, di mulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat dan seterusnya.
30
3. Materi Dakwah Maadat al-Da’wah.
Pesan massage terdiri dari dua aspek, yakni isi atau isi pesan the content of massage dan lambing symbol untuk mengekspresikannya.
31
Maddah Dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’I kepada mad’u. dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah
dakwah adalah ajaran islam itu sendiri.
32
Keseluruhan materi dakwah pada dasarnya berasal dari dua sumber, yaitu:
33
1 Al-qur’an dan Hadits. Merupakan sumber utama ajaran islam. Oleh karena itu materi dakwah
Islam tidak dapat terlepas dari dua sumber tersebut, bahkan bila tidak berstandar dari keduanya, seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia dan
dilarang oleh syariat Islam. 2 opini Ulama. Islam menganjurkan umatnya untuk berpikir-pikir, berijtihad menemukan hokum-hukum yang sangat
operasional sebagai tafsiran dan akwil al-Quran dan hadits. Maka dari hasil penelitian dan pemikiran para ulama ini, bias dijadikan sumber ke
dua, dengan kata lain penemuan baru yang tidak bertentangan dengan al- Quran dan Hadits dapat pula dijadikan sebagai sumber materi dakwah.
30
Yunan Yusuf, Metode dakwah, Seri panduan Majelis Ta’lim Jakarta: FKMT tt h. 12.
31
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, cet. Ke-3, hal. 312
32
M, Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, hal. 24
33
Amuni Syukir, Dasar-dasar strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-ikhlas, 1983, hal 63
36
Istilah materi dalam bahasa indonesia diartikan sebagai suatu yang dijadikan bahan untuk diujikan, dipikirkan, dibicarakan, diterangkan dan
sebagainya.
34
Menurut Wardi Bachtiar, materi dakwah adalah al-Islam yang bersumber dari al-Quran dan hadits sebagai sumber utamanya yang
meliputi aqidah, syariah dan akhlak dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.
35
Dengan demikian al-Quran dan hadis merupakan materi dasar yang harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang da’i disamping keahlian
dibidan keilmuan lainnya. Di samping itu materi dakwh bisa diperkaya denagn pendpat Prof
Dr. Harun Nasution dalam bukunya “Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya” berupa aqidah, syariah yang didalamnya hukum dan
perundang-undangan Islam, Filsafat dan Mistisme tasawuf, Politik Islam, Ekonomi Islam, Sejarah Peradaban Islam, Estetika dan Seni
Islam.
36
a. Aqidah Secara etimologi berarti ikatan, dan angkutan. Secara tekhnis
berarti kepercayaan, keyakinan, iman, creed, credo.
37
Aqidah dalam
34
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia jakarta: Balai pustaka 1989. H. 566.
35
Wardi bachtiar, Dr. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, jakarta: Logos 1997 h. 33-34.
36
Harun Nasution, Prof. Dr. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek Jakarta: UI Press 1998.
37
Endang Syaifudin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, h 25