Pengertian Perkawinan di Bawah Umur

18 hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut arti majazi ialah bersetubuh; demikian menurut golongan Syafi‟iyah dan Malikiyah. Ketiga: Nikah, bersyarikat artinya antara akad dan setubuh; demikian menurut Abu al- Qasim az-Zajjad, Imam Yahya, dan Ibnu Hazm. Beberapa arti nikah di atas, pada hakikatnya tidak ada perbedaan kalaupun ada perbedaan hanya pada redaksinya saja. Dalam hal ini, jumhur ulama sependapat, bahwa nikah merupakan akad yang diatur oleh agama, untuk memberikan kepada pria hak memiliki penggunaan faraj kemaluan wanita dan seluruh tubuhnya untuk penikmatan sebagai tujuan primer. 8 Perkawinan adalah perjanjian perikatan antara pihak seorang pria dengan pihak seorang wanita untuk melaksanakan kehidupan suami istri, hidup berumah tangga, melanjutkan keturunan sesuai ketentuan agama. 9 Pernikahan adalah akad yang menimbulkan akibat hukum yaitu menghalalkan persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan, saling tolong menolong serta menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya. 10 Dalam Bab 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, disebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara 8 Ibrahim Hosen, Fikih Perbandingan Masalah Pernikahan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003, jilid 1, cet. Ke-1, h. 116 9 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1987, cet. Ke-2, h. 8 10 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007, cet. Ke-1, h. 3 19 seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 11 Pengertian perkawinan yang tercantum dalam Bab 1 Pasal 1 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, berbeda dengan pengertian perkawinan menurut hukum perdata B.W., karena di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek B.W. disebutkan bahwa perkawinan hanya dalam hubungan-hubungannya dengan keperdataan. 12 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian perkawinan menurut hukum perdata adalah suatu ikatan hukum antara seorang pria dan seorang wanita yang diakui sah oleh Undang-Undang Hukum Perdata negara dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang kekal. 13 Suatu ikatan perkawinan akan dianggap sah oleh negara, apabila perkawinan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terutama dalam hal batas usia perkawinan yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 yang berbunyi: “Perkawinan 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, h. 2 12 Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPer, Jakarta: Visimedia, 2008, cet. Ke-2, h. 8 13 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, h. 4 20 hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 Sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 enam belas tahun”. 14 Berdasarkan pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di atas, maka asumsi penulis adalah yang dimaksud dengan perkawinan di bawah umur dalam konteks Negara merupakan sebuah pelanggaran terhadap batas minimal usia menikah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Perkawinan pasal 7 ayat 1 yaitu pihak laki-laki umur 19 Sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 enam belas tahun. Kedewasaan seseorang, apabila dilihat dari berbagai ketentuan hukum yang berlaku sangatlah beragam. Umumnya ketentuan yang berlaku atas kedewasaan seseorang didasarkan pada status perkawinan yang pernah dilakukan dan usia. Seseorang dianggap dewasa, selain karena ia sudah menikah juga didasarkan pada usia yang menurut ketentuan hukum sudah dewasa. Kedewasaan berdasarkan usia ini merupakan salah satu parameter yang bersangkutan telah dianggap cakap dan berhak atas apa yang diatur oleh ketentuan hukum. Dalam hukum, kedewasaan berdasarkan usia merupakan salah satu unsur terpenting bagi seorang subyek hukum. Meskipun terdapat upaya dispensasi atau toleransi atas besaran usia yang disahkan oleh pengadilan, namun subyek hukum dapat dikatakan belum cakap hukum apabila yang bersangkutan belum memiliki 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, h. 5 21 kecukupan usia. Misalnya dalam hukum perdata kita, salah satu syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 BW adalah adanya pihak-pihaknya yang cakap berkemampuan untuk melakukan perbuatan hukum yang salah satu parameternya adalah kecukupan usia. Dengan usia yang belum mencukupi seseorang tidak dapat melakukan perbuatan hukum perdata dengan sendirinya kecuali sudah menikah atau disahkan pengadilan. 15 Adapun besaran usia dewasa menurut berbagai ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu: 1. Menurut konsep Hukum Perdata Pendewasaan ada 2 macam, yaitu pendewasaan penuh dan pendewasaan untuk beberapa perbuatan hukum tertentu terbatas. Keduanya harus memenuhi syarat yang ditetapkan undang-undang. Untuk pendewasaan penuh syaratnya telah berumur 20 tahun penuh. Sedangkan untuk pendewasaan terbatas syaratnya ialah sudah berumur 18 tahun penuh pasal 421 dan 426 KUHPerdata. 16 Untuk pendewasaan penuh, prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Presiden RI dilampiri dengan akta kelahiran atau surat bukti lainnya. Presiden setelah mendengar pertimbangan Mahkamah Agung, memberikan keputusannya. Akibat hukum adanya 15 Tim Bedah Hukum, Kedewasaan Seseorang Berdasarkan Besaran Usia Menurut Berbagai Ketentuan Hukum, Diakses dari http:bedahukum.blogspot.com200912kedewasaan-seseorang- berdasarkan.html, pada tanggal 22 September 2011 pukul 08.40 WIB 16 Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPer, h. 132-133 22 pernyataan pendewasaan penuh ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum orang dewasa. Tetapi bila ingin melangsungkan perkawinan izin orang tua tetap diperlukan. Untuk pendewasaan terbatas, prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang dilampiri akta kelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan setelah mendengar keterangan orang tua atau wali yang bersangkutan, memberikan ketetapan pernyataan dewasa dalam perbuatan-perbuatan hukum tertentu saja sesuai dengan yang dimohonkan, misalnya perbuatan mengurus dan menjalankan perusahaan, membuat surat wasiat. Akibat hukum pernyataan dewasa terbatas ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum orang dewasa untuk perbuatan-perbuatan hukum tertentu. 17 2. Menurut konsep Hukum Pidana Hukum pidana juga mengenal usia belum dewasa dan dewasa. Yang disebut umur dewasa apabila telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun, akan tetapi sudah atau sudah pernah menikah. Hukum pidana anak dan acaranya berlaku hanya untuk mereka yang belum berumur 18 tahun, yang menurut hukum perdata belum dewasa. Yang berumur 17 tahun dan telah kawin tidak lagi termasuk hukum pidana anak, sedangkan belum cukup 17 Diakses dari http:72legalogic.wordpress.com20090308dewasa-menurut-hukum-positif- indonesia, pada tanggal 22 September 2011 pukul 08.29 WIB 23 umur menurut pasal 294 dan 295 KUHP adalah ia yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin sebelumnya. 18 3. Menurut konsep Peraturan Lalu Lintas Dalam peraturan Undang-Undang Lalu Lintas UU No. 22 Tahun 2009 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan usia dewasa adalah usia yang sudah mencapai 17 tahun. Sebagaimana bunyi Pasal 81 ayat 2: Syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan paling rendah sebagai berikut: a. Usia 17 tujuh belas tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D; b. Usia 20 dua puluh tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I, dan c. Usia 21 dua puluh satu tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II. Sedangkan menurut penganut aliran psikoanalisis, pada hakikatnya alam perkembangan usia remaja adalah usaha penyesuaian diri coping, yaitu untuk secara aktif mengatasi stress dan mencari jalan keluar baru dari berbagai masalah. Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja, yaitu: 19 18 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, Surabaya: Kesindo, 2008, cet. Ke-2, h. 97-98 19 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008, h. 24-25 24 1. Tahap remaja awal 12-15 tahun Pada tahap ini, seorang remaja masih terheran-heran akan perubahan- perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Kepekaan yang berlebih-lebihan ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja sulit untuk mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. 2. Tahap remaja pertengahan 15-18 tahun Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat- sifat yang sama dengannya. 3. Tahap remaja akhir 19-22 tahun Pada tahap ini, merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal di bawah ini: a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek; b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru; c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi; d. Egosentrisme terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain; e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya private self dan masyarakat umum the public. 25 Selain itu, perkawinan di bawah umur pun masuk dalam kategori ekploitasi anak, sepanjang hal itu tidak mengikuti ketentuan dan hukum yang berlaku. Seorang anak yang masih berada dalam asuhan orang tuanya seharusnya mendapatkan kesempatan untuk belajar dan kehidupan yang layak. Sedangkan perkawinan di bawah umur jelas akan merampas semua hak anak di atas. Seorang anak yang seharusnya mendapatkan kesempatan belajar yang layak justru harus dipaksa menjalani sebuah perkawinan yang masih belum saatnya dia pikul. Usia anak-anak adalah usia mendapatkan pendidikan seluas-luasnya, bukan membawa beban kehidupan. 20 Kebijakan pemerintah tersebut, dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental. Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan di bawah umur mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Menurut para sosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan di bawah umur dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan di bawah umur dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak 20 Nasaruddin Umar, Refleksi Penerapan Hukum Keluarga di Indonesia, diakses dari http:www.komnasperempuan.or.idwp-contentuploads200902refleksi-penerapan hukumkeluarga- di-indonesia_nasaruddin-umar.pdf , tanggal 29 Juni 2011 pukul 10.13 WIB 26 dampak negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan di atas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. 21 Akan tetapi, dalam konteks agama Islam yang dimaksud dengan perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan oleh salah satu atau kedua calon mempelai laki-laki dan perempuan yang belum mencapai usia baligh. Dalam menyikapi hal tersebut, terdapat sekelompok ulama Ibnu Syubrumah dan Abu Bakr al Ashom yang melarang perkawinan anak-anak sebelum mereka sampai pada usia kawin baligh. 22 Mereka beralasan dengan firman Allah:       ۴ “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin”. Q.S. An- Nisa: 4 : 6 Apabila dilihat dari kandungan ayat di atas, dapat dipahami bahwa tidak ada ketentuan mengenai batas minimal usia menikah baik untuk laki-laki maupun perempuan, hanya saja yang menjadi ukuran dibolehkannya seseorang menikah adalah sudah mencapai usia baligh. 21 Yusuf Fatawie, Pernikahan Dini Dalam Perspektif Agama dan Negara, diakses dari http:www.pesantrenvirtual.comindex.php?option=com_contentview=articleid=1240:pernikahan -dini-dalam-perspektif-agama-dan-negaracatid=2:islam-kontemporerItemid=57, tanggal 29 Juni 2011 pukul 09.06 WIB 22 Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy Wa Adillatuh, h. 179 27 Adapun bagi laki-laki ditandai dengan mendapat mimpi basah ketika tidur dan wanita ditandai dengan keluarnya darah haid menstruasi. Tidak mengherankan, wacana perkawinan di bawah umur nikah al-shaghirah justru berkonotasi positif, jika hal itu dilakukan atas pertimbangan kemaslahatan moral dan agama. Hanya saja fuqaha menggarisbawahi, gadis-gadis yang dikawinkan di usia kanak-kanak itu baru boleh “digauli”, jika mereka telah mengalami menstruasi haid. 23 Dasarnya adalah hadis perkawinan Nabi Muhammad saw dengan „Aisyah r.a. yang dinikahi di usia 6 tahun, dan baru “dikumpuli” ketika telah berusia 9 tahun usia haid, sebagai berikut: 23 Yusuf Hanafi, Perkawinan Anak di Bawah Umur Nikah al-Shaghirah dalam Islam: Studi tentang Kontroversi Hadis Perkawinan „Aisyah, diakses dari http:eprints.sunan- ampel.ac.id831Yusuf_Hanafi.pdf, tanggal 29 Juni 2011 pukul 09.13 WIB 28 “Diriwatkan dari „Aisyah r.a. dia telah berkata: “Rasulullah saw telah mengawini aku ketika aku berumur enam tahun dan tinggal bersamaku pada waktu aku berumur sembilan tahun”. Aisyah menyambung lagi: “kami telah berhijrah ke Madinah dan aku demam panas selama sebulan sehingga rambutku memanjang sampai bahu. Ketika itu ibu kandungku, Ummu Ruman, datang menemuiku yang sedang berada di atas buaian bermain bersama teman- temanku, lalu dia memanggilku dan aku segera menemuinya sedangkan aku tidak mengetahui apa yang hendak dia lakukan terhadapku. Ibuku memegang tanganku dan membawaku masuk ke dalam rumah sehingga dia memberhentikanku di pintu dan aku melepaskan lelahku sehingga keadaanku menjadi tenang. Selepas itu ibuku membawa aku masuk ke dalam rumah. Tiba- tiba seorang wanita Anshor menyambut kami dengan mesra serta mendoakan untuk pengantin supaya diberi kesenangan dan keberkatan. Ibuku menyerahkan aku kepada mereka lalu mereka membelai kepalaku dan menghiasi diriku secantik mungkin. Rasulullah saw tidak menghampiriku secara tiba-tiba tetapi perempuan-perempuan Anshor menyerahkan diriku kepada beliau ketika waktu dhuha”. H.R. Bukhori dan Muslim Meskipun hadis di atas menyebutkan bahwa dahulu diantara anak perempuan usia 9 sembilan tahun identik sudah baligh atau dewasa, karena sudah mendapat haid menstruasi. Akan tetapi tidak semua perempuan, namun pada saat ini batas usia dewasa bagi mayoritas anak perempuan lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan zaman dahulu, bahkan di usia SD kelas 5 atau 6 sudah ada tanda dewasa. Cepatnya masa puber anak perempuan saat ini diduga karena terkait obesitas yang memang berhubungan erat dengan perkembangan seksual yang lebih dini. Menurut Dr. Marcia E. Herman-Giddens, seorang peneliti di 24 Abu Al-Husain Muslim Ibnu Al-Hijaj Ibnu Muslim Al-Qusyairi Al-Nisaburi, Shahih Al- Muslim, Beirut: Daar Al-Jaeyl, juz 4, h. 141 29 University of North Carolina, Chapel Hill menduga bahwa bahan kimia lingkungan seperti makanan cepat saji instan yang menyerupai efek estrogen dapat mempercepat masa pubertas. 25 Di Indonesia, rata-rata usia dewasa anak perempuan dimulai saat berumur 8 delapan hingga 10 sepuluh tahun. Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Selain itu, seorang anak akan menunjukkan tanda-tanda awal dari pubertas, seperti suara yang mulai berubah, tumbuhnya rambut-rambut pada daerah tertentu dan payudara membesar untuk seorang gadis. Untuk seorang anak perempuan, tanda-tanda itu biasanya muncul pada usia 10 tahun ke atas dan pada anak laki-laki, biasanya lebih lambat, yaitu pada usia 11 tahun ke atas. 26 Dari sudut pandang yang berbeda, pakar hukum Islam kontemporer menghendaki terobosan hukum terkait dengan legalitas perkawinan anak di bawah umur. Mereka melihat bahwa agama pada dasarnya tidak melarang secara tegas perkawinan di bawah umur, namun juga tidak pernah menganjurkannya, terlebih jika dilaksanakan tanpa mengindahkan dimensi-dimensi fisik, mental, dan hak-hak anak. Adapun perkawinan historis Nabi saw dengan „Aisyah r.a. itu 25 Cincinnati , Anak Perempuan Sekarang Sudah Puber di Usia 7-8 Tahun, diakses dari http:faktabukanopini.blogspot.com201101anak-perempuan-sekarang-sudah-puber-di.html, tanggal 20 Juli 2011 pukul 06.26 WIB. 26 Diakses dari http:id.wikipedia.orgwikiPubertas, tanggal 22 Agustus 2011 pukul 08.06 WIB. 30 diposisikan sebagai suatu eksepsi pengecualian dan kekhususan yang mengusung tujuan dan hikmah tertentu dalam agama. 27

B. Dasar Hukum Perkawinan

Al- Qur‟an dan hadits merupakan dua sumber hukum yang menjadi pedoman agama Islam, termasuk dalam perkawinan kedua sumber hukum ini pun turut dijadikan sebagai pedoman. Sebagaimana dalam firman-Nya telah disebutkan, yaitu: 28 “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami telah memberikan kepada mereka istri- istri dan keturunan”. Q.S. ar-Ra‟d : 13 :38 Dalam hadits Tirmidzi dari Abu Ayyub, Rasulullah saw pernah bersabda: 29 “Empat perkara yang merupakan sunnah para Nabi: Celak, wangi-wangian, siwak dan kawin”. 27 Yusuf Hanafi, Perkawinan Anak di Bawah Umur Nikah al-Shaghirah dalam Islam: Studi tentang Kontroversi Hadis Perkawinan „Aisyah, diakses dari http:eprints.sunan- ampel.ac.id831Yusuf_Hanafi.pdf, tanggal 29 Juni 2011 pukul 09.13 WIB 28 Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur‟an dan Terjemahnya, Surabaya: al- Hidayah, 1998, h. 376 29 Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnat, Mesir: Daar al- Fath Lil i‟lami al-„Arabiy, 1999, juz II, h.6 31 Dalam fakta kehidupan, terkadang ditemukan orang yang ragu-ragu untuk melakukan kawin, dengan alasan sangat takut memikul beban berat dan menghindarkan diri dari kesulitan-kesulitan. Islam memperingatkan bahwa dengan kawin, Allah akan memberikan kepadanya penghidupan yang berkecukupan, menghilangkan kesulitan-kesulitan dan memberikan kekuatan yang mampu mengatasi kemiskinan. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat al-Nur ayat 32: ۴ “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba- hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. Q.S. al-Nur : 24: 32 Dalam hadits Bukhori, Rasulullah saw pernah bersabda: 31 30 Departemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur‟an dan Terjemahnya, h. 549 31 Muhammad Ibnu Is mail Abu „Abdillah Al-Bukhori Al-Ja‟fi, Shahih Al-Bukhori, Beirut: Daar Ibnu Katsir, 1987, juz 17, h. 89 32 “Dari „Abdullah r.a. berkata: “Pada zaman Rasulullah saw, kami adalah pemuda-pemuda yang tidak memiliki apa-apa. Rasulullah saw berkata kepada kami: “Wahai para pemuda Siapa yang mampu berumah tangga, kawinlah Perkawinan itu melindungi pandangan mata dan memelihara kehormatan. Tetapi siapa yang tidak sanggup kawin, berpuasalah, karena puasa itu merupakan penawar hawa nafsu”. H.R. Bukhori Hadits di atas menjelaskan bahwa perkawinan itu dianjurkan karena memiliki manfaat yang tidak hanya untuk sendiri melainkan juga untuk keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Bahwa dengan perkawinan tersebut, seseorang akan terhindar dari hal-hal negatif yang akan menjerumuskan dirinya. Dan jika seseorang itu tidak sanggup untuk melakukan perkawinan maka diwajibkan untuk berpuasa, karena dengan berpuasa akan terhindar berbuat zina. 32 Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan bahwa yang menjadi dasar hukum dibolehkannya suatu perkawinan tercantum dalam Bab 1 Pasal 2 yang berbunyi: 33 Pasal 2 1 Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu. 2 Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 32 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, Khitbah, Nikah dan Talak, Jakarta: Amzah, 2009, cet. Ke-1, h. 45 33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, h. 2