Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
berlebihan dalam beribadah melebihi Nabi karena dapat menimbulkan kekafiran.
8
Kemudian dari perkawinan muncul pula hubungan orang tua dengan anak- anaknya. Serta timbul hubungan kekeluargaan sedarah dan semenda. Oleh karena
itu, perkawinan mempunyai pengaruh yang sangat besar, baik dalam hubungan kekeluargaan pada khususnya, maupun dalam kehidupan bermasyarakat serta
bernegara pada umumnya. Karena bila dilihat dari segi sosial suatu perkawinan, dalam masyarakat setiap bangsa ditemui suatu penilaian yang umum, bahwa
orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin.
9
Maka hendaklah segenap bangsa Indonesia mengetahui seluk-beluk berbagai peraturan hukum perkawinan, agar
mereka dapat memahami dan melangsungkan perkawinan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
10
Namun, berbeda halnya dengan sebagian masyarakat Desa Ciwalat Kecamatan Pabuaran Kabupaten Sukabumi, yang masih banyak melakukan
perkawinan di bawah umur tanpa memperhatikan dampak atau akibat yang akan muncul serta akan ditimbulkan oleh sebuah perkawinan tersebut. Hal ini
merupakan masalah dalam masyarakat yang perlu dicarikan jalan pemecahannya.
8
Muhammad ibn Ismail Al- San‟any, Subul Al-Salam Syarh Bulug Al-Maram, Beirut: Daar
Al-Fikr, 1991, juz III, h. 213-214
9
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986, cet. Ke-5, h. 48
10
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Azas-Azas Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 6
4
Masyarakat kadang-kadang kurang memperhatikan keberadaan batas umur, padahal untuk melangsungkan suatu perkawinan batas umur adalah hal
yang sangat penting, hal ini dikarenakan perkawinan tidak saja menghendaki kematangan biologis tetapi juga kematangan psikologis. Hal tersebut berdasarkan
kekhawatiran para psikolog tentang perkawinan di bawah umur akan menemui kegagalan karena sangat tergantung pada keadaan jiwa seseorang.
11
Kenapa demikian? Karena dari perkawinan timbul suami istri yang kemudian melahirkan sebuah tanggung jawab yang berupa hak dan kewajiban, hal
inilah yang cukup sulit untuk dilaksanakan, apalagi diantara keduanya atau salah satunya kurang begitu memahami tentang hakikat serta tujuan dan hikmah dari
sebuah perkawinan, yaitu terbentuknya rumah tangga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
12
Melainkan yang akan terjadi hanyalah perselisihan dan kehidupan dalam berumah tangga tidak bahagia dan tidak harmonis bahkan bisa berakhir
pada perceraian. Dari hasil pengamatan dan dari data yang dihasilkan, menunjukkan bahwa
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur khususnya yang terjadi di Desa Ciwalat, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten
Sukabumi.
11
Musifin As‟ad, Perkawinan dan Masalahnya, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993, cet. Ke- 2, h. 30
12
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, cet. Ke-3, h. 22
5
Bahwa yang melakukan perkawinan di bawah umur itu banyak sekali mengalami gangguan dalam berumah tangga, diantaranya sebagai berikut:
1. Sering terjadi percekcokan, sehingga dalam mengarungi kehidupan rumah
tangga tidak harmonis. 2.
Kebanyakan orang yang melakukan perkawinan di bawah umur menjadi beban bagi orang tuanya, dikarenakan belum bisa mencari nafkah.
Dan bila dilihat dari sudut kesehatan, bagi orang yang melakukan perkawinan di bawah umur jika terjadi kehamilan pada seorang perempuan yang
belum dewasa, tubuh dan alat kandungannya belum siap betul untuk menyelengarakan tugas tersebut. Sehingga beban yang berat oleh yang
bersangkutan dengan kehamilan dan persalinan dapat diperolehnya. Akan tetapi, dalam keadaan demikian, kemungkinan terjadi gangguan pada kehamilan dan
persalinan tersebut. Sehubungan dengan masalah perkawinan di bawah umur, maka dalam
penjelasan umum Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menurut prinsip, bahwa calon suami istri itu harus telah matang jiwa raganya untuk dapat
melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan
sehat.
13
13
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, cet. Ke- 1, h. 8
6
Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada pasal 7 ayat 1 menyatakan: ”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun”.
Selanjutnya dalam ayat 2 menyatakan: “Apabila pihak pria dan wanita belum mencapai umur tersebut, maka untuk melangsungkan perkawinan diperlukan
dispensasi dari Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak pria maupun pihak wanita”.
14
Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan pada pasal 15 ayat 1 menyatakan: “Untuk kemaslahatan keluarga
dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan oleh calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor
1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-
kurangnya berumur 16 tahun”.
15
Untuk mengurangi permasalahan-permasalahan yang muncul, maka harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih di bawah umur.
Karena batas umur dalam perkawinan mempunyai makna yang sangat penting, yaitu agar dapat dicegahnya praktek perkawinan di bawah umur, seperti halnya
yang terjadi di Desa-desa, sehingga menimbulkan banyak dampak atau akibat yang bersifat negatif.
14
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bandung: Citra Umbara, 2007, cet. Ke-1, h. 5
15
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo, 2007, cet. Ke-5, h. 117
7
Berkenaan dengan hal tersebut, untuk mengurangi lebih banyak lagi terjadinya perkawinan di bawah umur, maka dalam hal ini penghulu yang
mempunyai fungsi sebagai orang yang ditunjuk oleh masyarakat untuk melangsungkan perkawinan, harus cermat dan tanggap serta teliti terlebih dahulu
terhadap mereka yang akan melangsungkan perkawinan, terutama sekali dengan persyaratan-persyaratan yang mereka ajukan, dengan demikian besar harapan
kemungkinan terjadinya kekeliruan dapat dihindari. Begitu pula upaya yang dilakukan oleh penghulu harus benar-benar
memberikan dampak positif, artinya dampak yang dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa perkawinan membawa resiko yang sangat besar, lebih-
lebih bila perkawinan itu dilakukan pada usia belum matang untuk melakukan perkawinan.
Dari latar belakang di atas, penulis mencoba mengungkap masalah- masalah tersebut dan mudah-mudahan dapat mengatasi permasalahan perkawinan
di bawah umur. Karena dengan terjadinya perkawinan tersebut dapat menimbulkan banyak dampak terhadap lingkungan sekitar. Sehingga penulis
merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan mencoba mengabadikannya dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul:
“UPAYA PREVENTIF PENGHULU DALAM MENGURANGI PELAKU PERKAWINAN DI BAWAH UMUR
” Studi di Desa Ciwalat, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi
.
8